JEKT 6 [2] : 98 - 105

ISSN : 2301 - 8968


Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Ekspor Nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat

Komang Amelia Sri Pramana*) Luh Gede Meydianawathi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara simultan maupun parsial antara variabel kurs dollar AS, Penanaman Modal Asing, suku bunga kredit dan Indeks Harga Perdagangan Besar terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke AS periode 1991-2011 dan untuk mengetahui variabel diantara kurs dollar AS, PMA, suku bunga kredit dan IHPB yang berpengaruh dominan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke AS periode 1991-2011. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan 94,4 persen variabel kurs dollar, PMA, suku bunga kredit dan IHPB secara simultan berpegaruh terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011, sedangkan sisanya, sebesar 5,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Secara parsial, variabel kurs Dollar Amerika dan PMA berpengaruh positif dan signifikan serta variabel IHPB berpengaruh negatif dan signifikan,sedangkan variabel suku bunga kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat pada tingkat signifikansi 5 persen. Variabel kurs dollar adalah variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011. Agar Indonesia dapat meningkatkan surplus perdagangan internasional dimana dalam penelitian ini diwakilkan oleh nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat diharapkan produsen komoditi dapat melakukan perubahan pada produk ekspor nonmigas yang lebih berorientasi kepada produk jadi. Disamping itu dengan merujuk pada hasil penelitian dimana variabel kurs dollar merupakan variabel yang paling dominan, pemerintah perlu melakukan kebijakan menstabilkan nilai tukar rupiah terutama terhadap dollar.

Kata kunci : Ekspor Nonmigas, Kurs, Penanaman Modal Asing, Suku Bunga Kredit, Indeks Harga Perdagangan Besar

ABSTRACT

This study is aimed to determine the simultaneous and partial effect between US dollar exchange rates, foreign direct investment, lending rates and wholesale price index towards non-oil export of Indonesia to Unites States of America in the period of 1991-2011 and to determine which of the variables that has the dominant influence on Indonesia’s non-oil exports to the United States in the year 1991 to 2011. The analysis technique being used was the multiple linear regression analysis and assisted by SPSS computer application. The result of the study showed that 94,4% variables of the US dollar exchange rates, FDI, lending rates and WPI are simultaneously influence the Indonesia’s non-oil exports to the United States from 1991 to 2011, while the remaining 5.6 percent is influenced by other variables outside the model being used. Partially, the U.S. dollar exchange rate and FDI variable have the positive and significant effect, on the other hand WPI variable has the negative and significant effect towards Indonesia’s non-oil exports to the United States, whereas the lending rates has no significant impact towards Indonesia’s non-oil exports to the United States in the year 1991 to 2011, at 5 persen level of significance. The analysis also indicated that the US exchange rates variable has the most dominant influence toward the Indonesia’s non-oil exports to the United States in the year 1991 to 2011. In order to increase the surplus of Indonesia’s international trade which was represented by the value of non-oil export from Indonesia to United States of America; the commodity producers are expected to implement the changes on the current non-oil export product into the product which are more oriented into finished goods. Moreover, by referring to the result of the analysis in which the US Dollar exchange rate was the most dominant variables, the government have to impose the implementation of a policy to stabilize the Rupiah exchange rate; particularly to US Dollar.

Keywords: Non-oil Export , Exchange Rate, Foreign Direct Investment, Lending Rates, Wholesale Price Index

*) E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Dua faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya perdagangan internasional, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran (Nopirin, 2009 : 3), adapun aktivitas tersebut terjadi di dalam dan luar negeri. Aktivitas penawaran untuk perdagangan ke luar negeri disebut ekspor dan aktivitas permintaan disebut impor. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari perubahan perekonomian di negara lain dan dunia secara umum. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah membuka diri untuk ikut ambil bagian dalam perdagangan internasional. Pada dekade mendatang kegiatan ekspor akan tetap menempati peranan penting sebagai penggerak ekonomi dalam negeri.

Bila dilihat menurut sektor migas dan nonmigas terlihat jelas perbedaan nilai antara ekspor migas dengan ekspor non migas periode 1991-2011. Ekspor nonmigas secara keseluruhan yang terdiri dari ekspor hasil pertanian, hasil industri, hasil tambang diluar migas dan ekspor hasil-hasil lainnya. Perkembangan ekspor non migas selama 20 tahun terakhir dari tahun 1991 sampai tahun 2011 cukup berarti (Grafik 1).

Grafik 1. Perkembangan Nilai Total Ekspor Indonesia Tahun 1991- 2011

Sumber : Badan Pusat Statistik, Analisa Komoditi Ekspor 1991-2012 (Data Diolah)

Tujuan ekspor Indonesia terutama untuk produk nonmigas didominasi oleh lima negara, antara lain China dengan nilai ekspor US$ 21,5 miliar, Jepang US$ 18,3 miliar, Amerika Serikat US$ 15,6 miliar, India US$ 13,2 miliar, dan Singapura US$ 11,1 miliar (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2012). Namun bila dilihat dari total surplus perdagangan internasional Indonesia, ternyata perdagangan yang mampu memberikan surplus terbesar bagi perekonomian Indonesia adalah perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat.

Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank

Tabel 1. Nilai Total Ekspor Netto Nonmigas Indone-sia-Amerika Serikat Periode 1991-2011

Tahun

Ekspor (Ribu US$)

Impor (Ribu US$)

Selisih (Ribu US$)

1991

2.700.402

3.111.595

-411.193

1992

3.828.711

3.679.996

148.715

1993

4.444.717

2.620.914

1.823.803

1994

5.021.805

3.617.476

1.404.329

1995

5.922.799

3.954.514

1.968.285

1996

6.258.517

3.808.992

2.449.525

1997

6.701.329

4.997.407

1.703.922

1998

6.383.181

3.481.963

2.901.218

1999

6.297.424

2.770.784

3.526.640

2000

8.150.498

3.061.906

5.088.592

2001

7.126.420

2.684.228

4.442.192

2002

7.133.904

2.465.444

4.668.460

2003

6.801.115

2.602.225

4.198.890

2004

7.639.349

3.301.715

4.337.634

2005

9.239.653

4.253.101

4.986.552

2006

10.565.335

4.553.721

6.011.614

2007

11.295.678

5.518.118

5.777.560

2008

12.332.203

7.865.862

4.466.341

2009

10.399.534

6.544.538

3.854.996

2010

13.295.428

7.778.552

5.516.876

2011

15.628.585

9.388.987

6.239.598

Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia,1991-2012 (Data diolah)

Indonesia 1991-2012 menjelaskan pergerakan nilai ekspor, nilai impor dan selisih surplus perdagangan internasional nonmigas antara Indonesia dengan Amerika Serikat cukup berfluktuasi. Angka terendah yang didapatkan oleh Indonesia terjadi pada tahun 1991, dengan nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 2,7 miliar, sedangkan nilai impor nonmigas Indonesia dari Amerika Serikat sebesar US$ 3,1 miliar sehingga defisit yang didapatkan oleh Indonesia sebesar US$ 411,1 juta. Angka surplus tertinggi yang didapatkan oleh Indonesia terjadi pada tahun 2011, dengan nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 15,6 miliar, sedangkan nilai impor nonmigas Indonesia dari Amerika Serikat sebesar US$ 9,3 miliar sehingga surplus yang didapatkan oleh Indonesia sebesar US$ 6,2 miliar seperti pada Tabel 1.

Tambunan (dalam Pramono Hariadi, 2008), menyebutkan bahwa alasan utama ekspor nonmigas mendapatkan perhatian lebih dari pada ekspor migas yaitu Indonesia sudah masuk kedalam era perdagangan bebas yakni ASEAN Free Trade Area, dan tidak lama lagi akan masuk ke dalam era liberalisasi perdagangan pada tingkat dunia, sesuai dalam kesepakatan World Trade Organization. Ekspor nonmigas telah mengambil peran yang semakin signifikan terhadap total ekspor Indonesia, sehingga ketergantungan terhadap ekspor migas mulai semakin berkurang

(Bank Indonesia, 2005 : 9).

Peningkatan dan penurunan nilai ekspor, impor maupun ekspor netto sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi. Menurut Mankiw, (2006 : 231) faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi tersebut antara lain; pertama, selera konsumen untuk barang-barang produksi dalam dan luar negeri. Kedua, harga barang-barang diluar dan dalam negeri. Ketiga, nilai tukar (kurs) yang menentukan jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk membeli sejumlah mata uang asing. Keempat, pendapatan konsumen didalam dan luar negeri. Kelima, biaya membawa barang dari suatu negara ke negara lain. Keenam, kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional.

Suardhini dan Goeltom dalam Pramono Hariadi (2008), dengan menggunakan sistem generalized floating bautista dengan model autoregresif menyimpulkan bahwa pengaruh yang dimiliki nilai tukar yang ditunjang dengan intervensi bank sentral dalam pertumbuhan ekspor nonmigas cukup besar. Sementara hasil penelitian Arti dalam Pramono Hariadi (2008) menjelaskan bahwa pengaruh kurs, Produk Domestik Bruto, dan investasi terhadap ekspor Indonesia dengan rentang waktu observasi 1990 sampai dengan 2004 mempunyai pengaruh signifikan terhadap ekspor Indonesia. Hal yang senada juga disimpulkan oleh Pramono Hariadi (2008) bahwa pengaruh suku bunga SBI, IHPB, nilai tukar, nilai impor nonmigas Indonesia, nilai ekspor nonmigas berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekspor nonmigas Indonesia dengan rentang waktu observasi 2000 sampai dengan 2006.

Hal utama yang ingin disoroti lebih tajam pada masalah perdagangan luar negeri Indonesia, yakni ekspor sebagai salah satu sarana dalam pembangunan nasional. Menghadapi masalah tersebut, pemerintah secara kontinyu telah melakukan upaya-upaya peningkatan peranan ekspor, terutama sektor nonmigas untuk mengurangi ketergantungan terhadap sektor migas. Kebijaksanaan pengembangan ekspor non migas mutlak diberlakukan guna mengurangi pertumbuhan negatif (penurunan) ekspor komoditi migas. Hal ini telah lama dicanangkan pemerintah dalam upaya memperoleh devisa serta menunjang produktivitas ekonomi dan kesempatan kerja.

Berdasarkan teori dan beberapa penelitian sebelumnya, maka penelitian ini ingin mengetahui pengaruh beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan yakni; pertama, kurs dollar AS yaitu nilai tukar atau harganya jika ditukar dengan mata uang yang lain (Almizan Ulfa, 2003 : 28). Kedua, penanaman modal asing yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha

diwilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing seluruhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (UU No. 25 tahun 2007). Ketiga, suku bunga kredit yaitu sejumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah (Sri Susiani, 2010). Keempat, indeks harga perdagangan besar yaitu indikator yang menggambarkan besarnya perubahan harga di tingkat pedagang besar atau grosir dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu negara atau daerah (www.bps. go.id). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat diuraikan beberapa hipotesis dalam studi ini.

  • 1)    diduga, bahwa kurs dollar amerika serikat, PMA, suku bunga kredit dan IHPB secara simultan berpengaruh signifikan terhadap total ekspor nonmigas Indonesia ke amerika serikat periode 1991-2011

  • 2)    diduga secara parsial, bahwa kurs dollar amerika serikat dan PMA berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor nonigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011.

  • 3)    diduga secara parsial, bahwa suku bunga kredit dan IHPB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011.

DATA DAN METODOLOGI

Lokasi dan objek penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Indonesia, dengan melakukan pendataan atau pencatatan terhadap perkembangan ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011. Objek penelitian ini adalah kurs dollar Amerika Serikat, penanaman modal asing, tingkat suku bunga kredit, indeks harga perdagangan besar dan jumlah ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011.

Sumber data

Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dimana data berupa kurs dollar Amerika Serikat, penanaman modal asing, tingkat suku bunga kredit, indeks harga perdagangan besar dan jumlah ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 19912011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Bank Indonesia, website BPS Indonesia (www. bps.go.id) serta website Bank Indonesia, (www.bi.go. id).

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dipakai dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan yaitu dengan cara

mengamati, mencatat, mempelajari uraian-uraian dari buku-buku, skripsi, artikel, serta melakukan pengamatan terhadap perkembangan ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat melalui data yang diperoleh dari Bank Indonesia untuk mengukur variabel yang akan dipergunakan sebagai sampel dalam penelitian.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Teknik ini digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh tingkat kurs dollar, PMA, suku bunga kredit, dan IHPB terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat dimana kelima variabel terlebih dahulu di uji dengan uji asumsi klasik kemudian dilanjutkan dengan uji signifikansi untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum ekspor nonmigas Indonesia Periode 1991-2011

Adapun perkembangan sektor ekspor nonmigas Indonesia menurut komoditi yang diekspor selama periode 1991 hingga 2011 seperti yang terlihat pada Grafik 2.

Grafik 2. Perkembangan Sektor Ekspor Nonmigas Indonesia Periode 1991-2011

Sumber : Analisa Komoditi Ekspor,Badan Pusat Statistik,1991-2012

Sektor unggulan pada ekspor nonmigas Indonesia merupakan sektor industri, diikuti pada peringkat kedua yakni sektor tambang, peringkat ketiga yaitu sektor pertanian kemudian peringkat keempat sektor lainnya. Ekspor terendah pada sektor industri terjadi pada tahun 1991 yakni sebesar US$ 15,06 miliar dan nilai tertinggi pada tahun 2011 sebesar US$ 122,18

miliar. Pada sektor tambang nilai terendah terdapat pada tahun 1991 sebesar US$ 888,9 juta dan nilai tertinggi dengan nilai US$ 34,65 miliar pada tahun 2011. Indonesia merupakan negara agragris namun pada kenyataannya ekspor nonmigas sektor pertanian hanya menduduki peringkat ketiga. Nilai terendah pada sektor pertanian terjadi ditahun 1992 dengan nilai US$ 2,21 miliar dan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar US$ 5,1 miliar. Sedangkan sektor lainnya terendah dengan nilai US$ 8,7 juta pada tahun 1991 dan nilai tertinggi pada tahun 1997 sebesar US$ 596,1 juta (www.bps.co.id).

Gambaran Umum Ekspor Nonmigas Indonesia Ke Amerika Serikat Periode 1991-2011

Perkembangan ekspor nonmigas Indonesia dalam dua puluh satu tahun terakhir melampaui jumlah ekspor disektor migas. Meskipun Amerika Serikat bukan negara tujuan ekspor utama Indonesia, namun jika dibandingkan dengan beberapa negara tujuan ekspor lainnya, Amerika Serikat adalah penyumbang surplus terbesar bagi devisa negara. Terlihat pada Tabel 1 jika nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat terendah berada pada tahun 1991 dengan nilai US$ 2,7 miliar dan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar US$ 15,6 miliar. Dari awal periode penelitian peningkatan ekspor terus terjadi, namun efek samping dari krisis moneter yang dialami Indonesia pada tahun 1997 dimana awal mula nilai ekspor sebesar US$ 6,7 miliar berdampak pada penurunan ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 1998 menjadi sebesar US$ 6,3 miliar dan terus menurun hingga tahun 1999 sebesar US$ 6,2 miliar.

Pada tahun 2000 perekonomian Indonesia mencoba bangkit dari keterpurukan, ini terbukti dari meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 1999 sebesar Rp 379 miliar menjadi Rp 1,97 triliun pada tahun 2000 (www.bps.go.id). Hal tersebut juga berdampak pada ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat yang mengalami peningkatan sebesar US$ 8,1 miliar. Tahun-tahun berikutnya ekspor menunjukan angka yang berfluktuatif hingga pada tahun 2008 ekspor nonmigas mencapai angka US$ 12,3 miliar namun pada tahun 2009 turun sebesar 15,6 persen menjadi US$ 10,3 miliar. Penurunan tersebut ditengarai krisis global yang terjadi di Amerika Serikat telah memberikan dampak bagi perekonomian di seluruh dunia termasuk Indonesia. Krisis yang bermula dari pemberian kredit secara besar – besaran (Subprime Mortgage) yang dilakukan oleh lembaga keuangan mengalami kerugian, hingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang sangat berkaitan

Tabel 2. Nilai Kurs, PMA, Suku Bunga Kredit dan IHPB Periode 1991-2011

Tahun

Kurs Dollar AS (Rp/US$)

PMA ( juta US$)

Suku

Bunga Kredit (%)

IHPB (%)

1991

1.992

1.48

25.21

79.64

1992

2.062

1.94

24.05

76.26

1993

2.110

5.65

20.52

71.53

1994

2.200

3.77

17.75

63.40

1995

2.308

6.7

18.85

54.25

1996

2.383

5.59

19.21

52.83

1997

4.650

4.53

21.98

161.66

1998

8.025

4.87

32.37

484.98

1999

7.100

8.23

28.89

404.15

2000

9.595

9.88

18.43

429.28

2001

10.400

2.51

19.19

504.65

2002

8.940

3.09

18.25

491.54

2003

8.465

5.45

15.07

482.80

2004

9.290

4.6

13.41

521.03

2005

9.830

8.91

16.23

574.55

2006

9.020

5.98

15.07

109.23

2007

9.419

10,3

13

99.30

2008

10.950

14,8

15.22

85.54

2009

9.400

10.8

13.69

142

2010

8.991

16.21

12.83

142

2011

9.068

19.47

12.45

147

Sumber :

Kurs Dollar AS : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,Bank

Indonesia (1991-2011)

PMA : Badan Kordinasi dan Penanaman Modal, 2012

Suku Bunga Kredit : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,Bank

Indonesia (1991-2011)

IHPB : Badan Pusat Statistik, 2012

dengan pasar keuangan global mempengaruhi stabilitas perekonomian di seluruh dunia, pada akhirnya menyebabkan krisis global dimana hal tersebut telah berpengaruh negatif terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat.

Gambaran umum kurs dollar, PMA, suku bunga kredit dan IHPB

Perkembangan nilai kurs dollar, PMA, suku bunga kredit dan IHPB dijabarkan pada Tabel 2.

  • 1) . Perkembangan Nilai Kurs Dollar Amerika Serikat

Tahun 1991-2011

Nilai kurs dollar Amerika Serikat menurut SEKI Bank Indonesia periode 1991-2011 terendah terjadi pada tahun 1991 dengan nilai Rp 1.992/US$ dan nilai tertinggi adalah tahun 2008 dengan nilai Rp 10.950/ US$. Dari tahun ketahun kurs menunjukan angka yang terus meningkat, begitu hanya terjadi dalam jangka beberapa tahun periode seperti misalnya pada tahun 1997 kurs sebesar Rp 4.650/US$ ke tahun 1998 kurs menjadi Rp 8.025/US$ dimana peningkatannya cukup drastis yakni 72,58 persen. Hal tersebut terjadi karena krisis ekonomi yang diawali dengan depresiasi nilai

tukar rupiah pada bulan juli 1997 merupakan awal mula terjadi krisis moneter yang dialami Indonesia. Posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh atau bebas (freely floating system) yang dimulai pada Agustus 1997 (Tri Wibowo dan Hidayat Amir, 2005 : 1). Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang oleh pemerintah, dari periode diatas tahun 2000 kurs selalu berkisar diatas Rp 8.000/US$.

  • 2) . Perkembangan Penanaman Modal Asing tahun 1991-2011

Dengan meningkatnya globalisasi, penting untuk memperhitungkan pengaruh PMA ada perdagangan serta dampak pada permintaan luar negeri (Mariam dan Cecilio, 2004). Menurut Jehad dan Mohamad (2012) Penanaman Modal Asing dengan perdagangan lebih erat hubungannya dinegara berkembang. Hubungan yang erat antara PMA dengan ekspor berasal dari kehadiran perusahaan multinasional yang bertujuan untuk melengkapi kegiatan ekspor (Jorge dan Paulo,2010). Dilihat dari periode 1991-2011 dimasa sebelum dan sesudah krisis yang dialami Indonesia, data dari Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan bahwa jumlah PMA sebarannya cukup stabil dengan jumlah terendah pada tahun 1991 sebesar US$ 1,48 juta dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar US$ 19,47 juta. Namun terdapat data yang cukup unik ditahun 2000 ketahun 2001, dimana pada tahun 2000 PMA mencapai US$ 9,88 juta tiba-tiba pada tahun 2001 turun drastis sebesar 74,59 persen menjadi US$ 2,51 juta. Penurunan ini ditengarai karena menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2012) dari perbandingan sebelum dan sesudah krisis terdapat faktor stabilitas politik dan keamanan di Indonesia lebih berpengaruh terhadap PMA daripada PMDN.

  • 3) . Perkembangan Suku Bunga Kredit Indonesia tahun 1991-2011

Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia mengalami lonjakan suku bunga kredit tertinggi yang berlaku pada tahun 1998 yakni sebesar 32,37 persen. Hal tersebut disebabkan oleh krisis moneter yang dialami Indonesia. Setelah era 1997/1998 suku bunga kredit kembali stabil dan berada pada kisaran 12 persen sampai 18 persen. Stabilnya tingkat bunga kredit itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena kebijakan pemerintah untuk mengatasi lonjakan inflasi yang tinggi. Kebijakan itu antara lain kebijakan bank sentral

dibidang moneter (Inflation Targeting Framework), pebankan (Arsitektur Perbankan Indonesia) dan sistem pembayaran (Real Time Gross Settlement).

Stabilnya suku bunga pasca krisis 1997/1998 dikarenakan salah satu kebijakan Bank Indonesia yakni pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peresmian API tersebut merupakan upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut (www.bi.go.id).

  • 4) . Perkembangan Indeks Harga Perdagangan Besar Nonmigas Indonesia Tahun 1991-2011

Perkembangan Indeks Harga Perdagangan Besar atau IHPB nonmigas Indonesia dalam penelitian ini menggunakan tahun 2005 sebagai tahun dasar. Dari keseluruhan periode penelitian, terlihat angka yang mencengangkan dalam beberapa tahun periode yakni dari tahun 1997 hingga tahun 2005, dimana pada tahun tersebut indeks harga berada dikisaran 100 persen sampai 500 persen. Lonjakan harga yang terjadi saat itu tercermin dari tingkat inflasi yang tinggi dikarenakan krisis yang dialami oleh Indonesia pada tahun 1997/1998. Tingkat inflasi yang terjadi pada tahun 1997 sebesar 11,05 persen dimana indeks harga sebesar 161,66 persen, kemudian inflasi naik sebesar 77,63 persen pada tahun 1998 yang menyebabkan indeks harga melambung menjadi 484,98 persen. Rekor indeks harga tertinggi yakni sebesar 574,55 persen pada tahun 2005 dimana inflasi sebesar 17,11 persen (Badan Pusat Statistik, 2012).

Hasil Analisis Data

  • 1) . Persamaan Regresi Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat kurs dollar (X1), PMA (X2), suku bunga kredit (X3), dan IHPB (X4) terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat tahun 1991-2011.

Hasil regresi yang diperoleh jika dimasukkan ke persamaan regresi berganda maka diperoleh persamaan regresi linear berganda, yaitu:

Ŷ = 434416 + 522,415X + 348156,6X - 87730,3X

  • - 3854,956X

Hal ini berarti jika seluruh variabel dianggap konstan pada angka 0 (nol), maka ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011 (Y) berni-

lai positif (4344316). Besaran nilai variabel kurs dollar (X1) adalah (522,415) yang dinyatakan bernilai positif, besaran nilai variabel PMA (X2) sebesar (348156,6) bernilai positif, besaran nilai variabel suku bunga kredit (X3) bernilai negatif (-87730,3) dan besarnya nilai variabel IHPB (X4) bernilai negatif (-3854,956). Dari hasil regresi linier berganda yang telah dijabarkan, maka variabel kurs dollar dan PMA berpengaruh positif sedangkan variabel suku bunga kredit dan IHPB berpengaruh negatif terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011.

  • 2) . Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Hasil uji simultan menunjukkan bahwa nilai Fhitung (67,643) > Ftabel (3,20) dengan tingkat signifikansi 0,000 pada (α) = 0,05 atau 5 persen. Perhitungan ini mengindikasikan bahwa kurs dollar Amerika, PMA, suku bunga kredit dan IHPB secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011.

R square yang bernilai 0.9444 memiliki arti bahwa 94,44 persen variabel kurs dollar, PMA, suku bunga kredit dan IHPB mempengaruhi ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011, sedangkan sisanya sebesar 5,6 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar model. Maka hipotesis pertama dalam penelitian ini teruji kebenarannya.

  • 3) . Uji siginifikansi parsial (uji t)

Uji regresi parsial dilakukan untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga. Hasil uji t dpat dijabarkan sebagai berikut.

  • a.    Pengaruh kurs dollar (X1) terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat (Y) periode 19912011

Hasil pengujian secara parsial antara kurs dollar dengan ekspor nonmigas menunjukkan bahwa kurs berpengaruh positif dan siginifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat dengan tingkat signifikansi 0,000. Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya dari Widiantara (2011), menyatakan bahwa kurs Dollar Amerika berpengaruh positif terhadap ekspor kerajinan bambu Provinsi Bali. Hal sama juga dikemukakan oleh Gita Wirjawan selaku Menteri Perdagangan Negara Indonesia (dalam Otto Ben, 2012) yang mengatakan bahwa dalam jangka pendek rupiah melemah akan meningkatkan ekspor. Hal tersebut mendukung konsep teori penawaran seperti yang dijabarkan dalam Rahardja dan Manurung (2006 : 28) dimana kurs berpengaruh terhadap harga barang ekspor sebab nilai kurs sangat ditentukan oleh perubahan nilai mata uang antar dua negara. Bila nilai kurs rupiah terhadap dollar meningkat yang ditandai

dengan menguatnya nilai dollar terhadap rupiah berakibat pada turunnya harga barang ekspor, maka sesuai dengan prinsip teori penawaran dimana jumlah ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat akan meningkat.

  • b.    Pengaruh PMA (X2) terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat (Y) periode 19912011

Hasil pengujian secara parsial antara PMA dengan ekspor nonmigas menunj ukkan bahwa PMA berpengaruh positif dan siginifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat dengan tingkat signifikansi 0,000. Hasil penelitian sebelumnya dari Aditya (2011), menyatakan bahwa dengan adanya “Pakto 1993” yang dikeluarkan pemerintah dimana didalamnya dijelaskan bahwa adanya keharusan ekspor bagi penanam modal (PMA dan PMDN) yang direalisasikan sebesar 80 persen dari hasil produksi, dengan ketentuan tersebut maka semakin tinggi investasi maka semakin besar ekspor yang akan dilakukan sehingga PMA berpengaruh positif terhadap ekspor karet di Indonesia. Penelitian lainnya oleh Lance dan Steve (1996) menyimpulkan bahwa semakin besar arus perdagangan kedalam PMA merupakan tahap dalam proyek yang lebih matang dimana ekspor akan meningkat dan saldo positif bagi neraca perdagangan. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Ranna dan Muhammad (2010) menyatakan bahwa PMA berpengaruh positif terhadap ekspor di negara Pakistan dimana hal tersebut mendukung teori Investasi (Sukirno, 2000 : 105) yang menyatakan bahwa naiknya investasi akan menimbulkan peningkatan pada kapasitas produksi sehingga menyebabkan meningkatnya ekspor. Sejalan dengan teori tersebut penelitian ini telah berhasil membuktikan bahwa investasi yang berupa PMA memiliki dampak yang positif terhadap peningkatan ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011.

  • c.    Pengaruh Suku Bunga Kredit (X3) Terhadap Ekspor Nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat (Y) periode 1991-2011

Hasil pengujian secara parsial menunjukan bahwa suku bunga kredit dengan ekspor nonmigas hanya berpengaruh signifikan pada α= 10 . Dimana pada penelitian ini tingkat signifikansi suku bunga kredit hanya sebesar 0,076 ketika α = 5%. Sri Susiani (2010) menyatakan bahwa suku bunga kredit secara parsial berhubungan negatif dan signifikan pada volume ekspor perak di Bali. Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan α = 5%, dengan variabel terikat volume

ekspor perak di Bali dan variabel bebasnya tingkat inflasi, suku bunga kredit dan kurs dollar. Tidak berpengaruhnya variabel suku bunga kredit dalam penelitian ini dikarenakan dalam periode penelitian ini terjadi krisis moneter yang dialami Indonesia pada tahun 1997/1998 sehingga berdampak pada suku bunga kredit modal dimana pada saat krisis masyarakat lebih membutuhkan dana untuk konsumsi. Namun hubungan antara suku bunga kredit dan ekspor sesuai dengan publikasi Bank Indonesia mengenai suku bunga kredit (dalam Sri Susiani, 2010) yang menyatakan bahwa peningkatan suku bunga kredit menyebabkan modal kerja menjadi lebih sedikit sehingga kondisi tersebut berdampak pada penurunan jumlah produksi selanjutnya mempengaruhi penurunan ekspor.

  • d.    Pengaruh IHPB (X4) Terhadap Ekspor Nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat (Y) periode 19912011

Hasil pengujian secara parsial antara IHPB dengan ekspor nonmigas menunjukan bahwa IHPB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat dengan tingkat sihnifikansi 0,033. Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya dari Pramono Hariadi (2008) yang menyatakan bahwa naiknya IHPB akan membuat biaya produksi meningkat diikuti juga dengan peningkatan harga jual. Naiknya harga jual untuk komoditi ekspor ini menyebabkan harga jual produk diluar negeri akan lebih mahal sehingga tidak memiliki daya saing dengan produk sejenisnya diluar negeri yang berdampak pada penurunan permintaan. Maka IHPB berpengaruh negatif terhadap kinerja ekspor nonmigas Indonesia. Penelitian lainnya oleh Anaman dan Mahmod (2003) juga berpendapat bahwa harga ekspor berpengaruh terhadap ekspor nonmigas di negara Brunei Darusalam mendukung konsep hukum permintaan seperti yang dijabarkan dalam Mankiw (2012 : 64), ketika harga dimana dalam penelitian ini dicerminkan oleh IHPB naik maka jumlah permintaan barang atau ekspor akan menurun.

  • 4) . Hasil Standardized Coefficients Beta

Standardized Coefficients Beta bertujuan untuk menjawab rumusan masalah ketiga. Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai Standardized Coefficients Beta memperoleh hasil masing-masing 0,533 untuk kurs dollar, 0,512 untuk PMA, -0,144 untuk suku bunga kredit, dan -0,233 untuk IHPB. Hal ini berarti bahwa variabel kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh paling dominan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011 dibandingkan dengan PMA, suku bunga kredit dan IHPB.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1). Variabel kurs dollar, PMA, suku bunga kredit dan IHPB secara serempak berpengaruh terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis pertama yang diajukan terbukti kebenarannya; 2). Variabel kurs dollar dan PMA secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1991-2011. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis kedua yang diajukan terbukti kebenarannya.Variabel IHPB berpengaruh negatif dan signifikan hanya saja variabel suku bunga kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 19912011. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis ketiga yang diajukan tidak terbukti kebenarannya; dan 3). Variabel kurs dollar paling dominan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat periode 19912011 dibandingkan dengan variabel PMA, suku bunga kredit dan IHPB.

SARAN

Berdasarkan simpulan diatas, dapat disarankan yaitu guna meningkatkan value added produk ekspor Indonesia pemerintah diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya kualitas produk ekspor agar dapat memaksimalkan pendapatan masyarakat dan pengetahuan tentang penggunaan teknologi yang efektif untuk menunjang produktifitas pada khususnya dan devisa negara pada umumnya. Selain itu juga, pemerintah diharapkan membuat kebijakan mengenai kurs rupiah terhadap dollar. Kebijakan yang dimaksud misalnya dengan melakukan intervensi terhadap penentuan nilai kurs di pasaran dengan tanpa membatasi pergerakan ekonomi di sektor riil.

REFERENSI

Aditya Prayudi. 2011. Prospek dan Daya Saing Serta Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Volume Ekspor Karet di Indonesia Periode 1996-2010. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi. Denpasar: Fakultas Ekonomi UNUD

Almizan, Ulfa. 2003. Indonesia Satu dan Stabilitas Kurs Rupiah : Analisis Stabilitas Exchange Rates Indonesia Pasca Krisis 1997. Dalam Jurnal Keuangan dan Moneter, 6 (2):h:21-43.

Anaman Kwabena dan Mahmod Tuty. 2003. Determinants of Suppy of Non-oil Exports in Brunei Darusaalam. ASEAN Economic Bulletin, 20(2)

Badan Pusat Statistik. Analisa Komoditi Ekspor. Berbagai

edisi publikasi.

___________. Statistik Indonesia. Berbagai edisi publikasi. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia.

Berbagai edisi publikasi.

__________. 2005. Strategi Peningkatan Ekspor Indonesia Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memelihara Kestabilan Ekonomi Makro. Jakarta

Jehad Aldehayyat dan Mohammad Alalaya. 2012. Theory and Applied Relationship Between FDI, FPI, Trade and Finance: Evidence from Jordan (1990-2009). Dalam jurnal Asian Science, 8(6)

Jorge Andaraz dan Paulo Rodrigues. 2010. What Causes Economic Growth in Portugal: Export or Inward FDI?. 37(3) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Negara Tujuan Ekspor Nonmigas Indonesia. http://www.kemendag. go.id/en/economic-profile/indonesia-export-import/ growth-of-non-oil-and-gas-export-destination-country. Diunduh 12 November 2012

Lanche Eliot dan Steve Werner. 1996. The Aggregate Impact of Firms FDI Strategies On The Trade Balances of Host Countries. Journal of International Business, 27(2)

Mariam Camarero dan Cecilio Tamarit. 2004. Estimating the Export and Import Demand for Manufactured Goods: The Role of FDI. Review of World Economics. 140(3)

Mankiw, Gregory. 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Jakarta : Salemba Empat.

Mankiw Gregory, Euston Quah, Peter Wilson. 2012. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Asia. Jakarta : Salemba Empat

Nopirin. 2009. Ekonomi Internasional. Edisi Ketiga. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Otto Ben. 2012. Indonesian Minister : Slow Growth is Tem-prary. Dalam Wall Street Journal.

Pramono Hariadi. 2008. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia. Dalam Jurnal Ventura, 11 (3).

Publikasi Bank Indonesia melalui http://www.bi.go.id.

Publikasi Badan Pusat Statistik melalui http://www.bps.go.id.

Publikasi Badan Kordinasi dan Penanaman Modal melalui www.bkpm.go.id

Publikasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional melalui www.bappenas.go.id

Rana Ejaz dan Muhammad Atif. 2010. Economic Determinants of Foreign Direct Investment in Pakistan. Dalam jurnal Ekonomi, 1(2).

Rahardja, Pratama dan Manurung Mandala. 2006. Teori Ekonomi Mikro; Suatu Pengantar, edisi ketiga. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sri Susiani, Ni Ketut. 2010. Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga Kredit dan Kurs Dollar Terhadap Ekspor Kerajinan Provinsi Bali. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi. Denpasar : Fakultas Ekonomi UNUD

Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern : Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Edisi Pertama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Tri Wibowo, dan Hidayat Amir. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah. Dalam Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Departemen Keuangan, 9 (4):h:1-27

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Widiantara, I Made. 2011. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Kerajinan Bambu Provinsi Bali. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi. Denpasar : Fakultas Ekonomi UNUD

105