Potensi Harmful Algae Bloom (HAB) di Keramba Jaring Apung Perairan Desa Sumberkima Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(2), 259-267 (2021)
Potensi Harmful Algae Bloom (HAB) di Keramba Jaring Apung Perairan Desa Sumberkima Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng
Ni Luh Kade Paramita Kusuma a*, I Wayan Gede Astawa Karang a, IGB Siladharma a
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Badung 80361, Bali, Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-819-330-078-22 Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 26 Agustus 2019; disetujui (accepted) 15 September 2021; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2021
Abstract
Sumberkima Village is one of the villages in Gerokgak sub-district that has the most floating net cage cultivation in Buleleng regency. The development of fish farming activities with floating net cage techniques had an impact on the waters. The leftover feed that is not consumed, and the metabolic wastes produced by aquaculture increased the fertility of the waters so that it is feared that phytoplankton are potentially causing the Harmful Algae Bloom (HAB) phenomenon in the floating net cage aquaculture area of Sumberkima village which can have an impact on water quality, aquatic biota and cultivator’s income. This study aimed to identify the genus phytoplankton that has the potential to cause Harmful Algae Bloom (HAB) and the abundance of phytoplankton that has the potential to cause the Harmful Algae Bloom (HAB) phenomenon. This research was conducted in February 2019 at the floating net cage in Sumberkima village, Gerokgak sub-district, Buleleng regency. The study was spread over 10 points of floating net cages determined by purposive random sampling to represent floating net cages in Sumberkima village. Data were analyzed descriptively with phytoplankton abundance calculation using APHA (2005) method. From the research that has been done, it was found that the type of phytoplankton suspected to have HAB potential was found in 2 class groups namely Dinophyceae with a percentage of 15% consisting of: Prorocentrum, Dinophysis, Alexandrium and Peridinium then Bacillariophyceae with a percentage of 85% as many as 7 genera include: Thalassiosira, Pseudonitzschia, Biddulphia, Nitzschia, Skeletonema, Chaetoceros and Ceratium.
Keywords: aquacultur; harmful algae bloom; floating net cage; phytoplankton abundance; sumberkima village
Abstrak
Desa Sumberkima terletak di kecamatan Gerokgak yang mempunyai lahan perairan pantai untuk teknik budidaya dengan sistem keramba jaring apung terbanyak di wilayah kabupaten Buleleng. Pengembangan budidaya dengan teknik keramba jaring apung memberikan dampak terhadap perairan. Pakan yang tersisa pada areal keramba dan buangan hasil metabolisme ikan budidaya meningkatkan kesuburan perairan sehingga dikhawatirkan terdapat fitoplankton yang berpotensi menyebabkan fenomena Harmful Algae Bloom (HAB) di kawasan budidaya ikan keramba jaring apung desa Sumberkima yang dapat berdampak pada kualitas perairan, biota budidaya serta pendapatan pembudidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi genus fitoplankton yang berpotensi menyebabkan Harmful Algae Bloom serta mengidentifikasi genus yang memiliki potensi Harmful Algae Bloom (HAB). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2019 bertempat di keramba jaring apung desa Sumberkima kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng. Penelitian tersebar pada 10 titik keramba jaring apung yang ditentukan secara purposive random sampling untuk mewakili keramba jaring apung yang ada di desa Sumberkima. Data dianalisis secara dekriptif dengan perhitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan metode APHA (2005). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa jenis fitoplankton yang diduga memiliki potensi HAB ditemukan sebanyak 2 kelompok kelas yaitu Dinophyceae dengan persentase 15% terdiri dari : Prorocentrum, Dinophysis, Alexandrium dan Peridinium kemudian Bacillariophyceae dengan persentase 85% sebanyak 7 genus antara lain : Thalassiosira, Pseudonitzschia, Biddulphia, Nitzschia, Skeletonema, Chaetoceros dan Ceratium. Kelimpahan fitoplankton yang diduga berpotensi HAB dari kelompok red tide maker tertinggi pada KJA no 2 sebanyak 13,580 sel/Liter dan toxic producer pada KJA no 2 sebesar 6,228 sel/Liter
Kata Kunci: budidaya perikanan; harmful algae bloomm; keramba jaring apung; kelimpahan fitoplankton
Pengembangan budidaya laut adalah suatu usaha untuk meningkatkan produksi serta upaya untuk pelestarian lingkungan yang serasi dan seimbang serta diharapkan mampu mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perairan yang berwawasan lingkungan (Junaidi dkk., 2014). Dalam budidaya perikanan, terdapat berbagai macam teknik budidaya yang digunakan salah satunya teknik budidaya Keramba Jaring Apung (KJA).
Kegiatan budidaya dengan sistem keramba jaring apung dalam waktu yang lama dan dinamis menghasilkan limbah budidaya berpotensi sebagai penyumbang unsur hara (nutrien) dalam perairan yang bersumber dari pakan yang tidak termakan dan feses sehingga dapat memicu tingkat kesuburan perairan (Junaidi, 2016) yang dapat menyebabkan peledakan populasi fitoplankton. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan kematian massal pada biota budidaya peristiwa ini disebut sebagai Harmful Algae Bloom (HAB). Fenomena blooming fitoplankton ini ditandai dengan tingkat pertumuhan dari fitoplankton yang pesat dan cepat biasanya dalam rentang waktu 1 sampai dengan 2 minggu. Sejauh ini belum ada standar untuk batasan kelimpahan fitoplankton yang dapat dikatakan blooming serta memiliki sifat toksik. Terdapat jenis fitoplankton dalam perairan yang memiliki kelimpahan cenderung rendah mampu membahayakan meski tidak tanpa perubahan pada warna perairan (Choirun dkk., 2015).
Salah satu contoh kasus seperti yang terjadi perairan Teluk Jakarta yang mulai terdeteksi sejak tahun 1970-an walau baru pada areal tertentu saja. Ledakan fitoplankton dengan cakupan perairan yang luas sepanjang 5 kilometer (km) tercatat pada tahun 1988, dan semakin luas dengan cakupannya mencapai 12 km pada teluk ini di tahun 1992. Pada tahun 2000-an, ledakan fitoplankton sudah mencakup hampir seluruh kawasan Teluk Jakarta. (Widiarti dkk., 2012). Pada umumnya lokasi budidaya berkaitan erat dengan fenomena Harmful Algae Bloom (Junaidi, 2016). Hal tersebut dapat terjadi karena pengayaan unsur hara perairan akibat nutrisi berlebih dari daratan, sungai, dan limbah industri terdekat (Tungka dkk., 2016).
Desa Sumberkima terletak di kabupaten Buleleng kecamatan Gerokgak berbatasan dengan desa Pemuteran serta desa Pejarakan. Desa ini memiliki wilayah laut yang luas serta dataran rendah yang sempit. Masyarakat desa ini khususnya yang bermukim di bagian utara memanfaatkan perairan Sumberkima untuk dijadikan lahan budidaya perikanan dimana teknik yang digunakan adalah teknik budidaya keramba jaring apung. Ikan yang dibudidayakan antara lain ikan kerapu, kakap dan ikan hias. Menurut kepala desa Sumberkima menyatakan setidaknya lahan keramba jaring apung di desa Sumberkima memiliki luas lahan sebesar 43,92 Ha yang merupakan lahan keramba jaring apung terluas di kecamatan Gerokgak setelah desa Pejarakan yang memiliki luas area sebesar 12 Ha, desa Patas 8 Ha dan yang terakhir adalah desa Pemuteran seluas 3 Ha. Kepala desa Sumberkima menyatakan, terdapat 30 keramba jaring apung yang beroperasi dari tahun 1998 dan yang masih aktif sampai sekarang berjumlah lebih dari 10 unit keramba jaring apung yang berumur lebih dari 15 tahun.
Pada tahun 1991 dan 2004 pernah terjadi peristiwa ikan budidaya di keramba jaring apung desa Sumberkima mengalami kematian mendadak namun pembudidaya tidak mengetahui penyebab pasti dari kematian ikan-ikan tersebut dikarenakan pada tahun tersebut tidak yang melaporkan serta mendalami fenomena yang terjadi namun, dicurigai fenomena tersebut akibat meledaknya species mikroalga tertentu Maka, dikhawatirkan kejadian Harmful Algae Bloom (HAB) terjadi di keramba jaring apung atau perairan desa Sumberkima yang nantinya dapat membahayakan kesehatan, kerugian materi serta rusaknya lingkungan perairan.
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Januari 2019 sampai Februari 2019 bertempat di keramba jaring apung desa Sumberkima kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng. Berdasarkan Gambar 1, lokasi penelitian tersebar pada 10 titik keramba jaring apung dimana penentuan titik dilakukan secaran purposive random sampling untuk mewakili keramba jaring apung yang berada di desa
Sumberkima. Sampel fitoplankton yang sudah diambil selanjutnya akan identifikasi sampai dengan tingkat genus di Labolatorium Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.
-
2.2 Metode Pengambilan Data
Dalam pengambilan sampel fitoplankton dilakukan pada 10 titik sampling masing-masing di keramba jaring apung desa Sumberkima. Penentuan titik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive random sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari menuju siang hal ini dilakukan mengingat pada waktu tersebut fitoplankton berada pada permukaan perairan serta mulai melakukan migrasi secara vertikal pada siang hari serta untuk mengetahui sebaran fitoplankton di berbagai lapisan air. Teknis pengambilan sampel fitoplankton dilakukan dengan langsung menuju keramba jaring apung menggunakan perahu motor kemudian tiba di lokasi dilakukan penentuan titik sampling menggunakan Global Positioning System (GPS).
Pengambilan sampel fitoplankton yang digunakan adalah metode penarikan secara vertikal agar penarikan sampel plankton dapat mewakili fitoplankton pada berbagai kedalaman (Damayanti dkk., 2017). Sampel diambil dengan plankton net berukuran mata jaring 30 µm dan diameter mulut plankton net 50 cm dimana plankton net tersebut sudah terikat flowmeter dengan botol penampung air (bucket) selanjutnya plankton net diturunkan sesuai dengan kedalaman kemudian ditarik menuju permukaan secara konstan.
Sampel air laut dalam bucket dimasukkan kedalam botol sampel 100 ml kemudian diawetkan dengan larutan lugol 1% atau 1 ml per 100 ml sampel (Lantang dkk., 2015). Sampel air dimasukan dalam coolbox kemudian akan dianalisis di labolatorium Ilmu Kelautan Universitas Udayana.
-
2.3 Analisis Sampel Di Labolatorium
Sampel fitoplankton yang telah dihomogenkan diambil dengan pipet tetes kemudian diteteskan pada sedgwick-rafter cell sebanyak 1 ml dan ditutup rapat dengan cover glass agar tidak ada
Gambar 1. Lokasi Penelitian
udara yang masuk dalam sedgewick-rafter cell dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 Maresi dkk. (2015), kemudian diidentifikasi fitoplankton penyebab HAB dengan membandingkan karakteristik morfologi antara hasil penelitian dan buku acuan identifikasi fitoplankton penyebab HAB dari Kudela et al. (2017), hingga tingkat genus kemudian diambil dokumentasi berupa foto fitoplankton penyebab HAB tersebut.
Perhitungan kelimpahan plankton dilakukan dengan menggunakan metode sapuan Sedgwick rafter counting cell dengan tiga kali ulangan. Rumus perhitungan kelimpahan plankton berdasarkan (APHA, 2005).
-
2.4 Analisis Data Kelimpahan Fitoplankton
Perhitungan kelimpahan fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode APHA (2005), dengan satuan sel/Liter (sel/L), dengan rumus kelimpahan fitoplankton HAB adalah:
N
vt Acg 1
=n x x
vo Aa vd
vd = R×a×p
(1)
(2)
dimana N merupakan kelimpahan fitoplankton (sel/liter); n adalah jumlah individu fitoplankton ; vt merupakan volume air yang tersaring dalam botol (100 ml); vo adalah volume air pada sedgewick- rafter (1 ml); Acg adalah luas sedgewick – rafter (1000mm2); Aa adalah luas sedgewick-rafter yang diamati (1000 mm2); vd adalah volume air tersaring (m3); R adalah jumlah rotasi baling-baling flowmeter; a adalah luas mulut jaring (m2) dan p adalah koefisien flowmeter (0,3).
Menurut Sari (2018), menjelaskan fitoplankton dapat dikatakan blooming apabila perbandingan konsentrasi alga mencapai ribuan hingga 106 individu/L.
Perairan desa Sumberkima terletak di desa Sumberkima dimana terdapat aktifitas budidaya ikan yang memanfaatkan sistem keramba jaring apung. Keramba jaring apung yang terdapat di desa Sumberkima secara visual terletak di daerah
teluk yang memiliki arus tenang untuk kegiatan budiaya. Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kepala dusun setempat menyebutkan jarak keramba dari bibir pantai kurang lebih 8 km, seperti pada Gambar 6 yang menunjukan jarak antar keramba. Ada beberapa keramba yang dekat dengan pelabuhan penyeberangan boat menuju pantai Gili Putih serta pangkalan nelayan desa Sumberkima dan kawasan manggrove. Pemukiman penduduk di daerah pesisir cukup padat hal ini karena sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah nelayan dan pembudidaya.
Gambar 2. Keramba Jaring Apung Desa Sumberkima
Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan salah satu pegawai keramba jaring apung menyatakan bahwa kedalam rata-rata keramba jaring apung tersebut berkisar 10 meter didaerah dekat dengan tepi serta semakin jauh dengan tepi laut bisa mencapai 35 meter dengan jarak antar keramba yang bervariasi mulai dari 2 kilometer sampai dengan 5 kilometer.
Tabel 1
Jenis ikan yang dibudidayakan dalam masing – masing keramba jaring apung titik penelitian.
No |
KJA |
Jenis Ikan Budidaya |
1 |
KJA 1 |
Ikan Kerapu |
2 |
KJA 2 |
Ikan Hias, ikan kerapu dan |
kakap | ||
3 |
KJA 3 |
Ikan Kerapu |
4 |
KJA 4 |
Ikan Kerapu |
5 |
KJA 5 |
Ikan Kerapu |
6 |
KJA 6 |
Ikan Kakap |
7 |
KJA 7 |
Ikan Kakap |
8 |
KJA 8 |
Ikan Kakap |
9 |
KJA 9 |
Ikan Kakap |
10 |
KJA 10 |
Ikan Kakap |
Dimana KJA adalah keramba jaring apung.
Pada Tabel 4 menunjukkan jenis ikan yang dibudidayakan masing - masing keramba juga berbeda sesuai dengan kemampuan serta komoditi utama dari keramba, sejauh ini ikan yang dibudiayakan dalam keramba jaring apung desa Sumberkima meliputi ikan kerapu, ikan kakap dan ikan hias. Hal ini memiliki pengaruh terhadap kondisi perairan masing - masing perairan keramba yang akan mengacu kepada penyebab terjadinya Harmful Algae Bloom (HAB) yang diutarakan oleh jumlah serta banyaknya fitoplankton yang akan ditemukan pada keramba jaring apung (Barokah dkk., 2016).
-
3.2 Identifikasi Genus Fitoplankton Berpotensi HAB (Harmful Algae Bloom)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 10 lokasi sampling diperoleh sebanyak 2 kelas yaitu kelas Bacillariaceae dan Dinophyceae dengan 11 genera fitoplankton berpotensi HAB di keramba jaring apung perairan desa Sumberkima antara lain: Pseudonitzschia, Biddulphia,
Nitzschia, Skeletonema, Chaetoceros, Thalassiosira, Prorocentrum, Dinophysis, Ceratium,
Alexandrium dan Peridinium.
Gambar 3. Genus yang ditemukan : A. Pseudonitzschia, B. Biddulphia, C. Nitzschia, D. Skeletonema, E.
Chaetoceros, F. Thalassiosira, G. Prorocentrum, H.
Dinophysis, I. Ceratium, J. Alexandrium dan K.
(2017), yang menemukan empat kelas fitoplankton di teluk Penerusan Buleleng yang wilayah perairannya dekat dengan Sumberkima beberapa kelasnya adalah Bacillariopyceae dan Dinophyceae .
Nurcahyani dkk. (2016), menyampaikan bahwa kelas Bacillarophyceae dapat beradaptasi dengan baik terhadap keadaan lingkungan sehingga mampu meregenerasi dan bereproduksi dengan baik dibandingan kelas fitplankton yang berbeda.
Gambar 4. Persentase kelas fitoplankton di keramba jaring apung desa Sumberkima.
Pada Gambar 4 keseluruhan fitoplankton yang memiliki persentase kelas tertinggi yang ditemukan yaitu dari kelas Bacillariophyceae dengan 4 genus diantaranya : genus Pseudonitzschia, Biddulphia, Nitzschia, Skeletonema, Chaetoceros dan Thalassiosira dengan persentase 55% serta sebanyak 376 sel/ml yang ditemukan dan kelas Dinophyceae sebanyak 5 genus antara lain : Prorocentrum,Dinophysis, Ceratium, Alexandrium dan Peridinium dengan persentase 15% serta total sel yang ditemukan 66 sel/ml. Mustofa (2015), menyatakan kelimpahan dari diatom cenderung dijadikan tolak ukur untuk memprediksi peristiwa Harmful Algae Bloom (HAB).
Kesebelas genus tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Peridinium.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 10 titik keramba jaring apung yang terdapat di desa Sumberkima diperoleh hasil bahwa ditemukan sebanyak 2 kelas fitoplankton yang terdapat pada keramba tersebut yaitu kelas Baccilariophycea dan Dinophyceae dimana dalam kelas tersebut terdapat genus yang di duga berpotensi menyebabkan Harmful Algae Bloom, ditemukannya dua kelas ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dkk.
Gambar 5. Genus berpotensi HAB yang ditemukan di keramba jaring apung.
Adapun jenis fitoplankton berpotensi harmful algae bloom (HAB) yang paling banyak ditemukan pada sepuluh keramba jaring apung tersebut adalah dari genus Pseudonitzschia dengan jumlah 190 sel/ml, skeletonema 101 sel/ml, Chaetoceros 50 sel/ml, Thalassiosira 15 sel/ml, Biddulphia 14 sel/ml dan Nitzschia 6 sel/ml kemudian untuk kelas Dinophyceae jumlah sel/ml yang ditemukan pada masing-masing genus diantaranya : Prorocentrum sebanyak 18 sel/ml, Ceratium 5 sel/ml, Alexandrium 30 sel/ml, Peridinium 10 sel/ml dan yang paling sedikit ditemukan adalah genus Dinophysis sebanyak 3 sel/ml.
Dari dua kelas yang ditemukan diperoleh bahwa kelas Bacillariophyceae paling banyak. Genus bacillariophyceae adalah kelompok kelas dari diatom yang memiliki tingkat toleransi yang baik terhadap keadaan perairan seperti temperatur dan kecerahan cahaya hal ini yang mengakibatkan kelas genus tersebut mudah untuk berkembang biak.
Kelompok fitoplankton penyebab red tide maker pada tempat penelitian masuk dalam kelas Dinophyceae dan Bacillariophyceae yang terdiri dari 7 genus yaitu : Thalassiosira, Prorocentrum, Biddulphia, Skeletonema, Chaetoceros, Ceratium dan Peridinium. Kemudian untuk kelompok fitoplankton toxin producer.
Teridentifikasi sebanyak 4 genus yang terdiri dari genus Pseudonitzschia, Dinophysis, Nitzschia dan Alexandrium seperti pada Tabel 2.
Tabel 2
Fitoplankton berpotensi HAB (red tide maker dan toxic producer.
Genus |
Jumlah |
Keterangan |
Thalassiosira |
15 |
Red Tide maker |
Prorocentrum |
18 |
Red Tide maker |
Pseudonitzschia |
190 |
Toksik |
Biddulphia |
14 |
Red Tide maker |
Dinophysis |
3 |
Toksik |
Nitzschia |
60 |
Toksik |
Skeletonema |
101 |
Red Tide maker |
Chaetoceros |
50 |
Red Tide maker |
Ceratium |
5 |
Red Tide maker |
Alexandrium |
30 |
Toksik |
Peridinium |
10 |
Red Tide maker |
Kudela et al. (2017), mengelompokan fitoplankton HAB dalam dua kriteria besar yaitu red tide maker dan toxic. Dari Tabel tersebut diperlihatkan bahwa genus pseudonitzschia, nitzschia, dinophysis dan alexandrium merupakan fitoplankton yang masuk kategori toksik (toxin producer) kemudian genus biddulphia, skeletonema, chaetoceros, ceratium, peridinium, prorocentrum dan thalassiosira merupakan fitoplankon yang masuk dalam kategori red tide maker. Red tide maker diakibatkan oleh ledakan populasi dari fitoplankton yang memiliki pigmen warna. Umumnya jika suatu perairan mengalami ledakan jenis ini maka perairan tersebut akan berwarna sesuai dengan spesies fitoplankton penyebab HAB (Situmorang dkk., 2013). Fitoplankton penyebab HAB jenis toksik (toxin producer) adalah fitoplankton mengalami metabolit sekunder serta bersifat toksik dari fitoplankton tersebut. Toksin yang terdapat dalam fitoplankton tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh biota seperti pada ikan ,udang dan bivalvia yang jika dikonsumsi oleh manusia akan mengakibatkan gangguan kesehatan serius pada manusia.
Pada Tabel 3 disajikan komposisi genus penyebab Harmful Algae Bloom (HAB) di sepuluh keramba jaring apung desa Sumberkima. Pada Tabel 3 kelompok fitoplankton yang ditemukan masuk dalam kelompok red tide maker dan toxic producer Kudela et al. (2017), dapat dilihat bahwa genus yang berpotensi HAB tidak ditemukan pada seluruh keramba jaring apung hal ini diduga akibat pemberian pakan yang berbeda tiap keramba, kesuburan perairan, jarak antar keramba, jenis ikan yang dibudidayakan, jumlah serta ukuran ikan, lingkungan sekitar keramba serta tingkat kesesuaian hidup dari masing-masing genus (Yuliana dkk., 2012).
Tabel 3.
Komposisi fitoplankton HAB di 10 keramba jaring apung Keramba Jaring Apung
No |
Genus |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
Ket |
1 |
Prorocentrum |
√ |
√ |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Red Tide Maker |
2 |
Pseudonitzschia |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Toksik |
3 |
Nitzschia |
- |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Toksik |
4 |
Biddulphia |
√ |
√ |
√ |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Red Tide Maker |
5 |
Dinophysis |
- |
√ |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Toksik |
6 |
Skeletonema |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Red Tide Maker |
7 |
Chaetoceros |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Red Tide Maker |
8 |
Ceratium |
- |
√ |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Red Tide Maker |
9 |
Peridinium |
- |
- |
- |
- |
- |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
Red Tide Maker |
10 |
Alexandrium |
- |
√ |
√ |
- |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Toksik |
11 |
Thalassiosira |
√ |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Red Tide Maker |
Genus Prorocentrum ditemukan pada KJA 1 dan 2, prorocentrum sendiri tergolong dalam kelas Dinophyceace yang biasanya organisme yang masuk kelompok ini mengandung toksik dan dapat masuk pada makanan seafood yang terkontaminasi (Kudela et al., 2017), kemudian genus Pseudonitzschia pada seluruh KJA genus ini terdapat pada seluruh keramba hal ini karena berasal dari kelas Baciilariophyceae. Genus Nitzschia terindentifikasi di KJA 2,4,5,6,7,8,9 dan 10 genus Biddulphia terlihat pada KJA 1,2 dan 3, genus Dinophysis hanya ditemukan pada KJA 2, Skeletonema dan Chaetoceros ditemukan pada KJA 2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10.
Selanjutnya genus Ceratium terlihat pada KJA 2 kemudian genus Peridinium dari kelas Dinophyceae ditemukan pada KJA 6,8,9 dan 10, setelah itu genus Alexandrium ditemukan pada KJA 2,3,6,7,8,9 dan 10 dan genus berpotansi HAB terakhir adalah Thalassiosira yang ditemukan pada KJA 1 dimana diduga karena letak KJA 1 ini berdekatan dengan pelabuhan dimana menurut Rashidy.,dkk (2013), kondisi lingkungan sekitar dermaga pelabuhan tidak mendukung dengan baik sehingga marga-marga tertentu saja yang toleran terhadap pencemaran.
-
3.2 Kelimpahan Fitoplankton Berpotensi HAB Kelimpahan fitoplankton berpotensi Harmfull
Algae Bloom yang ditemukan pada 10 keramba jaring apung di desa Sumberkima tersaji seperti Gambar 7.
Gambar 6. Kelimpahan Fitoplankton Berpotensi HAB
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa kelimpahan fitoplankton berpotensi Harmful Algae Bloom kategori red tide maker menempati nilai tertinggi dan melimpah yaitu pada keramba jaring apung nomer 2 sebesar 13,588 sel/liter sedangkan kategori toksik juga dijumpai pada keramba jaring apung nomer 2 yairu sebesar 6,228 sel/Liter. Hal ini karena jika diamati dari 10 keramba tersebut, keramba nomer 2 dilihat secara visual jumlah ikan yang dibudidayakan sebanyak 3 jenis yaitu ikan kerapu, kakap dan ikan hias (Tabel 3) maka diduga, semakin banyak ikan yang dibudidayakan dan jenisnya semakin banyak, pakan yang dikeluarkan juga dalam jumlah banyak dapat menyebabkan sisa pakan lebih banyak daripada sisa pakan di keramba yang lain yang secara tidak langsung menyebabkan proses eutrofikasi di keramba nomor 2 lebih tinggi daripada keramba jaring apung yang lain. Selain itu jika dilihat nilai kelimpahan fitoplankton kelompok red tide maker pada semua keramba lebih tinggi daripada toxic producer hal ini karena pada pembahasan
sebelumnya jika genus yang ditemukan lebih banyak genus Baccilariophyceae merupakan kelas yang banyak menyebabkan red tide maker yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri serta berkembangbiak sangat cepat sehingga kelimpahan fitoplakton kelompok red tide maker lebih besar di seluruh keramba jaring apung.
Gambar 7. Proporsi kelompok HAB dan non HAB
Dari proporsi kelimpahan fitoplankton HAB dan non HAB di keramba jaring apung desa Sumberkima (Gambar 8) diperoleh hasil bahwa proporsi kelimpahan fitoplankton HAB memiliki persentase proporsi yang lebih tinggi daripada non HAB yaitu sebesar 68% yang masuk dalam kelompok red tide maker dan toxic producer serta genus Baccilariophyceae yang mendominasi meskipun kelimpahannya masih lebih rendah daripada ambang batas kelimpahan Harmfull Algae Bloom yaitu sebesar 40 x 103 sel/L dan harus segera dipikirkan pencegahan serta cara terbaik yang dilakukan untuk melindungi ikan budidaya di keramba keramba jaring apung dan biota lain di sekitar perairan tersebut.
Hal ini memiliki pengertian bahwa keramba jaring apung di desa Sumberkima memiliki potensi untuk mengalami Harmfull Algae Bloom terutama kelompok red tide maker yang disebabkan oleh kelas Baccilariophyceae. Hal ini perlu diwaspadai karena selain menimbulkan red tide maker kelas Baccilariophyceae juga ada beberapa genus seperti Pseudonitzschia yang selalu muncul pada tiap keramba yang mengandung toksik (Kudela et al., 2017), serta dapat meracuni biota budidaya serta makhluk lain yang mengkonsumsi biota budidaya yang ada di keramba tersebut.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai Potensi Harmful Algae Bloom (HAB) di Keramba Jaring Apung desa Sumberkima adalah jenis fitoplankton yang diduga memiliki potensi HAB di keramba jaring apung desa Sumberkima
ditemukan 2 kelompok kelas yaitu kelas Dinophyceae dengan komposisi jenis 15% terdiri dari : genus Prorocentrum, Dinophysis, Alexandrium dan Peridinium kemudian Bacillariophyceae dengan komposisi jenis 85% ditemukan sebanyak 7 genus teridiri dari : Thalassiosira, Pseudonitzschia, Biddulphia, Nitzschia, Skeletonema, Chaetoceros, dan Ceratium.
Kelimpahan fitoplankton yang berpotensi menyebabkan HAB di keramba jaring apung desa Sumberkima dari kelompok red tide maker tertinggi pada keramba jaring apung nomor 2 dengan kelimpahan 13,580 sel/ liter dan toxic producer pada keramba jaring apung nomor 2 sebesar 6,228 sel/liter dengan persentase HAB 68% dan Non HAB sebesar 32%.
Daftar Pustaka
APHA. (2005). Standard methods for the examination of water and wastewater. Washington, USA: American Public Health Association.
Barokah, G. R., Putri, A. K., & Gunawan, G. (2016). Kelimpahan Fitoplankton Penyebab Hab (Harmful Algal Bloom) di Perairan Teluk Lampung pada Musim Barat dan Timur. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 11(2), 115-126.
Choirun, A., Sari. S. H. J., Hikmah, S., & Iranawati, F.. (2015). Identifikasi Fitoplankton Spesies Harmfull Algae Bloom (HAB) Saat Kondisi Pasang di Perairan Pesisir Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, 25(2), 58-66.
Damayanti, N. M. D., Hendrawan, I. G., & Faiqoh, E.. (2017). Distribusi Spasial Dan Struktur Komunitas Plankton Di Daerah Teluk Penerusan, Kabupaten Buleleng. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), 191-203.
Junaidi, M. (2016). Pendugaan Limbah Organik Budidaya Udang Karang Dalam Keramba Jaring Apung Terhadap Kualitas Perairan Teluk Ekas Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Biologi Tropis, 16(2), 64-79.
Junaidi, M., & Hamzah, M. S. (2014) . Kualitas Perairan dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Udang Karang Yang Dipelihara Dalam Keramba Jaring Apung di Teluk Eka, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 6(2), 345-354.
Kudela, R. M., Berdalet, E., Enevoldsen, H., Pitcher, G., Raine, R., & Urban, E. (2017). Geohab: The Global Ecology And Oceanography Of Harmful Algal Blooms Program Motivation, Goals, And Legacy. Oceanography, 30(1), 12-21.
Lantang, B., & Pakidi, C. S. (2015). Identifikasi jenis dan pengaruh faktor oseanografi terhadap fitoplankton di perairan Pantai Payum-Pantai Lampu Satu Kabupaten Merauke. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 8(2), 13-19.
Maresi, S. R. P., Priyanti, P., & Yunita, E. (2015).
Fitoplankton sebagai bioindikator saprobitas perairan di Situ Bulakan Kota Tangerang. Al-Kauniyah: Jurnal Biologi, 8(2), 113-122.
Mustofa, A. (2015). Kandungan nitrat dan pospat sebagai faktor tingkat kesuburan perairan pantai. Jurnal Disprotek, 6(1), 13-19
Nurcahyani, E. A., Hutabarat, S., & Sulardiono, B. (2016). Distribusi Dan Kelimpahan Fitoplankton Yang
Berpotensi Menyebabkan Habs (Harmful Algal
Blooms) Di Muarasungai Banjir Kanal Timur, Semarang. Management of Aquatic Resources Journal, 5(4), 275-284.
Rashidy, E. A., Litaay, M., Salam, M. A., & Umar, M. R. (2013). Komposisi dan kelimpahan fitoplankton di perairan pantai Kelurahan Tekolabbua, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Alam dan Lingkungan, 4(7), 12-16.
Sari, R. N. (2018). Identifikasi Fitoplankton Yang Berpotensi Menyebabkan Harmful Algae Blooms (Habs) Di Perairan Teluk Hurun. Disertasi. Lampung, Indonesia: Universitas Islam Nasional Raden Intan Lampung.
Situmorang, T. S., Barus, T. A., & Wahyuningsih, H. (2013). Studi Komparasi Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) di Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan Sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru Tapanuli Selatan. Jurnal Perikanan Dan kelautan, 18(2), 48-58.
Tungka, A. W., Haeruddin, H., & Ain, C. (2016).
Konsentrasi Nitrat Dan Ortofosfat Di Muara Sungai Banjir Kanal Barat Dan Kaitannya Dengan Kelimpahan Fitoplankton Harmful Alga Blooms (Habs). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology, 12(1), 40-46.
Widiarti, R., & Wardhana, W. (2012). Sebaran Spasial Spesies Penyebab Harmful Algal Bloom (HAB) di Lokasi Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara. Jurnal Akuatika, 3(1), 28-29.
Yuliana, Adiwilaga, E. M., Harris, E., & Pratiwi, N. T. (2012). Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisik-kimiawi perairan di Teluk Jakarta. Jurnal Akuatika, 3(2), 169-179.
© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 7: 259-267 (2021)
Discussion and feedback