Kajian willingness to pay wisatawan terhadap kenaikan tiket di kawasan pura besakih
on
JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS
Vol. 7, No. 2, November 2023.
Kajian willingness to pay wisatawan terhadap kenaikan tiket di kawasan pura besakih
I Gede Gian Saputra1), Rachmat Bryando Gunawan2)
Program Studi S1 Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana1)
Program Studi Magister Manajemen, Manajemen Pariwisata, Universitas Merdeka Malang2) Email : igedegiansaputra@unud.ac.ac.id1), rachmatbryandogunawan@gmail.com2)
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penentu penerimaan pengunjung terhadap kenaikan biaya tiket masuk di sekitar Pura Besakih. Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi survei, studi literatur, wawancara, dan dokumentasi. Purposive sampling digunakan untuk memilih seratus pengunjung domestik sebagai sampel penelitian ini. Dengan menggunakan regresi logistik untuk mengidentifikasi faktor-faktor Willingness To Pay dan metode perhitungan nilai expected willingness to pay (EWTP) berdasarkan tanggapan langsung dari pengunjung terhadap kenaikan harga tiket, penelitian ini menggunakan regresi analitik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai puncak yang bersedia dibayar oleh wisatawan untuk masuk ke kawasan Pura Besakih. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pekerjaan, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan merupakan faktor penentu kecenderungan untuk membayar di kalangan wisatawan domestik, dengan perkiraan nilai maksimum sebesar Rp 46.400 per orang.
Kata Kunci : Willingness To Pay, Wisatawan, Kawasan Pura Besakih
Abstract
The purpose of this study is to investigate the determinants of visitors' acceptance of the increased cost of entrance tickets in the vicinity of the Besakih Temple. This research makes use of both qualitative and quantitative data types. Methods of data collection include surveys, literature reviews, interviews, and documentation. Purposive sampling was utilized to select one hundred domestic visitors as the sample for this study. Utilizing logistic regression to identify Willingness To Pay factors and the expected willingness to pay (EWTP) value calculation method based on direct responses from visitors to ticket price increases, this study employs analytic regression. The objective of this study is to ascertain the peak value that travelers are willing to pay for admission to the Besakih Temple vicinity. The findings of this study indicate that occupation, gender, and level of education are the determinants of propensity to pay among domestic tourists, with an estimated maximum value of IDR 46,400 per person.
Keywords: Willingness To Pay, Tourist, Besakih Temple Area
Bali merupakan salah satu tujuan wisata terkemuka di Indonesia yang telah lama terkenal di dalam dan luar negeri. Pulau ini memiliki berbagai daya tarik pariwisata, termasuk keindahan alam, warisan budaya, dan objek wisata buatan yang dapat dinikmati oleh pengunjung ketika mereka memiliki waktu luang. Setiap tahunnya, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali terus meningkat. Pada tahun 2017, jumlahnya mencapai 5.697.739 pengunjung, meningkat sebesar 6,54% pada tahun 2018 menjadi 6.070.473 pengunjung (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2020). Namun, hal ini menjadi ironi ketika tahun 2020 menjadi tahun bersejarah dimana, menurut data dari BPS Provinsi Bali pada tahun 2019, untuk pertamakali selama lima tahun terkahir kurva mengalami penurunan kunjungan wisatawan mancanegara yang sangat drastis. Sebagai gambaran pada bulan April 2019 dibanding bulan April 2020 penurunan mencapai -99,99% seperti yang ditampilkan pada kurva statistik jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebagai berikut.
Gambar 1. Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara Tahun 2015-2020
Sumber: BPS Bali (2020)
Industri pariwisata Bali mulai bangkit kembali seiring dengan menurunnya infeksi Covid-19 dan status pandemi di Indonesia. Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali meningkat menjadi 355.571 orang pada kuartal kedua tahun 2022. Jumlah tersebut tercatat mengalami peningkatan sangat tinggi hingga ribuan persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatatkan 15.933 kunjungan. Kondisi yang sama bahkan jauh lebih tinggi terlihat jika jumlah wisman triwulan II-2022 dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada kurva berikut.
Gambar 2. Kurva Kunjungan Wisman ke Bali Tahun 2019-2022
Sumber: BPS Bali (2022)
Meski mampu tumbuh sangat tinggi secara quarter to quarter maupun year on year kondisi triwulan saat ini masih terlampau jauh dari kondisi sebelum pandemi yang kala itu mampu mendatangkan wisman dalam jumlah jutaan kunjungan, dengan demikian kondisi triwulan II-2022 sekiranya sudah memberi tanda bahwa sektor pariwisata Bali sudah menuju ke arah pemulihan (new normal era). Pemerintah, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, telah menerapkan sejumlah peraturan untuk menjaga keberlangsungan industri pariwisata Bali dalam menghadapi kebiasaan baru. Berbagai inisiatif telah dilakukan, termasuk replikasi program CHSE dan imunisasi serta pencatatan kedatangan pengunjung secara sistematis melalui aplikasi Peduli Lindungi. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga berencana untuk menjamu 7,4 juta pengunjung
dari luar negeri pada tahun 2023. Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dunia yang tidak stabil, angka ini tentu saja merupakan angka yang signifikan. Pembentukan KSPN, atau Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, adalah salah satu inisiatif yang dipercepat oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2018-2025 (Moerwanto dan Junoasmono, 2017) mencantumkan 25 dari 88 KSPN sebagai prioritas pembangunan hingga tahun 2019. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, KSPN ini menjadikan destinasi pariwisata lebih menarik dan kompetitif di tingkat lokal dan internasional. Hisan, Syechalad (2014) menyatakan bahwa ekspansi pariwisata sangat penting bagi pembangunan negara dan melibatkan tiga pihak. Banyak institusi lokal, regional, nasional, dan internasional bekerja sama untuk meningkatkan sektor ini.
Pura Besakih di Kabupaten Karangasem, Bali, merupakan salah satu KSPN yang menawarkan wisata religi dan budaya. Masyarakat Bali memprioritaskan pengembangan dan pengelolaan Pura Besakih. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No. 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karangasem Tahun 2012 - 2032 menyatakan bahwa pertumbuhan pariwisata di Kawasan Pura Besakih sangat penting bagi perekonomian negara, kota, dan provinsi. Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan lokasi Pura Besakih dan melaksanakan upacara-upacara agama Hindu. Keputusan Gubernur Bali No. 1868/01-E/HK/2016 mengamanatkan Badan Pengelola Kawasan Pura Besakih untuk mengelola operasional sehari-hari. Badan Pengelola Kawasan Pura Besakih membuat kebijakan pengelolaan kawasan, melaksanakan Manajemen Operasional (MO), dan melapor kepada gubernur melalui Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Bali.
Kawasan Pura Besakih memiliki peningkatan kunjungan wisatawan yang cukup signifikan. Di tahun 2017-2019 wisatawan yang berkunjung baik mancanegara maupun nusantara memiliki kenaikan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kunjungan Wisatawan Ke Kawasan Pura Besakih
Asal Wisatawan |
Tahun |
Jumlah (Orang) |
Mancanegara |
2017 |
157.599 |
2018 |
179.925 | |
2019 |
202.877 | |
Jumlah Keseluruhan |
540.401 | |
Nusantara |
2017 |
23.708 |
2018 |
30.866 | |
2019 |
36.555 | |
Jumlah Keseluruhan |
91.129 |
Sumber: Pengelola Kawasan Pura Besakih (2022)
Berdasarkan data tersebut, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (internasional) sebanyak 540.401 wisatawan dihitung dari tahun 2017 hingga tahun 2019. Adapun jumlah wisatawan domestik (nusantara) pada periode 2017 hingga 2019 sebanyak 91.129 wisatawan. Pasca dilanda pandemi covid-19 selama dua tahun lebih, kunjungan wisatawan ke objek wisata pura agung besakih sempat anjlok. bahkan sama sekali sempat tidak ada kunjungan wisatawan. Namun, pada tahun 2022 secara perlahan kunjungan mulai terlihat, dan terus mengalami peningkatan. Meski mendapat berbagai penolakan yang disuarakan oleh masyarakat sekitar terkait dengan penetapan Pura Besakih sebagai KSPN, pemerintah telah menganggarkan 770 Milliar Rupiah dari biaya APBN anggaran 2021-2022 dalam menata kawasan tersebut (Bisnis, 2021). Pura Besakih menjadi destinasi wisata favorit di Kabupaten Karangasem yang sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara maupun domestik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Pratiwi, AA, 2017) kondisi komponen 4A yang dikelola oleh Pura Besakih berada pada kondisi baik. Namun masih memiliki catatan yang harus segera diperbaiki terkait dengan permasalahan sampah dan keamanan wisatawan.
Seiring berkembangnya waktu, pengelolan Kawasan Pura Besakih senantiasa berbenah dan mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam memberikan kenyamanan beribadah dan aktivitas pariwisata. Kementerian PUPR, bersama dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya,
merancang Pura Agung Besakih, yang meliputi Kawasan Manik Mas dalam proses perencanaan dan konstruksi. Di sana, kompleks parkir empat lantai seluas 55.201 meter persegi dapat menampung 1.369 mobil, 66 bus, 18 kios besar, dan 12 kios kecil. Sebagai bagian dari persiapan Area Bencingah, 358 kios pedagang dengan total luas bangunan 7.587 meter persegi-196 kios besar dan 162 kios kecil-sedang dibangun. (Bisnis 2021). Gambar berikut menunjukkan rencana pengembangan Kawasan Pura Besakih.
Gambar 3 Desain Pengembangan Kawasan Pura Besakih Sumber : Bisnis.com (2021)
Seiring dengan perkembangan fasilitas dan amenitas di Kawasan Pura Besakih dan kebijakan pemerintah, pengelola Kawasan Pura Besakih juga menerapkan kenaikan tarif tiket masuk bagi wisatawan. Pada bulan Agustus tahun 2022, pengelola menetapkan tiket masuk sebesar Rp.30.000 untuk wisatawan nusantara dan Rp.100.000 untuk wisatawan mancanegara. Kendati demikian, penentuan harga tiket masuk masih perlu dievaluasi kembali demi menjaga keberlangsungan dan kestabilan komponen destinasi agar terus berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan, menurut Ardika (2013), adalah pariwisata yang mengutamakan kebutuhan generasi sekarang di atas kebutuhan generasi yang akan datang. Gagasan utamanya adalah bahwa keberlanjutan pariwisata Pura Besakih mengharuskan kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang sama-sama terpenuhi. Keberlanjutan lingkungan alam dan kelestarian budaya lokal harus dilindungi, dan sama pentingnya untuk menjaga hubungan antara penduduk lokal dengan wisatawan melalui pendidikan.
Kenaikan tarif retribusi atau tiket masuk bagi wisatawan, tentu bukanlah suatu hal yang baru dalam aktivitas manajemen sebuah destinasi pariwisata. Namun penerapan tersebut, tidak serta merta memasang harga yang tidak sebanding dengan realita yang diberikan, karena terdapat banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh pengelola sebelum menentukan kenaikan harga tiket. Pada studi kasus kenaikan harga tiket di berbagai destinasi yang tergabung ke dalam KSPN, terdapat beragam reaksi pro kontra baik dari masyarakat lokal disekitar destinasi dan wisatawan dalam menanggapi kebijakan tersebut, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rifki and Imelda, 2022) pada kenaikan harga di Candi Borobudur menyatakan bahwa, terjadinya sikap ketidaksetujuan dari masyarakat lokal dalam menanggapi kenaikan tiket masuk yang ada. Menurut mereka pemberlakuan harga baru tersebut dirasa mahal dan cenderung menurunkan potensi kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur. Selain itu, berbagai pemberitaan di media terkait dengan wisata premium Labuan Bajo, beberapa wisatawan juga menyatakan ketidaksetujuan terkait adanya kenaikan tiket masuk yang ada, dikarenakan fasilitas maupun amenitas yang ada masih dirasa perlu dilakukan perbaikan. Sehingga kenaikan harga yang diterapkan dinilai tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.
Kenaikan harga tiket masuk yang ditetapkan untuk menjaga keberlanjutan pariwisata di Pura Besakih dapat menimbulkan berbagai persepsi wisatawan terkait kesediaan mereka membayar harga
yang ditetapkan. Didasari penelitian oleh (Sadikin et al., 2017) yang menyatakan bahwa, kesedian membayar wisatawan perlu dilakukan agar pengelola dapat menentukan harga yang sesuai dan tidak memberatkan salah satu pihak. Sehingga tujuan dari pemberlakuan harga tiket tersebut dapat terlaksana sesuai dengan harapan. Fenomena ini tentu menjadi suatu hal yang wajar mengingat Pura Besakih terus melakukan pembenahan terkait dengan fasilitas dan amenitas wisata, dan wisatawan juga akan “membayar” kepuasan mereka berupa nilai (uang) yang diharapkan dapat memenuhi ekspetasi mereka selama berkunjung di Kawasan Pura Besakih. Selain itu, pengelola juga dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan wisatawan untuk Willingness To Pay (WTP) di Kawasan Pura Besakih. Penelitian ini juga menjadi salah satu acuan dari program pemerintah dan pengelola dalam menyusun sebuah kebijakan. Oleh karena itu penelitian dengan topik “Analisis Kesediaan Membayar (Willingess To Pay) Wisatawan Terhadap Kenaikan Harga Tiket Di Pura Besakih” perlu dilakukan.
Penelitian ini terkait dengan penelitian Setiawan dan Saptutyningsih (2022) tentang "Willingness to Pay for Destination Quality Improvement: Studi Kasus Pantai Baru, Yogyakarta," Osmaleli, Rahmawati, dan Fauzi (2022) tentang "Analisis Kesediaan Membayar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengunjung Terhadap Biaya Masuk Hutan Penelitian Dramaga," dan Sakin dkk. (2017) tentang "Analisis Kesediaan Membayar Ekowisata di Taman Nasional Gunung Rinjani." Tiga investigasi telah menemukan perbedaan antara penelitian sebelumnya dan penelitian saat ini, termasuk lokasi, ukuran sampel, subjek, dan teknik analisis data yang digunakan untuk menghitung estimasi nilai kesediaan membayar wisatawan. Sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah indikator dalam variabel WTP yang digunakan, relevansi penggunaan teknik analisis data regresi dan tujuan penelitian.
Penelitian untuk studi ini dilakukan di Kawasan Pura Besakih antara bulan Januari dan Maret 2022. Jenis data penelitian ini dibagi menjadi dua kategori: data kuantitatif, yang dikumpulkan langsung dari pengunjung dengan menggunakan survei penyebaran kuesioner, dan data kualitatif, yang dikumpulkan untuk mempelajari lebih lanjut tentang keadaan Kawasan Pura Besakih saat ini. Dengan menggunakan perhitungan rumus Slovin, jumlah sampel sebanyak 100 responden dipilih dari populasi pengunjung domestik yang berkunjung ke Kawasan Pura Besakih untuk penelitian ini. Untuk survei ini, kami mengandalkan pengambilan sampel secara tidak sengaja, yang mengharuskan kami untuk memilih sampel dari populasi secara umum atau dari mereka yang telah kami ketahui berusia minimal 17 tahun di antara pengunjung domestik (Sugiyono, 2019). Teknik pengumpulan data meliputi kuesioner, pencatatan, wawancara, dan tinjauan pustaka. Variabel independen (X) Willingness to Pay yang meliputi usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan menjadi variabel dalam penelitian ini. Sedangkan pernyataan setuju atau tidak setuju dengan jumlah harga tiket yang dibayarkan membentuk variabel dependen (Y). Data diolah dengan menggunakan software SPSS 25 dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik dan teknik Contingent Valuation Method (CVM) untuk menentukan nilai EWTP tertinggi.
Adapun pada pembahasan ini, wisatawan Domestik terdiri dari 100 wisatawan yang telah teridentifikasi melalui karakteristik responden. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan kewarganegaraan responden adalah karakteristik yang diteliti. Tabel 2 di bawah ini memberikan informasi spesifik mengenai atribut-atribut responden tersebut.
Tabel 2. Karakteristik Responden Wisatawan Domestik
No |
Karakteristik Responden |
Pilihan |
Jumlah (orang) |
Persentase |
Xl |
Usia |
17-29 Tahun |
75 |
75% |
30-39 Tahun |
14 |
14% | ||
40-49 Tahun |
6 |
6% | ||
50-59 Tahun |
4 |
4% | ||
>60 Tahun |
1 |
1% | ||
Total |
100 |
100% | ||
X2 |
Jenis Kelamin |
Laki-Laki |
64 |
64% |
Perempuan |
36 |
36% | ||
Total |
100 |
100% | ||
X3 |
Jenis Pekerjaan |
Pemerintahan |
4 |
4% |
Profesional |
5 |
5% | ||
Karyawan Swasta |
23 |
23% | ||
Ibu Rumah Tangga |
2 |
2% | ||
Pelaj ar. Mahasiswa |
66 |
66% | ||
Total |
100 |
100% | ||
X4 |
Tingkat Pendapatan |
<Rp.3.000.000 |
79 |
79% |
Rp.3.000.000- Rp.5.000.000 |
14 |
14% | ||
Rp.5.000.000- Rp.10.000.000 |
2 |
2% | ||
>Rp.l0.000.000 |
5 |
5% | ||
Total |
100 |
100% | ||
X5 |
Tingkat Pendidikan |
SD |
1 |
1% |
SMP |
4 |
4% | ||
SMA |
56 |
56% | ||
Saijana Pascasarjana |
39 |
39% | ||
Total |
100 |
100% |
Sumber: Hasil Penelitian Diolah (2022)
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 2 di atas, terlihat bahwa mayoritas dari wisatawan domestik yang mengunjungi Kawasan Pura Besakih berusia antara 17 hingga 29 tahun, sebesar 75%. Lebih lanjut, kelompok ini didominasi oleh laki-laki sebanyak 64% dan mayoritas di antaranya adalah pelajar atau mahasiswa, mencapai persentase sebesar 66%. Sebagian besar dari wisatawan yang datang memiliki pendapatan bulanan di bawah Rp.3.000.000, yakni sebesar 79%. Terakhir, sebanyak 56% dari wisatawan domestik yang mengunjungi Kawasan Pura Besakih memiliki latar belakang pendidikan terakhir SMA.
Dalam penelitian ini, uji regresi logistik digunakan untuk membuktikan hipotesis sekaligus menguji variabel WTP. Berikut ini adalah penjelasan mengenai prosedur yang dilakukan dalam menggunakan uji regresi logistik untuk pengujian:
-
a) Uji Multikolinieritas Metode Matrix
Uji Multikolinieritas dengan Metode Matrix digunakan untuk mengevaluasi adanya masalah multikolinieritas dalam analisis regresi, terutama pada variabel-variabel independen. Teknik ini mengukur tingkat keterkaitan atau korelasi antara variabel-variabel independen dalam model regresi (Ghozali, 2013). Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi apakah terdapat masalah multikolinieritas yang dapat mempengaruhi interpretasi hasil analisis regresi. Jika terdeteksi multikolinieritas yang tinggi, hal itu dapat mengganggu keandalan dan validitas
hasil analisis regresi. Dengan menggunakan metode matrix, peneliti dapat mengevaluasi sejauh mana variabel-variabel independen saling berkorelasi dan mengatasi dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya terhadap analisis regresi yang dilakukan. Adapun hasil analisis ini ditampilkan pada tabel 3 berikut.
Tabel 3 Uji Multikolinearitas
Constant |
JK |
Usia |
Pendidikan |
Pekerjaan |
Pendapatan | ||
Step 1 |
Constant |
1,000 |
-,413 |
-,563 |
-,745 |
-,625 |
-,019 |
JK |
-,413 |
1,000 |
-,031 |
,209 |
-,008 |
-,167 | |
Usia |
-,563 |
-,031 |
1,000 |
,283 |
,565 |
-,239 | |
Pendidikan |
-,745 |
,209 |
,283 |
1,000 |
,112 |
-,317 | |
Pekerjaan |
-,625 |
-,008 |
,565 |
,112 |
1,000 |
,221 | |
Pendapatan |
-,019 |
-,167 |
-,239 |
-,317 |
,221 |
1,000 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa koefisien korelasi antar variabel independen memiliki nilai di bawah 0,900. Hal ini mengindikasikan bahwa model regresi ini diperkirakan baik karena tidak menunjukkan tanda-tanda kuat dari multikolinearitas yang signifikan antar variabel independennya (Ghozali, 2013).
Selanjutnya, mengevaluasi kecocokan model regresi logistik biner. Kecocokan model dibandingkan dengan goodness of fit model dengan menggunakan nilai Hosmer and Lemeshow's column Chi-Square (Ghozali, 2013). Kelayakan model regresi ini ditentukan oleh hipotesis berikut:
H0 : Tidak ada perbedaan antara model dengan data
H1 : Ada perbedaan antara model dengan data
Adapun hasil analisis ini ditampilkan pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Uji Kelayakan Model Regresi Hosmer and Lemeshow Test
Step |
Chi-square |
Df |
Sig. |
1 |
5,309 |
6 |
,505 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Hasil Uji Hosmer and Lemeshow terdapat pada Tabel 4. Tabel menunjukkan signifikansi sebesar 0,505. H0 dapat diterima karena nilai signifikansi melebihi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model cocok dengan data atau dapat memprediksi nilai, sehingga model atau hipotesis penelitian ini dapat diuji.
-
c) Hasil Uji Overall Model Fit
Membandingkan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1) memungkinkan pelaksanaan uji kecocokan model secara keseluruhan. Hipotesis berikut ini digunakan untuk menilai kecocokan model:
Hipotesis Nol (H0) : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara model pada tahap awal dan model pada tahap akhir, menunjukkan bahwa model pada tahap akhir tidak lebih baik dalam menjelaskan data dibandingkan model pada tahap awal.
Hipotesis Alternatif (H1) : Terdapat perbedaan yang signifikan antara model pada tahap awal dan model pada tahap akhir, menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan model pada tahap akhir dalam menjelaskan data dibandingkan model pada tahap awal.
Berdasarkan hipotesis ini, H0 harus diterima dan H1 harus ditolak untuk menjamin bahwa model sesuai dengan data. Fungsi likelihood berfungsi sebagai dasar dari metodologi penelitian ini. untuk menentukan apakah model konsisten dengan data, data ini akan dibandingkan dengan Tabel 5, khususnya Overall Model Fit, yang melaporkan -2 Log Likelihood di bagian akhir. Tabel 5 di bawah ini menampilkan hasil analisis ini.
Tabel 5. Overall Model Fit
-2Log likelihood awal (block number = 0) |
94,279 |
-2Log likelihood akhir (block number = 1) |
90,107 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Berdasarkan hasil analisis regresi dari tabel 5, nilai -2Log likelihood awal (blok nomor = 0) sebesar 94,279 sebelum variabel independen dimasukkan ke dalam model. Setelah semua variabel independen dimasukkan, nilai -2Log likelihood akhir (blok nomor = 1) menurun menjadi 90,107. Perbedaan antara -2Log likelihood awal dan akhir adalah 4,172, menunjukkan penurunan yang signifikan. Dengan membandingkan keduanya, dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan nilai -2Log likelihood awal (block number = 0) dan nilai -2Log likelihood akhir (block number = 1). Hal ini menunjukkan bahwa data dan model yang diusulkan cocok satu sama lain. Oleh karena itu, dimasukkannya variabel independen ke dalam model menandakan adanya peningkatan kualitas model regresi, atau dengan kata lain, hipotesis nol diterima.
Kita dapat menggunakan koefisien determinasi untuk menentukan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabilitas variabel dependen. Nagelkerke R Square menunjukkan koefisien determinasi regresi logistik biner. Nilai regresi berganda dan Nagelkerke R-squared memiliki arti yang sama. Hasil Ghozali (2013) terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6. Koefisien Determinasi
Step |
-2 Log Likelihood |
Cox & Snell R |
Nagelkerke R |
1 |
90,107 |
,041 |
,067 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Tabel 6 menunjukkan koefisien determinasi Nagelkerke R Square dari model regresi logistik. Variabel-variabel independen menjelaskan 6,7% dari variabilitas variabel dependen (p = 0,067). Selain itu, 93,3% variasi disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.
Analisis studi ini, yang menggunakan Uji Regresi Logistik, mencoba mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi seberapa besar pengunjung bersedia membayar tiket masuk. Model ini menilai dampak dari berbagai faktor, termasuk usia, jenis kelamin, pendapatan, dan tingkat pendidikan, terhadap tingkat kesediaan membayar wisatawan. Tabel 7 di bawah ini menampilkan hasil dari uji regresi linier logistik.
Tabel 7 Uji Regresi Linier Logistik | ||||||||
B |
S.E. |
Wald |
df |
Sig. |
Exp(B) |
95% C.I.for EXP(B) | ||
Lower |
Upper | |||||||
Step 1a Jenis Kelamin |
,873 |
,642 |
1,850 |
1 |
,014 |
2,395 |
,680 |
8,434 |
Usia |
-,050 |
,401 |
,016 |
1 |
,900 |
,951 |
,434 |
2,086 |
Pendidikan |
,230 |
,474 |
,236 |
1 |
,027 |
1,259 |
,497 |
3,190 |
Pekerjaan |
,174 |
,165 |
1,114 |
1 |
,041 |
1,190 |
,862 |
1,643 |
Pendapatan |
,258 |
,491 |
,277 |
1 |
,399 |
1,295 |
,495 |
3,389 |
Constant |
-1,580 |
2,413 |
,429 |
1 |
,013 |
,206 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan model berikut ini:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b1X4 + b2X5 + e
Y = -1.580 + 0.873X1 + -0.050X2 + 0.230X3 + 0.174X4 + 0.258X5 + e
Temuan-temuan tersebut diinterpretasikan dan disajikan berdasarkan uji regresi logistik seperti yang telah diberikan sebelumnya di bagian ini. Adapun ringkasan hasil penelitian dijelaskan pada pembahasan berikut:
-
1) Koefisien regresi untuk variabel Jenis Kelamin (X1) menunjukkan peningkatan sebesar 0.873 satuan pada variabel Willingness To Pay (Y) jika variabel X1 naik 1 satuan. Koefisien ini menunjukkan hubungan positif antara X1 dan Y, dengan implikasi bahwa peningkatan X1 akan meningkatkan Y, dan hasilnya signifikan (p=0,014), menunjukkan bahwa Jenis Kelamin (X1) berpengaruh pada Willingness To Pay (Y).
-
2) Sementara itu, koefisien regresi variabel Usia (X2) sebesar -0,050 menunjukkan bahwa kenaikan satu satuan pada X2 akan mengakibatkan penurunan sebesar -0,050 satuan pada Y. Usia (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemauan Membayar (Y), yang dibuktikan dengan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0,900).
-
3) Koefisien regresi untuk variabel Pendidikan (X3) adalah 0,230, yang berarti bahwa kenaikan satu unit pada X3 akan menghasilkan kenaikan 0,230 unit pada Y. Pendidikan (X3) memiliki dampak yang kuat pada Kemauan Membayar (Y), seperti yang ditunjukkan oleh hubungan positif yang signifikan (p = 0,027).
-
4) Koefisien regresi sebesar 0,174 menunjukkan bahwa kenaikan satu unit pada Pekerjaan (X4) menyebabkan kenaikan 0,174 unit pada Y. Pekerjaan (X4) dan Kesediaan Membayar (Y) berkorelasi positif (p=0,041).
-
5) Dengan koefisien regresi sebesar 0,258, kenaikan satu unit pada Pendapatan (X5) menyebabkan kenaikan 0,258 unit pada Y. Positif, tetapi tidak signifikan secara statistik (p=3,399), hubungan ini menunjukkan bahwa Pendapatan (X5) tidak mempengaruhi Kemauan untuk Membayar (Y).
Uji Signifikansi Model Simultan, yang juga dikenal sebagai Omnibus Test of Model Coefficients, adalah tahap selanjutnya dalam proses ini. Uji statistik ini menentukan apakah model regresi yang digunakan memiliki signifikansi statistik secara keseluruhan atau tidak. Uji ini menguji hipotesis nol, yang menyatakan bahwa semua koefisien regresi variabel independen adalah nol. Dengan kata lain, uji ini menentukan apakah variabel dependen dalam model regresi dipengaruhi secara signifikan oleh semua variabel independen. Hasil dari uji ini memberikan informasi apakah model secara keseluruhan relevan dalam menjelaskan variabilitas variabel dependen (Ghozali, 2013). Adapun uji ini ditampilkan pada tabel 8 berikut.
Tabel 8. Omnibus Test Of Model Coefficients
Chi-square |
df |
Sig. | ||
Step 1 |
Step |
4,172 |
5 |
,025 |
Block |
4,172 |
5 |
,025 | |
Model |
4,172 |
5 |
,025 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Model regresi logistik merupakan alternatif yang cocok untuk penyelidikan lebih lanjut karena uji Chi square menghasilkan 4,172 dengan df = 5, yang konsisten dengan Tabel 8 Omnimbus Test of Model Values. Signifikansi Chi-square berada di bawah 0,05, yang mengindikasikan kepercayaan diri. Nilai signifikansi Omnimbus Test sebesar 0,025 lebih kecil dari 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%, yang mengindikasikan bahwa sampel signifikan secara statistik. Setiap variabel independen memiliki pengaruh simultan yang signifikan terhadap variabel dependen. Kesimpulannya, hipotesis 0 ditolak, mengindikasikan bahwa variabel jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan secara keseluruhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesediaan wisatawan domestik untuk membayar rencana kenaikan harga tiket di Kawasan Pura Besakih.
Analisis Estimasi Willingness To Pay atau EWTP digunakan untuk menentukan nilai tertinggi atau rekomendasi harga yang dapat dianggarkan oleh wisatawan dalam membayar tiket masuk ke Kawasan Pura Besakih. Karenanya, dilakukan perhitungan berikut untuk memperoleh informasi tersebut.
Tabel 9 Analisis Deskriptif Variabel WTP(Y)
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent | |
Valid 0 |
18 |
18,0 |
18,0 |
18,0 |
1 |
82 |
82,0 |
82,0 |
100,0 |
Total |
100 |
100,0 |
100,0 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Berdasarkan pada tabel 9, diketahui dari 100 wisatawan, sebanyak 82 wisatawan menyatakan bersedia untuk membayar tarif tiket masuk yang akan diterapkan sebesar Rp.50.000, sedangkan sisanya sebanyak 18 wisatawan menjawab tidak bersedia untuk membayar harga tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh melalui badan pengelola Kawasan Pura Besakih, penerapan harga sebelumnya adalah Rp.30.000 yang akan mengalami kenaikan hingga menjadi Rp.50.000, maka perhitungan nilai EWTP adalah sebagai berikut.
Diketahui,
Jumlah wisatawan yang menyatakan setuju : 82 Responden
Jumlah wisatawan yang menyatakan tidak setuju : 18 Responden
Harga tiket masuk sebelumnya : Rp.30.000
Rencana harga tiket yang akan diterapkan : Rp.50.000
Maka,
Tabel 10 Nilai EWTP
Jawaban Wisatawan |
Jumlah |
Perhitungan |
Hasil |
Setuju |
82 |
82 * 50.000 |
4.100.000 |
Tidak Setuju |
18 |
18 * 30.000 |
540.000 |
Total |
4.640.000 | ||
Total / Jumlah Responden (100) |
46.400 |
Sumber: Hasil Penelitian (2022)
Berdasarkan perhitungan di atas, maka nilai maksimal harga yang direkomendasikan untuk pengelola Kawasan Pura Besakih dalam menerapkan tarif tiket terbaru untuk wisatawan domestik adalah sebesar Rp.46.400.
Tinjauan penelitian ini mengungkap hasil analisis regresi logistik yang menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi Willingness To Pay (WTP) wisatawan domestik di Kawasan Pura Besakih terhadap kenaikan harga tiket masuk. Variabel jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap WTP. Koefisien regresi untuk jenis kelamin menunjukkan kenaikan sebesar 0.873 satuan pada WTP dengan tingkat signifikansi yang mendukung hipotesis. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan jenis kelamin berdampak positif terhadap WTP. Sementara itu, karena tingkat signifikansi lebih tinggi dari nilai alpha yang telah ditentukan dan hasil koefisien mendekati nol, maka faktor usia dan pendapatan tidak memiliki dampak yang terlihat pada WTP. Hasil analisis juga menyoroti bahwa variabel pendidikan berperan dalam meningkatkan WTP. Kenaikan satu satuan pada variabel pendidikan berkontribusi sebesar 0.230 satuan terhadap WTP, dengan tingkat signifikansi yang mendukung hipotesis. Pekerjaan juga terbukti memengaruhi WTP, dengan kenaikan satu satuan pada variabel pekerjaan meningkatkan WTP sebesar 0.174 satuan, yang didukung oleh tingkat signifikansi yang mendukung hipotesis. Namun, variabel usia dan pendapatan, meskipun memiliki koefisien yang menunjukkan arah hubungan, tidak mendukung secara signifikan hipotesis pengaruhnya terhadap WTP.
Berdasarkan data yang diperoleh dari 100 wisatawan menunjukkan bahwa mayoritas, yakni 82 dari 100 wisatawan, bersedia membayar tarif tiket baru sebesar Rp.50.000 di Kawasan Pura Besakih. Sementara 18 responden lainnya menolak membayar dengan harga tersebut. Nilai maksimal dari perhitungan Expected Willingness To Pay (EWTP) menunjukkan bahwa biaya yang diharapkan wisatawan domestik bayarkan adalah sekitar Rp.46.400 per orang. Temuan ini memberikan gambaran nilai maksimal yang diakui oleh wisatawan sebagai harga yang sesuai untuk tiket masuk Kawasan Pura Besakih, berdasarkan evaluasi langsung dari responden terhadap kenaikan tarif tiket.
Selain itu, temuan studi ini memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan pengunjung untuk membayar tiket masuk Kawasan Pura Besakih. Studi ini menambah upaya pengelolaan Kawasan Pura Besakih dan penetapan harga tiket masuk yang lebih akurat dan sesuai dengan preferensi dan karakteristik wisatawan domestik dengan menyoroti faktor-faktor seperti jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan yang signifikan dalam mempengaruhi WTP. Temuan penelitian ini menguatkan temuan penelitian oleh Mahitarani, Budiasa, dan Ustriyana (2021), yang menemukan bahwa tingkat pekerjaan dan pendidikan mendukung anggapan bahwa variabel ini mempengaruhi WTP. Pendidikan yang lebih tinggi sering kali dikaitkan dengan pengetahuan yang lebih besar tentang nilai suatu barang atau jasa, yang tercermin dalam kesediaan untuk membayar harga yang lebih tinggi, demikian menurut Qowi dan Arianti (2021). Sementara itu, pekerjaan yang lebih tinggi atau status pekerjaan yang lebih stabil juga dapat memengaruhi tingkat kesiapan untuk membayar lebih. Kedua variabel ini secara teoritis dihubungkan dengan kemampuan seseorang untuk membayar lebih tinggi (Rahma, Soemarno and Batoro, 2022).
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan mayoritas responden bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk tiket masuk, hal ini sejalan dengan teori permintaan di mana konsumen akan membayar lebih tinggi untuk layanan atau produk yang dianggap memiliki nilai atau manfaat yang lebih tinggi. Teori nilai konsumen, yang mengemukakan bahwa konsumen akan membayar sesuai dengan manfaat yang mereka terima dari produk atau layanan tersebut (Kotler and Keller, 2020). Perhitungan Expected Willingness To Pay (EWTP) mencerminkan nilai maksimal yang dianggap wajar oleh wisatawan, sejalan dengan teori bahwa konsumen cenderung membayar berdasarkan penilaian mereka terhadap manfaat yang diterima.
Penelitian ini menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan wisatawan domestik membayar rencana kenaikan tiket masuk Kawasan Pura Besakih. Analisis regresi logistik mengungkapkan bahwa jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan Willingness To Pay (WTP). Temuan ini memberi pemahaman mendalam tentang dinamika perilaku wisatawan terkait preferensi dan kemauan membayar. Hasil analisis dalam penelitian ini menjelaskan bahwa, meskipun variabel usia dan pendapatan menunjukkan keterkaitan, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap WTP. Mayoritas wisatawan domestik bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk tiket masuk dengan nilai maksimal Expected Willingness To Pay (EWTP) sebesar Rp.46.400.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, karakteristik wisatawan domestik yang berkunjung ke Kawasan Pura Besakih sebagian besar memahami tentang esensi dari kunjungan yang dilakukan, tidak hanya untuk berswafoto semata, namun juga memiliki kesadaran untuk mempelajari kebudayaan Bali. Mereka tidak mempermasalahkan berapa nilai yang harus dikeluarkan, namun pengeluaran tersebut harus memenuhi ekspetasi mereka. Oleh karena itu, pengelola diharapkan dapat memanfaatkan situasi ini dalam memberikan nilai tambah ketika memberlakukan tarif baru tiket tersebut seperti welcome drink, sarung maupun souvenir khas Kawasan Pura Besakih yang mampu meningkatkan aspek memorable wisatawan setelah melakukan kunjungan wisata. Sehingga hal ini juga dapat menjadi pembeda antara Kawasan Pura Besakih dengan Kawasan Pura lainnya di Bali.
Ucapan Terima Kasih
E-journal ini tidak mungkin dapat tersusun tanpa arahan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak Pengelola Kawasan Pura Besakih dan civitas akademika Universitas Udayana atas izin, fasilitas, dan dukungannya selama proses penelitian. Kami juga berterima kasih kepada seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk pengumpulan data, sehingga memungkinkan penyusunan e-journal ini dapat diselesaikan sesuai jadwal.
Ardika, I.G. (2013) ‘Spirituality, ethics and sustainable tourism in the 21st century Madrid, UNWTO’, in First UNWTO International Conference on Spiritual Tourism for Sustainable Development Ninh Binh Province, Viet Nam, 21–22 November 2013. Madrid: UNWTO.
Bisnis (2021) Tingkatkan Kenyamanan Pengunjung, Kementerian PUPR Mulai Konstruksi Pembangunan Pura Besakih. Available at:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210818/45/1431224/tingkatkan-kenyamanan-pengunjung-kementerian-pupr-mulai-konstruksi-pembangunan-pura-besakih (Accessed: 22 February 2022).
Ghozali, I. (2013) Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS. 7th edn. Semarang: Universitas Diponegoro.
Hisan, Syechalad, S.S. (2014) ‘ANALISIS KESEDIAAN PENGUNJUNG UNTUK MEMBAYAR RETRIBUSI OBJEK WISATA DI KOTA BANDA ACEH’, 2(1), pp. 50–59.
Kotler, P. and Keller, K.L. (2020) Principles Of Marketing. 17th edn. United Kingdom: Pearson.
Mahitarani, A.I., Budiasa, I.W. and Ustriyana, I.N.G. (2021) ‘Analisis Willingness To Pay Pengunjung Ekowisata Desa Budaya Kertalangu dalam Upaya Pemeliharaan Lingkungan’, Jurnal Agribisnis Dan Agrowisata (Journal of Agribusiness and Agritourism), 10(1), pp. 137– 143. Available at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA/article/download/75889/40527.
Moerwanto, A.S. and Junoasmono, T. (2017) ‘Strategi Pembangunan Infrastruktur Wisata Terintegrasi’, Jurnal HPJI, 3(2), pp. 67–78.
Osmaleli, Rahmawati, W. and Fauzi, A. (2022) ‘Analisis Willingness to Pay dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengunjung terhadap Tarif Masuk Hutan Penelitian Dramaga’, Indonesian Journal of Agriculture Resource and Environmental Economics, 1(1), pp. 37–46. Available at: https://doi.org/10.29244/ijaree.v1i1.41882.
Pratiwi, AA, M. (2017) Strategi Pengembangan Wisata Spiritual di Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem Bali. Universitas Udayana.
Qowi, A. and Arianti, Ff.A. (2021) ‘Analisis Willingness to Pay Pengunjung dan Peningkatan Sarana Prasarana Objek Wisata Grand Maerokoco di Kota Semarang’, Diponegoro Journal of Economics, 9, pp. 155–166. Available at:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jme/article/view/31580.
Rahma, M.J., Soemarno, S. and Batoro, J. (2022) ‘Willingness To Pay Analysis of Edelweiss Flower From Ex-Situ Conservation At Wonokitri Village, Pasuruan Regency’, Agricultural SocioEconomics Journal, 22(4), pp. 283–292. Available at:
https://doi.org/10.21776/ub.agrise.2022.022.4.5.
Rifki, M. and Imelda, I. (2022) ‘Borobudur Menggunakan Multinomial Naïve Bayes Analysis of Discourse Sentiment of Borobudur Temple Ticket’, jurnal Informatika dan Komputer, 5(2), pp. 156–163. Available at: https://doi.org/10.33387/jiko.
Sadikin, P.N. et al. (2017) ‘Analisis Willingness-to-pay Pada Ekowisata Taman Nasional Gunung Rinjani’, 14(1), pp. 31–46.
Setiawan, F. and Saptutyningsih, E. (2022) ‘Willingness to Pay for Destination Quality Improvement: Case Study of Baru Beach, Yogyakarta’, Journal of Economics Research and Social Sciences, 6(1), pp. 31–43. Available at: https://doi.org/10.18196/jerss.v6i1.13363.
Sugiyono (2019) Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D / Sugiyono. 01 edn. Bandung: Alfabeta.
325
Discussion and feedback