Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(2), 158-168 (2021)

Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Transplan Acropora hyacinthus pada Ukuran Fragmen yang Berbeda

Widiastuti a*, Awalludin Ponco Aji Handoyo a, IGB Sila Dharma a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

* Widiastuti. Tel.: +62-361-702802

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 23 Juli 2019; disetujui (accepted) 11 Agustus 2021; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2021

Abstract

Coral transplantation is an alternative way to maintain coral reef ecosystems sustainability. A. hyacinthus is one of the main reef builder and export commodities for decorative aquarium. Determining the initial size of coral fragments may create efficiency and effectiveness of transplantation. This study aims to examine the effects of different initial fragment lengths on growth, growth rate and survival rate of Acropora hyacinthus. Six colonies were fragmented to three initial lengths (30, 50 and 70 mm), where it was measured for 12 weeks. Growth rates were obtained every two weeks while survival rates were calculated amount of living fragments at the end of the observation substracted by the amount of living fragments at the beginning of the observation. The effects of different initial lengths were analysed using Tukey HSD two-way ANOVA and when parametric statistics asumptions did not meet, it was analysed using a non parametric statistic test. Thus the significant results were followed by Tukey HSD. The results showed that different initial fragment lengths had significant effect on the growth of length (p = 0.000), however there was no significant difference in diameter growth (p = 0.662). The lowest length growth rate was found at initial length 30 mm and the highest was at 70 mm long. In contrast, the lowest diameter growth rate was found 70 mm and the highest was at 30 mm long. The survival rates of different initial fragment lengths of fragmented reached 100% at all lengths.

Keywords: Acropora hyacinthus; initial length of coral fragment; coral transplantation; growth rate

Abstrak

Transplantasi karang merupakan upaya alternatif untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang. A. hyacinthus merupakan salah satu penyusun utama terumbu krang dan komoditas ekspor untuk karang hias. Menentukan ukuran awal fragmen karang dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas transplantasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari ukuran panjang awal fragmen yang berbeda terhadap laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang A. hyacinthus. Enam koloni karang dipotong menjadi tiga ukuran panjang awal (30 , 50 dan 70 mm). Pertumbuhan diukur selama 12 minggu meliputi panjang dan diameter fragmen karang. Laju pertumbuhan diperoleh dari pertumbuhan di setiap dua minggu sedangkan tingkat kelangsungan hidup didapatkan dari jumlah fragmen yang hidup diakhir pengamatan dikurangi jumlah fragmen yang hidup diawal pengamatan. Pengaruh ukuran panjang awal fragmen yang berbeda terhadap pertumbuhan dan waktu pertumbuhan karang dianalisis menggunakan ANOVA dua arah dengan uji lanjutan Tukey HSD dan ketika asumsi statistik parametrik tidak terpenuhi, dianalisis dengan uji statistik non parametrik. Hasil uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa, ukuran panjang awal fragmen yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang (p = 0,000), namun tidak ada perbedaan yang nyata dalam pertumbuhan diameter (p = 0,662). Laju pertumbuhan panjang terendah terdapat pada panjang awal 30 mm dan tertinggi pada panjang 70 mm. Hal ini berbeda dengan laju pertumbuhan diameter yakni terendah pada ukuran panjang awal 70 mm dan tertinggi pada panjang 30 mm. Tingkat kelangsungan hidup pada ukuran panjang awal fragmen mencapai 100% di semua ukuran.

Kata Kunci: Acropora hyacinthus; ukuran awal fragmen karang; transplantasi karang; laju pertumbuhan

  • 1.    Pendahuluan

Ekosistem terumbu karang adalah mata rantai utama yang memiliki peran sebagai produsen di dalam jaring makanan di suatu ekosistem pantai. Dengan memiliki produktivitas yang tinggi ekosistem terumbu karang mampu menyediakan makanan yang berlimpah bagi berbagai jenis hewan laut serta sebagai tempat berkembangbiak, memijah dan membesarkan juvenil (Lalamentik dkk., 2017).

Namun saat ini kondisi terumbu karang di Indonesia memiliki banyak ancaman yang disebabkan oleh adanya penangkapan ikan yang dilakukan secara tidak ramah lingkungan, pembangunan pesisir, kerusakan dan pencemaran yang berasal dari laut serta masuknya sumber pencemar dari daerah aliran sungai (Subhan dkk., 2014). Dengan cukup banyaknya ancaman yang ada terhadap ekosistem terumbu karang maka perlu dilakukan suatu upaya untuk memperbaiki atau melestarikan demi mencegah terjadinya kepunahan spesies karang yaitu salah satunya dengan metode transplantasi.

Transplantasi karang merupakan teknik dengan penanaman dan pertumbuhan dari suatu koloni karang dengan metode fragmentasi (Dhahiyat dkk., 2017). Tujuan dari transplantasi karang yaitu dapat mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang mengalami kerusakan atau dapat memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak (Taufina dkk., 2018). Metode transplantasi dengan media buatan memiliki keunggulan yaitu salah satunya memiliki kemampuan dalam peningkatan kompleksitas topografi dengan cepat serta menarik kembali ikan dan karang pada kawasan dengan kemungkinan pulih yang rendah (Edwards and Gomes, 2008).

Penerapan teknik transplantasi karang pada beberapa penelitian yang telah dilakukan memberikan hasil yang baik dalam upaya mempercepat dari regenerasi karang, namun dalam metode ini terdapat suatu perbedaan pendapat mengenai penentuan ukuran awal fragmen karang yang akan digunakan. Menurut Edwards and Gomes (2008) ukuran fragmen yang kecil (1-30 mm) dapat bertahan hidup dan sukses untuk dibudidayakan di dasar laut maupun di kolom perairan. Tetapi menurut Soong and Chen (2003), semakin panjang ukuran fragmen yang digunakan maka laju pertumbuhannya akan semakin cepat. Penggunaan ukuran awal fragmen yang terlalu panjang dapat menimbulkan terjadinya suatu

eksploitasi secara berlebihan pada koloni karang indukan.

Genus Acropora merupakan jenis yang umum digunakan dalam rehabilitasi terumbu karang dikarenakan sifatnya yang memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi serta mudah beradaptasi dengan lingkungan (Luthfi, 2016). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pemotongan ukuran panjang awal fragmen karang terhadap laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup pada jenis Acropora hyacinthus. Karang jenis A. hyacinthus termasuk kedalam jenis yang banyak dibudidayakan serta memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan. Bulan pertama dilakukan pembuatan substrat karang, penentuan indukan karang dan survey lokasi penelitian. Kemudian pengukuran pertumbuhan dilakukan disetiap 2 minggu sekali selama 3 bulan yang diawali dengan transplantasi karang dilanjutkan dengan pengamatan pengukuran yang meliputi laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup dari karang A. hyacinthus. Proses transplantasi dan pengamatan berlokasi di perairan Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi penelitian di perairan Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng Bali.

  • 2.2    Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Scuba Diving, meja transplan (2x1 meter), kabel ties, substrat dengan pipa, kamera bawah air, GPS

(Global Positioning System), label plastik, Tang, Sarung tangan, jangka sorong (Sellery), termometer, floating droadge dan stopwatch, depth gauge, refraktometer, pH meter, TDS meter. Kemudian bahan yang digunakan yaitu fragmen karang A. hyacinthus yang di peroleh dari koloni indukan hasil budidaya nelayan.

  • 2.3    Metode penelitian

    • 2.3.1.    Persiapan transplantasi

Persiapan transplantasi yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama pembuatan substrat bertujuan sebagai media dari menempelnya karang yang diamati. Substrat yang digunakan terbuat dari campuran semen dan pasir berbentuk lingkaran pipih dengan diameter 7,6 cm dan tinggi 1,50 cm. Dibagian tengah substrat terdapat pipa diameter 2,2 cm dan tinggi 12 cm (pipa tegakan).

Kemudian tahap kedua pengambilan sampel fragmen karang yaitu diambil dari indukan karang hasil dari budidaya (F1). Indukan yang digunakan sejumlah 6 koloni, setiap koloni indukan dipotong 3 ukuran panjang fragmen yaitu ukuran S (small) = 30 mm, M (medium) = 50 mm dan L (large) = 70 mm.

Gambar 2. Indukan karang (F1) yang dipotong menjadi 3 ukuran panjang awal fragmen yang berbeda S= 30 mm, M= 50 mm dan L= 70 mm.

Menurut Edwards and Gomez (2008) ukuran fragmen yang biasa digunakan untuk restorasi yaitu 3-10 cm dan ukuran fragmen tersebut dapat dibudidayakan secara in situ di kolom air. Selisih 2 cm dari ketiga ukuran awal fragmen ditentukan berdasarkan perkiraan dan pertimbangan bahwa sudah memiliki pertumbuhan yang berbeda.

  • 2.3.2.    Transplantasi karang

Pada proses transplantasi karang dibagi kedalam 2 tahap pengerjaan yaitu sebagai berikut, pertama fragmen karang yang sudah di potong dari indukan

dengan ukuran panjang awal S= 30 mm, M= 50 mm dan L= 70 mm, diikat menggunakan kabel ties pada pipa tegakan yang ada di bagian tengah substrat. Selanjutnya di setiap substratnya diberi penanda menggunakan label tahan air. Selanjurnya tahap pengerjaan kedua substrat yang telah diikatkan fragmen karang selanjutnya disusun dengan rapi di meja transplan dengan ukuran 2x1 meter dengan tinggi 0.6 meter yang telah berada di dasar perairan.

Gambar 3. Ilustrasi fragmen karang yang telah diikat kabel ties dan label beserta kontruksi dari meja transplan.

  • 2.3.3.    Pengamatan pertumbuhan karang

Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu, yaitu dengan melakukan pengukuran pertumbuhan fragmen karang menggunakan jangka sorong, yaitu dengan mengukur pertumbuhan panjang dan diameter pada fragmen karang. Kemudian dilakukan pembersihan dari alga dan sedimen yang menempel di bagian substrat karang.

  • 2.3.4.    Pengukuran parameter lingkungan

Parameter lingkungan diukur bersamaan dengan pengamatan pengukuran pertumbuhan 2 minggu sekali selama 12 minggu yang meliputi salinitas, pH, suhu, kekeruhan dan kecepatan arus. Proses pengukuran suhu perairan dilakukan dengan membawa termometer ke dasar perairan (di dekat meja transplan), kemudian di tunggu hingga air raksa menunjukan nilai suhu yang konstan. Pengukuran kekeruhan air dengan mengambil sempel air menggunakan botol di dekat meja transplan dan dibawa kepermukaan kemudian di ukur menggunakan alat TDS meter.

Parameter kecepatan arus menggunakan Floating droadge dan stopwatch. Floating droadge dengan dilempar keperairan dan dihitung menggunakan stopwatch, Floating droadge yang digunakan yaitu terdiri dari bagian besi yang

menyerupai baling-baling yang diikatkan pada pelampung dengan panjang tali sesuai kedalaman yang akan di ukur kecepatan arusnya. Perhitungan waktu dimulai ketika Floating droadge menyentuh perairan sampai tali yang diikat pada Floating droadge bergerak selama 60 detik, kemudian panjang tali yang didapatkan selama waktu tersebut dijumlahkan yaitu panjang tali di bagi waktu. Pada parameter kedalaman pengukuran menggunakan Depth Gauge yang terdapat pada alat SCUBA yang diukur pada saat surut terendah. Salinitas diukur menggunakan refraktometer dengan cara mengambil air tersebut di ambil dekat meja transplan dengan botol yang kemudian dibawa kepermukaan. Untuk parameter pH menggunakan pH meter (tipe PH-986) yaitu dengan mencelupkan bagian ujung dari pH meter pada botol air sampel.

  • 2.4    Analisis data

    • 2.4.1.    Pertumbuhan total

Analisis data pertumbuhan panjang dan diameter fragmen karang dilakukan dengan menggunakan software Microsoft excel 2013. Menurut Sadarun (1999), pada perhitungan tingkat pencapaian pertumbuhan total 3 perlakuan ukuran panjang awal (S = 30 mm, M = 50 mm, L = 70 mm) fragmen karang yang ditransplan menggunakan persamaan:

β = Lt - Lo (1)

dimana β adalah pertumbuhan total dari panjang/ diameter ukuran fragmen karang yang ditransplantasikan; Lt adalah rata-rata dari panjang/diameter fragmen karang yang hidup pada waktu ke-t; dan Lo adalah rata-rata dari panjang/ diameter fragmen karang pada awal transplantasi.

  • 2.4.2.    Laju pertumbuhan

Pada laju pertumbuhan pada 3 perlakuan ukuran panjang awal yang berbeda (S = 30 mm, M = 50 mm, L = 70 mm) pada fragmen karang yang ditransplantasikan dihitung menggunakan persamaan menurut Ricker, (1975) adalah sebagai berikut:

α =


Li+1   Li

ti+1 - ti


(2)


dimana α adalah laju pertumbuhan panjang/ diameter fragmen karang transplantasi; L i+1 adalah panjang/ diameter fragmen pada waktu ke i+1; Li adalah panjang/ diameter fragmen pada waktu kei; ti+1 ialah waktu ke i+1; dan ti adalah waktu ke-i.

  • 2.4.3.    Tingkat kelansungan hidup

Menurut Ricker (1975), yang menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup pada 3 perlakuan ukuran panjang awal yang berbeda dihitung dengan menggunakan persamaan (3) yang mengacu pada:

Nt

SR = —x100%

No

(3)


dimana SR adalah tingkat kelangsungan Hidup (Survival Rate) selama 12 minggu; Nt adalah jumlah fragmen karang pada akhir penelitian; dan No adalah jumlah fragmen karang pada awal penelitian.

  • 2.4.4.    Uji statistik

Pengaruh antara perlakuan pemotongan ukuran panjang awal fragmen dan waktu pengamatan pertumbuhan setiap dua minggu terhadap hasil pengukuran rata-rata panjang dan diameter fragmen karang dianalisa menggunakan uji ANOVA dua arah. Dalam rangka memenuhi asumsi uji ANOVA dua arah, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas dengan menggunakan software IBM SPSS (Versi trial 30 hari). Apabila, asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka data dianalisa secara nonparametric.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kondisi lingkungan perairan

Karakteristik dari suatu lingkungan perairan memiliki peranan yang sangat penting dan memberikan pengaruh terhadap pola pertumbuhan dan kehidupan biota laut khususnya karang. Jika suatu perairan dengan kondisi yang baik dan sesuai, maka dapat mempengaruhi ketahanan serta laju pertumbuhan bagi berbagai macam karang yang hidup disekitar perairan tersebut. Hasil pengukuran parameter fisika kimia di lokasi transplantasi karang ditunjukan pada Tabel 1. Data yang di ambil selama 3 bulan (Januari, Februari dan Maret) dalam rentang waktu setiap 2

minggu yaitu salinitas, pH, suhu dan kekeruhan, sedangkan kecepatan arus di ambil sebulan sekali.

Tabel 1

Data Rata-rata Parameter Kualitas Lingkungan di Lokasi

Pengamatan

Parameter

0

2

4

Minggu ke -

10

12

6

8

Salinitas (psu)

33

33

33

32

33

31

33

pH

Kecepatan Arus (m/s)

8.

45

8.

52

0.

12

8.

45

8.38

0.02

8.3

3

8.48

0.01

8.22

Suhu (°C)

26

27

26

26

28

28

27

Kekeruhan (NTU)

2.

52

2.

66

2.

62

2.55

2.4

2

2.39

2.45

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa salinitas yang didapatkan di perairan tersebut selama 12 minggu yaitu beriksar 31-33 psu. Pada hasil penelitian Al Alif dkk. (2017), yaitu dengan memperoleh rata-rata salinitas 31.25 – 31.55 psu di kawasan perairan Kecamatan Gerokgak yang dilakukan pada bulan Mei 2016. Nilai yang di dapatkan termasuk batas cukup baik untuk pertumbuhan karang yang sesuai menurut Pangaribuan dkk. (2013), salinitas yang masih baik utnuk perkembangan dan pertumbuhan pada karang yakni berkisar antara 25 – 40 ‰ dikarenakan, suatu perairan memiliki hubungan yang bebas dengan ditunjang arus cukup sehingga dapat menunjang salinitas di perairan tersebut. Setiap jenis karang yang tumbuh memiliki daya tahan terhadap    salinitas    yang    berbeda-beda,

menyebabkan laju pertumbuhan pada tiap jenis karang tidak sama dengan karang lainnya.

Hasil rata-rata nilai pH yang didapatkan yaitu berkisar 8.22 hingga 8.52, rentang nilai pH tersebut termasuk kedalam kategori yang baik untuk terumbu karang menurut Zamani and Maduppa (2011), yaitu antara 7 hingga 8.5.

Kemudian untuk suhu perairan yang diperoleh yaitu berkisar 26°C hingga 28°C. Dapat dikatakan suhu yang diperoleh termasuk baik bagi karang tumbuh dan berkembang dengan subur. Dikarenakan menurut Warsa dan Purnawati (2017), suhu yang baik untuk tumbuh dan berkembang karang yaitu antara 25°C sampai 30°C. Sedangkan rendahnya suhu yang didapatkan pada minggu ke

0 hingga minggu ke 6 pada penelitian ini dikarenakan waktu pengukuran merupakan bulan Januari hingga Februari. Pada bulan tersebut terjadi musim hujan dengan curah hujan yang tinggi, maka berpengaruh terhadap intensitas penyinaran matahari.

Kecepatan arus dikedalaman 15-meter yang diperoleh selama pengamatan yaitu berkisar 0.01 m/s hingga 0.12 m/s. Penurunan kecepatan arus diduga dari bulan Januari ke bulan Maret terjadi perubahan musim timur (Bulan Januari dan Februari) ke peralihan (Bulan Maret). Dalam pertumbuhan karang arus memiliki peran yaitu sebagai penyedia aliran suplai makanan jasada renik, oksigen dan membantu karang dalam membersihkan diri dari timbunan endapan (Santoso, 2011). Kemudian karang dengan koralit kecil tidak memiliki mekanisme untuk membersihkan diri dari sedimen yang menutupinya, sehinnga peran dari arus yang kuat dapat membantu membersihkan sedimen yang menutupi koralit pada karang (Tison dkk., 2016).

Hasil nilai kekeruhan pada lokasi penelitian yang didapatkan yaitu sebesar 2.39 NTU hingga 2.66 NTU dan dapat dikatakan masih mendukung untuk pertumbuhan karang. Dikarenakan berdasarkan nilai bakumutu air yang ditetapkan oleh MNLH No. 51 tahun 2004 untuk kekeruhan yaitu mencapai 5 NTU. Tingginya nilai kekeruhan pada minggu ke 2 dan minggu ke 4 diakarenakan kedua minggu tersebut di bulan Januari. Pada bulan ini memiliki curah hujan yang cukup tinggi dikarenakan efek dari musim barat sehingga diduga tingginya masukan partikel-partikel dari daratan dan adanya arus mengakibatkan pengadukan partikel yang mengendap didasar perairan serta parikel-partikel terlarut yang berada di kolom perairan. Partikel tersuspensi atau sedimen secara lansung maupun tidak lansung dapat mempengaruhi kehidupan karang. Menurut Adriman dkk. (2013), sedimentasi yang terjadi di ekosistem terumbu karang dapat memberikan pengaruh yaitu menurunkan kemampuan karang untuk berkembang dan tumbuh.

  • 3.2    Laju pertumbuhan panjang karang transplan

Perbedaan perlakuan ukuran panjang awal pada fragmen karang menunjukan pertumbuhan panjang yang berbeda juga (Gambar 4).

Gambar 4. Pertumbuhan panjang setelah 12 minggu pada ketiga perlakuan ukuran.

Pada perlakuan fragmen karang ukuran awal 30 mm memiliki laju pertumbuhan panjang berkisar 0.43 ± 0.90 mm dengan rata-rata pertumbuhan panjang total selama 12 minggu 4.2 mm. Selanjutnya pada ukuran awal 50 mm memiliki laju pertumbuhan panjang berkisar 0.93 ± 1.93 mm dengan rata-rata pertumbuhan panjang total selama 12 minggu 8.22 mm. Kemudian pada ukuran awal 70 mm memiliki nilai laju pertumbuhan 1.57 ± 3 mm dengan rata-rata pertumbuhan panjang total selama 12 minggu sebesar 14.87 mm. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan 30 mm memiliki pertumbuhan panjang total terendah sedangkan pada perlakuan 70 mm memiliki pertumbuhan panjang total tertinggi yang ditunjukan pada Gambar 6.

Gambar 5. Rata-rata pencapaian laju pertumbuhan panjang A. hyacinthus dari ketiga perlakuan ukuran awal.

Gambar 6. Rata-rata pertumbuhan total panjang A. hyacinthus selama 12 minggu.

Hasil uji normalitas dan homogenitas yang dilakukan pada rata-rata pertumbuhan panjang didapatkan nilai p = 0.508 dan p = 0.401 (P>0,05), maka dapat disimpulkan data tersebut terdistribusi normal dan homogen. Dengan demikian maka rata-rata pertumbuhan panjang memenuhi asumsi dalam uji ANOVA dua arah.

Uji ANOVA dua arah yang dilakukan yaitu untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan ukuran fragmen dan waktu pertumbuhan terhadap hasil rata-rata pertumbuhan panjang. Hasil uji antara rata-rata pertumbuhan panjang karang A. hyacinthus yang ditransplantasikan dengan perbedaan perlakuan ukuran awal fragmen didapatkan nilai p = 0.000 (P<0,05). Hal ini menunjukan bahwa perlakuan ukuran fragmen memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata pertumbuhan panjang.

Kemudian hasil uji ANOVA dua arah antara pengaruh waktu pertumbuhan terhadap perbedaan rata-rata pertumbuhan panjang fragmen memiliki nilai p = 0.035 (P<0, 05). Hal ini menunjukan bahwa waktu pertumbuhan memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil rata-rata pertumbuhan panjang fragmen dengan ukuran awal yang berbeda. Selain itu, berdasarkan uji ANOVA dua arah didapatkan tidak adanya interaksi yang terjadi antara perlakuan ukuran awal fragmen dengan waktu pengamatan dalam menentukan rata-rata pertumbuhan panjang karang p = 0.392 (P>0,05).

Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey HSD terhadap perbedaan perlakuan ukuran awal fragmen menunjukan, bahwa rata-rata pertumbuhan panjang berbeda secara signifikan pada ukuran awal fragmen 30 mm dan 50 mm didapatkan nilai p = 0.002 (P<0,05). Hasil yang sama

ditunjukan pada ukuran awal fragmen 30 mm dan 70 mm didapatkan nilai p = 0.000 (P<0,05).

Perbedaan ukuran awal fragmen karang menghasilkan pertumbuhan panjang yang berbeda. Rendahnya nilai pertumbuhan panjang pada ukuran awal 30 mm pada penelitian ini diduga karena pada ukuran tersebut kurang maksimal dalam mengalokasikan energi yang semestinya digunakan untuk pertumbuhan koloni dibandingkan dengan karang pada ukuran 50 mm dan 70 mm. Ukuran awal fragmen 50 mm dan 70 mm dapat dikatakan telah mencapai ukuran yang dapat bertahan hidup, sehinga dapat mengalokasikan energinya lebih banyak untuk pertumbuhan.

Semua makhluk hidup mempunyai alokasi energi dalam fungsi kehidupan seperti pemeliharaan, reproduksi dan pertumbuhan, apabila energi banyak digunakan untuk pemeliharaan, maka energi untuk pertumbuhannya akan berkurang (Prameliasari dkk., 2012). Penyebab lainnya dari perbedaan pertumbuhan panjang akibat perlakuan ukuran awal fagmen yang berbeda yaitu jumlah polip karang yang terdapat pada masing-masing fragmen tersebut memiliki jumlah yang berbeda-beda.

Ukuran suatu fragmen dapat mempengaruhi proses perolehan nutrisi untuk pertumbuhan, sehingga dapat berpengaruh dalam penyerapan nutrisi yang dibutuhkan karang dalam pertumbuhan. Selain itu, semakin banyaknya jumlah polip maka semakin banyak juga kepadatan zooxanthellae, sehingga membuat proses klasifikasi semakin cepat yang berdampak pada pertumbuhan yang semakin cepat juga (Hermanto, 2015). Oleh karena itu, pada fragmen ukuran 70 mm memiliki lebih banyak polip sehingga mengalami kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi. Menurut Yunus dkk. (2013), yang menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan karang yang tinggi dipengaruhi semakin banyaknya polip pada fragmen karang.

Uji Tukey HSD terhadap waktu pengamatan menunjukan bahwa perbedaan pertumbuhan panjang secara signifikan terjadi antara minggu ke 2 dengan minggu ke 10 dengan nilai p = 0.043 (P<0, 05), sedangkan pada minggu lainnya memiliki nilai p yang sama (P>0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata pertumbuhan panjang secara signifikan yang terjadi pada waktu pengamatan selain minggu ke 2 dan minggu ke 10.

Hal ini diduga karena ketiga perlakuan ukuran awal fragmen karang di minggu ke 2 lebih mengalokasikan energinya terhadap pemulihan daripada pertumbuhan pasca dilakukannya proses pemotongan (transplantasi). Kemudian faktor tingginya nilai kekeruhan pada minggu ke 2 yaitu 2.66 NTU membuat penetrasi cahaya matahari menjadi rendah sehingga dapat menyebabkan proses fotosintesis pada zooxanthellae menjadi kurang maksimal. Sedangkan pada minggu ke 10 memiliki kekeruhan yang rendah yaitu 2.39 NTU membuat penetrasi cahaya matahari menjadi lebih tinggi, sehingga zooxanthellae medapatkan cahaya matahari secara maksimal dalam proses fotosintesis yang berpengaruh pada tingginya pertumbuhan pada minggu tersebut. Tanpa adanya cahaya yang cukup maka laju fotosintesis akan berkurang sehingga kemampuan dalam menghasilkan kalsium karbonat dalam membentuk terumbu akan berkurang juga. Tingginya kekeruhan di suatu perairan disebabkan oleh adanya partikel-partikel terlarut yang banyak di kolom perairan sehingga menyebabkan terhambatnya penetrasi dari cahaya yang masuk ke kolom perairan (Al Alif, 2017).

Laju pertumbuhan panjang dari ketiga perlakuan ukuran panjang awal A. hyacinthus selama 12 minggu pengamatan. Ditunjukan pada Gambar 7.

Gambar 7. Rata-rata laju pertumbuhan panjang A. hyacinthus perduaminggu.

Selama 12 minggu pengamatan ukuran panjang awal 30 mm memiliki nilai laju pertumbuhan terendah yakni mencapai 0.22 mm/ 2 minggu pada minggu ke 8 dan tertinggi sebesar 0.45 mm/ 2 minggu pada minggu ke 10. Kemudian pada perlakuan ukuran panjang awal 50 mm dengan nilai laju pertumbuhan terendah yaitu sebesar 0.47 pada minggu ke 2 dan tertinggi sebesar 0.97

mm/2minggu pada minggu ke 12. Selanjutnya pada ukuran panjang awal 70 mm didapatkan nilai laju pertumbuhan terendah mencapai 0.78 pada minggu ke 2 dan tertinggi sebesar 1.50 mm/2minggu pada minggu ke 12.

Laju pertumbuhan panjang pada ukuran panjang awal 30 mm, mengalami penurunan yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 8 dan minggu ke 12, kemudian pada ukuran panjang awal 50 mm menunjukan nilai yang semakin meningkat disetiap dua minggu dan tidak mengalami penurunan, selanjutnya pada ukuran panjang awal 70 mm terjadi penurunan pada minggu ke 6 yang dilanjutkan dengan nilai yang semakin meningkat disetiap dua minggu.

Penurunan laju pertumbuhan ukuran panjang awal 30 mm terjadi pada minggu ke 6, 8 dan 12. Berdasarkan nilai kecepatan arus yang didapatkan pada minggu ke 6 yaitu sebesar 0.04 m/s dan nilai kekeruhan 2.55 NTU. Dengan demikian diduga kecepatan arus yang kecil dan nilai kekeruhan yang relatif tinggi, menyebabkan terjadi tingginya endapan sedimen pada karang transplan. Pergerakan sirkulasi arus dapat berfungsi sebagai pembersih endapan sedimen pada karang. Dengan adanya endapan sedimen yang tinggi secara tidak lansung dapat menutupi polip karang. Menurut Prasetia (2012), tingginya sedimentasi dapat berpengaruh terhadap kurang optimalnya pertumbuhan serta berkembangnya karang. Kemudian dengan tingginya sedimentasi dapat mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke perairan sehingga mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis dan berdampak pada laju pertumbuhan karang (Fachrurrozie dkk., 2012).

  • 3.3    Laju pertumbuhan diameter karang transplan

Laju pertumbuhan diameter yang di dapatkan dari ketiga perlakuan ukuran panjang awal A. hychintus tidak menunjukan perbedaan pertumbuhan yang signifikan (Gambar 8). Rata-rata pertumbuhan diameter pada ukuran panjang awal 30 mm didapatkan rata-rata berkisar antara 0.15 mm hingga sebesar 0.55 mm. Kemudian pada perlakuan ukuran awal 50 mm didapatkan pertumbuhan diameter sebesar 0.08 mm hingga 0.25 mm. Pada perlakuan ukuran awal 70 mm didapatkan nilai pertumbuhan diameter berkisar 0.10 mm hingga 0.27 mm. Selama 12 minggu pengamatan didapatkan pertumbuhan diameter total dengan perlakuan ukuran 70 mm memiliki nilai

pertumbuhan terendah sebesar 1.05 mm, kemudian perlakuan ukuran 50 mm sebesar 1.07 mm dan perlakuan ukuran 30 mm dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 1.75 mm.

Gambar 8. Rata-rata pencapaian laju pertumbuhan diameter A. hyacinthus dari ketiga perlakuan ukuran awal.

Gambar 9. Rata-rata pertumbuhan diameter total A. hyacinthus selama 12 minggu.

Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas terhadap nilai rata-rata pertumbuhan diameter fragmen karang transplan didapatkan nilai p = 0.000 dan p = 0.008 (P<0.05). Sehingga, nilai rata-rata pertumbuhan diameter karang transplan tidak memenuhi syarat asumsi dari uji parametrik maka dilakukan dengan uji nonparametrik Friedman. Hasil uji pengaruh ukuran awal diameter fragmen karang transplan yang berbeda terhadap rata-rata pertumbuhan diameter didapatkan nilai yaitu p = 0.662 (P>0.05). Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan ukuran panjang awal fragmen karang transplan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata pertumbuhan diameter karang.

Hal ini diduga karena pada karang transplan, sebagian besar energi yang dihasilkan oleh karang lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan

panjang dibandingkan dengan pertumbuhan diameter. Hasil ini dapat berkaitan dengan faktor bentuk pertumbuhan yang membuat pertumbuhan secara vertikal lebih besar dari pada pertumbuhan secara horizontal.

Selanjutnya hasil uji Friedman antara pengaruh perbedaan waktu pertumbuhan terhadap rata-rata pertumbuhan diameter didapatkan p = 0.079 (P>0.05). Menunjukan bahwa perbedaan waktu pengamatan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap rata-rata hasil pertumbuhan diameter selama 12 minggu pengamatan.

Berdasarkan pencapaian laju pertumbuhan panjang (Gambar 5) dan laju pertumbuhan diameter (Gambar 8) dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata laju pertumbuhan panjang lebih tinggi daripada rata-rata laju pertumbuhan diameter. Hal ini diduga pertumbuhan panjang yang tinggi sebagai adaptasi terhadap tingkat kekeruhan yang tinggi di lokasi transplan. Dengan dominan pertumbuhan panjang yang lebih tinggi dari pada diameter maka dapat mencegah polip karang tertutup oleh sedimen. Hasil tersebut didukung dengan hasil yang sama pada penelitian Sinipirang dkk. (2016), yaitu pertumbuhan panjang karang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan diameter pada jenis karang A. formosa dengan tiga perlakuan pemotongan ukuran fragmen yaitu 3, 7 dan 10 cm.

Gambar 10. Rata-rata laju pertumbuhan diameter A. hyacinthus perduaminggu.

Laju pertumbuhan diameter pada ukuran panjang awal fragmen 30 mm, 50 mm dan 70 mm selama 12 minggu pengamatan, ditunjukan pada Gambar 10.

Laju pertumbuhan diameter pada panjang awal 30 mm terendah 0.08 mm/ 2 minggu pada minggu ke 2 dan tertinggi sebesar 0.28 mm/2minggu pada

minggu ke 10. Selanjutnya laju pertumbuhan diameter pada panjang awal 50 mm terendah 0.04 mm/ 2 pada minggu ke 2 dan tertinggi sebesar 0.12 mm/ 2 minggu pada minggu ke 10. Laju pertumbuhan diameter pada panjang awal 70 mm terendah 0.04 mm/ 2 minggu dan tertinggi sebesar 0.13 mm/ 2 minggu pada minggu ke 10 serta minggu ke 6. Selama 12 minggu pengamatan ukuran panjang awal fragmen 30 mm merupakan laju pertumbuhan diameter tertinggi sedangkan ukuran panjang awal 70 mm memiliki nilai laju pertumbuhan diameter terendah.

Rendahnya laju pertumbuhan diameter diduga terjadi karena tingkat kekeruhan yang tinggi selama pengamatan. Hal ini menyebabkan cahaya matahari yang masuk kedalam perairan akan semakin berkurang sehingga fragmen karang dapat beradaptasi dengan memiliki pola pertumbuhan cenderung vertical. Karang memiliki sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat tumbuhan dengan sifat hewan, dengan arah pertumbuhan fototrofik postif (mengarah ke matahari), dengan cahaya yang merupakan faktor penting bagi zooxanthellae yang merupakan penyalur 90 % makanan bagi karang (Sinipirang dkk., 2016).

  • 3.4    Tingkat kelangsungan hidup A. hyacinthus

Rata-rata tingkat kelangsungan hidup dari ketiga ukuran panjang awal fragmen 30 mm, 50 mm, 70 mm yang ditransplantasikan selama 12 minggu menunjukan tingkat kelansungan hidup mencapai 100% (Gambar 11). Sehingga transplantasi dengan ketiga ukuran panjang awal fragmen tersebut dapat dikategorikan berhasil dikarenakan tidak adanya kematian fragmen karang selama pengamatan.

Salah satu faktor tingginya tingkat keberhasilan kelansungan hidup yaitu lokasi transplantasi yang berdekatan dengan lokasi pengambilan indukan karang transplan. Hal tersebut dapat meminimalisir stress pada karang transplan akibat perubahan suhu secara tiba-tiba. Selama proses pengamatan, dilakukan pembersihan meja dan substrat karang transplan dari alga dan sedimen yang menempel. Dengan tidak dilakukan pembersihan maka dapat menganggu pertumbuhan dan meningkatkan kematian pada fragmen karang tersebut. Hal ini disebabkan alga merupakan sebagai kompetitor karang yakni jika terjadi tutupan makro alga yang lebih besar dapat meningkatkan kontak fisik antara makro alga dengan karang sehingga menyebabkan kematian

pada terumbu karang (Luthfi dan Januarsa, 2018). Kemudian tidak ditemukannya hama di sekitar fragmen karang transplan antara lain seperti landak laut, Drupella sp. dan ikan yang memakan karang. Menurut Bangapadang dan Nurgayah (2019), populasi dari bintang laut berduri dan siput Drupella sp. dapat menyebabkan kerusakan karang yang cukup ekstensif dengan memakan polip karang dan koloni karang.

Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup A. hyacinthus pada perlakuan ukuran panjang awal 30 mm, 50 mm dan 70 mm.

  • 4.    Simpulan

Perbedaan ukuran panjang awal fragmen memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata laju pertumbuhan panjang A. hyacinthus yang ditransplantasikan.     Pada     rata-rata     laju

pertumbuhan diameter, perlakuan ukuran awal fragmen tidak memberikan pengaruh nyata dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata laju pertumbuhan diameter. Laju pertumbuhan panjang tertinggi yaitu pada ukuran panjang awal fragmen 70 mm dan terendah pada ukuran panjang awal fragmen 30 mm. Kemudian laju pertumbuhan diameter tertinggi yaitu pada ukuran panjang awal 30 mm dan terendah pada ukuran panjang awal 70 mm dan 50 mm.

Tingkat kelangsungan hidup pada karang transplan A. hyacinthus dengan ukuran panjang awal fragmen 30 mm, 50 mm dan 70 mm mencapai 100%.

Daftar Pustaka

Adriman, A., Purbayanto, A., Budiharso, S., & Damar, A. (2013). Pengaruh sedimentasi terhadap terumbu karang di kawasan konservasi laut Daerah Bintan

Timur Kepulauan Riau. Berkala Perikanan Terubuk, 41(1), 90-101.

Al Alif, S., Karang, I. W. G. A., & Suteja, Y. (2017). Analisis hubungan kondisi perairan dengan terumbu karang di Desa Pemuteran Buleleng Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), 142-153.

Bangapadang, M., & Nurgayah, W. (2019). Kepadatan dan keanekaragaman megabentos berdasarkan persentase tutupan karang di Perairan Desa Buton, Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Jurnal Sapa Laut (Jurnal Ilmu Kelautan), 4(2), 89-97.

Dhahiyat, Y., Sinuhaji, D., & Hamdani, H. (2017). Struktur komunitas ikan karang di daerah transplantasi karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu [Community Structure of Coral Reef Fish in the Coral Transplantation Area Pulau Pari, Kepulauan Seribu]. Jurnal Iktiologi Indonesia, 3(2), 87-94.

Edwards, A. J., & Gomez, E. D. (2008). Reef Restoration Concepts and Guidelines:   Making Sensible

Management Choices In The face of uncertainty. Dalam Yusri, S., Estradivari, N. S., Wijoyo, & Idris. (Terj.), Konsep dan panduan restorasi terumbu: membuat pilihan bijak di antara ketidakpastian. Jakarta, Indonesia: Yayasan Terangi. (Buku asli diterbitkan 2007).

Fachrurrozie, A., Patria, M. P., & Widiarti, R. (2012). Pengaruh perbedaan intensitas cahaya terhadap kelimpahan zooxanthella pada karang bercabang (Marga: Acropora) di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Jurnal Akuatika, 3(2), 115-124.

Hermanto, B. (2015). Pertumbuhan Fragmen Acropora formosa pada ukuran yang berbeda dengan metode transplantasi di Perairan Selat Lembeh. Jurnal Ilmiah Platax, 3(2), 90-100.

Lalamentik, T. X. L., Rembet, U. N., & Wantasen, A. S. (2017). Laju hunian ikan pada substrat buatan di Pulau Putus-Putus Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmiah Platax, 5(1), 21-33.

Luthfi, O. M. (2016). Konservasi terumbu karang di Pulau Sempu menggunakan konsep taman karang. Journal of Innovation and Applied Technology, 2(1), 210-216.

Luthfi, O. M., & Januarsa, I. N. (2018). Identifikasi

organisme kompetitor terumbu karang di Perairan Pantai Putri Menjangan, Buleleng, Bali. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 11(1), 24-30.

MNLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Mutu Air untuk Biota Laut. Jakarta-Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Pangaribuan, T. H., Soedarsono, P., & Ain, C. (2013). Hubungan kandungan nitrat dan fosfat dengan densitas zooxanthellae pada polip karang Acropora sp. Di Perairan Terumbu Karang Pulau Menjangan Kecil, Karimun Jawa. Management of Aquatic Resources Journal, 2(4), 136-145.

Prameliasari, T. A., Munasik, M., & Wijayanti, D. P. (2012). Pengaruh perbedaan ukuran fragmen dan metode transplantasi terhadap pertumbuhan karang Pocillopora damicornis di Teluk Awur, Jepara. Journal of Marine Research, 1(1), 159-168.

Prasetia, I. N. D. (2012). Rekrutmen karang di Kawasan Wisata Lovina. JST (Jurnal Sains dan Teknologi), 1(2), 6172.

Ricker, W. E. (1975). Computation and interpretation of biological statistics of fish populations. Ottawa, Canada: Department of the Environment Fisheries and Marine Service.

Sadarun. (1999). Transplantasi karang batu di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Santoso, A. D. (2011). Teknologi konservasi dan rehabilitasi terumbu karang. Jurnal Teknologi Lingkungan, 9(3), 121-226.

Sinipirang, F. A., Ngangi, E. L., & Mudeng, J. D. (2016). Pertumbuhan fragmen bibit ukuran berbeda dalam pembudidayaan karang hias Acropora formosa. EJournal Budidaya Perairan, 4(3), 31-36.

Soong, K., & Chen, T. A. (2003). Coral transplantation: regeneration and growth of Acropora fragments in a nursery. Restoration Ecology, 11(1), 62-71.

Subhan, B., Madduppa, H., Arafat, D., & Soedharma, D. (2014). Bisakah transplantasi karang perbaiki

ekosistem terumbu karang?. Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian Dan Lingkungan: Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan, 1(3), 159-164.

Taufina, T., Faisal, & Lova, S. M. (2018). Rehabilitasi terumbu karang melalui kolaborasi terumbu buatan dan transplantasi karang di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang: Kajian Deskriptif Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Csr) Pt. Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (Mor) I–

Terminal Bahan Bakar Minyak (Tbbm) Teluk Kabung. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 24(2), 730-739.

Tison, M., Adi, W., & Ambalika, I. (2016). Kemampuan artificial seagrass terhadap keberhasilan transplantasi karang di Turun Aban Sungailiat. Akuatik: Jurnal Sumberdaya Perairan, 10(2), 6-13.

Warsa, A., & Purnawati, B. I. (2017). Kondisi lingkungan dan terumbu karang di daerah perlindungan laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 3(2), 115-121.

Yunus, B. H., Wijayanti, D. P., & Sabdono, A. (2013). Transplantasi karang Acropora aspera dengan metode tali di perairan Teluk Awur, Jepara. Buletin Oseanografi Marina, 2(3), 22-28.

Zamani, N. P., & Madduppa, H. H. (2011). A standard criteria for assesing the health of coral reefs: implication for management and conservation. Journal. of Indonesia Coral Reefs, 1(2), 137-146.

© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 7: 158-168 (2021)