PENYEBAB UNDERPRICING

PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA

DI BURSA EFEK JAKARTA

GERIANTA WIRAWAN YASA

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana

ABSTRACT

The objective of this research is to test the influence of auditor reputation, underwriter reputation and government ownership (BUMN) on initial return share at initial public offerings. At initial public offerings there are tendency that underpricing could happen. Underpricing is a circumstance where a share price is lower at initial public offerings compared to when it is commercialized in secondary market.

There are 300 companies listed on the Jakarta Stock Exchange during year if 1990 to 2001. Sample is taken by using purposive sampling with criteria as underpriced stocks. Data are analysed using multiple regression to test the relation between initial return and the auditor reputation, underwriter reputation, company’s age, the percentage of stocks that are offered to the public, company profitability, financial leverage, solvability ratio, size of company and government ownership.

Pursuant to the analysis, initial return is influenced significantly by underwriter reputation and company profitability. Auditor reputation and government ownership fail to show significant influence to initial return.

Keywords: initial public offerings, underpricing, auditor reputation, underwriter reputation, government ownership

  • I.    PENDAHULUAN

Salah satu cara untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka pembiayaan atau pengembangan usaha bagi perusahaan yang sedang berkembang adalah dengan go public. Selain digunakan untuk keperluan ekspansi, dana yang diperoleh dari go public biasanya juga digunakan untuk melunasi utang. Akhirnya dana ini diharapkan akan semakin

meningkatkan posisi keuangan perusahaan di samping untuk memperkuat struktur permodalan.

Dalam proses go public sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek) saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana yang sering disebut initial public offering (IPO). Harga saham yang dijual di pasar perdana (saat IPO) telah ditentukan terlebih dahulu, sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (penawaran dan permintaan).

Dalam dua mekanisme penentuan harga tersebut sering terjadi perbedaan harga terhadap saham yang sama antara di pasar perdana dan di pasar sekunder. Apabila penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder pada hari pertama, maka terjadi apa yang disebut dengan underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat IPO secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder pada hari pertama, gejala ini disebut dengan overpricing.

Pada saat IPO terdapat kecenderungan terjadinya underpricing (Hanafi, M. dan Suad Husnan,1991). Di beberapa negara berkembang di Amerika Latin gejala adanya underpricing dalam jangka pendek juga terjadi, tetapi dalam jangka panjang kondisi sebaliknya (overpricing) yang terjadi (Aggarwal et al., 1993).

Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisasi underpricing karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para investor (Beatty, 1989).

Apabila terjadi underpricing, dana yang diperoleh perusahaan dari go

public tidak maksimum. Sebaliknya, bila terjadi overpricing, maka investor akan merugi karena mereka tidak menerima initial return. Initial

return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham saat IPO dengan menjualnya pada hari pertama.

Underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi (Beatty, 1989; Beatty dan Ritter, 1986). Studi yang memfokuskan asimetri informasi antara pemilik dengan investor dilakukan oleh Leland dan Pyle (1977). Di dalam menentukan harga, pihak penentu harga sangat memperhatikan informasi perusahaan. Apabila di antara mereka tidak memiliki informasi yang lengkap tentang perusahaan, maka akan terjadi perbedaan harga. Perbedaan harga di kedua pasar tersebut mestinya dapat dihindarkan apabila penentu harga di kedua pasar tersebut memiliki informasi yang sama terhadap perusahaan yang go public. Pemilik lama dan manajemen merupakan pihak yang memiliki informasi secara lengkap tentang perusahaannya, sedangkan investor tidak memiliki informasi secara lengkap.

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor potensial dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Agar laporan keuangan dapat lebih dipercaya, maka laporan keuangan harus diaudit. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangannya telah diaudit oleh KAP (Keputusan Menteri Keuangan RI No 859/KMK.01/1987). Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Adanya laporan keuangan yang dapat

dipercaya pemakai tersebut akan mengurangi terjadinya asimetri informasi.

Auditor yang berkualitas akan menerima premium harga terhadap kualitas pengauditannya yang lebih baik (Titman dan Trueman, 1986; Beatty, 1989). Seorang auditor memiliki keinginan untuk menguji dan melaporkan adanya penyimpangan penerapan prinsip akuntansi. Auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit. Firth dan Liau-Tan (1998) mengungkapkan bahwa perusahaan yang melakukan IPO yang memiliki risiko khusus yang lebih tinggi memiliki insentif untuk memilih auditor yang dipersepsikan memiliki kualitas yang tinggi.

Perusahaan yang akan melakukan IPO akan memilih KAP yang memiliki reputasi yang baik. Balvers, et al. (1988) mengungkapkan bahwa investment banker yang memiliki reputasi tinggi akan menggunakan auditor yang mempunyai reputasi tinggi pula. Investment banker dan auditor yang memiliki reputasi akan mengurangi underpricing (Balver et al., 1988).

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap initial return. Beatty (1989) mengemukakan bahwa terdapat hubungan negatif antara reputasi auditor dengan initial return. Dikemukakan pula bahwa faktor-faktor yang disebutnya sebagai ex-ante uncertainty yang merupakan variabel control, yaitu reputasi penjamin emisi, persentase penawaran saham, umur perusahaan, tipe penjamin emisi dan indikator perusahaan minyak dan gas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap initial

return. Carter dan Manaster (1990) mengemukakan bahwa reputasi

penjamin emisi, persentase penawaran saham, log offer-size, dan umur perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap initial return. Penelitian serupa di Indonesia dilakukan oleh Trisnawati (1999) dengan mengambil sampel di Bursa Efek Jakarta (BEJ) untuk pengamatan tahun 1994 dan 1995. Dari hasil penelitiannya ia tidak berhasil menemukan hubungan antara kualitas auditor dengan initial return. Akan tetapi, hasil penelitian tersebut mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan antara umur perusahaan dengan initial return.

Tingkat kepercayaan pemodal terhadap saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lebih tebal dibandingkan dengan saham non-BUMN. Hal ini terjadi karena nama pemerintah di jajaran pemegang saham memberi jaminan bahwa investasi pemodal akan tetap terjaga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh reputasi auditor, reputasi underwriter, kepemilikan pemerintah (BUMN/non-BUMN), umur perusahaan, tingkat kepemilikan saham yang ditawarkan, return on assets, financial leverage, solvability ratio, dan ukuran perusahaan mempengaruhi initial return saham saat penawaran perdana.

  • II.    KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Fenomena untuk menjadi perusahaan publik semakin diminati oleh perusahaan dalam beberapa tahun belakangan ini. Banyak pendapat yang menjustifikasi manfaat yang diperoleh perusahaan dengan menjadi perusahaan publik. Pagano et al. (1998) menyatakan beberapa alasan perusahaan untuk melakukan go public, yaitu mengatasi kendala

pinjaman, mempunyai bargaining yang lebih besar dengan bank,

diversifikasi likuiditas dan portofolio, monitoring, pengakuan investor, dan perubahan kontrol.

Apabila saham dijual ke publik, berarti perusahaan tersebut melakukan go public. Dengan go public, perusahaan dapat menarik dana yang relatif besar dari masyarakat secara tunai. Sebaliknya, bagi masyarakat berarti memperoleh kesempatan untuk ikut memiliki perusahaan tersebut sehingga terjadi distribusi kesejahteraan. Dengan ikutnya masyarakat luas dalam kepemilikan, akan membawa konsekuensi bagi pemilik semula, yaitu hak kepemilikannya relatif berkurang dibandingkan dengan sebelum go public.

Ada beberapa motivasi bagi perusahaan yang melakukan go public. Di antaranya yang umum adalah untuk pendanaan pertumbuhan perusahaan (Pagano et al., 1998). Akan tetapi, di Italia perusahaan melakukan IPO bukan untuk mendanai investasi dan pertumbuhan pada masa mendatang, melainkan untuk rebalance modalnya setelah melakukan investasi yang besar (Pagano et al., 1998). Kim et al., (1993) mengemukakan ada dua alasan mengapa perusahaan go public, yaitu karena pemilik lama ingin mendiversifikasikan portofolio mereka dan karena perusahaan tidak memiliki alternatif sumber dana lain untuk membiayai proyek investasinya.

Apa pun motivasi go public, perusahaan menginginkan dana yang terkumpul dari IPO bisa maksimum. Agar perusahaan dapat segera mendapatkan dana dari pelemparan sahamnya ke publik, perusahaan menyerahkan masalah yang berkaitan dengan IPO ke underwriter.

Dengan adanya underwriter, perusahaan akan segera mendapatkan dana

sebesar harga IPO. Harga saham saat IPO merupakan kesepakatan antara underwriter dan perusahaan emiten.

Initial public offering (IPO) atau penawaran perdana disebut juga sebagai penjualan saham di pasar perdana. Agar dalam memasuki pasar perdana bisa berjalan lancar, perusahaan menyerahkannya ke pihak yang profesional. Profesi yang diserahi oleh perusahaan untuk menyelesaikan masalah-masalah IPO adalah underwriter. Underwriter umumnya menjalankan tiga fungsi, yaitu advisory function, underwriting function, marketing function. Sebagai pemberi saran (advisory function), underwriter dapat memberikan saran berupa tipe sekuritas, penentuan harga sekuritas, dan waktu pelemparannya. Underwriting function adalah fungsi penjaminan, yaitu underwriter membeli seluruh sekuritas, yang kemudian dijual kembali kepada masyarakat. Dengan demikian, underwriter menanggung risiko tak terjualnya sekuritas ke publik. Jika nilai saham cukup besar, underwriter membentuk sindikat yang terdiri atas lead underwriter dan underwriter anggota. Underwriter anggota dalam sindikat dapat berfungsi sebagai pembeli sekuritas dan kemudian menjualnya ke publik atau hanya ikut memasarkan sekuritas ke publik.

Setelah saham dijual di pasar perdana saham tersebut didaftarkan di pasar sekunder (listing). Dengan didaftarkannya saham tersebut di bursa, saham tersebut mulai dapat diperdagangkan di bursa efek bersamaan dengan efek yang lainnya. Pasar sekunder merupakan tempat jual beli efek yang telah didaftarkannya. Bagi investor yang menginginkan likuiditas, mereka dapat menjual efek (saham) yang dipegangnya di pasar

sekunder. Sebaliknya, bagi calon investor yang berminat terhadap efek

tertentu, mereka dapat membeli efek tersebut di pasar sekunder. Harga saham yang terjadi di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme

kekuatan penawaran dan permintaan (supply & demand).

Underpricing

Underpricing adalah suatu keadaan, dimana harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibandingkan dengan ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Studi tentang IPO secara internasional menyatakan bahwa 9 dari 10 penelitian menyimpulkan telah terjadi underpricing (Aggarwal et al., 1993). Ibbotson (1975) mengemukakan bahwa dari penelitian tentang IPO di Amerika Serikat, terdapat rata-rata underpricing 1% dari bulan kedua sampai dengan keempat. Beberapa studi di beberapa negara mengenai kinerja IPO dalam jangka pendek menunjukkan terjadi underpricing, tetapi dalam jangka panjang terjadi return yang negatif (Aggarwal et. al., 1993). Penyebab terjadinya underpricing dicoba dijelaskan oleh beberapa peneliti, tetapi penelitian empiris membuktikan penyebabnya berbeda-beda.

Beberapa model asimetri informasi (asymmetric of information) telah diajukan untuk menerangkan fenomena underpricing. Dalam model Baron, investment banker merupakan pihak yang mempunyai informasi yang lebih baik (better informed) daripada pihak emiten yang meminta untuk menerbitkan sahamnya (Baron, 1982). Dalam model Rock, diasumsikan bahwa investor dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang memperoleh informasi dan yang tidak memperoleh informasi (Rock,

1986; Beatty dan Ritter, 1986). Pada setiap model tersebut bank investment atau investor yang tidak memiliki informasi akan berhadapan dengan ketidakpastian berkaitan dengan nilai perusahaan yang melakukan IPO. Ketepatan distribusi ketidakpastian nilai perusahaan telah digambarkan sebagai ex ante uncertainty (Beatty dan Ritter, 1986). Kedua model tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara ex ante uncertainty dengan underpricing saat IPO.

Beatty (1989) mengungkapkan bahwa kualitas auditor merupakan salah satu pengurang terhadap ketidakpastian. Titman dan Trueman (1986) menyajikan signalling model yang menyatakan bahwa auditor yang memiliki kualitas menghasilkan informasi yang berguna bagi investor di dalam menaksir nilai perusahaan yang melakukan IPO. Hal ini sesuai dengan signalling theory yang dikemukakan Leland dan Pyle (1977) yang menunjukkan bahwa laporan keuangan yang audited dan persentase kepemilikan saham akan mengurangi tingkat ketidakpastian. Menon dan Williams (1991) mengemukakan bahwa kualitas auditor berpengaruh terhadap kredibilitas laporan keuangan ketika perusahaan go public. Oleh karena itu, underwriter yang memiliki reputasi tinggi menginginkan emiten yang dijaminnya untuk memakai auditor yang mempunyai reputasi tinggi pula (Menon dan Williams, 1991; Balver et. al., 1988). Bukti keinginan untuk memakai auditor yang berkualitas oleh perusahaan yang melakukan IPO juga dikemukakan oleh Firth dan Liau-Tan (1998).

Penelitian yang dilakukan oleh Beatty (1989) menunjukkan bahwa

auditor yang memiliki reputasi tinggi berhubungan negatif dengan initial

return. Beatty (1989) juga mengemukakan faktor lain yang juga mempunyai hubungan negatif dengan initial return adalah reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, jenis kontrak underwriter, dan indikator perusahaan minyak dan gas. Bukti empiris lain mengenai hubungan negatif antara reputasi underwriter dengan initial return dikemukakan oleh Balvers et. al. (1988), Carter dan Manaster (1990).

Trisnawati (1999) melakukan penelitian di Bursa Efek Jakarta dengan mengambil data tahun 1994 sampai dengan tahun 1995. Dari penelitiannya ia tidak berhasil mendukung hipotesisnya tentang hubungan auditor yang berkualitas dengan initial return. Akan tetapi, ia berhasil mendukung hipotesisnya tentang hubungan umur perusahaan dengan initial return. Sebaliknya, Fatchan (1999) dengan menggunakan data tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 mengungkapkan ada hubungan positif antara leverage dan ukuran perusahaan dengan initial return.

Daljono (2000) mencoba mengembangkan penelitian Trisnawati dengan memperluas periode penelitian menjadi tahun 1990—1997 dan menambah variabel rasio solvabilitas. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya variabel reputasi underwriter dan financial leverage yang memiliki hubungan secara statistis positif dan signifikan dengan initial return.

Nasirwan (2000) menguji lebih lanjut hubungan faktor-faktor signaling tidak hanya terhadap initial return, tetapi juga terhadap return 15 hari dan return selama setahun setelah IPO. Variabel yang ditambah

adalah deviasi standar return 15 hari sebagai ukuran ketidakpastian.

Hasilnya menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter dan deviasi standar return berhubungan secara statistis signifikan dan positif terhadap return awal dan return 15 hari sesudah IPO. Sebaliknya, persentase penawaran saham dan nilai penawaran saham berhubungan secara statistis signifikan dan negatif dengan return 15 hari sesudah IPO.

Reputasi auditor

Adviser yang profesional (auditor dan underwriter yang mempunyai reputasi tinggi) dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten (Holland dan Horton, 1993). Pengorbanan emiten untuk memakai auditor yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh investor bahwa emiten mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya pada masa mendatang. Hal ini berarti bahwa penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang. Untuk itu diajukan hipotesis sebagai berikut.

H1: Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara reputasi auditor dengan initial return.

Reputasi underwriter

Reputasi underwriter dapat digunakan sebagai sinyal (Beatty, 1989; Carter & Manaster, 1990; Balvers et al., 1988; Leland & Phyle, 1977). Emiten dan underwriter merupakan pihak yang menentukan harga saham saat IPO. Underwriter merupakan pihak yang mengetahui atau memiliki banyak informasi pasar modal, sedangkan emiten merupakan pihak yang tidak mengetahui pasar modal (Rock, 1986). Dalam proses

IPO, underwriter bertanggung jawab atas terjualnya saham. Apabila ada saham yang masih tersisa, maka underwriter berkewajiban untuk

membelinya. Bagi underwriter yang belum mempunyai reputasi, akan sangat hati-hati untuk menghindari risiko tersebut. Untuk menghindari risiko, maka underwriter menginginkan harga yang rendah. Bagi underwriter yang memiliki reputasi tinggi, mereka berani memberikan harga yang tinggi pula sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya. Dengan demikian, dapat dikembangkan hipotesis yang kedua, yaitu:

H2: Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara reputasi underwriter dengan initial return.

Umur perusahaan

Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu bertahan. Semakin lama umur perusahaan, maka semakin banyak informasi yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Dengan demikian, akan mengurangi adanya asimetri informasi, dan memperkecil ketidakpastian pada masa yang akan datang. Atas dasar hal ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut.

H3: Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara umur perusahaan dengan initial return.

Persentase saham yang ditawarkan pada publik

Persentase kepemilikan yang ditahan oleh pemilik (insiders) menunjukkan adanya private information yang dimiliki oleh pemilik/manajer (Leland & Phyle, 1977). Entrepreneur (pemilik sebelum go public) akan tetap menginvestasikan modal pada perusahaannya

apabila mereka yakin akan prospek pada masa mendatang. Pemilik tidak akan menginvestasikan modalnya pada perusahaan lain bila investasi di

perusahaannya lebih baik (Leland & Phyle, 1977). Informasi tingkat kepemilikan saham oleh entrepreneur akan digunakan oleh investor sebagai pertanda bahwa prospek perusahaannya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan (atau semakin kecil persentase saham yang ditawarkan) akan memperkecil tingkat ketidakpastian pada masa yang akan datang. Konsisten dengan yang dikemukakan oleh Leland & Phyle (1977), hasil penelitian Beatty (1989) menunjukkan adanya hubungan positif antara persentase yang ditawarkan dengan initial return. Oleh karena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut.

H4: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara persentase saham yang ditawarkan kepada publik dengan initial return.

Profitabilitas perusahaan

Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan. Informasi ini akan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing. Untuk mengukur profitabilitas digunakan Rate of Return on Total Assets (ROA). Berdasarkan hal ini diajukan hipotesis sebagai berikut.

H5: Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara profitabilitas perusahaan (ROA) dengan initial return.

Financial leverage

Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar utangnya dengan equity yang dimilikinya. Apabila financial ratio tinggi, menunjukkan risiko suatu perusahaan tinggi pula. Para investor dalam melakukan keputusan investasi tentu akan mempertimbangkan informasi financial ratio. Oleh karena itu, disusun hipotesis sebagai berikut.

H6: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara financial leverage dengan initial return.

Solvability ratio

Ross (1977) dalam Firth dan Liau-Tan (1998) mengungkapkan bahwa manajer hanya akan menggunakan tingkat utang yang tinggi bila ia yakin akan prospek yang menguntungkan. Pihak kreditor tentunya dalam memutuskan pemberian pinjaman juga mempertimbangkan prospek perusahaan yang diberinya. Dengan demikian, tingkat utang merupakan informasi yang dipertimbangkan oleh para investor. Untuk mengukur solvency ratio digunakan solvability ratio. Berdasarkan pemikiran ini maka disusun hipotesis sebagai berikut.

H7: Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara solvability ratio dengan initial return.

Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Aset perusahaan yang besar

akan memberikan sinyal bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek. Berdasarkan pemikiran tersebut maka disusun hipotesis sebagai berikut.

H8: Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara ukuran perusahaan dengan initial return.

Kepemilikan pemerintah

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah perusahaan yang pada mulanya dimiliki oleh pemerintah. Apabila perusahaan ini go public, maka sebagian sahamnya ditawarkan ke masyarakat. Karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan BUMN ini, maka mereka rela mendapatkan initial return yang rendah. Susunan hipotesis sebagai berikut.

H9: Terdapat hubungan negatif antara perusahaan BUMN dengan initial return.

  • III.    METODE PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan IPO tahun 1990 sampai dengan tahun 2001. Data yang digunakan merupakan data sekunder. Data tersebut bersumber dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 1991—2002. Data mengenai harga penawaran saham (offering price), nama auditor, underwriter, umur perusahaan, jumlah kepemilikan saham yang ditawarkan ke publik, dan rasio-rasio keuangan diperoleh, baik dari prospektus yang dimuat di harian Kompas dan Bisnis Indonesia maupun dari prospektus lengkap

yang diterbitkan oleh perusahaan. Data harga saham di pasar sekunder

pada penutupan hari pertama diperoleh dari Indonesian Securities Market Database UGM.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya perusahaan yang melakukan IPO mulai tahun 1990 sampai dengan tahun 2001 dengan kriteria harga saham saat IPO mengalami underpriced. Perusahaan yang melakukan IPO sebelum tahun 1990 tidak diambil sebagai sampel karena kesulitan untuk memperoleh data yang diperlukan.

Mulai tahun 1990 sampai dengan tahun 2001 terdapat 300 perusahaan yang melakukan IPO. Dari 300 perusahaan yang melakukan IPO tersebut diketahui ada 238 (79,33%) perusahaan yang underpriced dan dari jumlah ini ada 13 yang datanya tidak lengkap sehingga harus dikeluarkan dari sampel. Dari 225 data yang sesuai tersebut, 10 perusahaan dikeluarkan dari sampel karena outlier. Dengan demikian, ada 215 perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini.

Pengukuran Variabel

Initial Return (IR)

Untuk dapat menentukan variabel IR (initial return) diperlukan data harga penawaran perdana dan harga saham pada penutupan pada hari pertama saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Penentuan variabel IR dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Closing Price – Offering Price

IR = -----------------------------------------------------X 100 %

Offering Price

Setelah IR dapat diketahui angkanya, kemudian ditentukan perusahaan yang dijadikan sampel. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang pada saat melakukan IPO terjadi underpriced, yaitu Initial Return-nya positif (IR > 0).

Auditor (KAP)

Variabel ini merupakan variabel dummy. Variabel ini ditentukan dengan menggunakan skala 1 untuk auditor yang prestigious dan 0 untuk auditor yang non-prestigious. Untuk menentukan auditor yang prestigious digunakan reputasi auditor yang mempertimbangkan pangsa pasar auditor di Indonesia. Pangsa pasar auditor di Indonesia 80% dikuasai oleh lima KAP besar (the big five), yaitu Prasetio Utomo & Co, Hans Tuannakotta dan Mustofa, Hanadi Sarwoko Sandjaja, Siddharta Siddharta & Rekan, dan Hadi Sutanto (Media Akuntansi edisi 27, 2002). Berdasarkan pemeringkatan dan pangsa pasar tersebut, maka jika emiten menggunakan auditor yang termasuk dalam kategori lima besar, dikategorikan prestigious (1) dan sebaliknya bila di luar kategori lima besar, dikategorikan non-prestigious (0).

Underwriter (UND)

Majalah Uang & Efek (U&E) membuat ranking terhadap 53 underwriter yang melakukan penjaminan emisi saham tahun 1977—1997 berdasarkan nilai IPO. Dari 53 underwriter, ada 5 underwriter teratas dengan nilai IPO di atas Rp 1.000.000.000.000,00 atau di atas 4%

terhadap total nilai IPO. Lima underwriter teratas ini memiliki nilai

penjaminan yang mencolok dibandingkan dengan underwriter peringkat di bawahnya. Lima underwriter yang memiliki nilai IPO teratas adalah Danareksa, Bahana Securities, MAKINDO, Ficorinvest, dan Lippo Securities. Untuk tahun 1998 sampai dengan 2001 diambil dari rating yang dilakukan oleh koran Investor Indonesia berdasarkan pelayanan, panduan investasi, dan keamanan, yaitu Trimegah, Dhanawibawa, BNI Securities, Danareksa dan Pacific. Atas dasar hasil pe-ranking-an tersebut, digunakan untuk menentukan underwriter yang bereputasi. Apabila underwriter termasuk dalam “5 besar”, berarti memiliki reputasi tinggi dan untuk mereka diberikan skala 1. Sebaliknya, untuk underwriter yang tidak termasuk “5 besar” berarti tidak memiliki reputasi dan untuk mereka diberikan skala 0.

Kepemilikan Pemerintah (BUMN)

Variabel ini merupakan variabel dummy dengan memberikan skala 1 untuk perusahaan BUMN dan 0 untuk perusahaan non-BUMN.

Umur, OWN, ROA, FL dan SR

Variabel independen selain yang telah dibahas di atas (umur, kepemilikan, ROA, financial Leverage, dan Solvability Ratio) dapat langsung ditentukan.

Analisis Data

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Agar hasil regresi reliabel harus terpenuhi asumsi klasik, 18

yaitu autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas. Hasil uji normalitas ditampilkan dalam tabel 1 dan 2. Hipotesis penelitian diuji dengan melihat F-value dan t-value pada regresi berganda dengan model sebagai berikut.

Ln(IR) i = α i + β1 KAP i + β2 UND i + β3 Ln(UMR)i + β4 OWNi + β5 Ln(ROA)i + β6 Ln(FL)i + β7 SRi +β8 Ln(TA)i + β9 KPi+ εi

Hasil analisis yang meliputi nilai R-Square, F-Value, koefisien parameter (beta), t-value, maupun Sig. t dapat dilihat dalam tabel 4. Koefisien korelasi ditunjukkan pada tabel 5.

  • V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jika dilihat dari besarnya koefisien determinasi R2 yang menunjukkan angka 0,080 (Tabel 4), artinya hanya sebesar 8% dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa tidak seluruh hipotesis yang diajukan didukung oleh data, tetapi hanya ada dua hipotesis yang didukung oleh data. Hipotesis pertama yang diajukan (H1) tidak didukung oleh data karena angka signifikansi t sebesar 0,416. Angka sig t tersebut lebih besar dari 5% yang berarti H0 tidak dapat ditolak. Dengan demikian, tidak ada hubungan yang signifikan antara reputasi auditor dengan besarnya initial return. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan Beatty (1989). Nilai koefisien regresi (β) dari hasil perhitungan koefisien regresi berganda bertanda positif. Artinya

perusahaan yang menyewa auditor bereputasi tinggi maka initial return

akan tinggi. Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, di mana auditor itu seharusnya mempunyai hubungan yang negatif dengan tingkat initial return.

Hipotesis kedua (H2) memiliki angka signifikansi sebesar 0,034 yang berarti menunjukkan adanya hubungan antara reputasi underwriter dengan initial return. Hasil ini mendukung penelitian Daljono (2000) dan Nasirwan (2000). Nilai koefisien regresi dari hasil perhitungan regresi berganda mempunyai tanda positif, artinya kalau underwriter-nya profesional maka initial return-nya tinggi. Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Hipotesis ke-3 (umur) mempunyai angka signifikansi t di atas 5% sehingga disimpulkan tidak berhasil menunjukkan hubungan yang signifikan pengaruh variabel ini terhadap initial return. Hasil pengujian H3 (umur) tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (1999) dan Beatty (1989). Hasil dari perhitungan regresi berganda koefisien ini bertanda negatif. Ini berarti bahwa perusahaan dengan umur relatif lama maka tingkat initial return-nya rendah.

Hasil analisis data untuk hipotesis ke-4 (OWN) menunjukkan angka signifikansi sebesar 0,216. Hal ini berarti bahwa secara statistik tidak ada hubungan antara kepemilikan yang ditawarkan ke publik (OWN) dengan initial return. Hasil pengujian ini berbeda dengan penelitian Beatty (1989). Hasil dari perhitungan regresi berganda koefisien ini bertanda positif. Ini berarti bahwa semakin besar persentase saham yang ditawarkan ke publik maka tingkat initial return-nya semakin besar. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan.

Hasil analisis data untuk menguji hipotesis ke-5 (ROA) menunjukkan angka yang signifikan (0,045). Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara besarnya ROA dengan initial return. Hasil dari perhitungan regresi berganda koefisien ini bertanda negatif . Ini berarti bahwa perusahaan dengan ROA semakin tinggi maka tingkat initial return-nya semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan.

Hipotesis ke-6 (FL) menunjukkan angka yang tidak signifikan. Dengan demikian, financial leverage tidak mempunyai hubungan dengan initial return. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fatchan (1999) dan Daljono (2000). Hasil dari perhitungan regresi berganda koefisien ini bertanda positif. Ini berarti bahwa perusahaan dengan financial leverage rendah maka tingkat initial return-nya rendah. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan.

Hasil uji terhadap hipotesis ke-7 (SR) menunjukkan angka yang tidak signifikan. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara solvability ratio dengan initial return. Hasil dari perhitungan regresi berganda koefisien ini bertanda negatif . Ini berarti bahwa perusahaan dengan SR semakin tinggi maka tingkat initial return-nya semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan.

Ukuran perusahaan (TA) juga mempunyai uji t yang tidak signifikan terhadap initial return. Berarti penelitian ini tidak berhasil menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan variabel ukuran perusahaan terhadap initial return. Hasil dari perhitungan regresi berganda koefisien ini bertanda positif. Ini berarti bahwa perusahaan 21

dengan ukuran semakin besar maka tingkat initial return-nya semakin tinggi. Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Hipotesis ke 9 (KP) menunjukkan angka yang tidak signifikan. Dengan demikian, kepemilikan pemerintah (BUMN) tidak mempunyai hubungan dengan initial return. Hasil dari perhitungan regresi berganda koefisien ini bertanda negatif. Ini berarti bahwa jika perusahaan BUMN, maka tingkat initial return-nya semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan.

  • V. SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap underpricing saham dari perusahaan-perusahaan yang melakukan go public di Bursa Efek Jakarta dari tahun 1990–2001. Sembilan hipotesis diajukan dalam penelitian ini, tetapi hanya dua yang didukung oleh data, sedangkan tujuh lainnya tidak.

Berdasarkan analisis, initial return dipengaruhi oleh reputasi underwriter dan profitabilitas perusahaan (ROA). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia dipengaruhi oleh reputasi underwriter yang menjaminnya dan tingkat ROA. Penelitian ini gagal untuk mendapatkan bukti bahwa ada hubungan antara reputasi auditor dengan tingkat underpricing.

Tingkat reputasi underwriter yang melakukan penjaminan terhadap perusahaan yang melakukan IPO di BEJ mempengaruhi tingkat

underpricing perusahaan yang dijaminnya (sig. t = 0,034). Uji korelasi

terhadap variabel underwriter dengan initial return menunjukkan bahwa

variabel underwriter dapat menjelaskan initial return sebesar 9,3%.

Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Daljono (2000) dan Nasirwan (2000).

Profitabilitas perusahaan (ROA) merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan. Hasil uji regresi menunjukkan koefisien regresi terhadap variabel ini (β) sebesar -0,245, yang berarti semakin besar angka ROA, maka tingkat underpriced yang terjadi juga semakin kecil. Hasil uji korelasi menunjukkan ROA bisa menjelaskan variansi initial return sebesar 14,5%. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (1993).

Hasil analisis terhadap auditor, umur perusahaan, persentase kepemilikan saham yang ditawarkan ke publik, financial leverage, solvability ratio, ukuran perusahaan, dan kepemilikan pemerintah (BUMN) tidak mempunyai hubungan secara signifikan dengan tingkat underpricing.

Ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut.

  • (1)    Pemeringkatan berdasarkan kualitas (auditor) belum dilakukan secara tepat dan akurat sebagaimana pemeringkatan dengan dasar yang bersifat kuantitatif.

  • (2)    Meskipun telah dilakukan usaha untuk perbaikan terhadap distribusi variabel, penelitian ini masih berdasarkan pada variabel yang belum sepenuhnya berdistribusi normal.

  • (3)    Sampel penelitian tidak dikelompokkan dalam kondisi

perekonomian yang homogen.

Hasil penelitian ini memberikan tambahan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara underwriter dan profitabilitas perusahaan (ROA) dengan initial return. Hal itu berarti bahwa para investor di pasar perdana mempertimbangkan informasi underwriter dan ROA dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, perusahaan yang akan melakukan IPO hendaknya mempertimbangkan nama underwriter yang akan menjaminnya dan mempertimbangkan berapa besar tingkat ROA-nya demi keberhasilan dalam melakukan IPO.

Penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya hubungan antara reputasi auditor dengan underpriced. Oleh karena itu, hendaknya menjadikan perhatian, baik bagi auditor (KAP) maupun lembaga yang terkait dengannya untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas pengauditan sehingga benar-benar bermanfaat terhadap investor dan calon emiten dalam mengambil keputusan bisnis.

Penelitian ini juga tidak berhasil membuktikan bahwa perusahaan BUMN memiliki hubungan dengan underpriced. Dengan demikian, bisa menjadi perhatian bagi investor untuk tidak terlalu membeda-bedakan perusahaan BUMN dan non-BUMN.

Seperti halnya dalam penelitian empiris lainnya penelitian ini tidak sempurna. Oleh karena itu, masih ada kesempatan untuk diteliti ulang. Hal-hal yang perlu diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut.

  • a.    Masih ada variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap initial return, seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi politik, reputasi manajer, jenis industri, dan rasio keuangan yang lainnya.

  • b.    Pengklasifikasian auditor berdasarkan spesialisasi sektor industri yang sering ditangani.

  • c.    Sampel data ditambah agar berdistribusi normal.

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, Renaa, Ricardo Leal, dan Leonardo Hernandez. 1993. “The Aftermarket of IPO in Latin Amerika”. Financial Management. Spring. pp. 42—53.

Balvers, R. Mc Donald dan R.E. Miller. 1988. “Underpricing of New Issues and the Choice of Auditor as a Signal of Investment Banker Reputation”. The Accounting Review 63. Oktober. pp. 602—622.

Baron, D.P. 1982. “A Model of The Demand for Investment Bank Advising and Distribution Services for New Issues”. Journal of Finance 45. pp. 1045—1067.

Beatty, R.P. 1989. “Auditor Reputation and The pricing of Initial Public Offerings”. The Accounting Review. Vol. LXIV. No. 4. October. pp. 693—707.

Beatty, R.P., dan Ritter, J.R. 1986. “Investment Banking, Reputation, and The Underpricing of Initial Public Offerings”. Journal of Financial Economics 15 (1). pp. 213—232.

Carter, R.B. dan S. Manaster. 1990. “Initial Public Offerings and Underwriter Reputation”. Journal of Financial. Vol. 45. pp.1045— 1067.

Daljono. 2000. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang Listing di BEJ Tahun 1990—1997. Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III. hal. 556—572.

Fatchan. 1999. “Initial Return Bursa Efek Jakarta 1994—1997”. Tesis UGM. Tidak Dipublikasikan.

Firth, M., dan C.K. Liau-Tan. 1998. “Auditor Quality, Signaling, and The Valuation of Initial Public Offerings”. Journal of Business Finance and Accounting 25. (1 & 2). Jan/ Mar.

Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hill International Edition. Third Edition.

Hair J.R, R.E. Anderson, R. Tatham, dan W. Black. 1995. Multivariate Data Analysis with Readings. New Jersey: Prentice Hall. Englewood Clifft.

Hanafi, Mamduh dan Suad Husnan. 1991. “Perilaku Harga Saham di Pasar Perdana”. Usahawan. No. 11 Tahun XX.November. hal. 3— 49.

Holland and Horton. 1993. “Initial Public Offerings on The Unlisted Securities Market: The Impact of Profesional Advisor. Accounting and Business Research. Vol. 24. No. 93. pp. 19—34.

Ibbotson, R.G. 1975. “Price Performance of Common Stock New Issues”. Journal of Financial Economics 3. pp.235—272.

Kim, Jeong Bong, I. Krisky dan J. Lee. 1993. “Motives for Going Public and Underpricing: New Findings from Korea”. Journal of Business Financial and Accounting. 20 (2). January. pp. 195—211.

Leland, Hayne E., dan David H. Pyle. 1977. “Informational asymmetries, Financial Structure, and Financial Intermediation”. The Journal of Finance. Vol. XXXII. May. pp. 371—387.

Media Akuntansi. 2002. “Inilah Para Penguasa Pangsa Pasar”. Edisi 27/Juli-Agustus. hal 38—39.

Menon, Khrisnagopal dan David William. 1991. “Auditor Credibility and Initial Public Offerings”. The Accounting Review. Vol. 66. No. 2. April. pp. 313—322.

Nasirwan. 2000. “Reputasi Penjamin Emisi, Return Awal, Return 15 hari sesudah IPO, dan Kinerja Perusahaan Satu Tahun Sesudah IPO di BEJ”. Kumpulan Makalah Nasional Akuntansi III. Jakarta. hal 573— 598.

Pagano, M., Fabio P., dan Luigi Z. 1998. “Why do Companies Go Public? An Empirical Analysis”. Journal of Finance.

Ritter, Jay R. 1998. “Initial Public Offerings”. Contemporary Finance Digest. Vol. 2. No. 1 (Spring). pp. 5—30.

Rock, K. 1986. “Why New Issues are Underpriced”. Journal of Financial Economics 15. pp. 187—212.

Ross, Steven. 1977. “The Determination of Financial Structure: The Incentive Signaling Approach”. Bell Journal of Economics 8. pp. 23— 40.

Titman, S dan B. Trueman. 1986. “Information Quality and The Valuation of New Issues”. Journal of Accounting and Economics. June. pp.159—172.

Trisnawati, Rina. 1999. “Pengaruh Informasi Prospektus pada Return Saham di Pasar Perdana”. Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi II IAI-KAPd. Malang. September.

Tabel 1.

Hasil Uji Normalitas data awal

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Statistic

df

Sig.

IR

.291

215

.000

UMR

.110

215

.000

OWN

.056

215

.094

ROA

.247

215

.000

FL

.277

215

.000

SR

.052

215

.200*

TA

.407

215

.000

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 2.

Hasil Uji Normalitas data yang dipergunakan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Statistic

df

Sig.

Ln(IR)

.037

215

.200*

Ln(UMR)

.063

215

.035

OWN

.058

215

.079

Ln(ROA)

.106

215

.000

Ln(FL)

.054

215

.200*

SR

.055

215

.200*

Ln(TA)

.041

215

.200*

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 3.

Deskripsi data yang dipakai dalam penelitian

Descriptive Statistics

Mean

Std. Deviation

N

Ln(IR)

-2.13607

1.4065605

215

KAP

.82

.39

215

UND

.32

.47

215

Ln(UMR)

8.4574809

.6001840

215

OWN

.2498422

9.719330E-02

215

Ln(ROA)

-3.11745

.9258151

215

Ln(FL)

.5945831

1.0134281

215

SR

.6071569

.2153166

215

Ln(TA)

25.66056

1.4388262

215

KP

2.33E-02

.15

215

Tabel 4. Hasil Analisis

Variabel

Coefficients(a) β

T

Sig.

Collinearity Statistics

Tolerance

VIF

(Constant)

-1.164

-.703

.483

KAP

.208

.815

.416

.918

1.089

UND

.448

2.131

.034

.917

1.090

Ln(UMR)

-.285

-1.738

.084

.920

1.087

OWN

1.258

1.241

.216

.915

1.093

Ln(ROA)

-.245

- 2.018

.045

.704

1.420

Ln(FL)

.207

.984

.326

.196

5.107

SR

-1.716

-1.797

.074

.210

4.761

Ln(TA)

5.777E-02

.709

.479

.647

1.546

KP

-.863

-1.256

.211

.824

1.214

(a) Dependent Variable: Ln(IR)

R                          :0.283

R Square                :0.080

Adjusted R Square        :0.040

F test                        :1.980

Sig. F                       :0.043

Tabel 5. Matrik Korelasi

Ln(IR)

KAP

UND

Ln (UMR)

OWN

Ln (ROA)

Ln(FL)

SR

Ln (FL)

KP

Ln(IR)

1.000

KAP

.034

1.000

UND

.093

.013

1.000

Ln(UMR)

-.117

.061

.186

1.000

OWN

.070

-.213

-.143

-.142

1.000

Ln(ROA)

-.145

-.035

.013

-.007

-.014

1.000

Ln(FL)

.014

-.005

.037

.098

-.044

-.504

1.000

SR

-.037

-.013

.077

.105

-.035

-.434

.885

1.000

Ln(TA)

.039

.182

.158

.183

-.144

-.325

.402

.387

1.000

KP

-.068

.073

.158

.148

.035

.075

-.032

-.061

.318

1.000

29