Memorable tourism experiences (MTEs) mahasiswa internasional di indonesia
on
JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS
Vol. 7, No. 2, November 2023.
Memorable tourism experiences (MTEs) mahasiswa internasional di indonesia
Asti Ayuningsih1), Novita Restiati Ina Wea2), Janianton Damanik3)
Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun1) Program Studi Sarjana Terapan Pengelolaan Perhotelan, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana2)
Program Studi Magister Kajian Pariwisata, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada3) Email: astiayuningsih@unkhair.ac.id1), novitarestiati@unud.ac.id2), antondmk@ugm.ac.id3
Abstrak
Memorable tourism experiences telah diakui sebagai salah satu pemicu wisatawan untuk berkunjung kembali ke suatu destinasi wisata dan menyebarkan referensi positif melalui word of mouth. Penelitian ini berfokus pada memorable tourism experiences (MTE) mahasiswa internasional di Indonesia yang merupakan segmen markate yang potensial karena mereka memiliki waktu yang relatif banyak untuk berwisata, khususnya pada saat libur semester dan akhir pekan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan format deskriptif. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa internasional di Indonesia cenderung mengingat pengalaman wisata yang bermanfaat bagi pengembangan diri mereka sendiri (personal outcomes). Penelitian ini juga menemukan faktor lain yang mendukung terbentuknya memorable tourism experiences bagi mahasiswa internasional di Indonesia, yaitu teman perjalanan, atraksi wisata, dan kuliner. Hasil penelitian ini menggarisbawahi faktor MTE mana yang harus diprioritaskan dalam mempromosikan destinasi wisata kepada wisatwatan, khususnya dalam hal ini mahasiswa internasional.
Kata Kunci: Pengalaman Wisata, Memorable Tourism Experiences, Mahasiswa
Abstract
Studies have commonly considered tourists’ memorable tourism experiences with outcome factors such as revisiting a destination and spreading positive word-of-mouth. This study explores memorable tourism experiences (MTE) of international college students in Indonesia which are an attractive market segment for tourism marketers as college students have more leisure time available for traveling, especially during semester break and weekend. This study uses quantitative methods with descriptive format. Data were collected by using questionnaire which contains structured questions about the MTE variables as an instrument. The results revealed that international college students are more likely to remember experiences which are related to their own personal outcomes. This study also found other potential factors affecting memorable tourism experiences, such as travel partner, attraction, and culinary. The findings of this study highlight which MTE factors should be emphasized upon designing and promoting tourism destinations for different variety of tourists, especially in this case, international college students.
Keywords: Tourists’ Experiences, Memorable Tourism Experiences, College Students
-
1. PENDAHULUAN
Jumlah pelajar yang bepergian ke luar daerah bahkan luar negeri untuk menempuh studi terus meningkat setiap tahunnya. Untuk pendidikan luar negeri pada khususnya, permintaan untuk pendidikan internasional diproyeksikan meningkat dari 1,8 juta pelajar internasional pada tahun 2000 menjadi 7,2 juta pada tahun 2025 (Bohm, et al., 2002). Berdasarkan data Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 2013: 32), hampir 4,3 juta pelajar terdaftar sebagai mahasiswa tingkat universitas di luar negara asal mereka pada tahun 2011.
Pendidikan internasional telah menjadi bisnis dengan penghasilan mencapai milyaran dolar dan menjadi sumber penghasilan yang potensial bagi Negara yang menjadi tujuan studi. Pelajar Internasional memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui biaya perkulihan, biaya hidup, wisata, dan secara tidak langsung melalui kunjungan yang dilakukan oleh keluarga ataupun kerabat ke Negara yang menjadi tempat belajar (Lee & King, 2016). Estimasi penghasilan negara-negara yang menjadi tujuan utama pelajar internasional mencapai $15,5 milyar untuk Amerika Serikat, $15 milyar untuk Australia, dan $14,1 milyar untuk Inggris (Ruby, 2009).
Negara-negara Barat telah mendominasi permintaan untuk pelajar Internasional dan menjadi negara penerima pelajar Internasional paling banyak di dunia. Akan tetapi, optimisme negara-negara di Asia Pasifik dalam membangun reputasi mereka sebagai tujuan studi terkemuka juga tak bisa diabaikan. Salah satu upaya yang dilakukan negara di Asia Pasifik adalah mengimplementasikan kebijakan tertentu untuk menargetkan pelajar internasional belajar di negara mereka. Indonesia sendiri telah mengimplementasikan kebijakan dan strategi khusus untuk menggaet pelajar internasional. Berdasarkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (2017), permohonan izin belajar bagi mahasiswa asing semakin meningkat, yaitu 150 – 500 permohonan setiap minggunya. Oleh karena itu, untuk mempermudah penerbitan izin belajar bagi mahasiswa asing, Kemenristekdikti (2017) mengembangkan aplikasi penerbitan izin belajar berbasis daring sebagai strategi untuk meningkatkan jumlah pelajar internasional di Indonesia dan menjadi upaya untuk mendukung penyelenggaraan program pendidikan internasional. Hasilnya, Laporan Tahunan Kemenristekdikti mencatat terdapat 12.501 mahasiswa asing pada tahun 2017 yang kemudian meningkat menjadi 13.348 mahasiswa asing pada tahun 2018. Jumlah tersebut terus bertambah setiap tahunnya. Terlepas dari banyaknya jumlah mahasiswa asing di Indonesia, belum banyak penelitian yang menelusuri pengaruh mahasiswa asing terhadap ekonomi Indonesia secara umum, dan pariwisata Indonesia secara khusus.
Menyadari pentingnya pariwisata global dan perkembangan jumlah mahasiswa asing diberbagai negara, sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan pengalaman berwisata mahasiswa dari berbagai negara maupun latar belakang budaya. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wisatawan dari budaya yang berbeda menunjukkan variasi dalam pengalaman berwisata. Sebagai contoh, Sakkaida et al., (2004) menemukan bahwa mahasiswa Amerika lebih tertarik melakukan perjalanan wisata dengan kelompok kecil, sedangkan mahasiswa Jepang justru lebih suka dengan kelompok yang lebih besar. Studi lain yang meneliti perilaku berwisata mahasiswa adalah Xu et al., (2009) yang menunjukkan bahwa mahasiswa asal Cina menganggap mengunjungi lokasi yang terkenal, seperti simbol visual yang menjadi ciri khas suatu kota atau destinasi wisata serta mempelajari budaya dan sejarah lokal adalah hal yang paling penting untuk dilakukan selama berwisata. Sedangkan bagi mahasiswa asal Inggris, bersenang-senang, bersosialisasi, dan menikmati petualangan yang menantang serta melakukan kegiatan di luar ruangan lebih penting untuk dilakukan.
Clawson & Knetsch (1966) dalam Kim (2013) menjelaskan pengalaman berwisata terdiri atas 5 fase, yaitu antisipasi, perjalanan menuju destinasi, di destinasi, perjalanan pulang, dan refleksi. Sejumlah penelitian sebelumnya yang memusatkan perhatian pada fase antisipasi (misalnya motivasi berwisata) dan fase di destinasi (misalnya perilaku wisatawan) sebenarnya telah memberikan kontribusi untuk memahami motivasi dan perilaku wisatawan. Akan tetapi, penelitian yang berfokus pada fase refleksi dalam pengalaman wisata belum banyak dilakukan. Padahal, pengalaman berwisata akan lebih berarti apabila pengalaman tersebut dapat diingat dan kemudian kembali dikenang pada fase refleksi. Peneliti yang mempelajari Memorable Tourism Experience (MTE) mendukung pernyataan tersebut dengan hasil penelitian mereka yang membuktikan bahwa MTE mempengaruhi perilaku wisatawan setelah berwisata, misalnya keinginan untuk berkunjung kembali dan menyebarkan referensi positif melalui word-of-mouth (Kim et al., 2010; Wirtz et al., 2003). Oleh karena itu, pengalaman yang menjadi MTE bagi wisatawan seharusnya menjadi fokus utama pengelola dan pemasar destinasi wisata.
Lebih lanjut, penelitian Richards & Wilson (2003) menunjukkan bahwa seperlima dari semua perjalanan wisata di dunia dilakukan oleh kaum muda yang berusia antara 18 sampai 25 tahun yang pada umumnya berprofesi sebagai mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa dapat melakukan perjalanan wisata pada saat libur semester dan akhir pekan. Oleh sebab itu, segmen pasar mahasiswa dalam pariwisata perlu untuk dipelajari dan diprioritaskan (Babin & Kim, 2001; Kim & Jogaratnam, 2003). Terlebih lagi, sebagian besar dari mahasiswa secara umum hidup berjauhan dengan orang tua sehingga mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berwisata (Shoham et al., 2004). Dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sebagai segmen pasar pariwisata
merupakan segmen yang sangat potensial untuk dijadikan sumber pendapatan. Oleh sebab itu, memahami MTE bagi mahasiswa penting untuk diteliti dan dipelajari.
Menurut Kim, et al., (2012), skala MTE mencakup tujuh dimensi, yaitu hedonism, refreshment, local culture, meaningfulness, knowledge, involvement dan novelty. Akan tetapi, sejumlah penelitian mengenai MTE lebih memfokuskan pada replikasi skala MTE secara langsung pada konteks baru untuk memvalidasi dimensi skala yang telah ada sebelumnya. Beberapa studi menyatakan bahwa MTE merupakan konsep yang multidimensi, dimana konstruksi spesifik MTE masih belum jelas (Sthapit & Jiménez-Barreto, 2018). Oleh sebab itu, penelitian ini menambahkan dimensi adverse feeling dan familiarity untuk mengeksplorasi konstruk MTE secara komprehensif dan membuka peluang untuk variabel penentu lain yang mempengaruhi MTE wisatawan yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa asing di Indonesia.
Grafik 1. Fase Pengalaman Wisata
Sumber: Clawson & Knetsch, 1996 dalam Kim (2013)
-
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan format deskriptif. Metode survei digunakan dalam pengumpulan data serta kuesioner sebagai instrumen untuk mengumpulkan data dari responden, dalam hal ini yaitu mahasiswa asing yang terdaftar pada program sarjana/diploma di Universitas Gadjah Mada sebagai salah satu perguruan tinggi yang menerima mahasiswa asing paling banyak di Indonesia (Website Izin Belajar Kemdikbud, 2020). Selain itu, syarat lain untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa asing yang telah melakukan perjalanan wisata di salah satu destinasi wisata di Indonesia. Selanjutnya, kuesioner disebarkan online melalui email dan media sosial. Kuesioner berisi pertanyaan terstruktur mengenai variabel yang diteliti, yaitu dimensi MTE.
Kuesioner dirancang sedemikian rupa dan tersusun atas 4 bagian, yaitu profil responden, karakteristik perjalanan, dimensi MTE dan pertanyaan short-answer mengenai faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya MTE. Bagian profil responden terdiri atas pertanyaan seputar usia, jenis kelamin, dan kewarganegaraan. Selain itu, responden juga perlu menyebutkan salah satu destinasi wisata di Indonesia yang pernah dikunjungi dan responden memiliki pengalaman wisata yang tak terlupakan di destinasi tersebut. Pada bagian karakteristik perjalanan, responden diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai tujuan perjalanan, tipe akomodasi yang digunakan, moda transportasi yang digunakan selama di destinasi wisata, teman perjalanan, serta lama tinggal dan total pengeluaran pribadi. Selanjutnya, skala MTE terdiri atas 9 dimensi dengan 31 item pernyataan. Responden menjawab setiap item pertanyaan berdasarkan skala Likert 1 – 5 yang merepresentasikan sangat tidak setuju – sangat setuju.
Dengan menggunakan teknik non-probability sampling dan purposive sampling dalam menentukan sampel penelitian, terdapat 331 mahasiswa asing yang menjawab kuesioner penelitian ini. Setelah dilakukan tabulasi dan reduksi data, tercatat 300 sampel yang dikategorikan valid dan dijadikan data dalam penelitian ini. Dengan kata lain, 31 responden direduksi karena tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh peneliti.
Hasil kuesioner kemudian direduksi sesuai dengan ketentuan Zhang et al., (2018) yaitu (1) terdapat jawaban yang tidak lengkap dan pertanyaan yang tidak dijawab; dan (2) responden menjawab 10 atau lebih item pernyataan dengan skor yang sama secara berturut-turut. Responden dianggap tidak serius dalam mengisi kuesioner apabila salah satu dari kedua ketentuan di atas ditemukan dalam hasil kuesioner. Selain itu, peneliti juga mereduksi responden apabila (1) responden tidak menginap dan menghabiskan waktu kurang dari 24 jam di destinasi wisata; dan (2) responden tidak memilih pengalaman selama berada destinasi wisata Indonesia sebagai pengalaman wisata yang berkesan. Selanjutnya, data primer yang terkumpul dianalisis menggunakan SPSS dan analisis faktor. Analisis faktor digunakan untuk mengelompokkan beberapa variabel MTE yang memiliki sifat dan karakteristik yang hampir sama sehingga mempermudah proses pengolahan data.
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap 300 total responden, dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kewarganegaraan mereka. Berikut ini merupakan karakteristik responden pada penelitian ini.
Untuk kewarganegaraan responden, mahasiswa asal Malaysia mendominasi sebesar 17%. Berdasarkan negara asal mahasiswa asing yang menjadi responden dalam penelitian ini, dapat dikatakan kuesioner penelitian terdistribusi dengan baik dikarenakan jumlah negara asal mahasiswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini lebih dari 30 kewarganegaraan.
Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
No. |
Jenis Kelamin |
Jumlah Responden (Orang) |
Persentase (%) |
1. |
Laki-laki |
140 |
46.6 |
2. |
Perempuan |
160 |
53.3 |
Sumber: Data Lapangan (2020)
Tabel 1 menunjukkan perbandingan responden laki-laki sebanyak 140 mahasiswa asing dan responden perempuan sebanyak 160 mahasiswa asing. Hal ini menunjukkan responden didominasi oleh mahasiswa asing berjenis kelamin perempuan. Akan tetapi, perbedaan jumlah responden antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh berbeda.
Tabel 2. Karateristik Responden berdasarkan Usia
No. |
Usia |
Jumlah Responden (Orang) |
Persentase (%) |
1. |
18 – 20 |
16 |
5.3 |
2. |
21 – 23 |
162 |
54 |
3. |
24 – 26 |
122 |
40.6 |
Sumber: Data Lapangan (2020)
Berdasarkan tabel 2, responden yang paling dominan adalah pada sekitaran usia 21 – 23 tahun. Hal ini dikarenakan usia mahasiswa pada program sarjana maupun diploma pada umumnya adalah di awal umur 20 tahunan.

Selanjutnya, grafik 2 di bawah ini menjelaskan bahwa mahasiswa asing asal Malaysia mendominasi sebesar 17%. Berdasarkan negara asal mahasiswa asing, kuesioner penelitian terdistribusi dengan baik dikarenakan jumlah negara asal mahasiswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini terdapat lebih dari 30 kewarganegaraan.
Afghan Russian
4%
5% British

Malay
17%
Dutch 5%
Bulgaria 5%
Cambodia 4%
Sierra Leonean 5%
Latvia
Libyan 2% Laos Korean Thai 2% 2% 3% 2%
Tatar Germany
3% 3%
Pakistan 7% Nepale 2%
Myanmar 2%
Ethiopia East Timor 3% 2%
Grafik 2. Persentase Kewarganegaraan Responden Sumber: Data Lapangan (2020)

Grafik 3. Destinasi Wisata yang Dikunjungi Responden Sumber: Data Lapangan (2020)
Grafik 3 menunjukkan destinasi wisata yang dikunjungi responden. Dapat dilihat bahwa mayoritas responden mengunjungi Bali dan memiliki pengalaman wisata yang berkesan selama disana. Selain Bali, 17% responden mengunjungi destinasi wisata yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Destinasi wisata yang dikunjungi responden sebagian besar merupakan destinasi wisata atau kota populer yang ada di Indonesia.
Karakteristik Perjalanan
Tabel 3 merangkum karakteristik perjalanan responden dalam penelitian ini. Mayoritas responden melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk bersenang-senang (42%) dan relaksasi (30%). Sebagian dari mereka juga melakukan perjalanan untuk menjadi sukarelawan atau volunteer tourism (12%) dan mengunjungi teman atau kerabat (4,6%). Bisnis (0,6%) menjadi tujuan perjalanan yang relatif kecil. Konten analisis pada pilihan lainnya mengindikasikan tujuan yang bersifat akademik atau berhubungan dengan kegiatan kampus seperti penelitian, pelatihan, dan kuliah kerja lapangan merupakan hal yang paling umum.
Jenis akomodasi yang paling sering digunakan adalah penginapan atau homestay (35,3%) dan hotel berbintang 1 – 3 (34%). Selain itu, sebanyak 14% responden menginap di hotel berbintang 4 atau 5 dan 7.3% responden memilih untuk menginap di dalam tenda atau melakukan camping. Menginap di rumah teman/keluarga/kerabat menjadi pilihan yang paling kurang dikarenakan mahasiswa asing mayoritas tidak memiliki keluarga atau kerabat di Indonesia. Untuk akomodasi lain, mayoritas responden tinggal di asrama, rumah warga lokal dan menginap di dalam kendaraan (misalnya mobil atau bus).
Khusus moda transportasi, responden mayoritas menggunakan kenderaan sewaan (43.3%) dan kenderaan umum (42%). Selanjutnya, menggunakan kenderaan pribadi menjadi pilihan yang relatif kecil dibandingkan tipe kenderaan lainnya dikarenakan mayoritas mahasiswa asing tidak memiliki kenderaan pribadi selama tinggal di negara tujuan belajar mereka. Lebih lanjut, mengenai teman perjalanan, mayoritas responden melakukan perjalanan bersama teman (62.6%) atau sendiri (11.3%).
Mengenai lama tinggal dan total pengeluaran, rata-rata lama tinggal adalah 7,84 hari dengan rata-rata total pengeluaran sebanyak Rp. 4.696.060,-. Beberapa responden tidak mengetahui/tidak ingat jumlah pengeluaran mereka selama melakukan perjalanan wisata.
Tabel 3. Karakteristik Perjalanan
Variabel |
Kategori |
Persentasi (%) |
Tujuan |
Bersenang-senang |
42 |
Relaksasi |
30 | |
Mengunjungi teman/kerabat |
4,6 | |
Sukarelawan |
12 | |
Bisnis |
0,6 | |
Lain-lain |
10,6 | |
Akomodasi |
Hotel berbintang 4 atau 5 |
14 |
Hotel berbintang 1 – 3 |
34 | |
Penginapan (homestay) |
35,5 | |
Camping |
7,3 | |
Rumah teman/keluarga/kerabat |
2,6 | |
Lain-lain |
6,6 | |
Teman Perjalanan |
Sendiri |
11,3 |
Teman |
62,6 | |
Keluarga |
9 | |
Grup Tur |
6 | |
Lain-lain |
11 | |
Transportasi |
Kendaraan Umum |
42 |
Kendaraan Pribadi |
14,6 | |
Kendaraan Sewaan |
43,3 | |
Rata-rata lama tinggal |
7.8 hari | |
Rata-rata Pengeluaran |
Rp. 4.696.060 |
Sumber: Data Lapangan (2020)
Komponen Memorable Tourism Experiences (MTEs)
Berdasarkan hasil dari beberapa tahap analisis, tabel di bawah ini menunjukkan bahwa 31 variabel MTEs melebur dan kemudian membentuk 6 faktor utama MTEs mahasiswa asing di Indonesia.
Tabel 4. Kelompok Faktor Memorable Tourism Experiences
Kelompok Faktor |
Kode Item |
Faktor loading |
Communality |
PCT of Varians (%) |
Persentase Kumulatif (%) |
Eigenvalue |
Faktor 1: |
N3 |
0,620 |
0,665 |
21,011 |
21,011 |
12,219 |
Personal |
N4 |
0,762 |
0,776 | |||
Outcomes |
L1 |
0,612 |
0,610 | |||
L2 |
0,645 |
0,563 | ||||
L3 |
0,731 |
0,795 | ||||
K1 |
0,589 |
0,670 | ||||
K3 |
0,775 |
0,702 | ||||
M1 |
0,818 |
0,820 | ||||
M2 |
0,620 |
0,749 | ||||
M3 |
0,760 |
0,752 | ||||
Faktor 2: |
H1 |
0,424 |
0,499 |
20,616 |
41,627 |
3,312 |
Emotional |
H2 |
0,665 |
0,648 | |||
Affinity |
H3 |
0,696 |
0,654 | |||
H4 |
0,666 |
0,623 | ||||
R2 |
0,723 |
0,707 | ||||
R3 |
0,619 |
0,720 | ||||
R4 |
0,598 |
0,789 | ||||
N1 |
0,628 |
0,727 | ||||
N2 |
0,665 |
0,711 | ||||
I2 |
0,796 |
0,789 | ||||
I3 |
0,845 |
0,755 | ||||
Faktor 3: |
F1 |
0,752 |
0,803 |
9,226 |
50,835 |
2,542 |
Familiarity |
F2 |
0,833 |
0,832 | |||
F3 |
0,902 |
0,845 | ||||
F4 |
0,550 |
0,508 | ||||
Faktor 4: |
A1 |
0,754 |
0,778 |
8,934 |
59,787 |
1,639 |
Adverse |
A2 |
0,891 |
0,819 | |||
Feeling |
A3 |
0,724 |
0,669 | |||
Faktor 5: |
R1 |
0,645 |
0,636 |
7,112 |
66,900 |
1,238 |
Escapism |
I1 |
0,727 |
0,649 | |||
Faktor 6: Knowledge |
K2 |
0,736 |
0,780 |
4,315 |
71,215 |
1,126 |
Sumber: Hasil Analisis (2020)
*H: hedonism; R: refreshment; L: local culture; N: novelty; M: meaningfulness; I: involvement; K: knowledge; A: adverse feelings; F: familiarity.
Berdasarkan hasil analisis terdapat 6 faktor yang mempengaruhi suatu pengalaman wisata menjadi berkesan bagi mahasiswa asing, yaitu faktor personal outcomes, emotional affinity, familiarity, adverse feeling, escapism dan knowledge. Penjelasan mengenai masing-masing faktor pada masing-masing sampel dijelaskan sebagai berikut:
Faktor paling dominan yang mendukung suatu pengalaman wisata menjadi berkesan bagi mahasiswa asing di Indonesia adalah faktor yang diberi label personal outcomes. Faktor ini merupakan penggabungan antara dimensi novelty, knowledge, local culture dan meaningfulness. Personal outcomes dalam penelitian ini ditandai dengan hasil yang didapatkan wisatawan secara individu dalam konteks emosional setelah melakukan perjalanan wisata. Kim et al., (2012) menyatakan bahwa evaluasi kognitif individu, seperti kebermaknaan (meaningfulness) turut meningkatkan memori. Lebih lanjut, Chandaral & Valenzuela (2013) menjelaskan salah satu sub-
variabel dari MTE adalah perceived meaningfulness yang diartikan sebagai makna yang dirasakan dalam pengalaman berwisata dimana wisatawan mendapatkan relationship maupun selfdevelopment. Dalam konteks relationship development, wisatawan mengembangkan hubungan dengan penduduk lokal atau dengan sesama wisatawan dengan terjadinya hubungan/komunikasi yang nantinya akan menghasilkan pengalaman wisata yang berkesan. Sementara dalam konteks self-development, wisatawan mendapatkan pengalaman baru dan meningkatkan kapasitas intelektual. Kebanggaan akan menemukan sesuatu yang baru, mendapatkan pengetahuan dan informasi baru, mengenal budaya orang lain, mendapatkan pengalaman yang bermakna serta pengalaman yang cenderung terjadi pada tingkat emosional yang lebih dalam daripada kenikmatan hedonis akan meninggalkan kesan yang abadi (Knobloch et al., 2017). Hal ini menekankan bahwa pengalaman yang berkesan bagi wisatawan tidak hanya pengalaman yang berkaitan dengan aktivitas hedonis.
Faktor lainnya yang mempengaruhi MTE mahasiswa asing di Indonesia adalah faktor emotional affinity yang terbentuk dari gabungan dimensi hedonism, refreshment, novelty dan involvement. Kim (2014) menyatakan bahwa pikiran afektif merupakan bagian penting dari memori, dan bahwa peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan emosi lebih mungkin untuk diingat. Menurut Tung & Ritchie (2011), rasa senang, rasa bahagia serta merasakan hal positif merupakan hal terpenting yang dirasakan oleh wisatawan terhadap pengalaman wisata mereka.
Faktor yang terbentuk selanjutnya adalah familiarity. Wirtz et al., (2003) membuktikan ketika seseorang atau individu ingin melakukan perjalanan wisata, mereka akan mengumpulkan informasi yang banyak mengenai destinasi wisata yang akan dikunjungi. Dengan demikian, wisatawan akan merasa familiar dengan destinasi karena mereka pernah membaca atau melihat destinasi wisata tersebut pada proses pengumpulan informasi. Hal tersebut membuktikan bahwa faktor banyaknya informasi yang telah dimiliki wisatawan tentang suatu destinasi tertentu mempengaruhi pengambilan keputusan dan ingatan wisatawan.
Faktor keempat yang terbentuk pada MTE mahasiswa asing adalah adverse feeling yang mengacu pada perasaan negatif selama berwisata. Kim (2014) menyimpulkan beberapa komponen lain yang potensial dalam mengukur MTE diantaranya: challenge, personal relevance, stimulation, relaxation happiness dan adverse feeling. Dalam penelitian ini, faktor adverse feeling memiliki pengaruh pada pembentukan MTE pada kedua kelompok sampel. Oleh sebab itu, adverse feeling terbukti menjadi faktor penting dalam MTE. Pernyataan ini didukung oleh Walls (2009) yang menyatakan bahwa pengalaman yang bersifat negatif memiliki after-effect yang relatif lama. Sebagai contoh, Anastasopoulos (1992) dalam studinya menemukan bahwa wisatawan Yunani memiliki pengalaman wisata yang negatif selama berwisata di Turki dan secara signifikan mempengaruhi sikap dan pengambilan keputusan mereka dalam menentukan destinasi wisata yang akan dikunjungi selanjutnya. Di destinasi wisata, wisatawan sering memiliki emosi negatif, misalnya akibat kurangnya manajemen di destinasi (Du-Plessis et al., 2012) atau dikarenakan perilaku karyawan yang tidak professional (Walls, 2009). Pine & Gilmore (1998: 103) memberikan dukungan dengan menyatakan bahwa layanan yang buruk di suatu destinasi wisata akan menciptakan pengalaman negatif yang akan bertahan lama di ingatan wisatawan.
Faktor selanjutnya adalah gabungan indikator refreshment dan involvement, yang dalam penelitian ini diberi label escapism. Konsep pengalaman yang bersifat escapism dijelaskan oleh Pine & Gilmore (1998: 102), diartikan sebagai pembentukan pengalaman dengan partisipasi aktif. Dalam konteks ini, wisatawan terlibat aktif secara fisik pada pembentukan pengalaman. Sebagai contoh, wisatawan melakukan kegiatan wisata olahraga air seperti diving, snorkeling, selancar dan arung jeram. Kim et al., (2009) & Kim (2010) menemukan bahwa refreshment atau perasaan tenang, segar dan bebas yang dirasakan selama berwisata dan involvement atau keterlibatan seseorang dalam suatu perjalanan wisata mempegaruhi dan meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengingat kembali pengalaman lampau dan menggambarkannya secara jelas. Oleh sebab itu, faktor escapism memiliki peran krusial dalam pembentukan MTE wisatawan. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Zatori et al., (2018) dan Mathis et al., (2016) yang menyimpulkan
bahwa wisatawan akan sangat mengingat pengalaman selama berwisata apabila wisatawan tersebut merasa terlibat dalam proses pembuatan pengalaman tersebut.
Faktor terakhir yang terbentuk pada MTE mahasiswa asing adalah knowledge, Faktor ini berkaitan dengan pengetahuan atau informasi baru yang didapatkan oleh wisatawan selama melakukan perjalanan wisata. Pada penelitian ini, faktor knowledge menjadi faktor yang mempengauhi pembentukan MTE namun tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Hal ini turut didukung oleh hasil studi sebelumnya yang menunjukkan hal serupa, seperti Kim (2013), Afifah et al., (2018), Sthapit (2013), dan lain-lain.
Faktor Lain yang Mempengaruhi Memorable Tourism Experiences
Pada sesi terakhir kuesioner, responden diberikan pertanyaan open-ended untuk mengelaborasikan faktor lain yang mempengaruhi pengalaman wisata mereka menjadi lebih berkesan (maksimal 3 faktor). Jawaban responden kemudian digeneralkan menjadi beberapa faktor.
Dengan siapa wisatawan melakukan perjalanan wisata menjadi poin paling krusial dalam merencanakan perjalanan wisata. Pengalaman wisata akan menjadi berkesan apabila wisatawan melakukannya bersama orang terdekat. Dalam penelitian ini, mayoritas responden melakukan perjalanan wisata dengan teman. Hal ini menjadi faktor pendorong suatu pengalaman menjadi berkesan dan tak terlupakan. Mayoritas responden menyebutkan “travel partner”, “travel buddy”, “togetherness”, dan “friend” sebagai faktor lain yang mendukung pengalaman wisata tersebut menjadi berkesan.
Faktor ini diimplikasikan pada kesenangan yang dialami dengan teman/keluarga/kerabat selama di perjalanan menuju destinasi maupun di destinasi wisata. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Zare (2019) yang menjelaskan bahwa kebersamaan yang dirasakan wisatawan dengan teman perjalanan merupakan salah satu tema MTE bagi wisatawan Iran. Selain itu, “kebersamaan” sebagai tema umum sebelumnya telah ditemukan dalam motivasi wisatawan (Goolaup & Mossberg, 2017; Pearce, 2011; Sthapit, 2017), motivasi untuk menghadiri suatu acara (Xu et al., 2009) dan sebagai bagian yang tak terlupakan dari pengalaman (Zare, 2019).
Sebagian besar responden menjawab atraksi yang berupa pemandangan, atmosfir, maupun suasana menjadi faktor lain yang memberikan pengaruh suatu pengalaman wisata menjadi berkesan. Faktor atraksi tercermin sebagai komponen MTE bagi mahasiswa yang melakukan perjalanan wisata dikarenakan sebagian besar responden menjawab dengan “scenery”, “beautiful landscape”, dan “nice view”.
Inskeep (1991: 29) menjelaskan bahwa elemen penting pariwisata adalah atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Atraksi wisata adalah keseluruhan bentuk alam, budaya, hal-hal khusus dan aktivitas terkait dengannya di suatu wilayah yang menarik wisatawan untuk mengunjunginya. Contoh dari atraksi yakni daya tarik wisata seperti keindahan dan keunikan alam, budaya dan aktifitas masyarakat setempat, peninggalan bangunan bersejarah, serta atraksi buatan seperti sarana permainan dan hiburan. Oleh sebab itu, atraksi di suatu destinasi wisata menjadi elemen yang paling utama. Dalam penelitian ini, atraksi yang ditawarkan oleh destinasi menjadi salah satu faktor pendukung yang membentuk MTE.
Sthapit et al., (2019) menyatakan bahwa mayoritas wisatawan di era modern melakukan perjalanan wisata untuk mencicipi makanan baru dan kuliner lokal di destinasi wisata yang bersifat autentik. Mendukung pernyataan tersebut, penelitian ini menemukan bahwa kuliner di destinasi
wisata memiliki peran pada memori seseorang. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden yang diantaranya menjawab “new food”, “delicious food” dan “culinary” sebagai faktor lain yang mendukung MTE mereka.
Salah satu kekurangan skala MTE oleh Kim et al., (2012) adalah skala tersebut membatasi dimensi local culture pada interaksi sosial dan masyarakat lokal saja, dan mengabaikan peran kuliner sebagai elemen penting local culture. Mengonsumsi makanan lokal dianggap sebagai bagian penting dari pengalaman wisata (Sthapit, 2017) dan dikategorikan sebagai aktivitas yang paling mungkin menyebabkan wisatawan untuk merefleksikan masa lalu mereka (Vignolles & Paul-Emmanuel, 2014) karena mencicipi kuliner merupakan aktivitas yang mengaktifkan semua indera (Sutton, 2010) dan membangkitkan ingatan kognitif, emosional dan fisik (Holtzman, 2006). Studi telah menunjukkan bahwa mencicipi kuliner lokal akan menciptakan MTE positif dan berkontribusi lebih lanjut untuk proses pengambilan keputusan berwisata (Sthapit, 2018), termasuk citra destinasi dan loyalitas (Fernandez and Cruz, 2016).
-
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:
-
1. Mahasiswa asing cenderung lebih mengingat pengalaman yang bersifat novelty, knowledge, local culture dan meaningfulness (personal outcomes).
-
2. Faktor MTE familiarity dan adverse feeling terbukti berperan secara signifikan dalam pembentukan MTE. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kedua faktor tersebut sebagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya MTE responden.
-
3. Penelitian ini juga menemukan faktor lain yang potensial dalam mempengaruhi memorable tourism experience, yaitu teman perjalanan, atraksi, dan kuliner. Oleh sebab itu, dengan siapa wisatawan melakukan perjalanan, atraksi apa yang dinikmati selama kunjungan, dan makanan apa yang dimakan atau dicicipi wisatawan selama berada di destinasi wisata turut menjadi faktor krusial yang mempengaruhi ingatan dan memori wisatawan setelah melakukan perjalanan wisata.
Penelitian ini memiliki limitasi, dimana peneliti menyamaratakan latar belakang dan budaya responden. Richards & Wilson (2003) menyatakan bahwa pasar mahasiswa/pelajar secara global tidak bisa dipandang sebagai suatu kelompok yang homogen karena setiap orang yang memiliki budaya dan latar belakang yang berbeda memiliki preferensi masing-masing mengenai perjalanan wisata yang berkesan. Oleh sebab itu, penelitian mengenai memorable tourism experiences pada wisatawan yang memiliki latar belakang berbeda menjadi rekomendasi studi lanjutan dari penelitian ini.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kepala dan staf Kantor Urusan Internasional UGM yang turut membantu dalam proses penyebaran kuesioner kepada responden. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada semua responden yang telah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner dan berpartisipasi dalam penelitian ini.
-
5. DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Suryani, Y., & Dewi, R. K. (2018). 'Implementasi Memorable Tourism Experience Scale pada Wisatawan yang Berkunjung ke Objek Wisata Kota Padang'. Prosiding Festival Riset Ilmiah Manajemen & Akuntansi.
Anastasopoulos, P. G. (1992). 'Tourism and attidue change: Greek tourists visiting Turkey'. Annals of tourism research , 19, 629-642.
Babin, B. J., & Kim, K. (2001). 'International Students' Travel Behavior'. Journal of Travel & Tourism Marketing, 10(1) , 93-106.
Bohm, A., Davis, D., Meares, D., & Pearce, D. (2002). Global Syudents Mobility 2025: Forecasts of the global demand for International higher education. Sydney: IDP Education Australia.
Chandralal, L., & Valenzuela, F.-R. (2013). 'Exploring memorable tourism experiences:
Antecedents and behavioural outcomes'. Journal of Economics, Business and Manageme , 1 (2), 177-181.
Du Plessis, L., Merwe, P. v., & Saayman, M. (2012). 'Environmental factors affecting tourists’ experience in South African national parks'. African Journal of Business Management , 6 (8), 2911-2918.
Fernandes, T., & Cruz, M. (2016). 'Dimensions and outcomes of experience quality in tourism: The case of Port wine cellars'. Journal of Retailing and Consumer Services , 31, 371-379.
Goolaup, S., & Mossberg, L. (2017). 'Exploring the concept of extraordinary related to food tourists' nature-based experience'. Scandinavian Journal of Hospitality and tourism , 17 (1), 2743.
Holtzman, J. D. (2006). 'Food and memory'. Annual review of anthropology , 35, 431-449.
Inskeep, E. (1991). Tourism planning: an intergrated and sustainable development approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Kementerian Riset, T. d. (2018, May 17). Laporan Tahunan Kemenristekdikti 2017. Retrieved July 13, 2019, from Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Inovasi Nasional:
https://ristekdikti.go.id/epustaka/laporan-tahunan-2017/#book/
Kim, J. H. (2013). 'A cross-cultural comparison of memorable tourism experience of American and Taiwanese college students'. Anatolia, 24(3) , 337-351.
Kim, J. H. (2010). 'Determining the factors affecting the memorable nature of travel experiences'. Journal of Travel and Tourism, 27(8) , 780-796.
Kim, J. H. (2014). 'The antecedents of memorable tourism experiences: the development of a scale to measure the destination'. Tourism Management 44 , 34-45.
Kim, J. H., Ritchie, J. R., & McCormick, B. (2012). 'Development of a scale to measure memorable tourism experience'. Journal of Travel Research , 51 (1), 12-25.
Kim, J. H., Ritchie, J. R., & Tung, V. W. (2010). 'The effect of memorable experience on behavioral intentions in tourism: A structural equation modeling approach'. Tourism Analysis, 15 , 637-648.
Kim, K. Y., & Jogaratnam, G. (2003). 'Travel Motivations'. Journal of Travel & Tourism Marketing, 13(4) , 61-82.
Kim, Y. G., Eves, A., & Scarles, C. (2009). 'Building a model of local food consumption on trips and holidaysL: A grounded theory approach'. International journal of hospitality management , 8, 423-431.
Knobloch, U., Robertson, K., & Aitken, R. (2017). 'Experience, emotion, and eudaimonia: a consideration of tourist experiences and well-being'. Journal of travel research , 56 (5), 651-662.
Layanan Izin Belajar Mahasiswa Asing. (n.d.). Retrieved Maret 20, 2020, from
https://izinbelajar.kemdikbud.go.id/
Lee, C. F., & King, B. (2016). 'International students in Asia: travel behaviours and destination perceptions'. Asia Pasific Journal of Tourism Research , 457-476.
Mathis, E. F., Kim, H. L., Uysal, M., Sirgy, J. M., & Prebensen, N. K. (2016). 'The effect of cocreation experience on outcome variable'. Annals of tourism research , 57, 62-75.
OECD. (2013). 'How many students study abroad and where do they go? In OECD'. Education at a Glance 2013: Highlights (p. 32). OECD Publishing.
Payne, K. (2009). International student as domestic tourist in New Zealand. A study of travel patterns, behaviours, motivations and expenditre. New South Wales Australia: Ministry of Tourism Scholarship Research Report, September 2009, School of Tourism and Hospitality Management, Southern Cross University.
Pearce, P. L. (2011). Tourist behaviour and the contemporary world (Vol. 51). Bristol, United Kingdom: Channel View Publications.
Pine, J. B., & Gilmore, J. H. (1998). 'Welcome to the experience economy'. Harvard Business Review, 76(4) , 97-105.
Richards, G., & Wilson, J. (2003). New Horizons in Independent Youth and Student Travel. A Report for the International Student Travel Confederation. Amsterdam: International Student Travel Confederation (ISTC).
Ruby, A. (2009, September 27). Retrieved Juni 24, 2019, from University World News: https://www.universityworldnews.com/post.php?story=20090925022811395
Sakkaida, Y., Cole, S. T., & Card, J. A. (2004). 'a cross-cultural study of college students' travel preferences'. journal of travel and tourism marketing, 16(1) , 33-39.
Shoham, A., Schrage, C., & Eeden, S. V. (2004). 'Students’ Travel Behavior'. Journal of Travel & Tourism Marketing, 17(4) , 1 -10.
Sthapit, E. (2017). 'Exploring tourists’ memorable food experiences: A study of visitors to Santa’s official hometown'. Anatolia , 28 (3), 404-421.
Sthapit, E. (2018). 'Is there more to the effects of tourists' local food consumption on postconsumption behaviours?'. Anatolia , 29 (4), 614-616.
Sthapit, E. (2013). 'Tourist’ Perseption of Memorable Experiences: Testing the Memorable Tourism Experience Scale (MTEs)'. Thesis, University of Lapland, Faculty of Social Sciences .
Sthapit, E., & Jiménez-Barreto, J. (2018). 'You never know what you will get in an Airbnb: poor communication destroys value for guests'. Current Issues in Tourism , 22 (19), 2315-2318.
Sthapit, E., Björk, P., & Coudounaris, D. N. (2017). 'Emotions elicited by local food consumption, memories, place attachment and behavioural intentions'. Anatolia , 28 (3), 262-380.
Sthapit, E., Coudounaris, D. N., & Björk, P. (2019). 'Extending the memorable tourism experience construct: an investigation of memories of local food experiences'. Scandinavian Journal of Hospitality and Tourism , 19 (4-5), 333-353.
Sutton, D. (2010). 'Food and the senses'. Annual review of anthropology , 39, 209-223.
Tung, V. W., & Ritchie, J. R. (2011). 'Exploring the essence of memorable tourism experiences'.
Annal of Tourism Research, 38(4) , 1367-1386.
Vignolles, A., & Paul-Emmanuel, P. (2014). 'A taste of nostalgia: links between nostalgia and food consumption'. Qualitative Market Research , 17, 225-238.
Walls, A. (2009). An examination of consumer experience and relative effects on consumer values, Electronic Theses and Dissertation. Orlando, Florida: University of Central Florida.
Wirtz, D., Kruger, J., Scollon, C. N., & Diener, E. (2003). 'what to do on spring break? the role of predicted, on-line, and remembered experience in future choice'. Psychological Science, 14 , 520-524.
Xu, F., Morgan, M., & Song, P. (2009). 'students' travel behaviour: a cross-cultural comparison of UK and China' . International journal of tourism research, 11 , 255-268.
Zare, S. (2019). 'Cultural influences on memorable tourism experiences'. Anatolia , 30 (3), 316-327.
Zatori, A., Smith, M. K., & Puczko, L. (2018). 'Experience-involvement, memorability and authenticity: The service provider's effect on tourist experience'. Tourism Management , 67, 111-126.
Zhang, H., Wu, Y., & Buhalis, D. (2018). 'A model of perceived image, memorable tourism experiences and revisit intentio'. Journal of Destination Marketing & Management, 8 , 326-336.
304
Discussion and feedback