Journal of Marine and Aquatic Sciences 8(1), 51-65 (2022)

Penggunaan Metode Rolling Mosaic Untuk Mendukung Pengembangan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Wilayah Pesisir

Komang Iwan Suniada a*

a Balai Riset dan Observasi Laut, Jl. Baru Perancak, Jembrana, Bali 82251, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-365-442-66

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 1 April 2019; disetujui (accepted) 29 Mei 2022; tersedia secara online (available online) 1 Juni 2022

Abstract

Predicted fishing ground maps (PPDPI) which made using satellite image data is often constrained by clouds, causing its production not too optimal. Rolling mosaic methods examined here is expected to reduce cloud cover so the information about oceanographic conditions can be more visible and can increasing PPDPI production. In July, the percentage of sea surface temperature data can increase from 15.3%-30.29% using 1-day mosaic data, to 40.46%-56.75% using 3-day mosaic, it increases to 72.24%-77.88% using 7-day mosaic data and increase to 84.19%-89.07% using 14-day mosaic. While the percentage of sea surface temperature data in December can be increased from around 4.93%-13.03% to 41.48%- 51.60%. In general, at July and December, the relationship between 1-day mosaic and 3-days mosaic data, 7-days and 14-days are very strong, but the strength of the relationship will decrease (the correlation coefficient gets smaller) along with the increasing of the time range used to mosaicking the data. The RMSE shows that the RMSE between the 1-day mosaic with 3-days mosaic is 0.288 (July), 0.263 (December); RMSE between 1-day mosaic and 7-days mosaic is 0.388 (July), 0.387 (December) and RMSE between 1-day mosaic and 14-days mosaic is 0.471 (July), 0.477 (December). This RMSE values shows that the longer time range used to construct the mosaic, the error value will also increase. Scoring analysis using percentage of data, correlation coefficient and RMSE as a parameters indicate that the 7-days mosaic method has the highest score so it is considered as the best method to be used to predict sea surface temperature with minimum cloud cover.

Keywords: PPDPI; sea surface temperature; mosaic; cloud cover

Abstrak

Pembuatan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) dengan menggunakan data citra satelit seringkali terkendala oleh awan, sehingga menyebabkan produksi PPDPI menjadi tidak maksimal. Salah satu metode yang coba dikaji adalah metode rolling mosaic yang diharapkan dapat mengurangi tutupan awan sehingga informasi mengenai kondisi oseanografi dapat lebih terlihat. Hasil mosaic bulan Juli memperlihatkan bahwa persentase data suhu permukaan laut dapat meningkat dari 15,3% - 30,29% jika menggunakan data mosaic 1 hari menjadi 40,46% hingga 56,75% (mosaic 3 hari), menjadi 72,24% hingga 77,88% (mosaic 7 hari) serta meningkat menjadi 84,19% hingga 89,07% (mosaic 14 hari). Sedangkan persentase data suhu permukaan laut pada bulan Desember dapat ditingkatkan dari sekitar 4,93% hingga 13,03% menjadi sebesar 41,48% hingga 51,60%. Hubungan antara mosaic data 1 hari dengan mosaic data 3 hari, 7 hari dan 14 hari sangat kuat dan searah, pada bulan Juli maupun Desember, namun kekuatan hubungannya akan semakin berkurang seiring dengan penambahan rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic. Penghitungan RMSE menunjukkan bahwa RMSE antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari adalah 0.288 (Juli), 0.263 (Desember); RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 7 hari adalah 0.388 (Juli), 0.387 (Desember) serta RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 14 hari adalah 0.471 (Juli), 0.477 (Desember). Nilai RMSE yang semakin membesar ini memperlihatkan bahwa semakin panjang rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic, nilai errornya juga akan semakin bertambah. Hasil scoring terhadap parameter : persentase data, koefisien korelasi dan RMSE menunjukkan bahwa metode mosaic 7 hari dianggap paling baik digunakan untuk menyusun prediksi suhu permukaan laut dengan tutupan awan yang minimal.

Kata Kunci: PPDPI; suhu permukaan laut; mosaic; tutupan awan

  • 1.    Pendahuluan

Informasi daerah prediksi penangkapan ikan yang secara nasional lebih dikenal dengan nama Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) merupakan salah satu produk unggulan Balai Riset dan Observasi Laut (BROL) yang dibuat untuk membantu nelayan dalam menentukan lokasi kegiatan operasi penangkapan ikan. PPDPI yang dibuat oleh BROL terdiri dari tiga kategori, yaitu : 1). PPDPI nasional, 2). PPDPI untuk pelabuhan perikanan dan daerah khusus serta 3). PPDPI jenis spesies tertentu. Dalam pengembangannya, beberapa kajian mengenai akurasi PPDPI dilakukan melalui berbagai pendekatan, diantaranya adalah bahwa terdapat kecenderungan peningkatan hasil tangkapan ikan seiring dengan semakin dekatnya aktivitas penangkapan dengan lokasi PPDPI (Yunanto dan Suniada, 2008); rata-rata tingkat akurasi PPDPI perairan Selat Bali tahun 2013 mencapai 41.80%, dengan tingkat akurasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 69.57% (Pertami dan Suniada, 2014); selain menggunakan data penangkapan ikan, tingkat akurasi PPDPI juga dapat dikaji berdasarkan data kelimpahan mikronekton (Susilo dan Suniada, 2015); kajian mengenai sebaran kapal dari data radar dalam kaitannya dengan PPDPI menunjukkan bahwa akurasi tertinggi di WPP NRI 711 terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 87% (Hastuti dkk., 2016).

PPDPI diproduksi denggan memanfaatkan informasi suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a yang bersumber dari data penginderaan jauh, yaitu satelit Aqua/Terra dengan sensor yang bernama MODIS (Moderate-resolution Imaging Spectroradiometer). Satelit Aqua/Terra MODIS ini termasuk kedalam kategori satelit dengan sensor pasif yaitu sensor yang memanfaatkan pantulan gelombang elektromagnetik yang berasal matahari dan mengenai obyek yang terdapat pada permukaan bumi (Zhu et al., 2018). Apabila kondisi permukaan bumi tertutup awan, maka informasi yang akan diterima oleh sensor adalah informasi awan dan bukan informasi permukaan bumi, sehingga masalah tutupan awan merupakan kendala utama dalam perolehan data permukaan bumi untuk sensor-sensor dengan tipe pasif seperti ini.

PPDPI untuk pelabuhan perikanan dan daerah khusus yang untuk selanjutnya bisa dikategorikan sebagai PPDPI Pesisir, diproduksi dengan

menggunakan data Aqua/Terra MODIS level 2 harian dengan resolusi spasial 1 km, sedangkan PPDPI nasional disusun dengan menggunakan data citra satelit level 3 dengan resolusi 4 km. Penggunaan data dengan resolusi yang lebih tinggi pada PPDPI Pesisir dikarenakan informasi wilayah PPDPI Pesisir lebih kecil sehingga memerlukan data dengan resolusi yang lebih tinggi atau lebih detail. Secara operasional, informasi PPDPI pesisir dibuat setiap hari, namun apabila data citra satelit tertutup awan maka informasi PPDPI tidak dapat diproduksi. Bulan-bulan yang termasuk kedalam musim hujan memiliki karakteristik tutupan awan yang sangat tinggi di Wilayah Indonesia, hal ini tentu saja berdampak kepada minimnya jumlah PPDPI Pesisir yang mampu diproduksi. Hal yang sebaliknya terjadi ketika memasuki bulan-bulan yang merupakan musim kemarau, tutupan awan mulai berkurang, sehingga jumlah produksi PPDPI pun ikut mengalami peningkatan (Gambar 1). Secara rata-rata selama periode Januari hingga September 2018 persentase jumlah produksi PPDPI Pesisir sangat rendah yaitu hanya sekitar 16,01%.

Rendahnya prosentase terbitnya PPDPI Pesisir akibat tingginya tutupan awan di wilayah perairan Indonesia menyebabkan kajian mengenai penyusunan data suhu permukaan laut dengan tutupan awan yang minimal ini menjadi sangat penting untuk dilakukan. Beberapa kajian untuk menghasilkan data yang bebas awan telah dilakukan oleh He et al. (2003) dengan menggabungkan antara data AVHRR dengan data TMI menggunakan metode Optimum Interpolation; Sirjacobs et al. (2011) mencoba mengisi data total suspended matter, data klorofil dan data suhu permukaan laut yang hilang dengan menggunakan metode Data Interpolating Empirical Orthogonal Functions (DINEOF), sementara Jatisworo dkk. (2018) mengunakan metode Gap Filling antara data MUR SST dan data Himawari untuk mengisi data-data SST yang hilang karena tutupan awan tersebut. Sebagian besar proses yang dilakukan untuk menghasilkan data citra yang bebas awan menggunakan proses yang cukup rumit yang terdiri dari beberapa macam data inputan dan metode, sedangkan untuk kegiatan operasional diperlukan proses yang lebih sederhana misalnya dengan menggunakan single input saja namun terdiri dari beberapa data dalam suatu waktu tertentu.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk menyusun prototipe data citra suhu permukaan laut dengan tutupan awal yang seminimal mungkin dengan menggunakan metode rolling mosaic pada single sensor data (MODIS) namun multi temporal yang terdiri dari data dengan beberapa rentang waktu tertentu. Hasil akhir yang diharapkan adalah dapat mengurangi pengaruh tutupan awan hingga minimal 50% sehingga mampu mendukung pengembangan PPDPI pesisir khususnya dalam peningkatan jumlah produksi peta yang akan disampaikan kepada pengguna.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi Penelitian

Penyusunan prototipe data citra yang bebas awan ini dilakukan pada lokasi yang mencakup seluruh wilayah Indonesia, yaitu dibatasi pada koordinat 92º – 141ºBT dan 7ºLU-11ºLS.

  • 2.2    Data Satelit Penginderaan Jauh

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data citra satelit Aqua/Terra MODIS harian, level 2 dengan resolusi spasial 1 km untuk parameter suhu permukaan laut. Data bulan Juli 2018 merupakan perwakilan untuk musim kemarau, dengan tutupan awan yang minimal, sedangkan data bulan Desember 2018 merupakan perwakilan dari musim hujan dengan kondisi hujan dan tutupan awan cenderung tinggi. Data level 2 merupakan data citra satelit yang telah mengandung informasi geofisik (suhu permukaan laut) namun data level 2 ini belum bisa ditampilkan dalam peta karena belum mengandung informasi posisi lintang bujur. Satelit Aqua/Terra MODIS mempunyai revisit time selama 16 hari, yang artinya bahwa setelah satelit berotasi

selama 16 hari, maka waktu dan lokasi akusisi data pada hari ke-17 akan persis sama dengan waktu dan lokasi akusisi pada hari pertama. Selain 16 hari revisit time, dalam 1 hari satelit Aqua/Terra MODIS melewati wilayah Indonesia sebanyak 4 sampai 6 kali.

Tabel 1

Quality level dan definisi data SST level 2

Quality level

Meaning

0

Best scan angle < 55 degrees

1

Goog/acceptable in glint or high scan

angle

2

Suspect

Bad cloud/ice/or atmospheric

correction failed

4

Not processed or land

  • 2.3    Analisis Data

    • 2.3.1.    Rolling Mosaic

Pengolahan data suhu permukaan laut dilakukan pada software pengolah data free access yang bernama SNAP (Sentinel Application Platform), software    ini    dapat    diunduh    pada

http://step.esa.int/main/toolboxes/snap/.     Secara

umum pengolahan data citra satelit ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

  • a.    Proses order data dan download data citra satelit yang sesuai dengan waktu yang diinginkan untuk melakukan kajian.

  • b.    Harus dilakukan proses filtering data suhu permukaan laut karena terdapat beberapa quality level pada data citra suhu permukaan

    Gambar 1. Persentase terbitnya PPDPI Pesisir, Januari – September 2018


    Gambar 2. Ilustrasi proses rolling mosaic. A: mosaic 3 hari; B: mosaic 7 hari; C: mosaic 14 hari


laut yang harus dihilangkan (Tabel 1). Nilai-nilai tersebut harus dihilangkan karena mengandung bias karena pengaruh awan dan atmosfer.

Nilai quality level yang digunakan untuk proses selanjutnya adalah nilai 0 dan 1, karena nilai tersebut merupakan nilai yang terbaik jika dilihat dari posisi sudut satelit, pantulan matahari ataupun tutupan awan. Nilai kualifikasi 2 sampai 4 sebaiknya dihilangkan dengan menggunakan persamaan :

if qual _ sst1 then NaN else sst

(1)


Persamaan ini mengandung arti bahwa jika nilai qual_sst (quality level) lebih dari 1 (atau qual_sst bernilai 2, 3 dan 4) maka akan SST-nya akan diubah menjadi NAN (tanpa nilai), sedangkan jika qual_sst bernilai 0 dan 1 maka nilai tersebut akan diubah sesuai dengan nilai SST pada piksel tersebut. Persamaan ini akan menghasilkan nilai SST yang sesuai dengan qual_SST 0 dan 1 saja.

  • c.    Reprojection merupakan suatu proses untuk mengubah atau menambahkan informasi koordinat (lintang bujur) pada data citra satelit. Sistem referensi koordinat yang biasa digunakan di Indonesia adalah geographic lat/long (WGS 84).

  • d.    Mosaicing     adalah     proses     untuk

menggabungkan beberapa data citra satelit menjadi satu data saja. Pada kajian ini mosaicing dilakukan dengan proses mosaic 1 harian, rolling 3 harian, 7 harian dan 14 harian. Proses rolling dalam hal ini adalah hampir sama dengan proses penghitungan rata-rata bergerak (moving average). Ilustrasi rolling mosaic 3 hari dapat dilihat pada Gambar 2(A) dibawah dengan keterangan bahwa data tanggal 24 merupakan hasil mosaic antara data

tanggal 22, 23 dan 24. Data tanggal 25 merupakan mosaic antara data tanggal 23, 24 dan 25. Data tanggal 26 merupakan mosaic antara data tanggal 24, 25 dan 26, dan seterusnya. Demikian pula untuk proses penyusunan rolling mosaic 7 hari (Gambar 2B) dan 14 hari (Gambar 2C), jadi secara umum dapat dijelaskan bahwa rolling mosaic 3 hari disusun menggunakan data dengan rentang waktu 3 hari, rolling mosaic 7 Hari menggunakan data dengan rentang waktu 7 hari dan rolling mosaic 14 hari menggunakan data dengan rentang waktu 14 hari.

  • 2.3.2.    Persentase Data Hasil Mosaic

Persentase data yang dimaksud pada penelitian ini adalah banyaknya piksel yang berisi nilai informasi suhu permukaan laut dan persamaan yang digunakan untuk mengetahui persentase data pada hasil mosaic adalah persamaan yang sangat sederhana, yaitu :

jumlah piksel data

Persentase Data = —------—---------× 100%

jumlah piksel laut

Jumlah piksel laut =

jumlah piksel total - jumlah piksel darat

(2)


(3)


Jumlah piksel total dihitung dari studi area yang dibatasi dikoordinat 92º – 141ºBT dan 7ºLU-11ºLS atau sekitar 4.800 x 1.900 = 8.820.000 piksel. Jumlah piksel darat diperoleh dari mengacu pada tabel 1, khususnya pada quality level 4, yang berisikan informasi mengenai daratan. Setelah dilakukan penghitungan piksel darat pada studi area, diperoleh hasil bahwa jumlah piksel darat adalah sebanyak 1.908.262 piksel. Dengan diketahuinya informasi piksel total dan piksel darat ini, maka informasi jumlah piksel laut dapat dihitung,

sehingga persamaan 2 dapat disederhanakan menjadi :

jumlah piksel data

Persentase Data =                  × 100%

6.911.738

(4)


  • 2.3.3.    Kekuatan hubungan antara hasil rolling mosaic

Data hasil mosaic 1 hari digunakan sebagai acuan atau data awal pada kajian ini sedangkan data hasil mosaic 3 hari, 7 hari dan 14 hari diasumsikan sebagai data hasil prediksi sehingga analisis kekuatan hubungan yang akan dilakukan adalah menghitung seberapa erat hubungan antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari, seberapa erat hubungan antara mosaic 1 hari dengan mosaic 7 hari serta hubungan antara mosaic 1 hari dengan mosaic 14 hari.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan tersebut adalah analisis korelasi Pearson (Walpole, 1993) dan ditampilkan pada diagram pencar untuk masing-masing analisis.

(5)

Selain analisis korelasi, dilakukan juga penghitungan Root Mean Square Error (RMSE) untuk membandingkan nilai pada data acuan dengan nilai-nilai prediksi yang merupakan hasil dari mosaic 3 hari, 7 hari dan 14 hari yang secara teknis disusun oleh data yang mempunyai panjang rentang waktu yang berbeda. Menurut Chai and Drexler (2014) penghitungan RMSE dilakukan dengan menggunakan persamaan 6.


(6)


Keakuratan nilai prediksi diindikasikan oleh nilai RMSE yang kecil, jadi semakin kecil nilai RMSE dikatakan memiliki akuasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan nilai RMSE yang lebih besar (Widayati, 2009).

Pada kajian ini, data yang akan digunakan untuk melakukan analisis korelasi maupun penghitungan selisih merupakan data suhu permukaan laut dan klorofil yang diekstrak secara

acak pada 500 titik koordinat (Gambar 3) untuk masing-masing data hasil mosaic. Software yang digunakan untuk mengekstrak    nilai suhu

permukaan laut ini adalah software open source yang bernama Quantum GIS.

  • 2.3.4.    Scoring terhadap data hasil mosaic

Metode scoring ini digunakan untuk mengetahui hasil terbaik diantara data hasil mosaic 3 hari, 7 hari dan 14 hari. Metode scoring ini terdiri dari bobot dan score berdasarkan parameter dan kriteria tertentu.

Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah:

  • a.    Persentase tutupan data, diberi bobot 0.35 karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun prototipe data yang bebas awan sehingga parameter ini adalah salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dan diberikan bobot tertinggi kedua. Selain bobot, nilai-nilai yang terdapat pada hasil mosaic akan diberikan score sesuai dengan kriteria yang tercantum pada Tabel 2.

  • b.    Korelasi atau kekuatan hubungan diberi bobot 0.25 karena walaupun merupakan parameter yang penting untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antar nilai acuan dan nilai prediksi, namun prioritasnya masih berada sedikit lebih dibawah dari parameter persentase tutupan awan. Hasil perhitungan koefisien korelasi akan diberikan score sesuai dengan kriteria yang tercantum pada Tabel 2.

  • c.    Nilai RMSE diberi bobot yang paling tinggi, yaitu 0.4, karena tingkat kesalahan merupakan factor yang paling penting dalam proses untuk menyusun prediksi. Hasil perhitungan RMSE akan diberikan score sesuai dengan kriteria yang tercantum pada Tabel 2.

Setelah semua data hasil mosaic dihitung berdasarkan bobot dan score untuk masing-masing paratemer maka nilai tertinggi dari hasil penjumlahan tersebut dianggap yang terbaik untuk menyusun prototipe data yang bebas awan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Data yang digunakan pada kajian ini terdiri dari dari bulan Juli yang mewakili musim kemarau dengan tutupan awan sedikit dan data bulan Desember yang mewakili musim hujan dengan tutupan awan yang banyak. Data bulan Juli terdiri

95.000ot 1OO.OOO°C 105.OOOoE IIOOOOoE IlS-OOOoE 120.000oE    125.000oE BO-OOOoE 135.0000E   140.000oE

Gambar 3. Titik sampling acak pada 500 lokasi


Tabel 2

Bobot dan score untuk penentuan metode terbaik

tutupan

data (0.4)

korelasi

(0.3)

RMSE (0.3)

kriteria

score

kriteria

score

kriteria

score

51-60

1

0.51 - 0.6

1

0-0.1

5

61-70

2

0.61 – 0.7

2

0.1-0.2

4

71-80

3

0.71 – 0.8

3

0.2-0.3

3

81-90

4

0,81 – 0.9

4

0.3-0.4

2

91-100

5

0.91 – 1

5

>0.4

1


Gambar 4. Proses Filtering Data (A: Sebelum filtering; B: Setelah Filtering)


dari data tanggal 11 hingga 31 Juli dengan jumlah total sebanyak 109 data dan data bulan Desember terdiri dari data tanggal 11 hingga 31 Desember 2018 dengan jumlah total sebanyak 105 data.

Sebelum dilakukan proses rolling mosaic, perlu dilakukan proses yang sangat penting yang harus dilakukan pada seluruh data suhu permukaan laut, yaitu proses filtering. Salah satu ilustrasi proses filtering yang dilakukan pada data citra satelit tanggal 1 Juli 2018 (A2018182050000) menunjukkan bahwa pada data citra yang belum difilter terdapat informasi suhu permukaan laut di sebanyak 2.088.129 piksel (Gambar 4A). Setelah dilakukan proses filtering terhadap quality level 2 sampai 4,

terjadi pengurangan jumlah data sebanyak 1.507.638 piksel atau pengurangan sebesar 72%. Data yang termasuk kedalam quality level 0 dan 1 atau kategori data yang termasuk kedalam kualifikasi bagus hanya tinggal 580.490 piksel atau sekitar 28% (Gambar 4B).

Besar kecilnya jumlah piksel data yang akan hilang akibat proses filtering ini tidaklah sama antara data yang satu dengan data yang lainnya, hal ini akan sangat tergantung oleh kondisi atmosfer, posisi sudut satelit ketika melakukan perekaman serta cloud detection algorithm (Koner and Harris, 2016). Kondisi atmosfer, terutama awan merupakan kendala utama dari pemanfaatan data-data

penginderaan jauh sensor pasif untuk pemantauan kondisi daratan maupun lautan. Namun untuk bidang pemantauan cuaca, tutupan awan ini sangat penting karena awan merupakan indikator utama dan penting dalam menentukan keadaan cuaca di suatu tempat (Sudiana, 2009). Data suhu permukaan laut yang telah melalui proses filtering inilah yang akan digunakan untuk proses rolling mosaic selanjutnya.

  • 3.1    Rolling Mosaic Suhu Permukaan Laut tanggal 24 – 31 Juli 2018

Hasil pengolahan data citra suhu permukaan laut dengan metode mosaic 1 hari, mosaic 3 hari, mosaic 7 hari dan mosaic 14 hari pada data bulan Juli dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah. Persentase data dari hasil penghitungan menggunakan persamaan 4 diatas menunjukkan bahwa pada mosaic 1 hari tanggal 24-31 Juli 2018 memberikan informasi suhu permukaan laut yang berkisar antara 15,3% hingga 30,29%, mosaic 3 hari memberikan informasi suhu permukaan laut antara 40,46% hingga 56,75%,

mosaic 7 hari mampu memberikan informasi antara 72,24% hingga 77,88% serta mosaic 14 hari mampu memberikan informasi suhu permukaan laut antara 84,19% hingga 89,07% dari total wilayah studi. Hal ini menunjukkan bahwa metode rolling mosaic ini bekerja dengan baik ketika musim kemarau karena mampu meningkatkan persentase data hingga 89% yang sekaligus berarti menurunkan persentase tutupan awan. Hasil pengolahan data mosaic 1 hari yang menggunakan data tanggal 24 Juli 2018, mosaic 3 hari yang menggunakan data tanggal 2224 Juli 2018, mosaic 7 hari yang menggunakan data tanggal 18-24 Juli dan mosaic 14 hari yang menggunakan data tanggal 11-24 Juli 2018 memperlihatkan dengan jelas bahwa penambahan jumlah rentang waktu yang digunakan, yang berimplikasi pada semakin banyaknya data yang digunakan untuk menyusun mosaic akan berpengaruh terhadap penambahan persentase data dan pengurangan tutupan awan (Gambar 6). Pengurangan tutupan awan akan menyebabkan karakteristik oseanografi wilayah perairan Indonesia dapat tergambar dengan cukup jelas dan

Gambar 5. Persentase data suhu permukaan laut 24-31 Juli 2018


Gambar 6. Sebaran spasial suhu permukaan laut tanggal 24 Juli 2018. (A: mosaic 1 hari; B: mosaic 3 hari; C: mosaic 7 hari; D: mosaic 14 hari)


hal tersebut mulai dapat terlihat dari hasil mosaic yang menggunakan rentang waktu data 3 hari (Gambar 6B). Data hasil mosaic tersebut memperlihatkan bahwa suhu permukaan laut di Selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, Laut Banda dan Perairan Papua berwarna biru, yang mengindikasikan suhu permukaan laut yang lebih dingin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hendiarti et al. (2005) menyatakan bahwa pada bulan-bulan yang termasuk kedalam musim timur, kecepatan angin yang intensif akan menyebabkan massa air permukaan bergerak ke arah selatan. Pergerakan massa air itu akan menyebabkan kekosongan pada lapisan permukaan dan akan segera digantikan oleh lapisan massa air dibawahnya. Proses naiknya massa air dari lapisan bawah yang mempunyai suhu yang lebih rendah namun kaya nutrient tersebut dikenal dengan nama upwelling. Rintaka dan Susilo (2015) menyatakan bahwa musim timur sangat erat kaitannya dengan proses eikman upwelling yang terjadi di sepanjang pesisir selatan Jawa, Bali-Nusa Tenggara hingga Laut Banda, proses tersebut akan menyebabkan penurunan parameter oseanografi suhu permukaan laut. Penurunan nilai suhu permukaan laut terjadi karena adanya hembusan angin kencang yang akan menyebabkan pengadukan lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya yang relatif lebih dingin (Susanto et al., 2006). Pada daerah-daerah perairan yang terjadi proses upwelling, perubahan kondisi perairan tersebut dapat diamati dengan jelas dengan memanfaatkan data satelit penginderaan jauh (Hendiarti et al., 2004).

Untuk mengetahui pola sebaran pada masing-masing data hasil mosaic, dilakukan sampling nilai suhu permukaan laut secara acak pada 500 titik koordinat pada data tanggal 24 hingga 31 Juli 2018 yang jika dijumlahkan secara total, akan terdapat 4.000 titik data sampling. Setelah dilakukan filtering terhadap data suhu permukaan laut yang bernilai 0, maka data yang tersisa hanya tinggal 1,177 data. Hasil plotting terhadap data sampling tersebut menunjukkan bahwa secara umum kisaran suhu permukaan laut pada 24-31 Juli 2018 berkisar antara 24.035˚C hingga 33.825˚C. Semua dataset menunjukkan pola fluktuasi yang hampir seragam, dimana ketika nilai mosaic 1 hari mosaic naik, maka nilai mosaic 3 hari, nilai mosaic 7 hari dan nilai mosaic 14 hari juga akan naik, dan demikian pula sebaliknya (Gambar 7). Persamaan pola fluktuasi tersebut dapat terjadi karena adanya kekuatan

hubungan antara mosaic 1 hari dan hasil mosaic lainnya. Kekuatan hubungan yang dimaksud dapat terlihat pada diagram pencar dibawah (Gambar 8), hubungan yang erat ditunjukkan oleh titik-titik nilai yang berada menyebar didekat garis trend yang membentuk sudut 45˚. Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 4, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat dan positif (searah) antara mosaic 1 hari dan mosaic 3 hari dengan koefesien korelasi sebesar 0.984 (R2=0.969), terdapat hubungan yang sangat erat juga antara mosaic 1 hari dan mosaic 7 hari dengan koefisien korelasi sebesar 0.972 (R2=0.945) dan juga hubungan yang sangat erat antara mosaic 1 hari dengan mosaic 14 hari dengan koefisien korelasi sebesar 0.959 (R2=0.919). Walaupun mosaic 1 hari mempunyai hubungan yang erat dengan ketiga hasil mosaic lainnya, namun jika diperhatikan, akan terlihat bahwa kekuatan hubungan akan semakin berkurang apabila semakin panjang rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang paling besar bila menggunakan rentang waktu 3 hari untuk menyusun data mosaic 3 hari, lalu koefisien korelasi akan berkurang apabila menggunakan rentang data 7 hari serta koefisien korelasi yang paling kecil apabila menggunakan rentang waktu 14 hari.

Walaupun secara umum keempat data hasil memiliki pola sebaran fluktuasi yang hampir sama dengan tingkat kekuatan hubungan yang tinggi, namun jika dilhat nilai suhu permukaan laut yang terkandung didalamnya, terdapat perbedaan atau selisih nilai diantara masing-masing data hasil mosaic tersebut. Untuk mengetahui selisih nilai antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari, selisih antara mosaic 1 hari dengan mosaic 7 hari dan selisih antara mosaic 1 hari dengan mosaic 14 hari dilakukan proses operasi matematika sederhana pengurangan dengan hasil yang akan dikonversi menjadi nilai absolute (absolute value). Hasil pengurangan tersebut akan dikelompokkan menjadi beberapa selang kelas tertentu dan akan ditampilkan pada tabel frekuensi. Hasil perhitungan selisih antara data hasil mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari menunjukkan bahwa selisih nilai lebih dominan berada pada selang 0-0.1˚C, artinya bahwa terdapat beda yang tidak terlalu jauh antara data acuan dengan data hasil mosaic 3 hari. Namun selisih antara data mosaic 1 hari akan

Gambar 7. Fluktuasi nilai suhu permukaan laut pada masing-masing hasil mosaic Tanggal 24 Juli 2018


Gambar 8. Diagram Pencar antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari, 7 hari dan 14 hari Tanggal 24 Juli 2018


meningkat secara signifikan apabila dibandingkan dengan data hasil mosaic yang memiliki rentang waktu yang lebih panjang. Selisih data acuan dengan data hasil mosaic 14 hari menunjukkan bahwa setengah dari titik sampling berada pada selang kelas yang bernilai lebih dari 0.3˚C (Gambar 9).

Hasil perhitungan RMSE menunjukkan bahwa RMSE antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari adalah 0.288, RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 7 hari adalah 0.388 dan RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 14 hari adalah 0.471 (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa hasil mosaic 3 hari memiliki error yang paling kecil dan dapat dikatakan mempunyai nilai yang paling mendekati dengan nilai yang terdapat pada data acuan.

Hasil perhitungan untuk masing-masing hasil mosaic berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya menunjukkan hasil bahwa data hasil mosaic 7 hari mendapatkan total score yang tertinggi, yaitu 3.1. Hal ini berarti bahwa metode yang paling baik untuk menyusun data yang bebas awan berdasarkan parameter tutupan data, korelasi dan RMSE adalah dengan menggunakan rolling mosaic 7 hari data. Namun jika ingin mendapatkan

tutupan awan yang lebih sedikit, data mosaic 14 hari bisa dipertimbangkan untuk digunakan, karena memiliki total score yang tidak berbeda jauh dengan data mosaic 7 hari.

Gambar 9. Selang Kelas selisih nilai antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari, 7 hari dan 14 hari Tanggal 24 Juli 2018.

  • 3.2    Rolling Mosaic Suhu Permukaan Laut tanggal 24 – 31 Desember 2018

Kelemahan metode rolling mosaic untuk mengurangi tutupan awan ini akan terlihat ketika

Tabel 3

Hasil perhitungan untuk penentuan metode terbaik

Parameter

Bobot

Mosaic 3 Hari

Mosaic 7 Hari

Mosaic 14 Hari

Nilai

Score

Bobot x Score

Nilai

Score

Bobot x Score

Nilai

Score

Bobot x Score

Tutupan Awan

0.35

57.75

1

0.35

77.88

3

1.05

89.07

4

1.4

Korelasi

0.25

0.984

5

1.25

0.972

5

1.25

0.959

5

1.25

RMSE

0.4

0.288

3

1.2

0.388

2

0.8

0.471

1

0.4

Total score

2.8

3.1

3.05


menggunakan data bulan Desember, yaitu ketika musim hujan dan tutupan awan relatif tinggi. Persentase data pada hasil mosaic 1 hari hanya mampu memberikan informasi antara 4,93% hingga 13,03%, mosaic 3 hari hanya mampu memberikan informasi sebesar 13,54% hingga 25,49%, mosaic 7 hari hanya mampu memberikan informasi antara 27,17% hingga 35,83% bahkan mosaic 14 harian yang menggunakan 67 hingga 70 dataset harian hanya mampu memberikan informasi sebesar 41,48% hingga 51,60% dari total area studi (Gambar 10). Hal ini sesuai dengan penelitian Aldrian (2000) yang menyebutkan bahwa ketika bulan Desember terjadi peningkatan intensitas hujan di seluruh wilayah Indonesia sebagai akibat dari pengaruh monsoon Asia yang makin menguat. Karena terjadinya hujan berasal dari awan, maka intensitas hujan yang tinggi sudah pasti akan berhubungan dengan tutupan awan yang tinggi pula. Kondisi tutupan awan yang sangat tinggi pada bulan Desember tidak mampu meningkatkan secara dramatis persentase data, walaupun sudah dilakukan mosaic data pada rentang waktu sepanjang 14 hari. Secara spasial hasil pengolahan data mosaic 1 hari, 3 hari, 7 hari dan 14 hari, menunjukkan bahwa tutupan awan yang tinggi pada bulan Desember secara konstan terjadi pada wilayah tengah perairan Indonesia, sehingga walau telah dilakukan mosaic dengan menggunakan data sepanjang 14 hari, wilayah tersebut masih tetap kosong dan tidak dapat memberikan informasi mengenai kondisi suhu permukaan laut (Gambar 11).

Hasil plotting dari 500 titik sampling yang dipilih secara acak menunjukkan bahwa rentang suhu permukaan laut pada bulan Desember berada pada kisaran yang tidak terlalu lebar, yaitu berkisar antara 26.805°C hingga 33.825°C. Pola fluktuasi pada masing-masing data hasil mosaic seolah-olah menunjukkan pola yang cenderung seragam,

artinya pada saat nilai acuan bergerak naik, nilai-nilai pada mosaic 3 hari, mosaic 7 hari dan mosaic 14 hari juga memiliki pergerakan yang sama, demikian pula sebaliknya (Gambar 12). Diagram pencar yang digunakan sebagai salah satu indikator kekuatan hubungan antara 2 variabel memperlihatkan bahwa posisi titik lebih menyebar dan sedikit melenceng dari garis trend jika dibandingkan dengan diagram pencar untuk data bulan Juli. Setelah dilakukan penghitungan korelasi, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi antara mosaic 1 hari dan mosaic 3 hari adalah 0.945 (R2=0.893), koefisien korelasi antara mosaic 1 hari dan mosaic 7 hari adalah 0.878 (R2=0.771) dan koefisien korelasi antara mosaic 1 hari dengan mosaic 14 hari adalah 0.803 (R2=0.645).

Gambar 10. Persentase data suhu permukaan laut 24-31 Desember 2018.

Koefisien-koefisien korelasi tersebut tergolong tinggi sehingga menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan searah pada semua data hasil mosaic. Namun jika dibandingkan dengan koefisien korelasi pada bulan Juli, nilai koefisien korelasi pada bulan Desember menunjukkan nilai yang lebih rendah.    Walaupun terdapat perbedaan

dalam nilai kekuatan hubungan antara bulan Juli dan bulan Desember, tetapi terdapat persamaan diantara keduanya, yaitu semakin panjang rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic

Gambar 11. Sebaran spasial suhu permukaan laut tanggal 24 Desember 2018. (A: mosaic 1 hari; B: mosaic 3 hari; C: mosaic 7 hari; D: mosaic 14 hari)


Gambar 12. Fluktuasi nilai suhu permukaan laut pada masing-masing hasil mosaic Tanggal 24 Desember 2018


Gambar 13. Diagram Pencar antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari, 7 hari dan 14 hari Tanggal 24 Desember 2018


data, kekuatan hubungan antara data acuan dengan data prediksi akan semakin berkurang yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang semakin mengecil.

Selisih nilai mosaic 1 hari dengan nilai mosaic 3 hari, selisih antara mosaic 1 hari dengan mosaic 7 hari serta selisih antara mosaic 1 hari dengan mosaic 14 hari yang paling dominan terdapat di selang kelas antara 0 sampai 0.1˚C (Gambar 14). Bila dihitung perbedaan antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari akan terlihat bahwa sebanyak 71.4% dari titik sampling mempunyai selisih antara 0-0,1˚C. Hasil perhitungan selisih antara mosaic 1

hari dengan mosaic 7 hari menunjukkan sekitar 50.2% dari tiitk sampling berada pada selang kelas antara 0-0,1˚C, serta sebanyak 43.6% dari titik sampling berada pada selang kelas tersebut, bila membandingkan antara data mosaic 1 hari dengan mosaic 14 hari. Gambar 14 juga memperlihatkan bahwa persentase titik sampling pada selang kelas 0-0.1˚C akan semakin berkurang dengan semakin panjangnya rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic akan berpengaruh terhadap kualitas nilai prediksi karena selisih nilainya

dengan data acuan semakin membesar. Hal ini dikuatkan oleh hasil perhitungan RMSE yang menunjukkan bahwa RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 3 hari adalah 0.263, RMSE mosaic 1 hari dan mosaic 7 hari adalah 0.387 sedangkan RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 14 hari adalah 0.477. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa pada penggunaan data bulan Desember, hasil mosaic 3 hari memiliki error yang paling kecil dan dapat dikatakan mempunyai nilai yang mendekati nilai yang terdapat pada data acuan.

Gambar 14. Selang Kelas selisih nilai antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari, 7 hari dan 14 hari Tanggal 24 Desember 2018.

Karena tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh hasil dengan persentase data minimal 50%, maka penggunaan metode 14 hari merupakan metode yang dijadikan rekomendasi untuk mengurangi tutupan awan yang terjadi pada data-data bulan Desember.

  • 4.    Simpulan

Metode rolling mosaic merupakan metode yang paling sederhana karena menggunakan satu jenis data saja, yang dalam kajian ini menggunakan data citra satelit Aqua/Terra MODIS namun terdiri dari beberapa satuan waktu. Metode yang sederhana ini merupakan salah satu point penting dalam tatanan operasional karena proses pengerjaannya yang tidak rumit dan dapat diselesaikan dengan cepat. Secara umum, hasil dari metode rolling mosaic ini mampu mengurangi tutupan awan sekaligus menambah persentase data suhu permukaan laut sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas kondisi oseanografi yang sedang terjadi. Karena data hasil mosaic ini merupakan salah satu data dasar yang akan digunakan untuk menyusun PPDPI, maka tentu saja dengan berkurangnya

tutupan awan, jumlah produksi PPDPI pesisir diharapkan akan dapat lebih ditingkatkan lagi untuk membantu nelayan dalam menentukan daerah kegiatan operasional penangkapan mereka.

Ucapan terimakasih

Terima kasih diucapkan kepada para peneliti di Balai Riset dan Observasi Laut atas kerjasamanya sehingga semua proses dalam penyusunan makalah ini dapat dilaksanakan dengan baik.

Daftar Pustaka

Aldrian, E. (2000). Pola Hujan Rata-rata Bulanan wilayah Indonesia; tinjauan hasil kontur data penakar denga resolusi Echam T-42. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 1(2), 113-123.

Chai, T. & Draxler, R. R. (2014). Root mean square error (RMSE) or mean absolute error (MAE)? – arguments against avoiding RMSE in the literature. Geoscientific Model Development, 7(3), 1247-1250.

Hastuti, A.W., Suniada, K. I., Susilo, E., & Saputra, A. J. (2016). Distribusi sebaran kapal ikan dan kaitannya dengan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan citra satelit di WPP-NRI 711. Dalam Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2016. Depok, Indonesia, 27 Juli 2016 (pp. 691-699).

He, R., Weisberg, R. H., Zhang, H., Muller-Karger, F. E., & Helber, R. W. (2003). A Cloud-free, Satellite-derived, Sea Surface Temperature Analysis for the West Florida Shelf. Geophysical Research Letters, 30(15), 1-5.

Hendiarti, N., Siegel, H., & Ohde, T. (2004). Investigation of different coastal processes in Indonesian water using SeaWiFS data. Deep Sea Research Part II: Tropical Studies in Oceanography, 51, 85-97.

Hendiarti, N., Suwarso, Aldrian, E., Amri, K., Andiastuti, R., Sachoemar, S. I., & Wahyono, I. B. (2005). Seasonal variation of pelagic fish catch around Java. Oceanography, 18(4), 112–123.

Jatisworo, D., Murdimanto, A., Kusuma, D. W., Sukresno, B., & Berlianty, D. (2018). Analisis penerapan metode gap filling untuk optimalisasi peroleh data suhu permukaan laut bebas awan di Selat Bali. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, 15(2), 55-68.

Koner, P. K. & Harris, A. (2016). Improved Quality of MODIS Sea Surface Temperature Retrieval and Data Coverage Using Physical Deterministic Methods. Remote Sensing, 8(6), 1-16.

Pertami, N. D. & Suniada, K. I. (2014). Utilization of satellite remote sensing data for the determination of potential fishing areas and its validation in the Strait of Bali. In Proceding 12th Biennial Conference of Pan Ocean

Remote Sensing Conference (PORSEC).  Bali,

Indonesia, 04-07 November 2014 (pp. 569-574).

Rintaka, W. E., & Susilo, E. (2015). Analisis model suhu, klorofil-a, net primary productivity (NPP) kaitannya terhadap jumlah tangkapan lemuru (Sardinella lemuru) di perairan Selat  Bali.  Dalam Prosiding Simposium

Nasional Kelautan dan Perikananan II Budaya Perairan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Sosial Ekonomi Perikanan Teknologi Hasil Perikanan. Makasar, Indonesia, 9 Mei 2015 (pp. 407-416).

Sirjacobs, D., Alvera-Azcárate, A., Barth, A., Lacroix, G., Park, Y., Nechad, B., Ruddick, K., & Beckers, J. M. (2011). Cloud filling of ocean colour and sea surface temperature remote sensing products over the Southern North Sea by the Data Interpolating Empirical Orthogonal Functions methodology. Journal of Sea Research, 65(1), 114-130.

Sudiana, D. (2009). Klasifikasi tutupan awan menggunakan data sensor satelit NOAA/AVHRR APT. In Prosiding Seminar on Intelligent Technology and Its Applications. Surabaya, Indonesia, 14 Oktober 2009.

Susanto, R. D., Moore, T. S., Marra, J. (2006). Ocean color variability in the indonesian seas during the seawifs era. Geochemistry Geophysics Geosystems, 7(5), 1-16.

Susilo, E. and Suniada, K. I. (2015). The suitability of the predicted fishing ground maps (PPDPI) and miconecton biomass. In Proceeding of The 1st International

Symposium on Marine and Fisheries Research. Yogyakarta, Indonesia, 7 Agustus 2015 (pp. 233-239).

Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Widayati, C. S. W. 2009. Komparasi beberapa metode estimasi kesalahan pengukuran. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 13(2), 182-197.

Yunanto, A., & Suniada, K. I. (2008). Korelasi antara Hasil Tangkapan Ikan dan Jarak Lokasi Penangkapan dengan Fishing Ground Peta PPDPI terdekat (Stud Kasus Data Respon Balik Hasil tangkapan lkan KM. sumber Rejeki di PPN Pemangkat). Dalam Prosiding Bali Scientific Meeting Peran Penginderaan Jauh dan SIG dalam Aspek Perubahan Iklim Global Pada Sektor Perikanan, Kelautan, dan Pariwisata. Bali, Indonesia, 19 Maret 2008.

Zhu, L., Suomalainen, J., Liu, J., Hyyppä, J., Kaartinen, H., & Haggren, H. (2018). A review: Remote sensing sensors. In Lee, J., Teixeira, A., Leivas, J., Ronguim, C., Bayma-Silva, G., Becedas, J., Núñez, M. D. M., González, D., Mitraka, Z., Zhu, L., Juha, S., Liu, J., Hyyppa, J., Kaartinen, H., Haggren, H., Ojo, O. I., llunga, M. F., Nath, B., Niu, N., Acharjee, S., Chattopadhyay, N., Chandras, S., Tidke, N., Andreas, H., Abidin, H. Z., Gumilar, I., Sarsito, D. A., Pradipta, D., Abdullah, N. N., Idris, N. H. Multi-purposeful Application of Geospatial Data. London, UK: British Library Cataloguing in Publication Data, pp. 19-42.

© 2022 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

Lampiran Hasil Pengolahan Rolling Mosaic


28 Juli 2018                      29 Juli 2018                     30Juli2018                      31Juli2018

Mosaic 1 hari suhu permukaan laut tanggal 24 – 31 Juli 2018


24Juli2018                    25Juli2018                    26Juli2018                    27Juli2018




28Juli2018                     29 Juli 2018                     30Juli2018                      31 Juli 2018

Mosaic 7 hari suhu permukaan laut tanggal 24 – 31 Juli 2018


Mosaic 14 hari suhu permukaan laut tanggal 24 – 31 Juli 2018


Mosaic 1 hari suhu permukaan laut tanggal 24 – 31 Desember 2018

24 Desember 2018             25 Desember 2018             26 Desember 2018             27 Desember 2018

28 Desember 2018             29 Desember 2018             30 Desember 2018             31 Desember 2018

Mosaic 3 hari suhu permukaan laut tanggal 24 – 31 Desember 2018

28 Desember 2018             29 Desember 2018             30 Desember 2018             31 Desember 2018

Mosaic 7 hari suhu permukaan laut tanggal 24 – 31 Desember 2018

Mosaic 14 hari suhu permukaan laut tanggal 24 – 31 Desember 2018

J. Mar. Aquat. Sci. 8: 51-65 (2022)