Komposisi Jenis Dan Fluktuasi Kelimpahan Plankton Secara Temporal Di Perairan Selat Lombok
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(1), 140-146 (2020)
Komposisi Jenis Dan Fluktuasi Kelimpahan Plankton Secara Temporal Di Perairan Selat Lombok
Ni Putu Maya Witariningsih a*, Yulianto Suteja a, I Nyoman Giri Putra a
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kabupaten Badung, Bali, Indonesia.
* Penulis koresponden. Tel.: +6285-738-321-145
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 9 Agustus 2018; disetujui (accepted) 25 September 2020; tersedia secara online (available online) 25 September 2020
Abstract
Indonesian Throughflow (ITF) is a circulation of water mass in Indonesian, water are carrying from the Pacific Ocean to the Indian Ocean. When the water mass from the Pacific Ocean to Indonesian waters will mix with the water mass of Indian Ocean. One of the outflow is the Lombok Strait. The mixing of process bring nutrient-rich in bottom layer to rise to the upper layer and it will affect the fertility. One indicator of water fertility by measuring the abundance and distribution of plankton. The aims of this study to determine the temporal of composition species and fluctuations of plankton abundance temporally in the waters of the Lombok Strait. The study was conducted in the Lombok Strait in November 2017. Data was collected at one point and sample was only take on the surface of the waters. The genus composition of the most widely found phytoplankton Bacillariophyceae class (19 genera) and from the widely obtained zooplankton Hexanauplia class (7 genera). The highest abundance of phytoplankton occurs during high tide during afternoon. This phenomenon is caused by photosynthesis of phytoplankton in the water surface. In contrast to the abundance of the highest zooplankton occurs during high tide in the early morning. This is caused by zooplankton's daily vertical migration and negative phototaxis. Comparison of phytoplankton abundance with zooplankton abundance is inversely proportional, zooplankton abundance depends on abundance of phytoplankton, because phytoplankton grow faster by cell substraction, compared to phototaxis of in zooplankton. It is also a predation of phytoplankton by zooplankton.
Keywords: phytoplankton; zooplankton; tide; indonesian throughflow
Abstrak
Arus Lintas Indonesia (Arlindo) merupakan sirkulasi massa air di perairan Indonesia yang membawa massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Ketika massa air dari Samudera Pasifik memasuki perairan Indonesia akan bercampur dengan massa air dari Samudera Hindia. Salah satu perairan yang dilewati Arlindo adalah Selat Lombok. Proses pencampuran massa air, menyebabkan lapisan bawah yang kaya nutrien naik ke lapisan atas sehingga akan mempengaruhi kesuburan perairan. Salah satu indikator kesuburan perairan dengan mengukur kelimpahan dan distribusi plankton. Plankton merupakan organisme renik yang hidupnya melayang dan tidak dapat melawan pergerakan arus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan fluktuasi kelimpahan plankton secara temporal di perairan Selat Lombok. Penelitian ini dilaksanakan di Selat Lombok pada bulan November 2017. Pengambilan data dilakukan pada satu titik dan pengambilan sampel air hanya di permukaan perairan. Komposisi genus dari fitoplankton yang paling banyak ditemukan berasal dari kelas Bacillariophyceae (19 genus) dan dari zooplankton yang paling banyak didapatkan berasal dari kelas Hexanauplia (7 genus). Kelimpahan tertinggi fitoplankton sebanyak 54.67 ind/l terjadi saat pasang di siang hari. Fenomena ini disebabkan oleh fitoplankton melakukan fotosintesis sehingga berada di permukaan perairan. Berbeda dengan kelimpahan zooplankton tertinggi (24.24 ind/l) terjadi saat pasang menuju surut di pagi hari. Hal ini disebabkan oleh migrasi vertikal harian zooplankton dan bersifat fototaksis negatif. Perbandingan kelimpahan fitoplankton dengan kelimpahan zooplankton berbanding terbalik, kelimpahan zooplankton bergantung pada kelimpahan fitoplankton, karena fitoplankton tumbuh lebih cepat dengan cara pembelahan sel, dibandingkan dengan siklus reproduksi pada zooplankton. Selain itu juga proses dari pemangsaan oleh zooplankton terhadap fitoplankton.
Kata Kunci: fitoplankton; zooplankton; pasang surut; arus lintas indonesia
Arus Lintas Indonesia (Arlindo) merupakan salah satu fenomena yang menjadi ciri khas perairan Indonesia. Arlindo merupakan sirkulasi massa air yang membawa massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melewati perairan Indonesia (Gordon et al., 2008). Massa air dari Samudera Pasifik masuk ke Perairan Indonesia melalui dua jalur yaitu jalur barat dan timur (Sprintall et al., 2009). Ketika massa air dari Samudera Pasifik melewati perairan Indonesia, maka akan bercampur dengan massa air dari Samudera Hindia, sehingga terjadi percampuran massa air (salinitas, densitas, dan temperatur) dari dua Samudera yang berbeda (Setiawan et al., 2013). Adanya proses pencampuran massa air, akan menyuplai nutrien di lapisan atas karena adanya pergerakan dari lapisan bawah yang kaya nutrien naik ke lapisan atas sehingga akan mempengaruhi kesuburan perairan (Horne et al., 1996; Law et al., 2003; Suteja, 2011). Kesuburan perairan dapat diketahui salah satunya dengan mengukur kelimpahan dan distribusi plankton.
Penelitian Adinugroho et al. (2014) menyatakan distribusi plankton di perairan tidak merata, namun secara berkelompok, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kualitas air. Oleh karena itu plankton merupakan salah satu indikator pada suatu perairan. Menurut Sachoemar dan Hendiarti (2011), kehadiran plankton dapat menggambarkan kondisi karakteristik subur atau tidak suatu perairan. Penelitian Radiarta (2013) menyebutkan komposisi, kelimpahan jenis, dan distribusi fitoplankton di perairan berkorelasi erat dengan suhu, kecerahan, salinitas, nitrat dan fosfat perairan. Selain itu, menurut Bahtiar dan Irawati (2013), pH dan oksigen terlarut juga dapat memengaruhi distribusi plankton di perairan.
Selat Lombok merupakan salah satu perairan jalur keluar masuknya Arlindo sehingga merupakan suatu perairan yang unik dan dinamis, memiliki pola arus pada saat pasang purnama bergerak dari arah utara membawa massa air dari Samudera Pasifik menuju ke selatan (Samudera Hindia). Pergerakan pola arus pada saat kondisi surut purnama bergerak dari selatan menuju ke utara dengan membawa massa air dari Samudra Hindia (Ismunarti dan Rochadd, 2013). Menurut Setiawan et al. (2013) Arlindo berpengaruh pada karakteristik suhu dan klorofil perairan di Selat Lombok. Beberapa penelitian dan data yang ada
mengenai berbagai faktor lingkungan oseanografi diantaranya parameter fisika, kimia dan biologi (khusus aspek tentang perikanan) serta produktivitas primer telah dilakukan di perairan Selat Lombok. Salah satu kajian penelitian, distribusi kelimpahan plankton secara spasial (Susilo dan Pancawati, 2014) masih terbatas, namun masih belum ada kajian tentang plankton secara temporal. Oleh karena itu penelitian terkait komposisi jenis dan fluktuasi kelimpahan plankton secara temporal di Selat Lombok saat pasang surut penting untuk dilakukan.
Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada tanggal 3-5 November 2017 di Perairan Selat Lombok, Nusa Tenggara Barat (Gambar 1). Pengambilan data dilakukan di lokasi dengan letak astronomis 1160 1’ 18” BT dan -80 34’ 12” LS. Analisis sampel plankton dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Bali.
Gambar 1. Lokasi Penelitian.
-
2.2 Metode Penelitian
-
2.2.1. Pengambilan Sampel Plankton
-
Sampel fitoplankton dan zooplankton diambil dengan menggunakan plankton net yang memiliki diameter mulut jaring berukuran 25 cm, panjang 100 cm, dan ukuran mata jaring 80 µm. Pengambilan sampel plankton dilakukan setiap 2 jam dalam 24 jam. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel plankton adalah metode tuang yaitu dengan cara menyaring air laut
menggunakan plankton net sebanyak 100L menggunakan ember berukuran 3,3L (Fachrul, 2007). Selanjutnya air yang telah disaring sebanyak 100 mL dimasukkan ke botol sampel berukuran 150 mL. Sampel diawetkan dengan menambahkan formalin 4% dan lugol 5 % sebanyak 4 sampai 5 tetes.
-
2.2.2. Pengambilan Sampel Parameter Kualitas Air
Pengambilan sampel parameter fisika dan kimia perairan diperlukan untuk mengetahui keterkaitan plankton dengan parameter kualitas perairan. Pengukuran suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), dan kekeruhan dilakukan secara in situ menggunakan alat conductivity temperature depth (CTD) yang diturunkan ke kolom perairan menggunakan winch disertai dengan seperangkat kabel elektrik perlahan - lahan hingga ke lapisan dekat dasar, setelah itu ditarik kembali ke permukaan perairan, sedangkan pengukuran nitrat dan fosfat secara ex situ di laboratorium Analitik. Pengambilan data CTD dilakukan setiap 2 jam dalam 24 jam. Untuk data pasang surut diperoleh dari data pasang surut di Pelabuhan Lembar melalui http://bpol.litbang.kkp.go.id sebagai data sekunder.
-
2.3 Pengukuran Sampel di Laboratorium
-
2.3.1. Identifikasi Sampel Plankton
-
Sampel air laut diletakkan pada Sedgewick Rafter Counting Cell (SRCC) untuk menghitung jumlah plankton, diamati dibawah mikroskop binokuler dengan perbesaran 10X. Pada sampel yang sama dilakukan 3 kali pengulangan. Indentifikasi genus plankton berdasarkan buku Johnson and Allen (2012), Indentifikasi kelas plankton berdasarkan WoRMS (World Register of Marine Species).
-
2.3.2. Pengukuran Sampel Nitrat dan Fosfat
Pengukuran sampel nitrat menggunakan metode spektrofotometri yaitu Spektrofotometer UV-Vis dengan Panjang gelombang 410 nm, merujuk pada APHA Standard Method 22nd Edition. Pengukuran sampel fosfat menggunkan metode SNI 06-6989 312005, dengan Spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang 670 nm. Sampel nitrat akan mengalami perubahan warna kuning, sedangkan sampel fosfat mengalami perubahan warna biru setelah dipreparasi, kemudian hasil pengukuran dibaca menggunkan spektofotometri.
-
2.4 Analisa Data
-
2.4.1. Kelimpahan Plankton
-
Kelimpahan plankton dihitung dengan rumus kelimpahan plankton berdasarkan Fachrul (2007). Persamaan untuk menghitung kelimpahan plankton ditampilkan pada persamaan 1.
N=nXVrXAcgx 1
Vo Aa Vs
(1)
dimana, N adalah Kelimpahan plankton jenis ke-i (ind/l), n adalah jumlah plankton hasil pengamatan (ind), Vs adalah volume air contoh yang disaring (100 L), Vr adalah volume air tersaring (100 mL), Vo adalah volume satu Sedgewick-Rafter (1 mL), Acg adalah luas Sedgwick-Rafter Counting Cell (1000 mm2), Aa adalah luas petak Sedgwick-Rafter yang diamati (1000 mm2).
Hasil identifikasi jenis plankton yang didapatkan selama 24 jam di lapisan permukaan yaitu komposisi jenis pada fitoplankton adalah 28 genus dari 4 kelas (Gambar 2). Komposisi persentase yang paling tinggi ditemukan adalah kelas Bacillariophyceae yaitu memiliki 19 genus (Gambar 2). Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan hal yang sama di Teluk Jakarta (Yuliana et al., 2012), di perairan Selat Alas (Radiarta, 2013), di perairan Manado (Liwutang et al., 2013), dan di perairan selat Bali (Sihombing et al., 2017).
Kelas Bacillariophyceae ditemukan memiliki jumlah individu paling banyak (19 genus) karena bersifat kosmopolit dan memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap lingkungan, serta mampu bertahan hidup pada kondisi yang ekstrim, dan memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi (Baytut, 2013). Beberapa genus dari kelas Bacillariphyceae seperti Chaetoceros,
Leptocylindrus, Skletonema, Rhizosolenia, dan Nitzchia paling banyak didapatkan dan jumlah individu merata pada waktu pengamatan. Penelitian Yuliana et al. (2012) di perairan Teluk Jakarta juga didapatkan jenis yang paling banyak dari kelas Bacillariophyceae yaitu genus Chaetoceros, Skletonema dan Rhizosolenia. Genus Skletonema bersifat kosmopolit, memiliki banyak spesies dan memiliki sebaran yang luas (Sarno et al., 2007).
Gambar 2. Persentase masing-masing kelas fitoplankton di perairan Selat Lombok.
Gambar 3. Persentase masing-masing kelas zooplankton di perairan Selat Lombok.
Hasil identifikasi komposisi jenis pada zooplankton didapatkan 14 genus yang berasal dari 8 kelas (Gambar 3). Jumlah genus yang paling banyak ditemukan adalah kelas Hexanauplia subkelas Copepoda sebanyak 7 genus (genus Paracalanus, Calanus, Cyclops, Acartia,
Hemicyclops, Labidocera, dan Diaptomus). Hasil yang sama didapatkan oleh Faiqoh et al. (2015) di perairan Pulau Pramuka mendapatkan kelimpahan paling banyak ditemukan berasal dari ordo Calanoida dan ordo Cyclopoida yang termasuk dalam subkelas Copepoda. Peneilitian yang dilakukan Khasanah et al. (2013) dan Sihombing et al. (2017) di perairan Selat Bali juga mendapatkan kelimpahan tertinggi berasal dari subkelas Copepoda. Tingginya komposisi jenis dan kelimpahan subkelas Copepoda diduga terkait dengan kemampuan adaptasi yang baik (Aliah et al., 2010), dimana copepoda dapat hidup pada kondisi di berbagai perairan (Mulyadi dan Radjab, 2015).
-
3.2 Kelimpahan Plankton
Hasil perhitungan kelimpahan jenis plankton yang di dapatkan selama 24 jam berkisar antara 13,50 –
54,67 ind/l (Gambar 4). Kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan pada pukul 11.20 (54,67 ind/l) saat surut menuju pasang laut, sedangkan kelimpahan fitoplankton terendah pada pukul 01.20 (13,50 ind/l) saat terjadinya pasang. Hasil penelitian yang sama didapatkan di muara sungai Morodemak (Suryanti, 2008), dan Penelitian Siregar et al. (2014) di perairan Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa mendapatkan kelimpahan fitoplankton tinggi di siang hari, dan mengalami penurunan pada sore hari. Hal ini diduga karena pada saat siang hari suhu permukaan perairan relatif lebih hangat dibandingkan lapisan dalam. Tingginya kelimpahan fitoplankton saat surut menuju pasang diduga pengaruh dari dominansi air laut yang memiliki nilai salinitas lebih tinggi dibandingkan saat surut (Abida, 2010). Pengaruh pasang surut dapat mengangkat nutrien ke lapisan permukaan akibat terjadinya turbulensi perairan (Suteja, 2011). Sehingga pola pasang surut berpengaruh terhadap kelimpahan plankton yang berfluktuasi (Purwanti et al., 2011).
Gambar 4. Kelimpahan fitoplankton (- - -) dan pasang surut air laut ( ).
Kelimpahan jenis zooplankton di Selat Lombok berkisar antara 0.00 – 24.24 ind/l (Gambar 5). Kelimpahan zooplankton terendah (0.00 ind/l) pada pukul 17.20 terjadi saat surut, sedangkan kelimpahan zooplankton tertinggi (24.24 ind/l) pada pukul 15.20 terjadi saat menuju surut. Hasil penelitian yang berbeda didapatkan di perairan muara sungai Demak (Purwanti et al., 2011), dan di muara sungai Mempawah (Rahayu et al., 2013). Hal ini diduga karena adanya migrasi vertikal harian zooplankton. Gerakan migrasi vertikal harian zooplankton yaitu zooplankton mengalami naik turun di perairan dapat menyebabkan kelimpahan dan komposisi zooplankton mengalami perbedaan antara lapisan kolom dan permukaan suatu perairan (Iswanto et al., 2015). Selain itu juga,
zooplankton umumnya bersifat fototaksis negatif (menjauhi sinar matahari), sehingga pada siang hari zooplankton cenderung berada di kolom perairan dan malam hari atau dini hari akan naik ke permukaan (Iswanto et al., 2015).
Gambar 5. Kelimpahan zooplankton (- - -) dan pasang surut air laut ( ).
-
3.3 Perbandingan Kelimpahan Fitoplankton dengan Kelimpahan Zooplankton
Hasil kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada pukul 11.20 54,67 ind/l) dan terendah pada pukul 01.20 (13,50 ind/l) (Gambar 6). Berbeda dengan kelimpahan zooplankton tertinggi didapatkan pada 15.20 (24,24 ind/l), dan terendah pada pukul 17.20 (0,00 ind/l) (Gambar 6). Hal ini diduga karena, terjadinya proses pemangsaan (grazing) oleh zooplankton terhadap fitoplankton, yang menyebabkan kelimpahan fitoplankton rendah, sehingga kelimpahan zooplankton meningkat (Chrismadha dan Widoretno, 2016). Selain itu, kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan pada siang hari diduga fitoplankton sedang berfotosintesis, berbanding terbalik terhadap kelimpahan zooplankton. Zooplankton memiliki sifat fototaksis negatif (Indriyawati et al., 2012). Selain itu, rendahnya kelimpahan zooplankton diduga karena zooplankton melakukan migrasi vertikal harian. Adanya migrasi vertikal harian zooplankton, yang menyebabkan zooplankton pada siang hari berada di dasar perairan kemudian akan naik ke lapisan permukaan perairan pada malam hari (Iswanto et al., 2015). Kelimpahan zooplankton bergantung pada kelimpahan fitoplankton, karena fitoplankton tumbuh lebih cepat dengan cara pembelahan sel, dibandingkan dengan siklus reproduksi pada zooplankton (Khasanah et al., 2013), sehingga sering dijumpai puncak produksi zooplankton
terjadi setelah puncak produksi fitoplankton (Indriyawati et al., 2012).
Gambar 6. Perbandingan Kelimpahan Zooplankton ( )
dengan Kelimpahan Fitoplankton (-----).
Persentase genus fitoplankton yang paling tinggi ditemukan adalah dari kelas Bacillariophyceae sebanyak 19 genus, beberapa genus dari kelas Bacillariophyceae seperti Chaetoceros,
Leptocylindrus, Skletonema, Rhizosolenia, dan Nitzchia. Sementara jumlah genus zooplankton yang paling banyak ditemukan adalah dari kelas Hexanauplia yaitu sebanyak 7 genus. Kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan pada pukul 11.20 yaitu sebesar 54,67 ind/l saat terjadinya pasang, karena pengaruh pasang surut dapat mengangkat nutrien dari lapisan bawah ke lapisan permukaan perairan, selain itu pada siang hari fitoplankton melakukan fotosintesis. Kelimpahan zooplankton tertinggi pada pukul 15.20 yaitu sebesar 24,24 ind/l saat mengalami surut, karena adanya gerakan migrasi vertikal zooplankton sehingga zooplankton berada pada permukaan perairan, selain itu nilai kelimpahan fitoplankton yang cukup tinggi diduga terjadi proses pemangsaan oleh zooplankton.
Ucapan terimakasih
Penulis berterimakasih kepada team Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah bersedia memberikan kami ikut serta dalam penelitian. Terimakasih juga kepada teman – teman, seperti: Annasita, Ening, Boiris dan Popi yang telah membantu dalam proses penelitian dan analisis data.
Daftar Pustaka
Abida, I. W. (2010). Struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton di perairan muara sungai Porong
Sidoarjo. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 3(1), 36-40.
Adinugroho, M., Subiyanto, & Haeruddin. (2014). Komposisi dan distribusi plankton di Perairan Teluk Semarang. Saintifika, 16(2), 39-48.
Aliah, R. S., Kusmiyati, & Yaniharto, D. (2010). Pemanfaatan copepoda Oithona sp. sebagai pakan hidup larva ikan kerapu. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 12(1), 45-52.
Bahtiar & Irawati, N. (2013). Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Fitoplankton saat Penambangan Pasir Intensif di Muara Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Jurnal Biologi Tropis, 13(1), 76-86.
Baytut, O. (2013). A study on the phylogeny and phylogeography of a marine cosmopolite diatom from the southern Black Sea. Oceanological and Hydrobiological Studies, 42(4), 406-411.
BPOL. Balai Penelitian dan Observasi Laut. (2018). Data pasang surut di Pelabuhan Lembar tanggal 3-5 November 2017. [online] (http://bpol.litbang.kkp.go.id) [diakses: 5 Maret 2018].
Chrismadha, T., & Widoretno, M. R. (2016). Pola
Pemangsaan Fitoplankton oleh Zooplankton Daphnia magna. LIMNOTEK-Perairan Darat Tropis di Indonesia, 23(2), 75-83.
Fachrul, M. F. (2007). Metode sampling bioekologi. Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara.
Faiqoh, E., Ayu, I. P., Subhan, B., Syamsuni, Y. F., Anggoro, A. W., & Sembiring, A. (2015). Variasi
geografik kelimpahan zooplankton di Perairan Terganggu, Kepulauan Seribu, Indonesia. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 1(1), 19-22.
Gordon, A. L., Susanto, R. D., Ffield, A., Huber, B. A., Pranowo, W., & Wirasantosa, S. (2008). Makassar Strait throughflow, 2004 to 2006. Geophysical Research Letters, 35(24), 1-5.
Indriyawati, N., Abida, I. W., Triajie, H. (2012). Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan zooplankton di perairan sekitar jembatan Suramadu kecamatan Labang kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan: Journal of Marine Science and Technology, 5(2), 127-131.
Ismunarti, D. H., & Rochaddi, B. (2013). Kajian pola arus di Perairan Nusa Tenggara Barat dan Simulasinya menggunakan Pendekatan Model Matematik. Buletin Oseanografi Marina, 2(3), 1-11.
Iswanto, C. Y., Hutabarat, S., & Purnomo, P. W. (2015). Analisis kesuburan perairan berdasarkan
keanekaragaman plankton, nitrat dan fosfat di sungai Jali dan sungai Lereng desa Keburuhan, Purworejo. Management of Aquatic Resources Journal, 4(3), 84-90.
Johnson, W. S., & Allen, D. M. (2012). Zooplankton of the Atlantic and Gulf coasts: a guide to their identification and ecology. USA: JHU Press.
Khasanah, R. I., Sartimbul, A., & Herawati, E. Y. (2013). Kelimpahan dan keanekaragaman plankton di Perairan Selat Bali. Jurnal Ilmu Kelautan, 18(4), 193-202.
Liwutang, Y. E., Manginsela, F. B., & Tamanampo, J. F. W.
-
S. (2013). Kepadatan dan Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Kawasan Reklamasi Pantai Manado. Jurnal Ilmiah Platax, 1(3), 109-117.
Mulyadi, H. A., & Radjab, A. W. (2015). Dinamika spasial kelimpahan zooplankton pada musim timur di perairan pesisir Morella, Maluku Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7(1), 109-122.
Purwanti, S., Hariyati, R., & Wiryani, E. (2011).
Komunitas plankton pada saat pasang dan surut di perairan muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara. BULETIN ANATOMI DAN FISIOLOGI dh SELLULA, 19(2), 65-73.
Radiarta, I. N. (2013). Hubungan antara distribusi fitoplankton dengan kualitas perairan di Selat Alas, Kabupaten Sumbawa. Nusa Tenggara Barat. Jurnal Bumi Lestari, 13(2), 234-243.
Rahayu, S., Setyawati, T. R., & Turnip, M. (2013). Struktur komunitas zooplankton di Muara Sungai Mempawah Kabupaten Pontianak berdasarkan pasang surut air laut. Jurnal Protobiont, 2(2), 49-55.
Sachoemar, S. I., & Hendiarti, N. (2011). Struktur
komunitas dan keragaman plankton antara perairan Laut di Selatan Jawa Timur, Bali dan Lombok. Jurnal Hidrosfir Indonesia, 1(1), 21-26.
Sarno, D., Kooistra W. H., Balzano, S., Hargraves, P. E., & Zingone, A. (2007). Diversity in the genus Skeletonema (Bacillariophyceae): III. Phylogenetic position and morphological variability of Skeletonema costatum and Skeletonema grevillei, with the description of skeletonema ardens sp. Journal of Phycology, 43(1), 156– 170.
Setiawan, A. N., Dhahiyat, Y., & Purba, N. P. (2013). Variasi sebaran suhu dan klorofil-a akibat pengaruh Arlindo terhadap distribusi ikan cakalang di Selat Lombok. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 2(2), 58-69.
Sihombing, H. P., Hendrawan, I. G., & Suteja, Y. (2017). Analisis hubungan kelimpahan plankton di permukaan terhadap hasil tangkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 151-161.
Siregar, L. L., Hutabarat, S. & Muskananfola, M. R. (2014). Distribusi fitoplankton berdasarkan waktu dan kedalaman yang berbeda di perairan Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa. Management of Aquatic Resources Journal, 3(4), 9-14.
Sprintall, J., Wijffels, S. E., Molcard, R., & Jaya, I. (2009). Direct estimates of the Indonesian Throughflow entering the Indian Ocean: 2004-2006. Journal of Geophysical Research: Ocean, 114(7), 1–19.
Suryanti. (2008). Kajian tingkat saprobit di Muara Sungai Morodemak pada saat pasang dan surut. SAINTEK PERIKANAN: Indonesian Journal of Fisheries Sciences and Technology, 4(1), 76-83.
Suteja, Y. (2011). Pencampuran turbulen akibat pasang surut internal dan implikasinya terhadap nutrien di Selat Ombai. Tugas akhir. Bogor, Indonesia: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
WoRMS. World Register of Marine Species. (2018). Taxa. [online] (http://marinespecies.org/) [diakses: 6 Maret 2018].
Yuliana, E. M. Adiwilaga, Harris, E., & Pratiwi, N. T. (2012). Hubungan Antara Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter Fisika-Kimiawi Perairan di Teluk Jakarta. Journal Akuatik, 3(2), 169-179.
© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 140-146 (2020)
Discussion and feedback