Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(1), 76-83 (2021)

Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Teluk Benoa, Bali

Ira Fitriana a, Yulianto Suteja a*, I Gede Hendrawan a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +6281-803-649-790

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 4 Juli 2019; disetujui (accepted) 29 Oktober 2021; tersedia secara online (available online) 29 Oktober 2021

Abstract

Benoa Bay is a waters that have tourism activities, ship transportation routes and aquaculture. The reasearch of phytoplankton community structure conducted in February 2019. Phytoplankton sampling carried out horizontally by pulling the plankton net using a ship for 5 minutes. The plankton net used has a 30 µm meshsize, 50 cm in diameter and 1.5 meters in length. The composition of phytoplankton species consisted of Bacillariophyceae and Dinophyceae classes. The total abundance of phytoplankton individuals ranged from 268.07 sel/l to 2,500.59 sel/l with an average value 878.87 sel/l. The value range of phytoplankton diversity index was 0,31 to 1,47, with an average value is 0.87. This shows that in general the phytoplankton community has low diversity (H'<1). The phytoplankton uniformity index ranged from 0,14 - 0,58, with an average value is 0,35. This shows that in general the phytoplankton community has low uniformity (E<0.4). The value range of dominance index was 0,31 to 0,89, with an average value is 0.63. This shows that in general the dominance value is high (1>C>0.5). Relatively low uniformity values with relatively high dominance values indicate that the genus found during the study has a non-uniform composition and there is a dominating genus, namely the genus Coscinodiscus from the Bacillariophyceae class.

Keywords: Benoa Bay; community structure; fitoplankton

Abstrak

Teluk Benoa merupakan perairan teluk yang memiliki aktivitas pariwisata, jalur transportasi kapal dan budidaya perikanan. Penelitian struktur komunitas fitoplankton di perairan Teluk Benoa dilakukan pada bulan Februari 2019. Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan secara horizontal dengan menarik plankton net menggunakan kapal selama 5 menit. Plankton net yang digunakan memiliki diameter mulut jaring 50 cm, ukuran mata jaring 30 µm, dan panjang 1,5 meter. Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan pada saat penelitian terdiri dari kelas Bacillariophyceae dan Dinophyceae. Kelimpahan total individu fitoplankton berkisar antara 268,07 sel/l hingga 2.500,59 sel/l dengan nilai rata – rata 878,87 sel/l. Kisaran nilai indeks keanekaragaman fitoplankton 0,31 hingga 1,47 dengan rata – rata 0,87. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum komunitas fitoplankton selama penelitian termasuk dalam kategori keanekaragaman rendah (H’<1). Kisaran nilai indeks keseragaman fitoplankton 0,14 hingga 0,58 dengan rata - rata 0,35. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum komunitas fitoplankton memiliki keseragaman rendah (E<0,4). Kisaran nilai indeks dominansi 0,31 hingga 0,89 dengan rata-rata 0,63. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum nilai dominansi tinggi (1>C>0,5). Nilai keseragaman yang relative rendah dengan nilai dominansi yang relative tinggi menunjukkan bahwa genus yang ditemukan selama penelitian memiliki komposisi yang tidak seragam dan terdapat genus yang mendominasi yaitu genus Coscinodiscus dari kelas Bacillariophyceae.

Kata Kunci: Teluk Benoa; struktur komunitas; fitoplankton

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan wilayah perairan sekitar 5,9 juta km2 (Lasabuda, 2013). Dengan kondisi geografis demikian, Indonesia memiliki potensi sumberdaya hayati khususnya pada daerah pesisir dan lautan. Salah satu sumberdaya hayati yang memiliki peranan penting dalam ekosistem laut adalah plankton. Plankton merupakan suatu organisme yang hidupnya melayang pada suatu perairan secara bebas dan memiliki kemampuan gerak yang terbatas sehingga penyebarannya dipengaruhi oleh pergerakan air seperti arus (Heriyanto, 2016). Plankton terdiri dari dua golongan, yaitu fitoplankton dan zooplankton.

Fitoplankton atau plankton nabati merupakan jenis plankton yang berperan sebagai produsen utama pada rantai makanan di suatu perairan. Sebagai produsen primer, fitoplankton memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis (Tambaru dkk., 2014). Menurut Abida (2010), keberadaan fitoplankton dipengaruhi oleh kualitas perairan, karena fitoplankton merupakan organisme pertama yang merespon perubahan kualitas perairan tersebut.

Teluk Benoa merupakan kawasan perairan yang terletak di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Perairan Teluk Benoa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai budidaya Keramba Jaring Apung (KJA), pariwisata, serta pelabuhan perikanan. Selain itu, perairan Teluk Benoa mendapatkan pengaruh aktivitas daratan yang terbawa oleh aliran sungai yang bermuara pada perairan tersebut, yaitu Sungai Mati, Badung, Sama, Loloan, Bualu dan Buaji (Rachman dkk., 2016).

Penelitian mengenai fitoplankton di perairan Teluk Benoa, telah dilakukan oleh Dewanti dkk. (2018), namun hanya terbatas pada kawasan Pulau Serangan. Penelitian lain oleh Damayanti dkk. (2018), dilakukan pada Pelabuhan Benoa lebih membahas mengenai pencemaran berdasarkan saprobitas plankton. Sedangkan penelitian mengenai struktur komunitas fitoplankton pada perairan Teluk Benoa belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu dilakukanlah penelititan ini untuk mengetahui kondisi perairan Teluk Benoa melalui analisis struktur komunitas fitoplankton.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Lokasi penelitian berada di perairan Teluk Benoa yang dibagi menjadi 18 stasiun penelitian secara purposive sampling yang ditunjukkan pada Gambar 1. Sampling fitoplankton dilakukan pada tanggal 4 – 5 Februari 2019 ketika kondisi perairan pasang menuju surut. Identifikasi fitoplankton bertempat di laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, sedangkan analisis nitrat dan fosfat bertempat di laboratorium analitik Universitas Udayana.

  • 2.2    Pengambilan Sampel di Lapangan

    • 2.2.1.    Pengambilan Sampel Fitoplankton

Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan secara horizontal (lapisan permukaan) yang mengacu pada Aquino et al. (2010), dan Mulyani dkk. (2012). Sampling tersebut dilakukan dengan menggunakan plankton net yang ditarik oleh kapal selama 5 menit. Plankton net memiliki diameter mulut jaring 50 cm, panjang 1,5 m serta ukuran mata jaring 30 µm. Plankton net tersebut dilengkapi dengan penampung sampel yang tersaring berukuran 100 ml serta flowmeter untuk mengetahui volume air yang tersaring pada plankton net. Sampel fitoplankton diberikan larutan lugol dan formalin 4% sebanyak 2 tetes yang kemudian disimpan dalam coolbox.

  • 2.2.2.    Pengambilan Sampel Nutrient

Pengambilan sampel nutrient (nitrat dan fosfat) dilakukan dengan mengambil sampel air laut pada permukaan perairan sebanyak 330 ml di setiap titik penelitian. Sampel nutrien disimpan dalam coolbox dan kemudian dianalisis pada Laboratorium Analitik Universitas Udayana untuk mengetahui konsentrasinya.

  • 2.3    Analisis Sampel di laboratorium

    • 2.3.1.    Identifikasi Fitoplankton

Sampel fitoplankton dihomogenkan terlebih dahulu dengan tujuan agar tidak adanya pengelompokan sampel. Sampel yang telah homogen diambil sebanyak 1 ml untuk mengisi Sedgwick-rafter cell menggunakan pipet tetes

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


kemudian ditutup dengan cover glass hingga tidak terdapat rongga udara didalamnya. Sampel diamati dibawah mikroskop sebanyak tiga kali pengulangan, kemudian dilakukan identifikasi hingga tingkat genus dengan menggunakan buku identifikasi G.E Newell dan R.C Newell (1977) yang berjudul Marine Plankton.

  • 2.3.2.    Analisis Konsentrasi Nutrient

Analisis konsentrasi nitrat dilakukan dengan metode brusin sulfat (Depkes RI, 1993). Pengukuran nitrat dilakukan dengan menyiapkan larutan blanko, larutan standar, serta sampel air laut sebanyak 2,5 ml, kemudian ditambahkan 0,5 ml NaCl 10%, 2,5 ml asam sulfat 75% dan 0,125 ml brucin asam sulfat. Sampel tersebut diletakkan dalam pemanas air selama 20 menit dengan ketentuan sampel dalam keadaan homogen. Konsentrasi nitrat dibaca menggunakan spektofotrometer dengan panjang gelombang 410 nm.

Analisis konsentrasi fosfat dilakukan dengan menggunakan metode amm-molybdat (Rice dkk., 2012). Pengukuran konsentrasi fosfat dilakukan dengan menyiapkan larutan blanko, larutan standar, serta sampel air laut sebanyak 10 ml yang kemudian ditambahkan 1 ml ammonium molybdat dan sedikit asam askorbat. Larutan tersebut dihomogenkan, kemudian dipanaskan

selama 20 menit. Konsentrasi fosfat dibaca menggunakan spektofotrometer dengan panjang gelombang 680 nm.

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1.    Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton dihitung berdasarkan Greenberg et al. (1980):

vt  Acg 1

N = n — ×---×—                      (1)

vo  Aa vd

dimana N yaitu Kelimpahan fitoplankton (sel/l); n yaitu jumlah individu fitoplankton; Vt yaitu volume air tersaring dalam botol (100 ml); Vo yaitu volume air pada sedgewick-rafter (1 ml); Acg yaitu Luas Sedgewick-rafter (1000 mm2); Aa yaitu luas Sedgewick-rafter yang diamati (1000 mm2); dan Vd yaitu Volume air tersaring (m3) yang didapatkan dari hasil perkalian dari R (jumlah rotasi baling – baling flowmeter) dengan a (luas mulut jaring (m2)) serta p (Koefisien kalibrasi flowmeter (0,3)).

  • 2.4.2.    Indeks Keanekaragaman

Rumus yang digunakan untuk menghitung keanekaragaman spesies mengacu pada indeks Shannon Wiener (Michael, 1994), sebagai berikut:

H' = -∑(pi.ln Pi)

ni

Pi = —

A

(2)


(3)


dimana H’ yaitu indeks keanekaragaman Shannon-Wiener; Pi yaitu proporsi jenis ke-I; ni yaitu jumlah individu tiap jenis ke-i; dan N yaitu jumlah total individu. Berdasarkan Basmi (1995), hasil perhitungan indeks keanekaragaman dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu jika keanekaragaman H’<1 maka keanekaragaman serta kestabilan komunitas rendah. Jika 1<H’<3 maka keanekaragaman serta kestabilan komunitas sedang. Jika H’>3 maka keanekaragaman serta kestabilan komunitas tinggi.

  • 2.4.3.    Indeks Keseragaman

Indeks Keseragaman komunitas fitoplankton dapat dikatakan sebagai keseimbangan jumlah individu yang menyusun tiap spesies dalam komunitas fitoplankton. Indeks keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut Michael (1994):

H'

E =-----

Hmaks

(4)


(5)


Hmaks = ln s


dimana E yaitu indeks keseragaman; H’ yaitu Indeks keanekaragaman; s yaitu jumlah spesies. Berdasarkan Basmi (1995), hasil perhitungan indeks keseragaman dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu jika E<0,4 maka termasuk dalam komunitas yang memiliki keseragaman rendah; jika 0,4≤E<0,6 maka termasuk dalam komunitas yang memiliki keseragaman sedang, serta jika E> 0,6 maka termasuk dalam komunitas yang memiliki keseragaman tinggi.

  • 2.4.4.    Indeks Dominansi

Indeks dominansi merupakan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya jenis yang mendominasi pada komunitas fitoplankton. Perhitungan indeks dominansi dilakukan berdasarkan rumus Odum (1993):

C = Pi2

(6)


dimana C yaitu dominansi; dan pi yaitu proporsi jenis ke-i yang dapat dicari dengan persamaan (3). Kategori indeks dominansi Odum (1993), sebagai berikut: apabila 0<C<0,5 maka dapat dikategorikan bahwa pada komunitas fitoplankton tidak terdapat jenis yang mendominasi; dan apabila 1>C>0,5 maka pada komunitas fitoplankton terdapat jenis yang mendominasi.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Nitrat

Konsentrasi nitrat perairan Teluk Benoa pada saat penelitian adalah 0,011 – 0,442 mg/l dengan nilai rata – rata konsentrasi dari 18 titik penelitian 0,093 mg/l. Nilai konsentrasi nitrat pada saat penelitian merupakan konsentrasi yang masih dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan, namun tidak dalam kondisi yang optimal. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Yuliana dkk. (2012), bahwa untuk pertumbuhan optimal fitoplankton membutuhkan konsentrasi nitrat sebesar 0,9 – 3,5 mg/l. Secara lebih spesifik menurut Handoko dkk. (2013), fitoplankton jenis diatom memiliki kebutuhan minimum nitrat sebesar 0,001-0,007 mg/l.

Gambar 2. Sebaran Konsentrasi Nitrat (mg/l)


Pola sebaran nitrat perairan Teluk Benoa pada saat penelitian memiliki konsentrasi tinggi pada kawasan muara sungai Badung, Mati, Bualu dan Buaji, sedangkan konsentrasi nitrat rendah berada pada kawasan tengah teluk (Gambar 2). Pola sebaran nitrat yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Rahayu dkk. (2018), bahwa pada umunya konsentrasi nutrient pada kawasan muara sungai memiliki konsentrasi tinggi dan akan

berkurang ketika menuju kearah laut lepas karena sungai merupakan sumber nutrient di laut.

  • 3.2    Fosfat

Konsentrasi fosfat perairan Teluk Benoa pada saat penelitian berkisar antara 0,015 - 0,078 mg/l dengan nilai rata – rata 0,036 mg/l. Berdasarkan hasil tersebut nilai konsentrasi fosfat berada pada kondisi yang masih memungkinkan untuk pertumbuhan fitoplankton, namun tidak dalam kondisi yang optimal. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Rumanti dkk. (2014), bahwa konsentrasi fosfat yang berkisar antara 0,27 – 5,51 mg/l meupakan konsentrasi fosfat optimal untuk pertumbuhan fitoplankton dan apabila kurang dari 0,02 mg/l akan menjadi faktor pembatas.

Sebaran konsentrasi fosfat perairan Teluk Benoa pada saat penelitian ditampilkan pada (Gambar 3). Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pola sebaran konsentrasi fosfat cenderung sama dengan sebaran nitrat, yaitu kawasan muara sungai Badung, Mati, Bualu dan Buaji memiliki konsentrasi fosfat tinggi dan pada kawasan tengah teluk memiliki konsentrasi fosfat rendah.

Gambar 3. Sebaran Konsentrasi Fosfat (mg/l)

  • 3.3    Komposisi Jenis Fitoplankton

Komposisi jenis fitoplankton perairan Teluk Benoa pada saat penelitian terdiri dari dua kelas yaitu Bacillariophyceae dan Dinophyceae. Kelas Bacillariophyceae yang ditemukan terdiri dari 14 genus (Bacillaria, Biddulphia, Chaetoceros, Coscinodiscus, Licmophora, Nitzchia, Odontella, Pleurosigma, Rhizosolenia, Skeletonema, Striatella dan Thalassionema), sedangkan kelas

Dinophyceae terdiri dari 2 genus (Peridinium dan Ceratium).

Persentase komposisi jenis fitoplankton yang diperoleh pada saat penelitian menunjukkan bahwa jenis fitoplankton yang memiliki komposisi tertinggi berasal dari kelas Bacillariophyceae (Gambar 4). Hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian Yuliana dkk. (2012), di perairan Teluk Jakarta, Damayanti dkk. (2017), di Teluk penerusan dan Sulistiowati dkk. (2016), di perairan pantai Jayapura. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kelas Bacillariophyceae memiliki adaptasi yang tinggi pada berbagai kondisi perairan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Nurfadilah dkk. (2012), bahwa diatom (Bacillariophyceae) merupakan jenis fitoplankton yang paling toleran terhadap kondisi perairan sehingga dapat berkembangbiak dengan cepat dan memanfaatkan kandungan nutrien dengan baik.

Gambar 4. Komposisi Jenis Fitoplankton

  • 3.4    Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan total individu fitoplankton di perairan Teluk Benoa berkisar antara 268,07 sel/l hingga 2.500,59 sel/L dengan nilai rata – rata 878.87 sel/l. Secara umum kelimpahan fitoplankton pada saat penelitian tergolong rendah atau termasuk dalam tingkat kesuburan oligotrofik yaitu perairan yang memiliki tingkat kesuburan rendah (kelimpahan < 2000 sel/l) (Suryanto dan Herwati, 2009). Distribusi spasial kelimpahan fitoplankton yang disajikan pada gambar 5 menunjukkan bahwa sebaran kelimpahan fitoplankton tertinggi berada pada bagian barat dan selatan teluk dan cenderung memiliki nilai kelimpahan rendah pada bagian tengah teluk. Sebaran kelimpahan fitoplankton tersebut serupa dengan sebaran konsentrasi nitrat dan fosfat yang diperoleh pada saat penelitian (Gambar 2 dan 3). Kawasan yang memiliki

nutrient yang tinggi akan mendukung pertumbuhan fitoplankton sehingga kelimpahan fitoplankton menjadi tinggi pula (Radiarta, 2012).

Gambar 5. Sebaran Kelimpahan Fitoplankton

  • 3.5    Struktur Komunitas Fitoplankton

Menurut Munthe dkk. (2012), struktur komunitas terdiri dari tiga indeks yaitu indeks keanekaragaman (H’), indkes keseragaman (E), serta indeks Dominansi (C). Nilai indeks struktur komunitas fitoplankton di perairan Teluk Benoa ditampilkan pada Tabel 1.

Indeks keanekaragaman fitoplankton perairan Teluk Benoa diperoleh nilai rata – rata 0,87 dengan nilai indeks yang berkisar antara 0,31 - 1,47 (Tabel 1). Berdasarkan klasifikasi indeks keanekaragaman

Basmi (1995), secara umum komunitas fitoplankton perairan Teluk Benoa memiliki keanekaragaman rendah (H’<1). Rendahnya nilai indeks keanekaragaman komunitas fitoplankton diduga disebabkan oleh kualitas perairan Teluk Benoa pada saat penelitian dalam kondisi tercemar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rashidy dkk. (2013), bahwa nilai keanekaragaman rendah menggambarkan produktivitas perairan rendah, ekosistem tidak stabil, terdapatnya tekanan ekologi dan perairan dalam kondisi tercemar.

Menurut Mayagitha dkk. (2014), indeks keseragaman merupakan keseragaman jumlah individu fitoplankton yang dimiliki setiap genus pada suatu habitat perairan. Berdasarkan hasil yang diperoleh indeks keseragaman fitoplankton perairan Teluk Benoa memiliki nilai rata – rata 0,35 dengan nilai indeks yang berkisar antara 0,14 - 0,58. Berdasarkan klasifikasi Basmi (1995), nilai rata – rata indeks keseragaman yang diperoleh pada saat penelitian menunjukkan bahwa secara umum komunitas fitoplankton perairan Teluk Benoa memiliki keseragaman yang rendah (E<0,4), atau dengan kata lain jumlah individu pada masing – masing genus tidak merata.

Nilai indeks dominansi (C) berkisar antara 0,31 - 0,89 dengan nilai rata – rata 0,63. Berdasarkan klasifikasi Odum (1998), nilai rata – rata indeks dominansi yang diperoleh pada saat penelitian menunjukkan bahwa secara umum komunitas

Tabel 1

Indeks keanekaragaman (H’), indkes keseragaman (E), dan indeks dominansi (C).

Titik Sampling

Indeks Keanekaragaman

Indeks Keseragaman

Indeks Dominansi

1

0.78

0.34

0.71

2

0.79

0.36

0.78

3

1.19

0.25

0.52

4

1.48

0.58

0.31

5

0.81

0.32

0.67

6

1.21

0.47

0.46

7

1.23

0.51

0.47

8

1.17

0.51

0.46

9

0.39

0.16

0.84

10

0.42

0.22

0.83

11

0.48

0.19

0.8

12

0.31

0.14

0.89

13

0.91

0.38

0.48

14

0.87

0.35

0.48

15

0.6

0.23

0.76

16

1.1

0.5

0.6

17

0.97

0.39

0.7

18

0.97

0.39

0.66

Rata - rata

0.87

0.35

0.63


fitoplankton perairan Teluk Benoa kurang stabil karena nilai dominansi yang tinggi (1>C>0,5). Tingginya nilai dominansi komunitas fitoplankton diduga disebabkan oleh kualitas perairan dalam kondisi tercemar, sehingga hanya sebagian jenis fitoplankton tertentu yang dapat hidup dalam perairan tersebut. Berdasarkan hasil yang diperoleh komunitas fitoplankton perairan Teluk Benoa didominasi oleh genus Coscinodiscus dari kelas Bacillariophycea. Sesuai pendapat Haninuna dkk. (2015), yang mengatakan bahwa Coscinodiscus merupakan fitoplankton jenis diatom yang mampu bertahan pada kondisi tercemar karena spesies tersebut memiliki protective cyste untuk melindungi dari senyawa yang beracun. Tingginya nilai dominansi oleh genus Coscinodiscus serupa dengan Rosada dkk. (2017), di perairan Pantai Timur Pananjung Pangandaran dan Hasibuan dkk. (2014), di Perairan Sungai Asahan Sumatra Utara.

  • 4.    Simpulan

Secara umum komunitas fitoplankton perairan Teluk Benoa pada saat penelitian tidak stabil. Hal tersebut menunjukkan bahwa perairan dalam kondisi tercemar, sehingga terdapatnya dominansi jenis pada komunitas fitoplankton.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Laboratorium Analitik Universitas Udayana dan Laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana yang telah menyediakan fasilitas dalam menganalisis data selama penelitian.

Daftar Pustaka

Abida, I. W. (2010). Struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton di perairan muara Sungai Porong Sidoarjo. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science Technology, 3(1), 36-40.

Aquino, J., Flores, B., & Naguit, M. (2010). Harmful algal bloom occurrence in Murcielagos Bay amidst climate change. E-International Scientific Research Journal, 2(4), 358-365.

Basmi, J. (1995). Planktonologi: Produksi Primer. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Damayanti, N. M. D., Hendrawan, I. G., & Faiqoh, E. (2017). Distribusi spasial dan struktur komunitas plankton di daerah Teluk Penerusan, Kabupaten

Buleleng. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), 191-203.

Damayanti, N. P. E., Karang, I. W. G. A., & Faiqoh, E. (2018). Tingkat pencemaran berdasarkan saprobitas plankton di Perairan Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 96-108.

Depkes RI. (1993). Petunjuk Pemeriksaan Air Minum/Air Bersih. (Ed ke-2). Jakarta, Indonesia: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dewanti, L. P. P., Putra, I. D. N. N., & Faiqoh, E. (2018). Hubungan kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton     dengan     kelimpahan     dan

keanekaragaman zooplankton di Perairan Pulau Serangan, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(2), 324-335.

Greenberg, A. E., Connors, J. J., Jenkins, D., & Franson, M. A. H. (1980). Standard methods for the examination of water and waste water. (15th Edition). Washington, D.C., USA: American Public Health Association

(APHA), the merican Water Works Association (AWWA), and the Water Environment Federation (WEF).

Haninuna, E. D. N., Gimin, R., & Kaho, L. M. R. (2015). Pemanfaatan fitoplankton sebagai bioindikator berbagai jenis polutan di perairan intertidal Kota Kupang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 13(2), 72-85.

Handoko, H., Yusuf, M., & Wulandari, S. Y. (2013). Sebaran nitrat dan fosfat dalam kaitannya dengan kelimpahan    fitoplankton    di    Kepulauan

Karimunjawa. Journal of Oceanography, 2(3), 198-206.

Heriyanto, N. M. (2016). Keragaman plankton dan kualitas perairan di hutan mangrove. Buletin Plasma Nutfah, 18(1), 38-44.

Hasibuan, H. F., Mulya, M. B., & Leidonald, R. (2014). Keanekaragaman plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara. Aquacoastmarine, 3(2), 1-9.

Lasabuda, R. (2013). Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif negara kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax, 1(2), 92-101.

Mayagitha, K. A., Haeruddin, & Rudiyanti, S. (2014). Status kualitas perairan Sungai Bremi Kabupaten Pekalongan ditinjau dari konsentrasi TSS, BOD5, COD       dan       struktur       komunitas

fitoplankton. Management of Aquatic Resources Journal, 3(1), 177-185.

Michael, P. (1994). Ecological methods for field and laboratory investigations. Dalam Koestoer, Y. R. (Terj.), Metode ekologi untuk penyelidikan ladang dan laboratorium. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. (Buku asli diterbitkan 1984).

Mulyani, R., Widiarti, R., & Wardhana, W. (2012).

Sebaran spasial spesies penyebab Harmful Algal Bloom (HAB) di lokasi budidaya kerang hijau (Perna

viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara, pada bulan Mei 2011. Jurnal Akuatika, 3(1), 28-39.

Munthe, Y. V., Aryawati, R., & Isnaini. (2012). Struktur komunitas dan sebaran fitoplankton di perairan Sungsang Sumatera Selatan. Maspari Journal: Marine Science Research, 4(1), 122-130.

Nurfadillah, Damar, A., & Adiwilaga, E. M. (2012).

Komunitas fitoplankton di perairan Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 1(2), 93-98.

Odum, E. P. (1993). Fundamental of Ecology. Dalam Samingan, T. (Terj.), Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press (Buku asli diterbitkan 1971).

Rachman, H. A., Hendrawan, I. G., & Putra, I. D. N. N. (2016). Studi transpor sedimen di Teluk Benoa menggunakan pemodelan numerik. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science Technology, 9(2), 144-154.

Radiarta, I. N. (2012). Hubungan antara distribusi fitoplankton dengan kualitas perairan di Selat Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Bumi Lestari Journal of Environment, 13(2), 234-243.

Rahayu, N. W. S. T., Hendrawan, I. G., & Suteja, Y. (2018). Distribusi nitrat dan fosfat secara spasial dan temporal saat musim barat di permukaan perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 1-13.

Rashidy, E. A., Litaay, M., Salam, M. A., & Umar, M. R. (2013). Komposisi dan kelimpahan fitoplankton di perairan Pantai Kelurahan Tekolabbua, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Alam dan Lingkungan, 4(7), 12-16.

Rice, E. W., Baird, R. B., Eaton, A. D., & Clesceri, L. S. (Eds.). (2012). Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water (22nd, ed.). New York, USA: American Water Works Association/American Public Works Association/Water Environment Federation.

Rumanti, M., Rudiyanti, S., & Supardjo, M. N. (2014). Hubungan antara kandungan nitrat dan fosfat

dengan kelimpahan fitoplankton di Sungai Bremi Kabupaten  Pekalongan. Management  of Aquatic

Resources Journal, 3(1), 168-176.

Rosada, K. K., Sunardi, Pribadi, T. D. K., & Putri, S. A. (2017). Struktur komunitas fitoplankton pada berbagai kedalaman di Pantai Timur Pananjung Pangandaran. Jurnal Biodjati, 2(1), 30-37.

Sulistiowati, D., Tanjung, R. H. R., & Lantang, D. (2016). Keragaman dan kelimpahan plankton sebagai bioindikator kualitas lingkungan di Perairan Pantai Jayapura. Jurnal Biologi Papua, 8(2), 79-96.

Suryanto, A. M., & Umi, H. (2009). Pendugaan status trofik dengan pendekatan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di Waduk Sengguruh, Karangkates, Lahor, Wlingi Raya dan Wonorejo Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(1), 7-13.

Tambaru, R., Muhiddin, A. H., & Malida, H. S. (2014). Analisis   perubahan   kepadatan zooplankton

berdasarkan kelimpahan fitoplankton pada berbagai waktu dan kedalaman di perairan Pulau Badi Kabupaten Pangkep. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan), 24(3) 40-48.

Yuliana, Adiwilaga, E. M., Harris, E., & Pratiwi, N. T. M. (2012). Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisik-kimiawi perairan di Teluk Jakarta. Jurnal Akuatika, 3(2), 169-179.

© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 7: 76-83 (2021)