MENELUSURI OPNINI AUDITOR INDEPENDEN ATAS LKPD PEMERINTAH PROVINSI BALI

KETUT BUDIARTHA

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana

ABSTRACT

The financial report of a district government is are report showing its financial performance within one budgeting period. The Public Sector Auditor (BPK) is in charge to audit the report before going to be accountable toward the legislative. As shown by the result of an audit, whether its financial performance is good or not, depended upon the opinion given by the Public Sector Auditor (BPK). According to the audit conducted on the financial report of government province of Bali for year 2005, indeed the BPK issued Qualified Opinion; which means it is still that the report of the government of province of Bali applying inconsistently with the rule and relevant statutory is all material aspects.

Keywords: BPK, LKPP, LKPD, auditor independent opinion, SPKN, SAP

  • I.    PENDAHULUAN

Beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur keberhasilan seorang pemimpin daerah adalah pertumbuhan ekonomi yang positif, tingkat inflasi yang terkendali, kesempatan kerja yang semakin meningkat, pengangguran yang semakin berkurang, keamanan yang kondusif, dan daya beli masyarakat yang semakin meningkat. Pendekatan seperti itu merupakan pendekatan makro dan manfaatnya sangat dirasakan oleh masyarakat secara umum. Wujud dari keberhasilan pemerintah yang menggunakan pendekatan makro adalah pembangunan secara fisik semakin meningkat. Ada satu pendekatan yang jarang diperhatikan oleh masyarakat adalah kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). LKPD dianggap baik jika mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Sejak diberlakukannya otonomi daerah setiap pemerintah daerah, baik pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi diwajibkan untuk menerbitkan

laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban telah berakhirnya tahun anggaran dan wajib diaudit oleh BPK. Untuk meningkatkan kualitas audit, BPK telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01, Tahun 2007.

  • II.    TINJAUAN TEORI

Landasan Hukum Sistem Akuntansi Pemerintahan

Proses audit atas laporan keuangan pemerintah daerah dimulai sejalan dengan berlakunya Undang-Undang No. 22, Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 25, tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sebagai operasionalnya maka Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29, Tahun 2003 tentang Pedoman pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24, Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan berlakunya Kep. Mendagri No 29, Tahun 2002, dan Peraturan Pemerintah tersebut, maka tidaklah sulit bagi pemerintah daerah untuk menghasilkan laporan keuangan tanpa catatan. Secara eksplisit proses untuk menghasilkan laporan keuangan telah diatur tentang Sistem Akuntansi Keuangan daerah dalam pasal 70 sampai dengan pasal 78 Kep Mendagri No, 29 Tahun 2002. Dengan mengacu pada pasal-pasal tersebut diharapkan pemerintah daerah mampu menghasilkan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang terdiri dari Laporan Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan Arus Kas dan Neraca Daerah seperti diatur dalam Pasal 81, ayat (1) Kep Mendagri No. 29, Tahun 2002.

Selain diatur tentang sistem akuntansi pemerintah yang sangat operasional, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) juga diatur tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dan sebelas pernyataan

yang meliputi pernyataan tentang (1) penyajian laporan keuangan, (2) tentang laporan realisasi anggaran, (3) laporan arus kas, (4) catatan atas laporan keuangan, (5) akuntansi persediaan, (6) akuntansi investasi, (7) akuntansi aset tetap, (8) akuntansi konstruksi dalam pengerjaan, (9) akuntansi kewajiban, (10) koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, peristiwa luar biasa dan (11) laporan keuangan konsolidasian.

Opini Auditor Independen atas LKPD di Indonesia

Terciptanya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan komitmen dan motivasi dari semua jenjang pegawai mulai dari tingkat bawah sampai pada kepala biro untuk mengacu pada standar, sistem dan prosedur yang telah ada, peraturan perundangan yang berlaku, sehingga tidak ada hal-hal yang secara material menyimpang dari standar dan peraturan perundangan yang ada. Jika ada hal-hal yang menyimpang maka auditor independen tidak mungkin akan memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Seperti halnya di sektor swasta, laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban manajemen dapat saja diberikan opini selain wajar tanpa pengecualian (WTP), seperti wajar dengan pengecualian, menolak memberikan pendapat (disclaimer) dan pendapat tidak wajar jika auditor memandang laporan keuangan yang dihasilkan secara material menyimpang dari standar yang berlaku. Untuk mendapatkan opini WTP ada empat kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu pertama kepatuhan terhadap standar akuntansinya, kedua efektivitas pengendalian internal, ketiga kepatuhan terhadap peraturan perundangan dan keempat kecukupan pengungkapan (full disclosure). Seperti diberitakan dalam harian Jawa Pos tanggal 11 Januari 2007, dari 344 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2005, sebanyak 291 daerah memperoleh opini wajar dengan pengecualian, atau

sebanyak 84,6%; 27 daerah memperoleh pendapat tidak memberikan pendapat atau sebanyak 7,86%; dan 8 daerah (2,33%) memperoleh pendapat tidak wajar. Sebaliknya, sebanyak 18 daerah memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan untuk LKPD tahun 2005. Salah satu provinsi yang memiliki laporan keuangan terbaik adalah Pemerintah Provinsi Gorontalo yang dipimpin oleh Gubernur Fadel Muhammad karena selama tiga tahun daerah tersebut mempublikasikan neraca keuangan daerah yang dimilikinya (Jawa Pos 11 Januari 2007).

Tidak hanya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang diaudit oleh BPK, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) juga tidak luput dari pemeriksaan. Hanya saja opini yag diberikan oleh BPK adalah menolak memberikan pendapat (disclaimer). Pendapat ini diberikan oleh BPK untuk yang ketiga kalinya (Jawa Pos, 20 Juni 2007). Dengan pendapat ini artinya BPK mengalami kesulitan untuk melakukan pemeriksaan karena sistem akuntansi tidak dilaksanakan secara transfaran dan terbuka. Di samping itu, kesulitan juga disebabkan karena beberapa lembaga dikatakan membuat kebijakan sendiri sebagai dasar pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBK). Dana yang dipungut itu disimpan sendiri dan dibelanjakan langsung tanpa mengikuti prosedur dan aturan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Selain laporan keuangan pemerintah daerah, laporan keuangan pemerintah pusat juga tidak luput dari pemeriksaan BPK. Ada hal yang luar biasa dari pemeriksaan BPK, yaitu diberikannya opini menolak memberikan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Pendapat tersebut merupakan pendapat auditor yang sangat buruk diantara keempat pendapat yang ada, karena banyak rekening/perkiraan/pos mata anggaran yang tidak didukung dengan buku, catatan dan bukti transaksi, atau sekalipun buku, catatan dan bukti transaksi ada, pihak pemeriksa mengalami kesulitan untuk

menelusuri alur dokumen (flow of document) dan banyak hal-hal yang menyimpang dari peraturan dan perudangan yang ada. Dengan pendapat tersebut idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tidak dapat diterima oleh DPRD.

Setelah proses audit atas LKPD selesai, laporan audit tersebut tidak hanya menjadi konsumsi kalangan anggota dewan. Diperlukan sosialisasi secara luas baik melalui media cetak maupun media elektronik. Publikasi ini juga merupakan salah satu fungsi pengawasan karena jika tidak dipublikasikan dikhawatirkan temuan-temuan auditor akan dipetieskan, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. Menurut Anwar Nasution (Ketua BPK), pada September 2006 BPK dikhabarkan telah mengirim hasil audit APBD Jatim 2005 ke pimpinan DPRD Jatim. Namun wakil rakyat tersebut menolak untuk membeberkan hasil audit itu. Akibatnya tak ada satu pun yang tahu apakah ada kesalahan atau tidak, dalam penggunaan keuangan daerah. Belakangan baru diketahui adanya penyimpangan dana koordinasi dan konsultasi DPRD jatim sebesar Rp 8,2 miliar. Tentu saja ini mengangetkan para anggota DPRD Jatim. Merekapun ramai-ramai menyatakan siap mengembalikan dana tersebut sesuai perintah BPK. Sikap DPRD Jatim ini agak berbeda dengan DPRD Surabaya yang juga telah menerima hasil audit BPK terhadap keuangan kota Surabaya. Sejak awal mereka berani mempublikasikan temuan realisasi dana bermasalah sebesar Rp 85,5 miliar dalam laporan keuangan dan pertanggungjawaban (LKPJ) APBD 2005. Temuan inipun menjadi bahan evaluasi bagi wali kota untuk memperketat disiplin penyusutan anggaran di setiap satuan kerja (Jawa Pos, Laporan Khusus 11 Januari 2007).

  • III.    PEMBAHASAN

Opini Auditor Independen atas LKPD Provinsi Bali

Pemerintah Provinsi Bali diharapkan tidak mengalami nasib yang sama dengan pemerintah pusat, yaitu diberikan pendapat menolak

memberikan pendapat (disclaimer opinion) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat oleh BPK. Audit BPK atas LKPD Pemerintah Provinsi Bali tahun anggara 2004 dan 2005 telah selesai dilakukan. Dari hasil penelusuran ke website BPKRI, ternyata Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali hanya memperoleh opini wajar dengan pengecualian. Artinya masih ada penggunaan keuangan negara yang bersifat material menyimpang dari standar akuntansi pemerintahan dan peraturan perundangan yang berlaku. Jika dikaitkan dengan perusahaan di sektor swasta, opini auditor independen wajar dengan pengecualian merupakan opini yang menunjukkan kinerja manajemen kurang baik, tidak menutup kemungkinan manajemen akan diganti, atau jika tidak manajemen tidak akan diberikan bonus. Berbeda halnya dengan pemimpin daerah, karena proses penggantian pemimpin daerah lebih banyak disebabkan oleh berlalunya waktu dan unsur politik. Jika masyarakat ke depan semakin kritis, tidak menutup kemungkinan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah akan dijadikan tolok ukur untuk menilai keberhasilan pemimpin daerah selain selain indikator-indikator yang bersifat makro seperti tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif, tingkat inflasi yang terkendali, kesempatan kerja yang semakin meningkat, pengangguran semakin berkurang, keamanan yang kondusif dan daya beli masyarakat yang semakin meningkat.

Beberapa penyimpangan yang ditemukan oleh BPK dalam laporan keuangan pemerintah Provinsi Bali meliputi (1) penatausahaan tagihan angsuran penjualan rumah dinas tidak tertib, (2) penganggaran kegiatan perluasan kantor pada dinas tenaga kerja pada belanja operasional dan pemeliharaan, (3) kewajiban pada pengeluaran pembiayaan pada sekretariat daerah, (4) kegiatan rehabilitasi gedung badan diklat daerah, (5) peningkatan gedung Akademi Kebidanan pada Dinas Kesehatan, (6) peningkatan gedung pertemuan, serta (7) belanja bantuan keuangan pada Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan. Terlampir disampaikan Laporan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang dikutip dari website BPKRI.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan beberapa angka dihilangkan.

  • IV.    SIMPULAN

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai salah satu lembaga tinggi negara, memegang peran yang strategis dalam menilai kineja keuangan pemerintah daerah. Proses penilaian ini dilakukan dengan cara memeriksa laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat/daerah yang berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Dari hasil pemeriksaan BPK atas LKPD terhadap 344 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2005, hasilnya sebanyak 84,6% memperoleh opini wajar dengan pengecualian, sebanyak 7,86% memperoleh pendapat tidak memberikan pendapat, sebanyak 2,33% memperoleh pendapat tidak wajar. Pendapat wajar tanpa pengecualian sebagai pendapat yang paling sedikit hanya diperoleh sebanyak 5,23% daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kesungguhan pemerintah daerah untuk mengikuti aturan dan perundag-undangan yang berlaku dalam mengelola keuangan negara sangat sedikit. Termasuk yang cara pengelolaannya kurang baik adalah Pemerintah Provinsi Bali yang terbukti dengan diberikannya opinin wajar dengan pengecualian atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali.

DAFTAR PUSTAKA

...................Undang-Undang No. 22, Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

...................Undang-Undang No. 25, tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

....................Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29, Tahun 2003 tentang Pedoman pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah

................... Daerah Terbaik Pakai Akuntansi Swasta, Jawa Pos, Kamis 11 Januari 2007

.................. LKPP Tetap Akan ”Disclaimer” Jika BPK Tak Bisa Periksa Penerimaan Pajak, Kompas, Rabu . 20 Juni 2007.

Baharudin Haritonang. 2007. ”Gorontalo Menang karena Konsistensi”. Jawa Pos, Kamis . 11 januari 2007.

Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2007. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (2005), Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN

Kepada Para Pengguna Laporan Keuangan

Pemerintah Provinsi Bali

Tahun Anggaran 2005

Berdasarkan ketentuan Pasal 23E Perubahan Ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1973, dan Pasal 31UU No. 17 Tahun 2003, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) telahmemeriksa Laporan Keuangan Provinsi Bali Tahun Anggaran 2005 yang telah disusun oleh Pemerintah Provinsi Bali. Laporan Keuangan tersebut adalah tanggung jawab PemerintahProvinsi Bali. Tanggungjawab BPK RI terletak pada pernyataan pendapat atas Laporan Keuang an Tahun Anggaran 2005 berdasarkan pemeriksaan BPK RI.

Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Daerah tersebut dilakukan dengan berpedomanpada Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan oleh BPK RI. Standar tersebutmengharuskan BPK RI untuk merencanakan, mengumpulkan bukti yang cukup danmelaksanakan pemeriksaan agar memperoleh keyakinan yang memadai bahwa LaporanKeuangan bebas dari salah saji yang material sebagai dasar untuk memberikan pendapat.

Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2005 bertujuan untukmemberikan keyakinan apakah Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2005 telah disajikansecara wajar sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang ditetapkan di dalam PeraturanPerundangan yang berlaku.

Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Provinsi Bali Tahun Anggaran 2005 meliputipengujian atas Laporan Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2005, transaksi (mutasi) Tahun2005 atas akun-akun Neraca, Laporan Aliran Kas untuk periode Tahun Anggaran 2005, danCatatan atas Laporan Keuangan.

Pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut, ditemukan permasalahan materialyang mempengaruhi kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Bali yaitu Penatausahaan Tagihan angsuran Penjualan Rumah Dinas tidak tertib sehingga saldo tagihan seluruhnya sebesar ……………… yang

disajikan dalam Neraca per 31Desember 2005 tidak akurat/tidak menunjukkan saldo yang sebenarnya. Penganggaran kegiatan Perluasan Kantor pada Dinas Tenaga Kerja pada Belanja Operasional danPemeliharaan yang direalisasikan sebesar …………………. dan Kewajiban padaPengeluaran Pembiayaan pada Sekretariat Daerah sebesar ………………. tidaksesuai ketentuan. Selain itu dari Hasil Pemeriksaan BPK RI No. 451/S/XIV.5/12/2005tanggal 9 Desember 2005 atas Penatausahaan Keuangan Daerah Semester I T.A. 2005

pada Provinsi Bali ditemukan pula penganggaran tidak sesuai ketentuan yaitu kegiatanRehabilitasi Gedung Badan Diklat Daerah yang direalisasikan sebesar ……………,Peningkatan Gedung Akademi Kebidanan pada Dinas Kesehatan sebesar …………. dan Gedung Pertemuan sebesar …………… serta BelanjaBantuan Keuangan sebesar ………….. pada Dinas Pertanian dan TanamanPangan.

Berdasarkan Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Provinsi Bali Tahun Anggaran 2005, BPK RI berpendapat bahwa Laporan Keuangan Provinsi Bali TahunAnggaran 2005, kecuali atas akibat paragraph atas hal-hal yang dimuat dalam paragraph sebelumnya telah disajikan secara wajar untuk semua hal yang material sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang ditetapkan di dalam berbagai peraturan perundangan yangberlaku.

Di dalam hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Provinsi Bali Tahun Anggaran2005, BPK RI menyampaikan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah dan DPRD Provinsi Bali dalam upaya penyempurnaan Laporan Keuangan Daerah sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Denpasar, 6 April 2006

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

PERWAKILAN BPK RI DI DENPASAR

KETUA TIM

I DEWA AYU LAKSMI DEWI, SE., AK., MM

NOMOR REG.NEG. : D – 16.808