Journal of Marine and Aquatic Sciences 8 1), 66-77 2022)

Pemetaan Perubahan Luasan Mangrove Menggunakan Citra Sentinel-2A Pasca Kematian Mangrove di Denpasar-Bali

Rowand Danny Sebastian Adinegoro a*, I Dewa Nyoman Nurweda Putra a, I Nyoman Giri Putra a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perinakanan, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

*Penulis koresponden. Tel.: +62-819-9935-6472

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 19 Mei 2020; disetujui (accepted) 23 Mei 2022; tersedia secara online (available online) 1 Juni 2022

Abstract

Province of Bali is one of the mangrove forests distributed in Indonesia, which is spread over three sites, including Tahura Ngruah Rai. The mangrove area in the Tahura, especially in Denpasar city, mangrove forest suffered due to human activities and natural factors. Therefore, there is a need to monitor the distribution of mangrove forests in the area. Remote sensing is one of the technologies that can be used to control the extent and distribution of mangrove in that area. The aimed of this study was to determined the best band combination on the Sentinel-2A in detecting the mangrove-specific land cover, which was then used to map the extent of mangrove areas after death. The Band combinations tested are the combinations of band 4-3-2, 11-8-4 dan 8-11-2 on the Sentinel-2A. The results indicated that the value of producer accuracy (PA) as well as user accuracy (UA) in the mangrove class with combined band of 4-3-2 (PA= 92.59%, UA= 98.04%), 11-8-4 (PA= 85.19%, UA=88.46%), and 8-11-2 (PA= 71.15%, UA= 84.09%). This study concluded that the band combination of 4-3-2 is able to detect the mangrove better than the band combination of 11-84 and 8-11-2 with the total accuracy and an accuracy of the kappa respectively around 91.24% and 91.15%. Mangrove forests of the Tahura Ngura Rai, Denpasar city, had decreased the extent of mangrove forests by 25.58 hectares over a period of four years in 2016 (before incident) until 2020 (after incident).

Keywords: sentinel-2a; mangrove; detection; area

Abstrak

Provinsi Bali merupakan salah satu persebaran hutan mangrove di Indonesia yang tersebar pada tiga lokasi salah satunya Tahura Ngurah Rai. Pada kawasan mangrove di Tahura Ngurah Rai khusunya Kota Denpasar terjadi kematian mangrove akibat dari aktivitas manusia dan faktor alam sehingga perlu dilakukan monitoring tentang sebaran dan luasan mangrove di kawasan tersebut. Penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk pemantauan luasan dan sebaran mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kombinasi band terbaik pada citra Sentinel-2A dalam mendeteksi tutupan lahan khususnya mangrove yang kemudian di gunakan untuk memetakan luasan mangrove pasca terjadinya kematian mangrove. Kombinasi band yang diuji adalah kombinasi band 4-3-2, 11-8-4 dan 8-11-2 pada citra Sentinel-2A. Hasil penelitian ini menunjukan nilai akurasi pembuat (PA) serta akurasi pengguna (UA) pada kelas mangrove kombinasi band 4-3-2 (PA= 92.59 %, UA= 98.04 %), 11-8-4 (PA= 85.19 %, UA= 88.46 %) dan 8-11-2 (PA= 71.15 %, UA= 84.09 %). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kombinasi band 4-3-2 mampu mendeteksi mangrove lebih baik dari kombinasi band 11-8-4 dan 8-11-2 dengan akurasi total dan akurasi kappa massing-masing sebesar 91.24 % dan 91.15 %. Hutan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar mengalami penuruan luasan hutan mangrove sebesar 25.58 Ha dalam kurun waktu 4 tahun yakni pada tahun 2016 (sebelum terjadinya kematian) hingga tahun 2020 (pasca terjadinya kematian).

Kata Kunci: sentinel-2a; mangrove; deteksi; luasan

  • 1.    Pendahuluan

Ekosistem mangrove merupakan tipe hutan tropik dan subtropik yang tumbuh di sepanjang pantai, muara sungai dan pesisir yang masih dipengaruhi air laut serta bertopografi landai dan terlindung dari terpaan ombak secara langsung (Barati et al., 2011 . Hutan mangrove tersebar pada daerah pasang surut, hidup pada lingkungan dengan salinitas, suhu, dan sedimentasi tinggi hingga daerah berlumpur (Pereira et al., 2012 . Luas hutan mangrove di Indonesia lebih dari tiga juta hektar atau 22% dari total luas hutan mangrove dunia (Giri et al., 2010 . Provinsi Bali merupakan salah satu daerah persebaran hutan mangrove di Indonesia yang tersebar pada tiga lokasi dengan total luasan sebesar 2177.5 Ha dimana salah satu wilayah persebarannya adalah di Teluk benoa (Wiyanto, 2015 , dan Tahura dengan luasan 1374 Ha meliputi wilayah Kota Denpasar seluas 641 Ha dan Kabupaten Badung 753.5 Ha (Sudiarta dkk., 2013 .

Mangrove di Indonesia tidak semua dalam kondisi baik, menurut data Kemenhut (2006 , hanya sebesar 30.7% hutan mangrove yang dalam kondisi baik dan sisanya rusak sedang (27.4% sampai berat (41.9% akibat adanya tekanan hasil dari aktivitas antropogenik yang berlebihan seperti dikonversinya menjadi darat, pembangunan di wilayah pesisir hingga pencemaran dan polusi dari dataran ( Richards and Friess, 2016 . Sementara itu, Bali dan Nusa Tenggara Barat memiliki persentase luasan wilayah hutan terdeforestasi paling besar kedua setelah Pulau Jawa yakni sebesar 45.92%. Salah satu wilayah yang terindikasi mengalami kerusakan adalah kawasan Benoa yang merupakan bagian dari Taman Hutan Rakyat berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 544/Kpts-II/1993 tanggal 25 September 1993 (Rumada dkk., 2015 . Kawasan Tahura Ngurah Rai yang berada pada lokasi strategis menyebabkan banyaknya tekanan, salah satunya disebabkan oleh manusia yang berpotensi merusak hutan mangrove.

Masalah deforestasi hutan Mangrove di Bali justru kembali terjadi beberapa waktu yang lalu, berdasarkan berita atau isu yang dilansir dari laman Web (Podiumnews pada bulan September 2019, kawasan mangrove di daerah pesanggaran mengalami kematian tiba-tiba yang diduga diakibatkan oleh penyebaran sedimen ke luar area disekitar kawasan akibat aktivitas pengerukan Pelabuhan Benoa Sampai saat ini belum diketahui berapa luasan hutan mangrove yang mengalami

kematian di zona tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian mengenai perubahan luasan mangrove di wilayah tersebut dan sekitarnya. Kajian dilakukan sebagai upaya pencegahan, perencanaan dan penetapan kebijakan untuk ekosistem mangrove. Kajian mengenai mangrove dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung kelapangan dan juga menggunakan teknologi penginderaan jauh (Indica dkk., 2011 .

Metode pengukuran langsung ke lapangan menghasilkan akurasi tinggi, namun tidak efektif dan efisien jika dilakukan pada cakupan yang luas. Sehingga tekhnologi penginderaan jauh dapat menjadi solusi, mengkombinasikanya dengan data lapangan dianggap menjadi metode yang efektif dan praktis (Heumann, 2011 . Saat ini Teknologi penginderaan jauh telah berkembang pesat. Satelit yang ada memiliki resolusi yang berbeda-beda. Resolusi citra yang berbeda-beda tersebut akan menghasilkan akurasi model yang berbeda pula. Penggunaan citra resolusi spasial tinggi berpeluang untuk memetakan mangrove lebih detail (Ni-Meister et al., 2010 . Salah satu satelit dengan resolusi spasial tinggi adalah Sentinel-2A. Satelit Sentinel merupakan satelit yang dirancang oleh European Space Agency (ESA yang telah meluncurkan salah satu misinya yaitu Sentinel-2 multi spectral instrument (MSI yang diluncurkan pada tahun 2015. Citra Sentinel-2 dilengkapi dengan instrument multispektral dengan 13 saluran spektral beresolusi spasial cukup tinggi yaitu 10 meter.

Deteksi mangrove menggunakan tiga skenario kombinasi band dari citra Sentinel-2A yaitu kombinasi band 4-3-2 (Natural colour , kombinasi band 11-8-4 (Vegetation Analysis) dan kombinasi band 8-11-2 (Healthy Vegetation . Pemilihan ketiga skenario tersebut berdasarkan pada kesamaan fungsi dan telah digunakan secara umum dalam pemetaan vegetasi. Hasil klasifikasi dipengaruhi oleh pemilihan citra yang tepat, kemampuan komposit citra dan pemilihan metode klasifikasi yang tepat pula. Penelitian yang dilakukan oleh Nagendra dkk. (2019 , menyatakan bahwa citra sentinel-2 dengan metode klasifikasi maximum likelihood merupakan kombinasi terbaik dalam mendeteksi mangrove di Tahura Ngurah Rai Bali, Hasil kombinasi band pada penelitian ini nantinya akan melengkapi penelitian tersebut yang kemudian digunakan untuk mendeteksi dan mengestimasi perubahan luasan mangrove pada tahun 2016 sebelum terjadinya kematian mangrove

dan tahun 2020 pasca kejadian kematian mangrove di kawasan Denpasar-Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan dari masing-masing kombinasi dalam medeteksi sebaran mangrove yang kemudian digunakan untuk mengestimasi perubahan luasan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di kawasan Tahura Ngurah Rai Bali khususnya pada area kawasan Tahura di Kota Denpasar. Pada penelitian ini juga dilakukan validasi lapangan terhadap perubahan area luasan hutan mangrove. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Desember 2019 hingga Januari 2020, selanjutnya analisis data citra satelit dilakukan pada bulan Januari hingga Pebruari 2020 dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Peta penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Metodelogi Penelitian

Citra yang digunakan terdiri dari dua citra Sentinel-2 A yang diakuisisi pada tanggal 25 Oktober 2016 dan tanggal 18 Januari 2020. Pada penelitian ini metodelogi penelitian dibagi menjadi tiga tahapan yakni: pra pengolahan citra, pengolahan citra dan pengecekan lapangan serta analisis data untuk mengetahui akurasi peta.

  • 2.2.1.    Pra Pengolahan Citra

Citra Sentinel-2 A merupakan data level 1 C 2020 yang telah terkoreksi secara geometrik dan

radiometrik. Tahapan pra pengolahan citra Sentinel-2 A meliputi proses koreksi atmosferik, cropping citra dan resampling citra yang dilakukan pada software QGIS versi 2.18 menggunakan plugin Semi-Automatic Classification. Koreksi atmosferik dilakukan untuk menghilangkan gangguan atmosferik pada sat perekaman, metode yang digunakan adalah Dark Objeck Substraction (DOS sehingga mempermudah dalam mengenali suatu objek atau kenampakan lainnya. Perhitungan DOS dapat dilihat pada persamaan (1 .

Li

Atmospherically corrected reflec tan ce =        (1)

Lsi

dimana Li adalah pixel dari reflectance band i; dan Lsi adalah nilai rata-rata cahaya dalam band i.

Pemotongan Citra Cropping) bertujuan untuk memperkecil daerah pengamatan sesuai dengan daerah penelitian dan juga memperkecil kapasitas file sehingga lebih efisien pada saat proses pengolahan. Tahap terakhir pengolahan data yaitu resampling citra dilakukan untuk meyesuaikan resolusi spasial dari band yang digunakan supaya seragam, atau dapat diartikan sebagai teknik metematika yang digunakan untuk membuat citra baru beresolusi berbeda dari sebelumnya. Resampling dilakukan dengan metode nearest neighbor yang bertujuan untuk menyesuaian resolusi spasial citra dengan ukuran piksel 20 x 20 meter.

  • 2.2.2.    Pengolahan Citra

Citra Sentinel-2A yang telah melewati proses pra pengolahan selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui beberapara tahapan diantaranya komposit citra, pembangunan training area, analisis separibilitas dan klasifikasi terbimbing. Tahapan awal dalam proses pengolahan adalah komposit citra yang merupakan proses pengabungan beberapa saluran kanal (Band yang berbeda guna mendapatkan visualisasi citra yang baik sesuai dengan kebutuhan dan tujuan analisis. Komposisi citra umumnya terdiri dari tiga kanal berbeda yang disebut RGB Composite. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan tiga skenario kombinasi band yang berbeda pada citra sentinel-2A.

Kombinasi band pertama yaitu kombinasi band 4-3-2 (Natural Color dengan menggunakan band 4 (Red: 665 nm pada kanal merah, band 3 (Green: 560

nm pada kanal hijau, dan band 2 (Blue: 490 nm pada kanal biru. Menurut Saripin (2013 , rona menunjukkan perbedaan gelap terangnya suatu objek yang dipengaruhi oleh tingkat kelembapan sedangkan warna dipengaruhi oleh reflektansi yang berbeda, setiap obyek dapat memberikan warna alami (true colour maupun warna semu (false colour . Dengan menggunakan unsur rona dan warna ini maka suatu obyek dalam sebuah citra dapat dikenali. Kemudian, kombinasi band 11-8-4 (Vegetation Analisis menggunakan band 11 (Shortwave Infrared: 1610 nm pada kanal merah, band 8 (Near Infrared: 842 nm pada saluran hijau dan band 4 (Red: 665 nm pada saluran biru. Kanal shortwave infrared dapat membedakan lahan basah dan kering yang sangat membantu dalam membedakan kenampakan objek tutupan lahan dimana jika tanpa kanal shortwave infrared akan sulit melakukan pemetaan vegetasi (Jacques et al., 2014 . Kombinasi band terakhir yaitu komposit band 8-112 (Healthy Vegetatiton dengan band 8 (Near Infrared: 842 nm pada kenal merah, band 11 (Shortwave Infrared: 1610 nm pada kanal hijau, dan band 2 (Blue: 490 nm pada kanal biru. Dengan kemampuan dari Masing-masing kanal band tersebut mampu membedakan kenampakan objek vegetasi khususnya mangrove (Hanan dkk., 2020 . Ketiga komposisi citra RGB yang di gunakan pada penelitian ini berdasarkan atas kemampuan masing-masing kombinasi dalam memetakan vegetasi.

Tahap selanjutnya adalah pembangunan training area dilakukan untuk mengelompokkan individu pixel menjadi kelompok piksel yang kemudian dianalisis berdasarkan kemiripan nilai spektral yang dihasilkan oleh citra bertujuan untuk dapat memperkirakan rata-rata dan variasi kelas yang selanjutnya digunakan dalam mengestimasi probabilitas. Analisis separabilitas merupakan analisis yang menunjukan kelayakan keterpisahan antar kelas penutupan lahan yang akan menentukan apakah suatu kelas layak menjadi kelas sendiri atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahannya. Klasifikasi kelas yang digunakan untuk analisis separabilitas merupakan kelas hasil pembangunan training area, semakin tinggi nilai keterpisahan suatu pasangan kelas maka pasangan kelas itu dapat dikategorikan menjadi kelas berbeda, begitupun sebaliknya. Kriteria keterpisahan kelas dapat dilihat pada Tabel 1 (Jaya, 2010 .

Tabel 1

Kriteria Tingkat Keterpisahan

Nilai Transformasi Keterpisahan

Keterangan

2

Sempurna (Excellent

1.900 - 1.999

Sangat Baik (Good

1.700 - 1.899

Baik (Fair

1.600 - 1.699

Cukup Baik (Poor

< 1.600

Tidak Terpisahkan

(Inseparable

Software QGIS dengan bantuan plugin SemiAutomatic Classification digunakan pada proses pembangunan training area dan juga analisis separabilitas. Tahap akhir pada pengolahan data dilakukan proses klasifikasi.

Proses klasifikasi dilakukan secara terbimbing (Supervised Classification dengan metode maximum likelihood merupakan metode yang paling umum digunakan (Jia et al., 2014 . Maximum likelihood didasarkan pada pertimbangan peluang suatu piksel untuk dikelaskan menjadi suatu kategori tertentu. Peluang ini dikenal juga sebagai prior probability. Peluang ini berdasarkan pada jumlah kelas yang akan diklasifikasikan, apabila peluang suatu piksel tidak diketahui maka besarnya peluang piksel tersebut masuk kedalam suatu kelas dinyatakan sama. Aturan ini juga disebut sebagai Aturan Keputusan Bayes (Jaya, 2010 .

  • 2.2.3.    Pengambilan Data Lapangan (Ground Check

Pengambilan data lapangan atau dapat dikatakan sebagai pengecekan keadaan dilapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan atau kondisi di lapangan secara nyata yang kemudian digunakan sebagai pelengkap informasi dan juga pembanding bagi analisis selanjutnya. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan cara mengambil titik koordinat penutupan lahan sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, metode simple random sampling digunakan pada penelitian ini dimana pengambilan sampel dalam anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi. Pengambilan titik koordinat penutupan lahan diutamakan pada daerah yang memiliki aksesibilitas yang baik, memiliki kenampakan yang berbeda dengan lainnya, dapat mewakili contoh ketersebaran penutupan lahan di daerah tersebut dan penutupan lahan mangrove yang merupakan

objek utama penelitian. Sebanyak 316 total titik lapangan yang diambil pada saat pengecekan lapangan kemudian digunakan 120 titik sebagai training area dan 196 titik digunakan untuk uji akurasi.

  • 2.3    Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi ketepatan hasil klasifikasi dari data lapangan dengan hasil citra sehingga dapat ditentukan besarnya persentase keakuratan hasil klasifikasi. Salah satu cara untuk mengevaluasi ketepatan hasil klasifikasi adalah dengan membuat matriks kesalahan (Confusion matrix . Matriks kesalahan dibuat untuk mengecek penyimpangan klasifikasi berupa kelebihan piksel atau kekurangan piksel pada masing-masing kelas. Persentase ketepatan hasil klasifikasi tersebut dapat dilihat dari nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy , akurasi pengguna (user’s accuracy , dan akurasi total (overall accuracy dan statistik Kappa (Kappa accuracy (Sampurno dkk., 2016 . Keempat akurasi dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

Xii

User s Accuracy = ^ x 100%

Xii

Producers Accuracy =----x 100%

X+i

r Xii(4)

Overall Accuracy =   i=1   x 100%

N rXi -rX++ X+i(5)

Kappa Accuracy = i=1-----i=1--------x 100%

n 2 r=ι χχ χ

dimana N adalah total piksel yang digunakan untuk pengamatan; r adalah Jumlah baris atau lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas ; Xii adalah Nilai diagonal dari matrik baris ke-i dan kolom kei; X+I adalah Jumlah piksel dalam kolom ke-i; dan Xi+ adalah Jumlah piksel dalam baris ke-i

Hasil perhitungan Kappa Accuracy kemudian dapat dikategorikan tingkat akurasinya berdasarkan deskripsi dari (Lunetta and Lyon, 2004 , dalam penelitianya dimana jika nilai koefisien kappa lebih besar atau sama dengan 80% maka akurasi peta sangat baik, antara 40 – 80% berkategori sedang, dan kurang dari atau sama dengan 40% berkategori buruk.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pemilihan Kombinasi Band Terbaik.

Hasil klasifikasi serta uji akurasi terhadap masing-masing kombinasi band berbeda satu dengan lainnya. Proses pengolahan terhadap ketiga kombinasi band dilakukan dengan perlakuan yang sama serta proses klasifikasi yang mangacu pada training area yang dibangun berdasarkan data lapangan sebanyak 316 titik dari total keseluruhan kelas. Masing-masing kombinasi dilakukan analisis separibilitas untuk mengetahui tingkat keterpisahan antar kelas yang mengacu pada tabel 1 nilai tingkat keterpisahan (Jaya, 2010 . Selanjutnya jika tingkat keterpisahan pada proses analisis separabilitas sudah memenuhi syarat, kemudian dilakukan proses klasifikasi menggunakan metode pendekatan Maximum Likelihood serta uji akurasi menggunakan Matrix conffusion mengacu pada Sampurno dkk. (2016 , untuk menentukan kombinasi band terbaik dalam mendeteksi penutupan lahan.

  • 3.1.1.    Analisis Separabilitas

Hasil analisis separibilitas pembagian lima kelas citra Sentinel-2A kombinasi band 4-3-2 menunjukan keterpisahan kelas yang sangat baik, hampir setiap kelas memiliki nilai keterpisahan sama dengan 2.000, hanya empat pasangan pemisahan kelas yang memiliki nilai keterpisahan 1.9 yaitu antara kelas badan air dengan lahan terbangun, kemudian lahan terbangun dengan vegetasi lain, dan antara kelas mangrove dengan lahan terbangun yang memilik nilai sama namun dibawah 2.0 yaitu sebesar 1.999, sementara antara kelas mangrove dengan vegetasi lain bernilai 1.997 yang dimana merupakan nilai terendah dari keseluruhan hasil analisis separabilitas pada kombinasi band 4-3-2. Nilai analisis separabilitas kombinasi band 4-3-2 dapat dilihat pada Tabel 2.

Pada kombinasi band 11-8-4 berkisar antara 1.9 sampai 2.0. Nilai keterpisahan antara kelas mangrove dengan empat kelas lainnya diatas 2.0 yang menunjukan kelas mangrove dapat dibedakan secara jelas dengan kelas lainnya. Secara umum, hasil analisis separabilitas pada kombinasi band ini sangat baik, dengan demikian keseluruhan kelas dapat dipisahkan karena memiliki nilai separabilitas melebihi 1.6. Sementara itu, hasil analisis separabilitas kombinasi band 8-11-2

Tabel 2

Analisis Separabilitas Kombinasi band 4-3-2

Training Area

Badan Air

Lahan Terbangun

Lahan Terbuka

Mangrove

Vegetasi Lain

Badan Air

-

1.999

2.000

2.000

2.000

Lahan Terbangun

1.999

-

2.000

2.000

1.999

Lahan Terbuka

2.000

2.000

-

2.000

2.000

Mangrove

2.000

2.000

2.000

-

1.997

Vegetasi Lain

2.000

1.999

2.000

1.997

-

Tabel 3

Analisis Separabilitas Kombinasi band 11-8-4

Training Area

Badan Air

Lahan Terbangun

Lahan Terbuka

Mangrove

Vegetasi Lain

Badan Air

-

1.999

2.000

2.000

2.000

Lahan Terbangun

1.999

-

1.999

2.000

1.993

Lahan Terbuka

2.000

1.999

-

2.000

2.000

Mangrove

2.000

2.000

2.000

-

2.000

Vegetasi Lain

2.000

1.993

2.000

2.000

-

Tabel 4

Analisis Separabilitas Kombinasi band 8-11-2

Training Area

Badan Air

Lahan Terbangun

Lahan Terbuka

Mangrove

Vegetasi Lain

Badan Air

-

2.000

1.997

2.000

2.000

Lahan Terbangun

2.000

-

1.999

1.999

1.998

Lahan Terbuka

1.997

1.999

-

1.996

1.999

Mangrove

2.000

1.999

1.996

-

1.998

Vegetasi Lain

2.000

1.998

1.999

1.998

-


menunjukan tingkat keterpisahan pasangan kelas yang sangat baik dengan nilai keterpisahan diatas 1.9 dan rata rata 1.999.

Beberapa pasangan kelas kombinasi band 8-11-2 ini mengalami penurunan nilai keterpisahan. Salah satunya yaitu pasangan kelas mangrove terhadap masing-masing kelas lainnya mengalami penurunan rata-rata tingkat keterpisahan sebesar 1.998, nilai ini turun dibandingkan dengan analisis separabilitas kombinasi band 11-8-4 yang mempunyai nilai rata-rata 1.999 serta analisis separabilitas kombinasi band 4-3-2 dengan rata-rata nilai 2.000. Hasil keseluruhan analisis separabilitas yang dilakukan pada ketiga kombinasi band untuk mendeteksi tutupan lahan menunjukan kombinasi band 4-3-2 memiliki nilai rata-rata keterpisahan tertinggi. Namun, selisih rata-rata tingkat keterpisahan ketiga kombinasi band tersebut sangat kecil. Analisis separabilitas pada kombinasi

band 11-8-4 dan kombinasi band 8-11-2 dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

  • 3.1.2.    Komposit Citra dan Klasifikasi Tutupan Lahan

Komposit band pertama yakni kombinasi RGB 4-32, citra kombinasi band ini menggunakan komposisi band RGB (Red, Green, and Blue . Citra komposit ini menampilkan objek sebagaimana warna aslinya (Munir dkk., 2017 . Hasil yang menampakkan warna hijau merupakan objek vegetasi yang tertangkap pada band 3 yang merupakan cahaya tampak (visible range warna tersebut menunjukan terjadinya pantulan nilai spektral yang lebih tinggi sehingga memiliki berwarna hijau terang, sedangkan yang gelap memiliki nilai spektral yang rendah karena pada cahaya tampak spectrum merah dan biru banyak diserap oleh proses fotosintesis daun. Warna biru

kehitaman yang tampak merupakan hasil tangkapan band 2 (Blue , objek air menyerap energi elektromegnetik tersebut sehingga objek air akan nampak gelap. Sementara warna putih dan merah kecoklatan merupakan hasil tangkapan band 4 (Red berupa objek tanah, pasir atau bangunan yang memiliki kedalaman dangkal, warna cerah pada bjek tersebut disebabkan oleh energi elektromagnetik yang mengenai objek lebih banyak dipantulkan. Rona menunjukan perbedaan gelap terangnya suatu objek yang dipengaruhi oleh tingkat kelembapan sedangkan warna dipengaruhi oleh reflektasi yang berbeda, setiap objek dapat memancarkan warna alami (true colour maupun warna semu (false colour . Dengan menggunakan dua unsur ini maka hasil perekaman suatu objek dalam sebuah citra udara dapat dikenal, RGB komposit band 4-3-2 peka dan mempunyai nilai reflektansi tinggi terhadap objek hasil perekaman oleh citra (Opa, 2010 . Hasil komposit band 4-3-2 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Komposit Citra Kombinasi Band 4-3-2

Kombinasi band 11-8-4 menggunakan komposisi RGB pada kanal (Short Wavelength InfraRed, Near Infrared, Red . Hasil komposit ditampilkan pada Gambar 3. Band 11 (SWIR menangkap objek tanah dan menampilkannya dengan warna putih yang menunjukan lahan terbuka dan merah menunjukan bangunan. Warna tersebut disebabkan nilai pantulan spektral yang tinggi pada objek tanah diakibatkan oleh

keberadaan material organik, meliputi bangunan dan tingkat kelembaban serta oksida besi pada tanah. Kemudian, pada band 8 (NIR atau band inframerah dekat ini menangkap vegetasi yang di ditunjukan dengan warna hijau cerah dan gelap, tingkat kecerahan warna menunjukan bahwa terjadi pantulan spektral atau energi terpantulkan oleh objek pada panjang gelombang tersebut. Warna hijau cerah tersebut menunjukan vegetasi yang jarang atau jika dalam jenis pertumbuhanya menunjukan vegetasi non mangrove sedangkan warna hijau gelap pada objek vegetasi yang terlihat menunjukan bahwa vegetasi tersebut memiliki vegetasi yang lebat atau rapat dalam hal pertumbuhanya menunjukan vegetasi mangrove. Sedangkan, pada band 4 (Red objek yang tertangkap berupa air dengan warna biru kehitaman. Objek air pada sinar tampak lebih menyerap energi elektromagnetik yang dipancarkan pada objek karena air menyerap spektrum biru dan merah untuk fotosintesis karena pada dasarnya tubuh air terdapat keberadaan klorofil. Hasil ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Suwargana (2010 yang menyatakan bahwa komposit band ini merupakan komposit band yang secara visual memudahkan dalam mengetahui keberadaan mangrove serta membedakannya dengan vegetasi lain. kombinasi band ini mampu untuk membedakan jenis vegetasi, Sehingga jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka dalam membedakan objek kenampakan lain akan mudah diklasifikasikan.

Gambar 3. Komposit Citra Kombinasi Band 4-3-2

Kombinasi band yang ketiga merupakan komposit RGB (Near Infrared, Shortwave Infrared, and Blue . Kombinasi band 8-11-2 ini pada band 8 mendeteksi vegetasi sebagai warna merah kecoklatan, hal tersebut dikarenakan kanal inframerah dekat memiliki pantulan nilai spektral tinggi karena spektrum merah lebih menyerap banyak energi untuk fotosintesis pada daun. Selanjutnya, pada band 11 mendeteksi objek tanah yang berwarna hijau dan putih. Kemudian, pada band 2 menangkap objek air, objek air berupa sinar tampak lebih menyerap energi elektromagnetik yang dipancarkan pada objek air karena menyerap spektrum biru dan merah untuk fotosintesis. Peranan kanal Shortwave Infrared sangat penting dalam pemetaan tutupan lahan karena kemampuanya dalam memetakan vegetasi mangrove dengan lainya yang dimana kedua objek tersebut memiliki nilai pantulan yang mirip. Jika kedua obyek tersebut mampu dibedakan dengan baik maka tutupan lahan akan mudah untuk dipetakan dikarenakan objek lain cukup mudah untuk di pisahkan (Jaques et al., 2014 . Hasil komposit citra ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Komposit Citra Kombinasi Band 11-8-4

Penentuan awal kelas disesuaikan dengan keputusan Badan Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan DJPK (2015 tentang pedoman

pemantauan penutupan lahan. Lahan terbuka adalah semua jenis pertanian lahan basah dan lahan kering seperti sawah, kebun campuran ladang dan rawa rawa serta daratan yang terbuka seperti padang pasir. kelas vegetasi merupakan keseluruhan vegetasi darat kecuali perkebunan, kelas mangrove merupakan keseluruhan hutan mangrove serta kelas lahan terbangun merupakan kawasan perkotaan, pedesaan, pemukiman dan lain lain yang merupakan bangunan dan industri.

Secara umum, hasil klasifikasi ketiga kombinasi band menunjukan hasil yang sama pada kelas penutupan lahan tertinggi yakni pada kelas lahan terbangun. Sementara, kelas penutupan lahan terendah terjadi perbedaan hanya pada kombinasi band 4-3-2 yang menunjukan penutupan kelas lahan vegetasi lain sebagai penutupan lahan terendah. Sedangkan, pada kombinasi band 11-8-4 dan 8-11-2 meunjukan penutupan lahan terendah pada kelas yang sama yakni kelas mangrove.

  • 3.1.3.    Uji Akurasi klasifikasi Citra

Klasifikasi kombinasi band 4-3-2 menunjukan akurasi pengguna dan akurasi pembuat tertinggi dan terendah pada kelas yang sama. Akurasi tertinggi ditunjukan oleh kelas mangrove masing-masing sebesar 98.04 % pada akurasi pengguna dan 92.59 % pada akurasi pembuat. Sementara, kelas vegetasi lain menunjukan akurasi terendah masing-masing sebesar 77.78 % pada akurasi pengguna dan 87.50 % pada akurasi pembuat. Selanjutnya, kombinasi band 11-8-4 menunjukan akurasi terendah dan tertinggi pada akurasi pembuat yakni kelas lahan terbangun pada nilai akurasi terendah dengan nilai sebesar 54.00 % sedangkan kelas badan air pada nilai tertinggi dengan nilai 89.47 %. Pada akurasi pengguna menunjukan kelas badan air memiliki akurasi tertinggi dengan 97.14 % dan pada kelas vegetasi lain sebesar 27.27 % menunjukan nilai terendah. Kemudian, kombinasi band 8-11-2 nilai akurasi pembuat pada kelas badan air merupakan nilai tertinggi dengan nilai 89.47 % dan akurasi terendah pada kelas lahan terbangun sebesar 54.00 % sementara pada akurasi pengguna kelas badan air menunjukan akurasi tertinggi dengan 97.14 %, sedangkan nilai terendah pada kelas vegetasi lain sebesar 22.22 %.

Akurasi total dan akurasi kappa kombinasi band 8-11-2 memiliki akurasi terendah dibandingkan dengan nilai akurasi kappa dan akurasi total yang dihasilkan dua kombinasi band lainnya. Akurasi

Tabel 5

Uji Akurasi klasifikasi Citra

Kombinasi band 4-3-2

Kombinasi band 11-8-4

Kombinasi band 8-11-2

Uji Akurasi

Producer's

User's

Producer's

User's

Producer's

User's

Accuracy (%)

Accuracy (%)

Accuracy (%)

Accuracy (%)

Accuracy (%)

Accuracy (%)

Badan Air

89.47

97.14

89.47

97.14

89.47

97.14

Lahan Terbangun

92.00

93.88

54.00

87.10

54.00

90.00

Lahan Terbuka

90.91

80.00

75.00

61.11

70.45

55.36

Mangrove

92.59

98.04

85.19

88.46

71.15

84.09

Vegetasi Lain

87.50

77.78

75.00

27.27

75.00

22.22

Overall (%)

91.24

75.26

70.31

Kappa (%)

91.15

75.00

70

Kappa Coef.

0.91

0.75

0.7


kappa yang dihasilkan pada kombinasi band 8-11-2 sebesar 70.00 % sementara kombinasi band 11-8-4 memiliki nilai akurasi kappa sebesar 75.00 % dan kombinasi band 4-3-2 sebesar 91.15 %. Sementara akurasi total yang dihasilkan kombinasi band 8-112 sebesar 70.31 %, hasil tersebut mengalami penurunan akurasi sebesar 4.95 % terhadap kombinasi band 11-8-4 dan terhadap kombinasi band 4-3-2 sebesar 20.93 %. Keseluruhan hasil akurasi tercantum dalam Tabel 5.

Hasil akurasi yang dihasilkan oleh masing-masing kombinasi band memiliki kategori peta yang masih bisa di toleransi, sesuai dengan pernyataan Lunetta and Lyon (2004 artinya hasil peta kombinasi band 4-3-2 berkategori sangat baik, kemudian kombiansi band 11-8-4 dan kombinasi band 8-11-2 sama sama berkategori peta sedang.

  • 3.2    Evaluasi Umum Pemetaan Tutupan Lahan dan Perubahan Luasan Tutupan Mangrove

Hasil dari ketiga kombinasi band memiliki nilai tingkat keterpisahan antar kelas hasil dari analisis separabilitas dengan rata-rata yang tinggi sebesar 1.9, dengan demikian kelas-kelas tersebut dapat dipisahkan dengan baik karena memiliki nilai separabilitas melebihi 1.6. Jaya (2010 , menyatakan hasil nilai separabilitas 1.9 masuk dalam kategori sangat baik. Ketiga kombinasi band sama-sama menghasilkan lima penutupan kelas yang termasuk juga mampu memisahkan vegetasi mangrove dengan vegetasi lainnya dimana dalam hal ini sesuai dengan kebutuhan penelitian. Hasil dari perbandingan ketiga kombinasi band menunjukan kombinasi band 4-3-2 memiliki akurasi terbaik

dalam memetakan tutupan lahan secara umum serta mangrove pada khususnya di kawasan Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil klasifikasi diantaranya pemilihan citra yang tepat, kemampuan komposit citra dalam menentukan training area dan pemilihan metode klasifikasi akan sangat mempengaruhi hasil klasifikasi dari suatu citra. Keputusan pemilihan citra satelit, kombinasi band serta metode klasifikasi yang digunakan didasari atas hasil uji kombinasi band terbaik yang dilakukan pada penelitian ini serta hasil penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa Citra sentinel-2A dan metode klasifikasi Maximum Likelihood merupakan citra dan metode terbaik dalam memetakan tutupan lahan di kawasan Tahura Ngurah Rai dan sekitarnya (Nagendra dkk., 2019 , serta penelitian yang dilakukan oleh Murtaza et al. (2014 , dimana metode maximum likelihood merupakan metode terbaik digunakan untuk klasifikasi tutupan lahan. Oleh karena itu, pemetaan tutupan lahan di kawasan Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar dilakukan menggunkanan citra Sentinel-2A dengan kombinasi band 4-3-2 dan metode klasifikasi maximum likelihood

Susunan citra serta kombinasi band dan metode tersebut kemudian digunakan untuk memetakan tutupan lahan guna mengetahui perubahan luasan tutupan mangrove di Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar pasca kematian mangrove. Pemetaan tutupan lahan pada tahun 2016 dan 2020 tersaji pada Gambar 5 dan Tabel 6. Dimana hasil menunjukkan adanya peningkatan hanya pada tutupan kelas lahan terbangun, sementara tutupan

kelas lainnya mengalami penurunan. Secara khusus, area mangrove mengalami penurunan luasan mangrove pada tahun 2020.

Gambar 5. Klasifikasi Citra di Kawasan TAHURA Ngurah Rai Kota Denpasar

Tabel 6

Klasifikasi Penutupan Lahan di Kawasan Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar dan Sekitarnya.

Klasifikasi

2016

2020

Luasan Area (m2)

Perse ntase (%)

Luasan Area (m2)

Perse ntase (%)

Badan Air

2688.69

36.55

1926.87

26.19

Lahan Terbangun

1910.04

25.96

3004.09

40.84

Lahan Terbuka

1713.37

23.29

1526.17

20.75

Mangrove

524.81

7.13

499.23

6.79

Vegetasi Lain

519.73

7.06

400.23

5.44

Total

7356.59

100

7356.59

100

selama kurun waktu 12 tahun terakhir. Luasan area mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel 7 dan peta luasan mangrove terjasi pada Gambar 6.

Gambar 6. Klasifikasi Citra Tutupan Lahan Mangrove di Kawasan TAHURA Ngurah Rai Kota Denpasar

Tabel 7

Klasifikasi Tutupan Lahan Mangrove di Kawasan Tahura Ngurah rai Kota Denpasar.

2016

2020

Keterangan

No.

Desa/Kelurahan

Luas Area Mangrove

(m2)

1

Pemogan

208.12

209.15

+1.03

2

Pedungan

91.64

87.96

-3.68

3

Serangan

56.65

38.23

-18.42

4

Sesetan

52.79

45.22

-7.56

5

Sidakarya

89.17

87.92

-1.25

6

Sanur Kauh

26.44

30.75

+4.31

TOTAL

524.81

499.24

-25.58

Melihat hasil tersebut bahwa, berita yang di lansir pada laman web (podiumnews yang terbit pada bulan September 2019 lalu, menyatakan bahwa terjadi kematian mangrove di kawasan pintu masuk tol pesanggaran dan pelabuhan benoa benar adanya dimana sesuai penelitian ini terjadi penurunan luasan mangrove sebesar 25.58 m2 dari tahun 2016 hingga 2020. Jika dibandingkan dengan data Sudiarta dkk. (2013 artinya luasan mangrove di Kota Denpasar terus mengalami penurunan

Penurunan luasan mangrove ini diduga disebabkan oleh penumpukan material pengerukan Pelabuhan Benoa Denpasar yang menimbulkan dampak berupa penyebaran sedimen ke luar area yang mengakibatkan matinya tanaman mangrove di sekitar kawasan tersebut (podiumnews , hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukan adanya peningkatan sedimen pada area yang sebelumnya merupakan badan air, salah satunya pada area pintu masuk tol Pesanggaran dan disekitar area

TPA Suwung bagian selatan yang menunjukan pengurangan luasan mangrove yang cukup signifikan. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab berkurangnya luasan mangrove adalah aktivitas manusia seperti konversi lahan mangrove penebangan liar, pembangunan di kawasan pesisir dan polusi yang berasal dari darat (Richards and Friess, 2016 , selain itu adanya kegiatan pinjam pakai kawasan Tahura Ngurah Rai yang digunakan untuk pembuatan pembangkit listrik PLN, penggunaan lagoon, menara pemantau angin, penggunaan untuk estuari dam, pembuatan akses jalan, lintasan pipa avtur, Tempat pembuangan Akhir (TPA dan Instalasi Pembuangan Air Limbah (Lugina dkk., 2017 , serta pembangunan jalan tol, pelebaran bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa (UPT Tahura Ngurah Rai, 2010 . Pencemaran dari sungai-sungai yang bermuara ke kawasan Tahura Ngurah Rai juga ditengarai menjadi penyebab rusaknya ekosistem mangrove di kawasan tersebut dimana menurut penelitian yang dilakukan oleh Suteja (2018 , menunjukan kawasan hutan mangrove Tahura Ngurah Rai mengalami pencemaran yang berasal dari salah satu sungai yang berdampak pada ekosistem mangrove disana. Hasil penelurusan juga menemukan banyak sampah berasal dari daratan atau sisa-sisa aktifitas manusia salah satunya seperti sampah plastik dan sebaran oli yang menggenang di permukaan air sekitar kawasan Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar. Kelestarian mangrove khususnya di kawasan Tahura Ngurah Rai sangat penting untuk dijaga mengingat ekosistem hutan mangrove merupakan sumberdaya penting yang memiliki fungsi fisik, biologi dan ekonomi (Ambinari dkk., 2016

  • 4.    Simpulan

Secara umum deteksi penutupan lahan menunjukan kombinasi band 4-3-2 memiliki nilai akurasi tertinggi pada akurasi total diikuti dengan kombinasi band 11-8-4 dan yang terendah pada kombinasi band 11-8-2. Sementara untuk deteksi area mangrove yang dilakukan menunjukan ketiga kombinasi band mampu mendeteksi hutan mangrove dengan kombiasi band 4-3-2 memiliki nilai akurasi tertinggi dengan nilai akurasi pembuat sebesar 98.04 %, akurasi pengguna sebesar 92.59 %, akurasi total sebesar 91.24 % dan akurasi kappa sebesar 91.15 %.

Hasil tutupan lahan area mangrove menggunakan citra sentinel-2A dengan kombinasi band 4-3-2 menggunakan metode klasifikasi maximum likelihood menunjukkan Tahura Ngurah Rai Kota Denpasar mengalami penurunan luasan hutan mangrove sebesar 25.58 m2 dalam kurun waktu empat tahun.

Daftar Pustaka

Ambinari, M., Darusman, D., Alikodra, H. S., & Santoso, N. (2016). Penataan peran para pihak dalam pengelolaan hutan mangrove di perkotaan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 13(1), 29-40.

Barati, S., Rayegani, B., Saati, M., Sharifi, A., & Nasri, M.

  • (2011) . Comparison the accuracies of different spectral indices for estimation of vegetation cover fraction in sparse vegetated areas. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science, 14(1), 49-56.

DJPK. (2015). Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor: P. 1/VIIIPSDH/2015 tentang Pedoman Pemantauan Penutupan Lahan. Jakarta-Indonesia: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., Masek, J., & Duke, N. (2010). Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography, 20(1), 154-159.

Hanan, A. F., Pratikto, I., & Soenardjo, N. (2020). Analisa Distribusi Spasial Vegetasi Mangrove di Desa Pantai Mekar Kecamatan Muara Gembong. Journal of Marine Research, 9(3), 271-280.

Heumann, B. W. (2011). An object-based classification of mangroves using a hybrid decision tree—Support vector machine approach. Journal of Remote Sensing, 3(11), 2440-2460.

Indica, M., Ulqodry, T. Z., & Hendri, M. (2011). Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal: Marine Science Research, 2(1), 77-81.

Jacques, D. C., Kergoat, L., Hiernaux, P., Mougin, E., & Defourny, P. (2014). Monitoring dry vegetation masses in semi-arid areas with MODIS-SWIR bands. Remote sensing of environment, 153, 40-49.

Jaya, I. N. S. (2010). Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor, Indonesia: Fakultas Kehutanan IPB.

Jia, K., Wei, X., Gu, X., Yao, Y., Xie, X., & Li, B. (2014). Land cover classification using Landsat 8 operational land imager data in Beijing, China. Geocarto International, 29(8), 941-951

Kemenhut. (2006). Data Hutan Mangrove di Indonesia tahun 2006. Jakarta-Indonesia: Kementerian Kehutanan.

Lugina, M., Alviya, I., Indartik, I., & Pribadi, M. A. (2017). Strategi Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove di Tahura Ngurah Rai Bali. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 14(1), 61-77.

Lunetta, R. S., & Lyon, J. G. (2004). Remote sensing and GIS accuracy assessment. Florida, USA: CRC press.

Munir, A., Atmosoemarto, M., & Arifien, Y. (2017). Perubahan Tutupan Lahan Hutan di Cagar Alam Rawa Danau Menggunakan Citra Landsat dan Sistem Informasi Geografi. Jurnal Nusa Sylva, 17(1), 19-28.

Murtaza, K. O., & Romshoo, S. A. (2014). Determining the suitability and accuracy of various statistical algorithms for satellite data classification. International journal of geomatics and geosciences, 4(4), 585-599.

Nagendra, I. W. M. D., Karang, I. W. G. A., & Puspitha, N. L. P. R. (2019). Perbandingan Kemampuan Satelit SAR, Optik dan Kombinasi SAR & Optik Untuk Mendeteksi Area Mangrove di Teluk Benoa. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(2), 260-272.

Ni-Meister, W., Lee, S., Strahler, A. H., Woodcock, C. E., Schaaf, C., Yao, T., & Blair, J. B. (2010). Assessing general relationships between aboveground biomass and vegetation structure parameters for improved carbon estimate from lidar remote sensing. Journal of Geophysical Research: Biogeosciences, 115, 1-12.

Opa, E. T. (2010). Analisis perubahan luas lahan mangrove di kabupaten Pohuwato propinsi Gorontalo dengan menggunakan citra Landsat. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 6(2), 79-82.

Pereira, F. R. D. S., Kampel, M., & Cunha-Lignon, M. (2012). Mapping of mangrove forests on the southern coast of São Paulo, Brazil, using synthetic aperture radar data from ALOS/PALSAR. Remote sensing letters, 3(7), 567-576.

PodiumNews (2019). Kemenko Matitim Minta Maaf Terkait Pelabuhan Benoa. [online] Tersedia di: https://podiumnews.com/view/2663KemenkoMaritim

-Minta-Maaf-Terkait-Pelabuhan-Benoa.php, [diakses: 10 September 2019].

Richards, D. R., & Friess, D. A. (2016). Rates and drivers of mangrove deforestation in Southeast Asia, 2000– 2012. Proceedings of the National Academy of Sciences, 113(2), 344-349.

Rumada, I. W., Kesumadewi, A. I., & Suyarto, R. (2015). Interpretasi citra satelit landsat 8 untuk identifikasi kerusakan hutan mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 4(3), 234-243.

Sampurno, R. M., & Thoriq, A. (2016). Klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra landsat 8 operational land imager (OLI) di Kabupaten Sumedang (land cover classification using landsat 8 operational land imager (OLI) data in Sumedang Regency). Jurnal Teknotan, 10(2), 61-70

Sudiarta, K., Hendrawan, I. G., Putra, K. S., & Dewantama, I. M. I. (2013). Kajian Modeling Dampak Perubahan Fungsi Teluk Benoa untuk Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) dalam Jejaring KKP Bali.   Laporan. Jakarta, Indonesia: Laporan

Conservation International Indonesia (CII).

Saripin, I. (2013). Identifikasi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Citra Landsat Thematic Mapper. Buletin Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor, 8(2), 49-54.

Suteja, Y., & Dirgayusa, I. G. N. P. (2018). Bioaccumulation and translocation of chromium on crabs and mangroves in Mati River estuary, Bali Indonesia. Journal of Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation, 11(2), 469-475.

Suwargana, N. (2010). Analisis perubahan hutan mangrove menggunakan data penginderaan jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, 5, 64-74.

Wiyanto, D. B., & Faiqoh, E. (2015). Analisis vegetasi dan struktur komunitas mangrove di Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 1(1), 1-7.

© 2022 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 8: 66-77 (2022)