Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(2), 205-213 (2021)

Distribusi Spasial Klorofil-A di Perairan Teluk Benoa Bali

I Putu Gede Bayu Ade Wianta a, Ni Luh Watiniasih a*, Ni Luh Putu Ria Puspitha a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kabupaten Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-361-703-137

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 28 Juli 2019; disetujui (accepted) 3 September 2021; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2021

Abstract

Benoa Bay is an estuary that gets input of waste and nutrients from six rivers and inderectly influenced water productivity in Benoa Bay. The nutrients flow from the river to domestic, industrial, and agricultural activities into Benoa Bay. The amount of nutrient inputs accumulated in Benoa Bay this could affect the chlorophyll-a consentrations. The purpose of this study was to determine the spatial distribution and influence nitrate and phosphate on chlorophyll-a concentration. Water surface sampling carried out on February 2019. The method used was purposive sampling and chlorophyll-a concentration was analysed using spectrophotometer Shimadzu UV-2600, based on the maximum absorption of four wavelengths (quadrichroic). The results showed that the chlorophyll-a concentration ranged from 0.22 - 8.53 g/m3 with an average of 5.58 g/m3. Nitrate concentration ranged from 0,004 -0,180 mg/L with an average 0,107 mg/L. Phosphate concentration ranged from 0,005 - 0,229 mg/L with an average 0,101 mg/L. Spatial distributions of chlorophyll-a concentration in Benoa Bay higher in the estuary area compare to sea area. The different concentration of chlorophyll-a in Benoa Bay were affected by physical and biological processes. The result of statistic regression of the nitrate and phosphate influence on chlorophyll-a concentration in Benoa Bay was 39,2% (R² = 0.392) for nitrate, meanwile 20,5% (R² = 0.205) for phosphate.

Keywords: Benoa bay; spatial distribution; chlorophyll-a; nutrients

Abstrak

Teluk Benoa merupakan perairan estuari yang mendapatkan masukan limbah dan nutrien berasal dari enam sungai yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesuburan perairan di Teluk Benoa. Nutrien (nitrat dan fosfat) merupakan hasil aktivitas domestik, industri, dan pertanian yang teralirkan oleh sungai ke Teluk Benoa. Jumlah nutrien yang terakumulasi akan mempengaruhi konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Benoa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi spasial serta pengaruh nitrat dan fosfat terhadap konsentrasi klorofil-a. Pengambilan sampel air permukaan dilaksanakan pada bulan Februari 2019. Metode pengambilan data yang digunakan adalah purposive sampling dan pengukuran konsentrasi klorofil-a dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Shimadzu UV-2600, didasarkan pada penyerapan maksimum dari empat panjang gelombang (quadrichroic). Hasil penelitian menunjukan konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,22 – 8,53 g/m3 dengan rata-rata 5,58 g/m3. Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,004 – 0,180 mg/L dengan rata-rata 0,107 mg/L. Konsentrasi fosfat berkisar antara 0,005 – 0,229 mg/L dengan rata-rata 0,101 mg/L. Distribusi spasial konsentrasi klorofil-a di Teluk Benoa tinggi ditemukan disekitar muara dan semakin rendah ke arah laut. Perbedaan konsentrasi klorofil-a pada setiap lokasi penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh proses fisika maupun biologi. Uji statistik regresi linier sederhana pengaruh nitrat dan fosfat terhadap konsentrasi klorofil-a sebesar 39,2% (R² = 0.392) untuk nitrat, sedangkan 20,5% (R² = 0.205) untuk fosfat.

Kata Kunci: Teluk Benoa; distribusi spasial; klorofil-a; nutrien

  • 1.    Pendahuluan

Kesuburan perairan salah satu faktor penunjang dalam menentukan kualitas suatu perairan (Linus

dkk., 2017). Salah satu dari indikator kesuburan perairan ditinjau dari adanya klorofil-a (Yuliana, 2015). Klorofil-a merupakan pigmen aktif yang berada di dalam sel tumbuhan, peran klorofil-a

sangat penting dalam berlangsungnya fotosintesis (Usman dkk., 2013). Tumbuhan yang hidup di laut yang mengandung klorofil-a yaitu lamun (seagrass), rumput laut (seaweed),  dan fitoplankton atau

mikroflora bentik (benthic microflora) (Irawati dkk., 2013). Kandungan pigmen klorofil-a dalam air (laut dan tawar) dapat  menggambarkan

kelimpahan fitoplankton di suatu perairan (Nufus dkk., 2017).

Pigmen yang selalu ditemukan pada fitoplankton dan semua organisme dengan sifat autotrof serta pigmen aktif yang terlibat langsung pada proses fotosintesis adalah   klorofil-a

(Hadiningrum dan Sudarsono, 2018). Kurnianda dan Heriantoni (2017), menyatakan bahwa klorofil-a berkorelasi erat dengan ketersediaan nutrien sehingga dapat digunakan sebagai indikator status trofik suatu perairan. Selain ketersediaan nutrien (nitrat dan fosfat), beberapa parameter perairan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan pH juga mempengaruhi kandungan klorofil-a yang berubah sesuai musim (Sihombing dkk., 2013).

Teluk Benoa salah satu kawasan perairan di Bali yang memiliki peranan penting menjaga stabilitas berbagai ekosistem dan hidrologi di dalamnya (Sudiarta dkk., 2013). Teluk Benoa adalah tempat bermuaranya enam sungai besar yaitu Sungai Loloan, Sungai Buaji, Sungai Badung, Sungai Mati, Sungai Sama dan Sungai Buaji (Suteja and Purwiyanto, 2018). Masuknya nutrient di perairan ini berkaitan erat dengan kegiatan domestik, industri, dan pertanian yang mengalir dari sungai tersebut yang bermuara pada Teluk Benoa. Penelitian sebelumnya menemukan konsentrasi dari nitrat dan fosfat perairan Teluk Benoa melebihi baku mutu, yaitu baku mutu nitrat 0,008 mg/L dan untuk nilai fosfat 0,015 mg/L dengan kondisi Teluk Benoa yang eutrofikasi (Rahayu dkk., 2018; Suteja dan Dirgayusa, 2018).

Banyaknya    masukan    nutrien    yang

terakumulasi di perairan Teluk Benoa, menjadikan perairan tersebut subur bagi fitoplankton (Suteja and Purwiyanto, 2018). Kandungan nutrien di perairan tentunya memiliki pengaruh terhadap konsentrasi klorofil-a, semakin meningkat kandungan nutrien pada perairan maka semakin tinggi konsentrasi klorofil-a di perairan tersebut (Ayuningsih dkk., 2014). Penelitian mengenai sebaran klorofil-a di perairan Teluk Benoa yang telah dilakukan diambil menggunakan data satelit. Suteja dan Dirgayusa (2018), telah melakukan

penelitian mengenai konsentrasi klorofil total di perairan Teluk Benoa, sedangkan penelitian mengenai klorofi-a pada perairan Teluk Benoa masih sangat terbatas dan belum pernah diteliti sebelumnya. Mengingat pentingnya mengetahui informasi mengenai kualitas perairan, khususnya klorofil-a di perairan, maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Benoa.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan telah dilaksanakan pada bulan Februari 2019 (Gambar 1). Pengambilan sampel klorofil-a, nitrat dan fosfat di ambil saat pasang purnama (spring tide). Dalam penelitian ini, mengambil 30 titik seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Suteja dan Dirgayusa (2018), adapun 19 titik di dalam area Teluk Benoa, 6 titik pada masing- masing sungai yang bermuara di Teluk Benoa serta penambahan 5 titik di luar Teluk Benoa untuk melihat pengaruh aktivitas masyarakat disekitar daerah mulut Teluk Benoa.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat-alat yang telah digunakan dalam penelitian yaitu botol sampel air yang berukuran 1 liter dan 330 ml yang digunakan sebagai wadah sampel air, Global Positioning System (GPS) digunakan untuk menentukan titik lokasi penelitian, coolbox digunakan untuk menyimpan sampel penelitian, Spektrofotometer Shimadzu UV-2600 digunakan untuk mengukur absorban, sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel air laut sebanyak 1 liter dan 330 ml untuk dianalisa,

pelarut aseton 90% sebanyak 10 ml untuk melarutkan kertas saring klorofil-a, larutan brucin sulfat untuk analisa nitrat, dan larutan ammonium molibdat untuk analisa fosfat.

  • 2.3    Metode Pengambilan Data

    • 2.3.1.    Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi pengambilan sampel klorofil-a, nitrat dan fosfat diambil dari 30 titik sampling yang dilakukan dengan metode purposive sampling. Perairan Teluk Benoa dibagi menjadi 5 bagian wilayah untuk memudahkan analisis hasil penelitian (Gambar 2). Kelima bagian wilayah tersebut adalah bagian utara terdapat muara Sungai Loloan, Sungai Buaji, aktivitas KJA (Keramba Jaring Apung) dan berdekatan dengan Pulau Serangan. Bagian barat yang merupakan muara dari Sungai Badung, Sungai Mati, dan muara dari Sungai Sama. Bagian selatan yang merupakan daerah muara Sungai Bualu. Bagian timur yang merupakan daerah dekat dengan TPA Suwung dan reklamasi serta pengaruh aktivitas masyarakat di mulut Teluk Benoa. Bagian tengah terdapat aktivitas pelabuhan Benoa.

  • 2.3.2.    Pengambilan Sampel Klorofil-a

Sampel air untuk analisis klorofil-a diambil secara horisontal    pada    permukaan    perairan

menggunakan botol berukuran 1 liter pada titik yang ditentukan menggunakan Global Positioning System (GPS), seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Agustina dkk. (2017). Sampel yang diperoleh dianalisis di Laboratorium Analitik Universitas Udayana.

  • 2.3.3.    Pengambilan Sampel Nutrien

Pengambilan sampel air laut untuk nitrat dan fosfat dilakukan dengan mengambil air pada permukaan perairan Teluk Benoa dari masing-masing titik sampling dengan menggunakan botol berukuran 330 ml, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayu dkk. (2018). Sampel yang diperoleh dianalisis di Laboratorium Analitik Universitas Udayana.

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1.    Analisis Klorofil-a

Prosedur pengukuran klorofil-a mengacu pada APHA Standard Method 23rd Edition (Baird et al., 2017) dengan mengambil sampel air sebanyak 1 liter lalu disaring menggunakan kertas saring Whatman 42 pore size 0.45 μm dengan bantuan vacum pump. Kertas saring yang mengandung klorofil-a lalu dibungkus dalam aluminium foil dan disimpan dalam suhu 40C sampai prosedur berikutnya. Kertas saring yang mengandung

Gambar 2. Peta pembagian wilayah


klorofil-a dilarutkan dengan 5 ml aseton 90% didalam gelas beker, kemudian ditambah dengan 3,5 ml aseton 90% sampai semua bagian kertas saring hancur dan 1,5 ml aseton 90% digunakan untuk membilas gelas beker sehingga tidak ada sampel yang tertinggal. Sampel dimasukan kedalam tabung reaksi di sentrifuge dengan kecepatan rotasi 3000 rpm dalam waktu 15 menit. Supernatan yang diambil dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 691 nm, 664 nm, 647 nm dan 630 nm. Penentuan klorofil-a didasarkan pada penyerapan maksimum dari empat panjang gelombang (quadrichroic) menggunakan spektrofotometer menurut Ritchie (2008):

Chla = -0.3319Ea0 -1.7485Em7+11.9442E664-1.4306Em (1)

dimana Chl a adalah konsentrasi klorofil-a; E630 adalah panjang gelombang 630; E647 adalah panjang gelombang 647; E664 panjang gelombang 664; dan E691 panjang gelombang 691.

  • 2.4.2.    Analisis Nitrat-Fosfat

Konsentrasi nitrat dianalisa dengan menggunakan metode brucine sulfat. Sampel air yang diambil 2,5 ml dituangkan pada tabung reaksi, ditambahkan dengan 0,5 ml NaCl 10%, 2,5 ml asam sulfat 75%, dan 0,125 ml brucin asam sulfat dan diaduk sampai homogen. Sampel tersebut diletakkan diatas pemanas dengan suhu 1000C dalam 20 menit. Konsentrasi nitrat dibaca menggunakan spektrofotometer menggunakan panjang gelombang 410 nm.

Fosfat dianalisa dengan metode asam askorbat. Pengukuran fosfat dilakukan dengan mengambil 10 ml sampel air laut dan diletakan di dalam tabung reaksi dan sampel air ditambahkan 1 ml ammonium molybdat serta 0,1 g asam askorbat. Sampel tersebut diletakkan dalam pemanas air dengan suhu 1000C sampai berwarna biru. Intensitas warna yang dihasilkan pada proses pemanasan sebanding konsentrasi fosfat. Warna biru yang timbul diukur dengan spektrofotometer panjang gelombang 680 nm.

  • 2.4.3.    Analisis Distribusi Spasial

Metode yang digunakan dalam membuat sebaran spasial data klorofil-a yaitu dengan metode interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW). Software yang digunakan untuk mengolah data

yaitu Qgis 2.18.14. Kelebihan dari metode interpolasi IDW yaitu karakteristik dari interpolasi dapat di kontrol. Titik-titik yang digunakan dapat ditentukan langsung, atau ditentukan berdasarkan jarak yang ingin di interpolasi. Pada saat suatu titik terletak jauh, nilai interpolasi klorofil-a yang tidak terdeteksi dibiarkan kosong. Pada metode interpolasi IDW memiliki nilai power yang digunakan untuk menentukan pengaruh dari titik-titik input dengan menyesuaikan pengaruh relatif dari titik-titik sampel (Pasaribu dan Haryani, 2012). Pembobotan pada metode IDW merupakan inverse dari fungsi kuadrat jarak yang dirumuskan dengan formula berikut (Azpurua and Ramos, 2010):

N

Z * =ωiZi                             (2)

  • i-1

dimana Zi (I = 1, 2, 3,…N) adalah nilai ketinggian dari data yang akan diinterpolasikan oleh sejumlah N titik. Sedangkan bobot dari ωi dirumuskan dengan formula sebagai berikut:

hi p

nh

i—i j=0 J

(3)


dimana p adalah merupakan parameter yang nilainya bisa berubah ubah yang disebut power dan hj adalah jarak sebaran dari titik ke titik interpolasi yang dirumuskan melalui formula berikut:

hi = 7(x - xi)2+(y - yi)


(4)


dimana (x,y) merupakan koordinat interpolasi;

(xi,yi) merupakan koordinat sebaran semua titik.

  • 2.4.4.    Uji Statistik Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi linear digunakan untuk menguji pengaruh variabel antara konsentrasi klorofil-a sebagai variabel dependen (Y) dengan nutrien sebagai variabel independen (X) di perairan Teluk Benoa menggunakan software Ms. Excel 2013. Penggunaan kuadrat dari R, yang menunjukan nilai koefisien determinasi yang diubah dalam bentuk persentase. Secara statistik hubungan yang umum digunakan menurut Hadi (2015), mendefinisikan bahwa:

y = a+bx

(5)


(a)


(b)


(c)


Gambar 3. Distribusi spasial klorofil-a di permukaan perairan Teluk Benoa(a), distribusi spasial nitrat di permukaan perairan Teluk Benoa(b), dan distribusi spasial fosfat di permukaan perairan Teluk Benoa(c).

dimana y adalah variabel dependen; x adalah variabel independen; a adalah koefisien konstanta; b adalah koefisien regresi (besaran respon yang ditimbulkan oleh variabel independen).

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Distribusi Spasial Klorofil-a di Perairan Teluk Benoa

Konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Benoa bervariasi di setiap titik sampling pengambilan. Hasil penelitian dapat dilihat pada peta sebaran (Gambar 3a) menunjukan bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Benoa berkisar antara 0,22 – 8,53 g/m3 dengan rata-rata 5,58 g/m3. Berdasarkan peta sebaran, rata-rata konsentrasi klorofil-a tinggi di daerah dekat dengan muara sungai. Konsentrasi klorofil-a tertinggi terdapat di bagian timur (titik 4), sedangkan konsentrasi klorofil-a terendah terdapat di bagian tengah (titik 7).

  • 3.2    Distribusi Spasial Nitrat di Perairan Teluk Benoa

Konsentrasi nitrat di perairan Teluk Benoa dapat dilihat pada peta sebaran (Gambar 3b)

menunjukan bahwa konsentrasi nitrat berkisar antara 0,004 – 0,180 mg/L dengan rata-rata 0,107 mg/L. Berdasarkan peta sebaran, konsentrasi nitrat tertinggi berada pada bagian timur (titik 4), sedangkan terendah berada pada bagian tengah (titik 7).

  • 3.3    Distribusi Spasial Fosfat di Perairan Teluk Benoa

Konsentrasi fosfat di perairan Teluk Benoa dapat dilihat pada peta sebaran (Gambar 3c) menunjukan bahwa konsentrasi fosfat berkisar antara 0,005 – 0,229 mg/L dengan rata-rata 0,101 mg/L. konsentrasi fosfat tertinggi berada pada bagian barat (titik 17), sedangkan konsentrasi fosfat terendah berada pada bagian tengah (titik 7).

  • 3.4    Pengaruh Nitrat Terhadap Klorofil-a di Perairan Teluk Benoa

Berdasarkan hasil uji statistik regresi linier sedehana pengaruh nitrat terhadap konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Benoa (Gambar 4a), diperoleh R2 = 0,392. Nilai tersebut dapat diartikan 39,2% konsentrasi klorofil-a dipengaruhi oleh

nitrat dan 60,8% dipengaruhi dari variabel di luar penelitian.

  • 3.5    Pengaruh Fosfat Terhadap Klorofil-a di Perairan Teluk Benoa

Hasil uji statistik pengaruh fosfat terhadap klorofil-a di perairan Teluk Benoa (Gambar 4b), diperoleh R2 = 0,205. Nilai tersebut dapat diartikan 20,5% konsentrasi klorofil-a dipengaruhi oleh fosfat dan 79,5% dipengaruhi dari variabel di luar penelitian.

  • 4.    Pembahasan

Konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,22 – 8,53 g/m3 dengan rata-rata 5,58 g/m3. Berdasarkan peta sebaran, konsentrasi klorofil-a rata-rata tinggi berada disekitar muara cenderung rendah pada bagian tengah hingga ke arah luar Teluk Benoa. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat proses fisika maupun biologi yang terjadi di perairan seperti arus dan tingkat pemanfaatan nutrien (nitrat dan fosfat) dapat mengakibatkan variasi konsentrasi klorofil-a yang didapatkan pada perairan Teluk Benoa.

Konsentrasi klorofil-a tertinggi berada pada bagian timur (titik 4) sebesar 8,53 g/m3. Tingginya konsentrasi klorofil-a di titik 4 diduga karena tingginya inputan nutrien berasal dari TPA Suwung. Sejalan dengan hasil pengukuran nitrat yang tinggi ditemukan pada titik 4. Menurut Effendi dkk. (2012), bahwa konsentrasi klorofil-a pada suatu perairan bergantung pada ketersediaan nutrien (nitrat dan fosfat) serta intensitas cahaya

matahari. Konsentrasi terendah terdapat pada daerah tengah Teluk Benoa (titik 7) yaitu dekat dengan Pelabuhan Benoa. Hal ini diduga karena inputan nutrien yang rendah serta adanya pengaruh secara langsung pergerakan massa air laut yang besar saat kondisi pasang menuju surut sehingga berpotensi memindahkan konsentrasi klorofil-a ke luar Teluk Benoa.

Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a selama penelitian di perairan Teluk Benoa cukup tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian dari Fitra dkk. (2013), yaitu berkisar antara 0,00007 – 0,00066 g/m3 maupun Prayitno dan Afdal (2019), yaitu berkisar antara 0,00027 – 0,01998 g/m3. Nilai konsentrasi klorofil-a yang diperoleh Fitra dkk. (2013), di perairan Teluk Bungus maupun Prayitno dan Afdal (2019), di perairan Teluk Jakarta diduga karena rendahnya ketersediaan nutrien (nitrat dan fosfat) sehingga berimplikasi terhadap konsentrasi klorofil-a, dibandingkan perairan Teluk Benoa yang memiliki enam sungai sebagai masukan nutrien dari daratan dengan pertukaran air laut yang rendah. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Suteja and Purwiyanto (2018), menemukan bahwa suplai nutrien (nitrat dan fosfat) pada aliran enam sungai yang bermuara di Teluk Benoa melebihi baku mutu dan berpotensi terjadinya eutrofikasi. Ditambahkan kembali Hendrawan and Asai (2014), mengungkapkan bahwa pertukaran air di dalam Teluk membutuhkan waktu hampir satu bulan. Pertukaran air laut yang rendah diduga berpengaruh terhadap pembilasan nutrien (nitrat dan fosfat) ke luar Teluk Benoa sehingga nutrien cenderung tinggi pada perairan Teluk Benoa.

(a)


(b)


Gambar 4. Pengaruh konsentrasi nitrat terhadap konsentrasi klorofil-a(a) dan pengaruh konsentrasi fosfat terhadap konsentrasi klorofil-a(b).


Konsentrasi nitrat di perairan Teluk Benoa berkisar antara 0,004 – 0,180 mg/L, tertinggi berada pada bagian timur (titik 4) dan terendah berada pada bagian tengah (titik 7). Konsentrasi fosfat di Teluk Benoa berkisar antara 0,005 – 0,229 mg/L, tertinggi berada pada bagian barat (titik 17) dan terendah pada bagian tengah (titik 7). Secara umum konsentrasi nitrat dan fosfat pada bagian tengah masih sesuai baku mutu, sedangkan bagian lain (bagian utara, bagian timur, bagian barat, dan bagian selatan) melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh MNLH (2004), yang mana baku mutu nitrat dan fosfat untuk biota laut adalah 0,008 mg/L dan 0,015 mg/L.

Tingginya konsentrasi nitrat pada bagian timur (titik 4) diduga diakibatkan oleh masukan bahan organik yang tinggi berasal dari TPA Suwung. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Yuspita dkk. (2018), bahwa pada lokasi yang sama ditemukan bahan organik yang tinggi akibat masukan aktivitas TPA Suwung. Menurut Rahmawati dkk. (2014), bahwa dekomposisi bahan organik dapat menghasilkan nutrien (nitrat dan fosfat) pada kondisi tertentu, sedangkan tingginya konsentrasi fosfat pada bagian barat (titik 17) diduga akibat tingginya buangan limbah berasal dari Sungai Badung. Sungai Badung merupakan salah satu sungai yang mengalir dan memasuki Kota Denpasar dengan adanya aktivitas seperti pemukiman penduduk, jasa pencuci baju, pasar, dan persawahan sehingga aktivitas tersebut dapat meningkatkan kandungan fosfat. Sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rahayu dkk. (2018), menemukan bahwa pada penelitian sebelumnya muara Sungai Badung memiliki konsentrasi fosfat yang tinggi 0,534 mg/L.

Konsentrasi nitrat dan fosfat terendah ditemukan di bagian tengah Teluk Benoa. Hal ini diduga karena rendahnya inputan limbah yang mengandung nitrat dan fosfat. Sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Raharja dkk. (2018), yang menemukan konsentrasi nitrat rendah terdapat pada daerah tengah Teluk Benoa akibat pengaruh pergerakan massa air laut yang besar, sedangkan Rahayu dkk. (2018), menemukan hasil konsentrasi fosfat tertinggi terdapat pada daerah tengah akibat pola arus pada kondisi pasang menuju surut, sehingga terjadi perpindahan fosfat.

Berdasarkan hasil uji statistik regresi linier sedehana pengaruh nitrat terhadap konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Benoa (Gambar 6),

diperoleh R2 = 0,392. Nilai tersebut dapat diartikan 39,2% konsentrasi klorofil-a dipengaruhi oleh nitrat dan 60,8% dipengaruhi dari variabel di luar penelitian. Berdasarkan hasil analisis konsentrasi nitrat yang diperoleh pada penelitian menunjukan nilai konsentrasi yang tinggi sejalan dengan tingginya konsentrasi klorofil-a. Hasil ini diperkuat oleh pernyataan Sihombing dkk. (2013), bahwa semakin tinggi kandungan nitrat maka konsentrasi klorofil-a akan semakin tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Prihatin dkk. (2016), di muara Sungai Wulan, bahwa grafik pengaruh nitrat dengan klorofil-a menunjukan linier positif yang berarti semakin tinggi nitrat maka konsentrasi klorofil-a semakin meningkat, sebaliknya hasil penelitian Wijayanto dkk. (2015), mendapatkan bahwa grafik pengaruh nitrat dan klorofil-a linier negatif yang artinya konsentrasi nitrat rendah tetapi konsentrasi klorofil-a semakin meningkat. Hal ini akibat adanya pemanfaatan secara langsung nitrat untuk pertumbuhan fitoplankton sehingga nitrat di perairan menjadi rendah.

Hasil uji statistik pengaruh fosfat terhadap klorofil-a di perairan Teluk Benoa (Gambar 7), diperoleh R2 = 0,205. Nilai tersebut dapat diartikan 20,5% konsentrasi klorofil-a dipengaruhi oleh fosfat dan 79,5% dipengaruhi dari variabel di luar penelitian. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh menunjukkan grafik pengaruh fosfat dengan klorofil-a menunjukan linier positif. Semakin tinggi nilai fosfat pada perairan maka semakin tinggi konsentrasi klorofil-a di perairan. Sejalan dengan penelitian Muhibuddin dkk. (2018), di muara Sungai Panga, bahwa fosfat dan klorofil-a memiliki koefisien determinasi (R² = 0.442) adanya pengaruh fosfat sebesar 44% terhadap klorofil-a, tingginya nilai fosfat pada perairan muara dapat meningkatkan konsentrasi klorofil-a.

  • 5.    Simpulan

Distribusi spasial klorofil-a ditemukan lebih tinggi di daerah muara dan cenderung rendah di bagian tengah hingga timur ke arah luar Teluk Benoa. Hasil uji regresi linier sederhana terdapat pengaruh antara nitrat dan fosfat terhadap konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Benoa.

Daftar Pustaka

Agustina, S., Musman, M., & Ishaq, M. (2017). Status klorofil-a di Perairan Teluk Pria Laot Sabang,

Provinsi Aceh. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 6(3), 182-187.

Ayuningsih, M. S., Hendrarto, I. B., & Purnomo, P. W. (2014). Distribusi kelimpahan fitoplankton dan klorofil-a di Teluk Sekumbu Kabupaten Jepara: hubungannya dengan kandungan nitrat dan fosfat di perairan. Management of Aquatic Resources Journal, 3(2), 138-147.

Azpurua, M., & Ramos, K. D. (2010). A comparison of spatial interpolation methods for estimation of average electromagnetic field magnitude. Progress in Electromagnetics Research M, 14, 135-145.

Baird, R. B., Eaton, A. D., & Rice, E. W. (2017). Standard methods for the examination of water and wastewater (23rd ed.). Washington DC, USA: American Public Health Association, American Water Works Association, Water Environment Federation.

Effendi, R., Palloan, P., & Ihsan, N. (2012). Analisis konsentrasi klorofil-a di perairan sekitar Kota Makassar menggunakan data Satelit Topex/Poseidon. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika, 8(3), 279-285.

Fitra, F., Zakaria, I. J., & Syamsuardi. (2013). Produktivitas primer fitoplankton di Teluk Bungus. Dalam Prosiding Semirata FMIPA 2013. Lampung, Indonesia, 10-12 Mei 2013 (pp. 303-306).

Hadi, S. (2015). Statistik (1st ed.). Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar.

Hadiningrum, V. D., & Sudarsono. (2018). Kandungan klorofil-a fitoplankton di Perairan Laguna Pengklik, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Prodi Biologi, 7(3), 165-178.

Hendrawan, I. G., & Asai, K. (2014). Numerical study on tidal currents and seawater exchange in the Benoa Bay, Bali, Indonesia. Acta Oceanologica Sinica, 33(3), 90-100.

Irawati, N., Adiwilaga, E. M., & Prawtiwi, N. T. M. (2013). Hubungan produktivitas primer fitoplankton dengan ketersediaan unsur hara dan intensitas cahaya di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Biologi Tropis, 13(2), 197-208.

Kurnianda, V., & Heriantoni, J. (2017). Evaluasi status tropik perairan Pantai Gapang, Sabang, Provinsi Aceh, berdasarkan konsentrasi nitrat dan fosfat, dan kelimpahan klorofil-a. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 6(2), 106-111.

Linus, Y., Salwiyah & Irawati, N. (2017). Status kesuburan perairan berdasarkan kandungan klorofil-a di Perairan Bungkutoko Kota Kendari. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(1), 101-111.

MNLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Mutu Air Laut. Jakarta-Indonesia:   Menteri Negara

Lingkungan Hidup.

Muhibuddin, Karina, S., & Kurnianda, V. (2018).

Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan kadar fosfat

di muara Sungai Panga. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 3(1), 128-134.

Nufus, H., Karina, S., & Agustina, S. (2017). Analisis sebaran klorofil-a dan kualitas air di Sungai Krueng Raba Lhoknga, Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 2(1), 58-65.

Pasaribu, J. M., & Haryani, N. S. (2012). Perbandingan teknik interpolasi DEM SRTM dengan metode Inverse Distance Weighted (IDW), natural neighbor dan spline (Comparison of DEM SRTM interpolation techniques using Inverse Distance Weighted (IDW), natural neighbor and spline method). Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, 9(2), 126-139.

Prayitno, H. B., & Afdal. (2019). Sebaran soasial zat hara dan klorofil-a: potensi fosfor sebagai faktor penentu eutrofikasi di Teluk Jakarta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 11(1), 1-12.

Prihatin, M. S., Suprapto, D., & Rudiyanti, S. (2016). Hubungan nitrat dan fosfat dengan klorofil-a di muara Sungai Wulan Kabupaten Demak. Management of Aquatic Resources Journal, 5(2), 27-34.

Raharja, I. M. D., Hendrawan, I. G., & Suteja, Y. (2018). Pemodelan distribusi nitrat di kawasan perairan Teluk Benoa. Journal of Marine Research and Technology, 1(1), 22-28.

Rahayu, N. W. S. T., Hendrawan, I. G., & Suteja, Y. (2018). Distribusi nitrat dan fosfat secara spasial dan temporal saat musim barat di permukaan perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 1-13.

Rahmawati, I., Purnomo, P. W., & Hendrarto, B. (2014). Fluktuasi bahan organik dan sebaran nutrien serta kelimpahan fitoplankton dan klorofil-a di muara Sungai Sayung Demak. Management of Aquatic Resources Journal, 3(1), 27-36.

Ritchie, R. J. (2008). Universal chlorophyll equations for estimating chlorophylls a, b, c, and d and total chlorophylls in natural assemblages of photosynthetic organisms using acetone, methanol, or ethanol solvents. Photosynthetica, 46(1), 115-126.

Sihombing, R. F., Aryawaty, R., & Hartoni. (2013).

Kandungan klorofil-a fitoplankton di sekitar perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal, 5(1), 34-39.

Sudiarta, K., Hendrawan, I. G., Putra, K. S.,  &

Dewantama, I. M. I. (2013). Kajian modeling dampak perubahan fungsi Teluk Benoa untuk sistem pendukung keputusan (Decision Support System) dalam jejaring KKP Bali. Laporan Penelitian. Jakarta, Indonesia:  Conservation International Indonesia

(CII).

Suteja, Y., & Dirgayusa, I. G. N. P. (2018). Detection of eutrophication in Benoa bay-Bali.  Omni-Akuatika,

14(3), 18-25.

Suteja, Y., & Purwiyanto, A. I. S. (2018). Nitrate and phosphate from rivers as mitigation of eutrophication in Benoa bay, Bali-Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Denpasar, Indonesia, 3-5 August (pp. 1-9).

Usman, M. S., Kusen, J. D., & Rimper, J. R. T. S. L. (2013). Struktur komunitas plankton di perairan Pulau Bangka kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 2(1), 51-57.

Wijayanto, A., Purnomo, P. W. & Suryanti. (2015). Analisis kesuburan perairan berdasarkan bahan

organik total, nitrat, fosfat dan klorofil-a di Sungai Jajar kabupaten Demak. Management of Aquatic Resources Journal, 4(3), 76-83.

Yuliana. (2015). Distribusi dan struktur komunitas fitoplankton di perairan Jailolo, Halmahera Barat. Jurnal Akuatika, 6(1), 41-48.

Yuspita, N. L. E., Putra, I. D. N. N., & Suteja, Y. (2018). Bahan organik total dan kelimpahan bakteri di Perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 129-140.

© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 7: 205-213 (2021)