Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Karanda (Carissa carandas L.) Terhadap Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan
on
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 12, NO. 1, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2023.v12.i01.p05
Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Karanda (Carissa carandas L.) Terhadap Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan
Ilhammudin Sirait1, Husnarika Febriani1 dan Syukriah1
-
1 Jurusan Biologi, Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, 20235
Reception date of the manuscript: 2022-12-02
Acceptance date of the manuscript: 2023-06-05
Publication date: 2023-08-31
Abstract— Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disorder caused by an inability to produce insulin. This research aims to assess the effect of ethanol extract from karanda leaves (Carissa caranda L.) on the morphology and histology of diabetic mice kidneys. The research adopted a completely random design (RAL), with the variations divided into 6 groups: normal control, negative control, glibenklamid group, and P1: karanda leaf extract dosages of 500 mg/kg BB, 750 mg/kg BB, and 1000 mg/kg BB. hematoxylin-eosin (HE) staining and the paraffin method for producing mouse kidney histopathology preparations. Data analysis using the one-way Anova and the sophisticated tests of Duncan. The outcomes demonstrated that the kidneys of diabetic mice in the control and treatment groups had significantly different morphologies and histopathologies. The glomerulus was edematous in diabetic kidneys with melitus, and cell damage manifested as hydropic degeneration, necrosis of the proximal tubules, and variations in glomerular diameter. The administration of ethanol-extracted from karanda leaves can help with glomerular edema, shape, and cell healing in the proximal tubules. Conclusion: Caranda leaf ethanol extract improves the morphology, renal histology, and glomerular diameter of mice (Rattus norvegicus) with diabetic mellitus, with 1000 mg/kgbb of extract being the most efficacious dose.
Keywords—Diabetes Mellitus, Karanda Leaf (Carissa carandas L.) and Kidneys
Abstrak— Suatu kondisi metabolik yang disebut diabetes mellitus (DM) diakibatkan oleh ketidakmampuan untuk mengeluarkan insulin. Tujuan riset ini adalah guna mencari tahu pengaruh pemberian ekstrak etanol daun karanda (Carissa carandas L.) terhadap morfologi dan histologi ginjal tikus diabetes. Riset ini mengenakan Rancangan Acak Lengkap( RAL) dengan 6 golongan variasi ialah golongan gliben-klamid, kontrol wajar, pengawasan negatif. P1: dosis ekstrak daun karanda 500 miligram atau kilogram BB, P2: dosis ekstrak daun karanda 750 miligram atau kilogram BB, serta P3: Dosis ekstrak daun karanda 1000 miligram atau kilogram B. Pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan metode parafin untuk preparasi histopatologi ginjal tikus. Tes tindak lanjut Anova dan Duncan digunakan dalam analisis data dalam satu metode. Temuan menunjukkan perbedaan substansial antara kelompok kontrol dan perlakuan dalam morfologi dan histologi ginjal tikus diabetes. Histologi ginjal tikus diabetes menunjukkan edema glomerulus, destruksi sel berupa degenerasi hidropik dan nekrosis tubulus proksimal, serta modifikasi lebar glomerulus. Pemberian ekstrak etanol daun karanda dapat membantu mengatasi edema glomerulus, bentuk, dan penyembuhan sel tubulus proksimal. Mungkin relevan bahwa morfologi ginjal, histologi, dan diameter glomerulus tikus (Rattus norvegicus) dengan diabetes mellitus ditingkatkan oleh ekstrak etanol daun karanda, dengan dosis ekstrak yang paling efektif adalah 1000 mg/kgbb.
Kata Kunci—Diabetes Mellitus, Daun Karanda (Carissa carandas L.) dan Ginjal
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang diakibatkan oleh minimnya penciptaan insulin, pergantian metabolisme karbohidrat, protein, serta lipid, serta diis-yarati dengan tingginya kandungan glukosa darah( hipergli-kemia) di luar wajar. Diabetes Mellitus juga dapat disebut sebagai diabetes remaja. Ginjal adalah organ utama yang pa-
Penulis koresponden: Ilhammudin Sirait, [email protected]
ling mungkin terkena efek racun dari suatu senyawa. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa ginjal mempunyai kapasitas peredaran darah yang tinggi dan memusatkan zat beracun dalam filtrat glomerulus sebelum mengangkutnya dari sel tubular. Akibatnya, ginjal merupakan organ yang paling mungkin terkena efek toksik (Hasnisa, 2014). Kehancuran dalam ginjal bisa berbentuk nekrosis tubular yang diakibatkan oleh zat berbahaya yang diserap kembali yang bersentuhan langsung dengan epitel tubulus dan menyebabkan kerusakan atau nekrosis pada sel epitel tubulus ginjal (Multi et al., 2010). Karena kemungkinan bahwa diabetes dapat merusak jaringan
ginjal, efek samping dan ketergantungan pada obat-obatan kimia, dan mahalnya biaya pengobatan diabetes, banyak penderita diabetes beralih ke pengobatan tradisional. Ini mendorong para peneliti untuk mencari pilihan terapi yang berbeda. Daun karanda merupakan salah satu tumbuhan obat yang kerap digunakan pada penyembuhan alternatif oleh masyarakat (Carissa carandas L.). Daun karanda telah digunakan untuk mengobati sifilis, demam, diare, sakit telinga, dan sakit mulut dan tenggorokan (Kumar, et al., 2013). Analisis fito-kimia karanda mengungkapkan bahwa mereka mengandung flavonoid, tanin, saponin, karbohidrat, protein, senyawa fe-nolik, minyak, lipid, alkaloid, dan glikosida jantung, menurut penelitian Verma (2015). Alkaloid dan flavanoid adalah zat tumbuhan yang ditemukan dalam daun karanda yang menawarkan kemampuan melawan diabetes. Dengan mengubah insulin, flavanoid dapat meningkatkan efek hormon (protein fosfokinase). Penelitian sebelumnya pada tikus putih albino yang diberi glukosa menunjukkan bahwa ekstrak daun ka-randa memiliki efek anti-heperglikemik. Penggunaan ekstrak daun karanda dalam pengobatan diabetes dan kemampuan tanaman ini untuk menurunkan kadar gula darah ditunjukkan (Rahman, 2011). Perlu dicoba riset buat mengenali akibat ekstrak daun Karanda (Carissa carandas L.) kepada his-topatologi ginjal tikus putih karna kerangka belakang serta kandungan kimia yang ada pada daun Karanda serta kurangnya penelitian tentang potensi obat daun Karanda (Carissa carandas L.) pada hewan percobaan tikus putih.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipakai pada riset ini: tikus putih jantan (Rat-tus norvegicus), daun karanda (Carissa carandas L.), NaCl 0,9 %, CMC NaCl 0,5 %, HCl 0,5 M, etanol 96 %, pakan, sekam, aloksan, pereaksi Meyer, absolute, xylol, paraffin, air , air suling, label kertas, tisu, dan Hematoksilin-Eosin adalah bahan yang digunakan etanol 70 %, air suling, BNF 10 %, dan alkohol 70 %, 80 %, dan 90 %. Peralatan berikut digunakan dalam penelitian ini: mikrotom, alat blok parafin, fla-con/botol kaca, vacuum rotary evaporator, meteran glukosa darah, strip glukometer, toples kosong, pengolah tisu, kaset tisu, gelas objek, kaca penutup, gelas ukur , oven, pencampur, menyaring, sudip, corong buncher, pompa hisap, kertas saring, kulkas, kandang plastik, wadah pakan dan minuman, sonde lambung, semprot, topeng, sarung tangan, label kertas.
Metode
Persiapan dan Perlakuan
Pada studi riset ini digunakan 24 ekor tikus jantan. Mereka berusia antara 2 dan 3 bulan, beratnya antara 150 dan 200 g, dan telah tinggal di kandang mereka selama seminggu. Tikus diberi aloksan dosis tunggal (0,45 mg/kg bb). Penyuntikan Alloxan dilakukan secara intraperitoneal (Pongoh, et, al, 2020). Kadar glukosa darah tikus normal berkisar antara 50 hingga 109 mg/dl setelah beberapa hari pengujian (Widodo, 2019). Kemudian mencit DM dibagi menjadi enam kelompok. Kelompok I (Kelompok Normal) diberi pakan pelet dan dibiarkan minum tanpa diberi aloksan atau ekstrak daun karanda, Kelompok II (Kelompok Negatif) diberi pakan pelet dan dibiarkan minum sambil diberi aloksan 120 mg/kg, Kelompok III (Positif Kelompok) diberi pakan pelet dan dibiarkan minum sambil diberi aloksan dan glibenkla-
mid 120 mg/kg, dan Kelompok IV (Perlakuan I) diberi pakan pelet (1 kali injeksi intraperitoneal), diberikan ekstrak daun karanda 1000 mg/kg BB ). Pada hari ketiga setelah pemberian aloksan, tikus DM diberi ekstrak etanol daun karanda dengan dosis yang telah ditentukan sesuai petunjuk obat pada masing-masing kelompok. Perawatan ini dilakukan secara bersamaan. Menggunakan sonde lambung, ekstrak etanol daun karanda diberikan secara oral selama 14 hari. Tikus DM dibedah dan diambil organ ginjal setelah diberi ekstrak daun karanda selama 14 hari. Setelah diawetkan dalam Buffered Neutral Formalin (BNF), organ-organ tersebut disiapkan untuk preparat histopatologi.
Pembuatan Preparat Histopatologi
Proses yang harus dilalui terlebih dahulu untuk membuat preparat histologis adalah: Ginjal tikus putih difiksasi selama tiga hari berturut-turut dalam wadah berisi formalin netral buffer 10 %. Organ kemudian diiris menjadi kotak 1x1 cm dan ditempatkan di dalam kaset tisu. Potongan jaringan mengalami dehidrasi selama tahap dehidrasi, yang melibatkan pengurasan cairan jaringan menggunakan alkohol melalui serangkaian pengurutan seperti berikut: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan kemudian 1, 2, 3 xylol. Proses pengisian etanol yang terdeteksi di jaringan selama tahap pembersihan adalah langkah selanjutnya. Alkohol dan xylol digunakan dalam proses pembersihan. Dengan parafin 1, 2, 3, 4, tahap parafin selanjutnya selesai. Metode pembuatan balok dengan parafin disebut embedding. Sampel organ yang diperoleh harus dimodifikasi agar sesuai dengan ukuran cetakan (cetakan parafin). Ada parafin cair di dalam cetakan. Suhu 60°C adalah titik didih parafin yang digunakan. Cetakan dipanaskan di atas piring dingin, organ dimasukkan, lalu parafin cair dioleskan sekali lagi. Cetakan kemudian dibekukan, sehingga mudah dipotong. Langkah selanjutnya adalah pemotongan/sactioning, yaitu menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 mikron untuk memotong preparat blok. Potongan yang dihasilkan memiliki sedikit kerutan di dalamnya. Untuk mencegah lipatan, letakkan di atas air dalam bak air bersuhu 45°C. Makanan yang sudah disiapkan kemudian dipilih, dikeluarkan dari air menggunakan gelas objek, dan dibiarkan mengering pada suhu kamar. Pewarnaan Hematoxylin-Eosin juga digunakan. Hasil preparasi diberi perekat sebagai bahan perekat pada tahap akhir pemasangan, kemudian ditutup dengan cover glass.
Pemeriksaan Preparat Histopatologi
Evaluasi warna ginjal normal saat permukaannya berwarna merah kecoklatan, berbeda dengan ginjal yang rusak saat permukaannya berbintik-bintik dan menunjukkan perubahan warna. Dengan menggunakan mikroskop, preparat histologi ginjal diperiksa dengan perbesaran 4x, 10x, 20x, dan 40x. lima lapangan pandang dan di data. Ketika tubulus proksimal ginjal dinilai, jumlah kerusakan sel dalam bentuk degenerasi hidropik dan nekrosis dihitung untuk menentukan ada atau tidaknya edema glomerulus. Kemudian, melalui dengan metode Scoring Histopatologi Manja Roenigk, ditentukan skor avarage pada perubahan histologis hati pada lima lapangan pandang masing-masing tikus. Nekrosis sel dan degenerasi hidropik merupakan kriteria evaluasi yang diperhatikan. kemudian mencatat jumlah kerusakan yang terjadi dan menghitungnya.
Tabel 1: MORFOLOGI GINJAL DARI SECARA VISUAL (WARNA dan permukaan ginjal) tikus setelah pemberian EKSTRAK ETANOL DAUN KARANDA (Carissa carandas L.)
No |
Perlakuan |
Warna |
Permukaan Ginjal |
1 |
KN |
Merah Kecoklatan |
Tidak bercak |
2 |
K- |
Coklat Pucat |
Bercak |
3 |
K+ |
Merah Kecoklatan |
Tidak bercak |
4 |
P1 |
Merah Kecoklatan |
Bercak |
5 |
P2 |
Merah Kecoklatan |
Sedikit bercak |
6 |
P3 |
Merah Kecoklatan |
Tidak bercak |
(KN): tikus kontrol normal diberi akuades, (K-): kontrol negatif (tikus diberi aloksan); (K+): kontrol positif (tikus diberi aloksan 120 mg/kgBB dan glibenklamid); kelompok P1: tikus diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 500 mg/kgBB; kelompok P2: tikus diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 750 mg/kgBB; Kelompok P3: tikus diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 1000 mg/kgBB.
Pengukuran Histomorfometri
Penelitian ini menggunakan image j untuk menilai diameter glomerulus menggunakan teknik histomorfometri.
Analisis Data
Output dari amatan histopatologi ginjal dianalisa menggunakan cara statistikk SPSS 26, pengamatan morfologi ginjal diberikan secara deskriptif. Uji homogenitas dan normalitas digunakan dalam analisis. Analisis RAL uji varians (ANO-VA) dan uji Duncan akan dilakukan jika data yang diperoleh ditentukan berdistribusi normal dan homogen.
Tabel 1 menampilkan temuan penelitian mengenai morfologi ginjal, sedangkan Tabel 2 dan 3 menampilkan temuan mengenai pengukuran diameter glomerulus dan histologi ginjal berupa degenerasi hidropik dan nekrosis.
Tikus jantan (Rattus norvegicus) pada kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan warna ginjal yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tidak ada bercak dan warna merah kecoklatan pada kelompok Kontrol Normal (KN). Untuk kelompok K-, yang berfungsi sebagai kontrol negatif, permukaannya berwarna coklat muda seragam dengan banyak titik. Kelompok Kontrol Positif (K+) tidak bercak pada permukaannya dan berwarna merah keco-klatan. Permukaan kelompok P1 ditutupi banyak bercak co-klat kemerahan. Kelompok P2 berisi beberapa bercak pada permukaannya dan berwarna coklat kemerahan. Kelompok P3 berwarna merah kecoklatan, dan permukaannya tidak bernoda. Dapat ditentukan bahwa morfologi ginjal biasanya berwarna merah kecoklatan. Namun, ada beberapa permukaan ginjal yang juga berwarna merah kecoklatan atau coklat pucat.
Ginjal normal menurut Junquiera (2007) berwarna merah kecoklatan, permukaan licin, dan tidak bernoda. Banyak darah yang mengalir melalui ginjal mungkin menjadi sumber warna merahnya. Diperkirakan ginjal mendapatkan hingga 22 persen dari total volume darah jantung. Berkurangnya volume aliran darah ke ginjal akibat keracunan aloksan dihipo-tesiskan sebagai akar penyebab hipotesis warna ginjal, dan
bercak permukaan atau bercak pada ginjal terlihat pada penyakit ginjal.
Hasil uji statistik berdasarkan Tabel 2, yang menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara nilai rata-rata setiap kelompok dan standar deviasi untuk setiap parameter. Dengan nilai signifikan P = 0,00, terdapat perbedaan bermakna jumlah sel normal antara kelompok kontrol dan perlakuan. Kontrol negatif memiliki jumlah sel normal yang jauh lebih rendah, berbeda dengan perlakuan 1, 2, dan 3 yang semuanya memiliki jumlah sel normal yang lebih banyak. Kontrol positif yang diberikan glibenclamide menunjukkan perbedaan yang substansial antara P1 dan P2, namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik jika dibandingkan dengan P3. Ini menunjukkan bahwa tikus diabetes yang diobati dengan ekstrak daun karanda menyaksikan peningkatan jumlah sel normal dalam tubuh mereka. Menurut Gambar 2, setiap kelompok perlakuan, kecuali kontrol normal (KN), mengalami edema dan kerusakan sel tubulus proksimal. Kontrol normal tidak mengalami kerusakan tubulus glomerulus atau proksi-mal sama sekali. Kontrol negatif (K-), kontrol positif (+), P1, P2, dan P3 semuanya mengalami edema glomerulus, dege-nerasi hidropik, dan nekrosis tubulus proksimal, sedangkan kontrol normal (KN) tidak. Kontrol normal (KN) juga mengalami edema glomerulus, degenerasi hidropik, dan nekrosis tubulus proksimal. Apabila dicari perbedaan antara komunitas obat dan ekstrak K+, P1, P2, dan P3, P3 dosis 1000 mi-ligram/kilogram BB lebih sedikit mengalami edema glomerulus, degenerasi hidropik, dan nekrosis pada tubulus prok-simal dibandingkan kelompok, (K+), kelompok. (K+) pada pemberian glibenklamid, kelompok (K+) dengan edema glomerulus yang lebih sedikit, degenerasi hidropik, dan nekrosis pada prox. Karena mekanisme ekstrak pada P3 sama dengan mekanisme kontrol positif, ini memperlihatkan kalau tikus diabetes yang di diberikan ekstrak daun karanda mengalami edema glomerulus yang lebih rendah, degenerasi hidro-pik, dan nekrosis pada tubulus proksimal. Hal ini karena mekanisme ekstrak pada P3 sama dengan mekanisme kontrol positif yaitu dapat memperbaiki sel. (Gambar 2). Dihipote-siskan bahwa adanya flavonoid diuretik yang meningkatkan laju filtrasi glomerulus menjadi penyebab penurunan persentase edema glomerulus yang terjadi pada kelompok yang diberi ekstrak etanol daun karanda untuk dikonsumsi. Diuretik seperti flavonoid bekerja dengan mengurangi kotransporta-si, menurunkan reabsorpsi ion seperti Na+, K+, dan Cl-, dan meningkatkan kadar elektrolit dalam tubulus. Flavonoid ditemukan pada tanaman seperti teh dan anggur. Hal ini menyebabkan peningkatan buang air kecil. Saponin merupakan senyawa yang terbentuk melalui metabolisme sekunder pada berbagai tumbuhan. Mereka merangsang penyerapan diuretik yang lebih aktif, tegangan permukaan, dan fungsi ginjal. Saponin ditemukan dalam sabun dan sampo. Dihipote-siskan bahwa adanya diuretik flavonoid dalam ekstrak etanol daun karanda, yang meningkatkan laju filtrasi glomerulus, bertanggung jawab atas penurunan persentase edema glomerulus yang terlihat pada kelompok yang menerima ekstrak etanol. Diuretik seperti flavonoid bekerja dengan mengurangi kotransportasi, menurunkan reabsorpsi ion seperti Na+, K+, dan Cl-, dan meningkatkan kadar elektrolit dalam tubulus. Flavonoid ditemukan pada tanaman seperti teh dan anggur. Hal ini menyebabkan peningkatan buang air kecil. Saponin adalah bahan kimia yang dibentuk oleh metabolisme sekun-
Tabel 2: TINGKAT KERUSAKAN PADA TIKUS PUTIH DIABET SESUDAH PEMB ERIAN EKS TRAK ETANOL DAUN KARANDA (Carissa carandas L.)
Pada setiap pengamatan terdapat perbedaan nyata setiap kelompok perlakuan (KN) Kontrol Normal (pakan dan minum), K- (Kontrol Negatif) (aloksan 120mg/kgbb), K+ (Kontrol positif) (aloksan 120mg/kgbb + glibenklamid), P1 Perlakuan aloksan 120mg/kgbb + ekstrak etanol daun karanda 500mg/kgbb, P2 Perlakuan aloksan 120mg/kgbb + ekstrak etanol daun karanda 750mg/kgbb, P3 Perlakuan aloksan 120mg/kgbb + ekstrak etanol daun karanda 1000mg/kgbb. Notasi huruf abc menunjukkan beda signifikan (p<0,05).

Gambar. 1: Morfologi ginjal dari secara visual (warna dan permukaan ginjal) tikus setelah pemberian ekstrak etanol daun karanda (Carissa carandas L.)
Perlakuan |
Normal |
Degenerasi |
Hidropik Nekrosis |
KN |
100±0,00a |
0,00±0,00a |
0,00±0,00a |
K- |
16,25±3,500d |
56,00±11,888bc |
167,25±21,266e |
K+ |
44,75±2,217b |
49,00±2,582bc |
92,25±6,652bc |
P1 |
26,50±6,245c |
57,00±6,633c |
135,00±28,671d |
P2 |
34,50±6,658c |
54,00±5,000bc |
116,25±12,816cd |
P3 |
51,25±11,087b |
44,00±11,431b |
80,25±16,132b |
(KN): kontrol normal tikus yang diberi aquades, (K-): kontrol negatif (tikus yang diberi aloksan); (K+): kontrol positif (tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan glibenclamid); kelompok P1: tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 500 mg/kgBB; kelompok P2: tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 750 mg/kgBB; kelompok P3: tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 1000 mg/kgBB. TB: Tidak Bercak, B: Bercak, MK: Merah Kecoklatan, CP: Coklat Pucat. notes
Tabel 3: RATA- RATA DIAMETER GLOMERULUS GINJAL TIKUS PUTIH DIABET MELITUS SEHABIS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KARANDA(Carissa carandas L.)
Perlakuan |
Nilai rata-rata Diameter Glomerulus (µm) |
KN |
94,50±2,887a |
K- |
65,75±3,500d |
K+ |
84,75±2,217b |
P1 |
66,75±6,245d |
P2 |
76,25±6,658c |
P3 |
87,00±11,087b |
der di berbagai tanaman. Molekul-molekul ini diketahui meningkatkan penyerapan diuretik, tegangan permukaan, dan fungsi ginjal aktif. (Nurihardiyanti, 2015). Sel yang membengkak dan penuh sesak, celah yang tidak terisi (vakuola), dan sel yang membengkak adalah tanda-tanda degenerasi hi-drofik. Ketika albumin hadir, bantalan sel intraseluler rever-sibel yang dikenal sebagai degenerasi hidrofik menjadi lebih jelas. Lesi patologis memiliki etiologi yang sama dengan pembengkakan sel, tetapi lebih serius dan membutuhkan
waktu lebih lama untuk berkembang. Sel epitel seringkali hanya mengalami degenerasi hidrofik (Suhita et al., 2013). Stochkam dan Scot (2008) menyatakan bahwa penurunan permeabilitas subyektif dan rusaknya barier filtrasi glomerulus merupakan penyebab munculnya protein pada hasil filtrasi glomerulus. Senyawa toksik akan masuk ke dalam sirkulasi dan menghasilkan transformasi dalam sel epitel ginjal ber-bentuk degenerasi hidropik (cloudy swelling) dengan adanya cedera glomerulus yang parah (Yulinta, dkk 2013). Nekrosis menurut Cheville (2006) adalah pembentukan partikel melalui hilangnya membran sel dan kerusakan sitoplasma. Ketika seseorang masih hidup, nekrosis terjadi ketika sel-sel jaringan mati akibat cedera. Secara mikroskopis nukleus mengalami perubahan yang meliputi hilangnya refleksi kromatin, keriput, kurangnya vaskularisasi, kenampakan densitas, dan kenampakan hitam pekat (Suhita et al., 2013). Kerusakan tubular dihasilkan sebagai akibat dari kondisi hiperglikemik (kadar gula darah tinggi) dan stres oksidatif yang berkembang selama periode hiperglikemia, yang disebabkan oleh senyawa berbahaya yang dihasilkan dari kadar glukosa darah yang tinggi. Karena bahan yang diserap berkontak dekat dengan sel epitel tubulus, kerusakan berupa nekrosis dapat

Gambar. 2: Menampilkan hasil pemeriksaan gambaran mikroskopis histopatologis ginjal tikus setelah pemberian ekstrak daun karanda (Carissa carandas L.).
G (Glomerulus) TP (Tubulus Proksimal) Panah Kuning (Edema Glomerulus) Panah Merah (Degenerasi Hidropik) Panah Biru (Nekrosis) (KN): kontrol normal tikus yang diberi aquades, (K-): kontrol negatif (tikus yang diberi aloksan); (K+): kontrol positif (tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan glibenclamid); kelompok P1: tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 500 mg/kgBB; kelompok P2: tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 750 mg/kgBB; kelompok P3: tikus yang diberi aloksan 120 mg/kgBB dan ekstrak daun karanda 1000 mg/kgBB. notes
mengakibatkan sel tubulus ginjal (Madrdiastuti, 2002). Sel-sel di tubulus proksimal yang telah rusak menjalani proses penyembuhan yang lebih baik. Perihal ini tampak dalam cerminan histopatologi ginjal dalam tiap- tiap golongan (gambar 2), yang menunjukkan degenerasi hidropik dan nekrosis sel pada kelompok P1, P2, serta P3 alami pengurangan kerusakan. Selain itu, hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan jumlah sel yang mengalami kerusakan. (Tabel 1). Radikal bebas diproduksi saat kadar gula darah meningkat, dan pengelolaan peningkatan tersebut menyebabkan kerusakan sel seperti degenerasi hidropik dan nekrosis. Bahan kimia flavonoid dapat memperbaiki kerusakan ini dengan menghentikan radikal bebas yang merusak sel dan mengembalikan fungsi normal pembaharuan sel. Senyawa alami yang memiliki sifat oksidan dapat digunakan untuk menekan efek obat nefrotok-sik (Zariyantey et al., 2012). Tanaman karanda mengandung saponin dan flavonoid yang keduanya berfungsi sebagai antioksidan (Bhadane, 2017). Antioksidan dapat mengeliminasi agen lain yang merusak sel dan memulihkan sel yang rusak (Mardiana, 2004). memanfaatkan sejumlah aktivitas insuli-nomimetik dan antihiperglikemik yang memperbaiki kondisi penderita diabetes. Menurut Firdous et al., kandungan saponin pada daun karanda berfungsi sebagai antidiabetes (2009). Pankreas dapat beregenerasi berkat saponin, dan peningkatan sel pankreas dan pulau Langerhans ini menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Kenaikan sekresi insulin bakal menyokong mengurangi kandungan glukosa darah. Berlandaskan tabel 3, diameter glomerulus ginjal tikus putih( Rattus norvegicus) jantan dalam golongan KN merupakan 94, 50, sebaliknya dengan cara statistik ada perbandingan substansial antara golongan pengawasan serta golongan perlakuan. Rata-rata luas glomerulus turun 65,75 m pada kelompok K
negatif. Berbeda dengan kelompok K positif 84,75 m, P1 66,75 m, P2 76,25 m, dan P3 87,00 m. Rata-rata area glomerulus meningkat pada kelompok K positif dan kelompok terapi P3. Karena mekanisme ekstrak pada P3 sama dengan mekanisme kontrol positif yaitu glibenklamid dapat meningkatkan diameter glomerulus, hal ini menunjukkan kalau ekstrak etanol daun karanda (Carissa carandas L.) mempengaruhi pada membenarkan atau memperbaiki kerusakan diameter glomerulus. Perubahan pada tubulus mengganggu proses reabsorpsi filtrat, sedangkan perubahan pada glomerulus dan kapsul mengganggu fungsi pembentukan filtrat dan kontrol komposisi filtrat. Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia berbahaya dapat berdampak pada fungsi glomerulus. Hal ini karena zat berbahaya akan berdampak pada energi filtrasi glomerulus sehingga menyebabkan energi filter menurun (Polem, 2021). Saponin dan alkaloid yang terdapat dalam ekstrak etanol daun karanda, yang merupakan zat aktif penelitian dan diantisipasi untuk mencegah cedera sel glomerulus, kemungkinan besar berkontribusi pada peningkatan diameter glomerulus pada kelompok yang menerimanya. Ele-kofehinti (2012) memberikan penjelasan mengenai hal tersebut, menyatakan bahwa kandungan saponin menunjukkan zat yang bertanggung jawab sebagai antioksidan. Alkaloid juga berfungsi sebagai antioksidan, menurut penelitian Hanani et al.„ (2005). Antioksidan adalah zat yg bisa memerangi zat berbahaya (radikal bebas) dan membatasi pembentukan oksidasi sel untuk meminimalkan kerusakan sel. Zat antioksidan memiliki kemampuan untuk menetralisir radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada tubuh. Zat antioksidan akan mendonorkan satu atau lebih elektron ke radikal bebas, mengembalikan struktur molekul normal dan mencegah berbagai kerusakan yang ditimbulkannya (Purboyo, 2009). Me-
tabolit sekunder seperti saponin dan alkaloid ditemukan pada uji skrining fitokimia daun Karanda pada penelitian Fauziah (2021).
Tikus putih (Rattus norvegicus) dengan diabetes melitus mengalami perbaikan morfologi ginjal secara visual (berwarna coklat kemerahan dan bercak pada permukaan ginjal), dan pemberian ekstrak etanol daun karanda (Carissa carandas L.) memperbaiki struktur histopatologi edema glomerulus, degenerasi hidropik, dan nekrosis tubulus ginjal proksimal serta diameter glomerulus diameter glomerulus di tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes mellitus pada dosis yang sangat efektif adalah 1000 mg/kgBB.
Kami selaku pengarang memberikan ucapan terima kasih kepada ketua Prodi (Program Studi) Biologi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Pembimbing 1 dan Pembimbing 2, atas arahan dan kepemimpinannya dalam mensukseskan penelitian ini.
Bhadane, B. S., Patil, R. H. (2017). Using a methanolic extract of Carissa carandas (L.) leaves, an antioxidative steroid derivative was isolated, purified, and characterized. both agricultural biotechnology and biocatalysis, 10, 216-223.
Cheville, N. F. (2006). Overview of Veterinary Pathology. Ed Ke-3. USA: Blackwell Publishing.
Elekofehinti, O. O., Adanlawo, I. G., Saliu, J. A., Sodehinde, S. A. (2012). I. G. Adanlawo, J. A. Saliu, and S. A. So-dehinde (2012). Rattusnovergicus is susceptible to hypolipidemic effects from fruit saponins from Solanum anguivi. The Pharmacy Newsletter 811-814.
Fauziah, MZ. (2021). Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Karanda (Carissa carandas L.) Terhadap Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Hiperkoles-trolemia. Jurnal Best. 4(2). 339-345.
Firdous, M., Koneri, R., Sarvaraidu, C. H., Shubhapri-ya, K. H. (2009). NIDDM Momordica cymbalaria saponins have anti-diabetic effects in streptozotocin-nicotinamide NIDDM mice. Clinical and Diagnosis Research Journal, 3.
Hanani, E., Mun’im, A., Sekarini, R., Wiryowidagdo, S.
-
(2006) . Uji aktivitas antioksidan beberapa spons laut dari Kepulauan Seribu. Jurnal Bahan Alam Indonesia, 5(1).
Hasnisa., Juswono,U.P. dan Wardoyo, A.Y. (2014). Pengaruh Paparan Asap Kendaraan Bermotor terhadap Gambaran Histologi Organ Ginjal Mencit (Mus musculus L.).In Diabetes Militus Model Mice. Jurnal Medika Planta. 1(4). Junqueira, L.C Carneriro, J. (2007). Histologi Dasar Teks dan Atlas, Edisi ke-10. Jakarta: EGC.
Kumar, Sunil, Palavvi Gupta, dan Virupaksha Gupta. (2013). A Crticle Review On Karanda (Carissa Carandas L). International Journal Of Pharmaceutical Biological Archives. 4(4). 637-638.
Mardiana, L. (2004). Kanker pada wanita: Pencegahan dan pengobatan dengan tanaman obat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mardiastuti, E. (2002). Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal Tikus Diabetes Mellitus yang Diberi lnfus Batang Brotowali (Tillospora tuberculata L.). Disertasi, IPB (Bogor Agricultural University).
Multi, L., Betty., Bangun D. (2010). Pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit buah Manggis (Garcinia mangos-tana L.) terhadap perubahan makroskopis, mikroskopis pada ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) strain DDW yang di papari Monosodium glutamate dibandingkan dengan vitamin E.4- 12.
Nurihardiyanti, N., Yuliet, Y., Ihwan, Ihwan, I. (2015). Aktivitas Diuretik Kombinasi Ekstrak Biji Pepaya (Cari-ca papaya L) dan Biji Salak (Salacca Zalacca Varietas Zalacca (Gaert). Voss) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L). Jurnal Farmasi Galenika (Gale-nika Journal of Pharmacy)., 1(2): 105-112.
Polem, Wardah Sawitri. (2021). Pengaruh Pemberian Nano-herbal Daun Biwa (Eriobotrya japonica Lindl.) Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Tikus (Rattus norvegi-cus) Yang Diinduksi Aloksan. [Skripsi]. Medan : Fakultas MIPA USU
Pongoh, Adinda Fransisca, et,al. 2020. Uji Antidiabetik Ekstrak Etanol Bunga Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Ilmiah Farmasi. 9(1): 160-169. Purbo-yo, A. (2009). Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) pada kelinci yang dibebani glukosa. Disertasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rahman, Mizanur, et al. (2011) Anthyperglycemic Studies With Methanol Extract Of Annona reticula L. (Annona-ceae) And Carissa Carandas L. (Apocynaceae) Leaves In Swiss Albino Mice. Advances In Natural And Applied Sciences. 5(2).218-222.
Stockham, S., Scot, M. (2008). fundamental of veterinary clicinal pathology 2nd edition. london: Blackwell.
Suhita N., Sudira I.W., and Winaya I. (2013). Histopatolo-gi Ginjal Tikus Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pega-gan (Centella asiatica) Peroral. Jurnal Buletin Veteriner Udayana. 5(1): 2085-2495.
Verma, Khusbu, Divya Shrivastava dan Gaurav Kumar. (2015). Antioxidant activity and DNA damage inhibition in vitro by a methanolic extract of Carissa carandas (Apocynaceae) leaves. Journal Of Taibah University For Science. 9(1): 34-40.
Yulinta, R. M. N., Gelgel, K. T. P., Kardena, I. M. (2013). Efek toksik ekstrak daun sirih merah pada penampilan mikroskopis ginjal yang diinduksi aloksan tikus putih. Buletin Udayana Veteriner. Vol 5 no 2: 114-121.
Zariyantey AH, Balkis SB, WJ Ng. 2012. Ekstrak Zingiber zerumbet Smith Ethyl Acetate Memiliki Efek Nefropro-tektif Terhadap Nefrotoksisitas dan Stres Oksidatif yang Diinduksi Parasetamol pada Tikus. Jurnal Sains B (Biomedik Bioteknologi) Universitas Zhejiang, 13:176-185
SIRAIT DKK.
35
Discussion and feedback