JEKT 6 [2] : 86 - 97

ISSN : 2301 - 8968

Simulasi Dampak Liberalisasi Perdagangan Bilateral RI-China terhadap Perekonomian Indonesia: Sebuah Pendekatan SMART Model

Sulthon Sjahril Sabaruddin*)

Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

ABSTRAK

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi dampak liberalisasi perdagangan Indonesia dengan China terhadap perekonomian Indonesia. Guna mengevaluasi dampak yang ditimbulkan terhadap perekonomian Indonesia dianalisis melalui pendekatan metode analisis model Software for Market Analysis and Restrictions on Trade (SMART). Hasil analisis skenari dampak liberalisasi perdagangan RI-China pada tahun 2009 terhadap kesejahteraan masyarakat dengan complete tariff dismantlement, dengan memanfaatkan analisa perubahan Consumer Surplus dan penurunan Deadweighted Loss dapat disimpulkan bahwa liberalisasi perdagangan RI-China dengan nol tarif berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kata kunci : Perdagangan bebas,liberalisasi perdagangan, analisis keseimbangan parsial, Software for Market Analysis and Restrictions on Trade (SMART) Model

The Impact of Trade Liberalization on Bilateral RI-China Simulation on the Indonesian Economy: A SMART Approach Model

ABSTRACT

This paper attempts to evaluate the impact of trade liberalization between Indonesia and China to the Indonesian economy. In order to evaluate the impact on the Indonesian economy,the study uses a method of model analysis so-called Software for Market Analysis and Restrictions on Trade (SMART). The implications of the impact RI-China trade liberalization analysis in 2009 with a complete tariff dismantlement are the welfare of the Indonesian society, by utilizing the analysis of change in Consumer Surplus and a decrease in Deadweighted Loss. The paperconcludes that trade liberalization RI-China with zero tariffs results in a positive impact on the welfare of the Indonesian society.

Keywords : free trade, trade liberalization, partial equilibrium analysis, Software for Market Analysis and Restrictions on Trade Model (SMART)

PENDAHULUAN

Teori ekonomi menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan meningkatkan efisiensi, skala ekonomi, persaingan, produktivitas faktor dan arus perdagangan, dengan demikian, pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Barro & Sala-i-Martin, 1995; Wacziarg, 1997). Meskipun telah terjadi reformasi perdagangan liberal di berbagai negara, namun peneliti menemukan berbagai hambatan spesifik atau khusus di suatu negara, yang menghambat pertumbuhan perdagangan dunia (Kaliraj an, 1999). Sebagai contoh, Krugman& Elizondo (1995) menemukan arus perdagangan terhambat ketika pembangunan infrastruktur hanya terkonsentrasi di

*) Email: [email protected]

lokasi tertentu saja di suatu perekonomian; institusi yang lemah dan tidak efisien di suatu negara (Wilson, Mann, dan Otsuki, 2004); hingga masalah-masalah seperti lobi politik (Gawande dan Krishna, 2001) semua turut menghambat arus perdagangan antar negara yang terlibat. Hambatan ini mengakibatkan terjadinya sebuah trade gap melalui berkurangnya arus perdagangan antar negara dari tingkat potensial mereka (Kalirajan, 2007). Dalam konteks inilah, selain upaya multilateral, upaya regional dan bilateral perlu dilakukan untuk memfasilitasi negara dalam mengatasi berbagai hambatan tersebut.

Putaran Doha di World Trade Organization (WTO) bertujuan untuk menghapus berbagai distorsi perdagangan dalam rezim perdagangan internasional sehingga pada akhirnya dapat mendorong peningkatan perdagangan dunia. Namun mengingat

lambatnya kemajuan dari Putaran Doha di WTO, maka banyak negara maju dan berkembang pindah dan bergerak menuju regionalisme atau bilateralism guna mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari besarnya jumlah Regional Trade Agreements (RTAs) yang berkembang dengan pesat sejak awal tahun 1990an. Hingga 15 Januari 2012, sekitar 511 RTAs telah dinotifikasi kepada GATT / WTO; dimana 319 telah berjalan. Lebih lanjut berdasarkan data dari Asian Development Bank (ADB), hingga Januari 2012 jumlah Free Trade Agreement (FTA) di dunia telah mencapai angka 250 perjanjian, padahal jumlah FTA pada tahun 2000 hanya 53 perjanjian saja. Sedangkan jika dilihat dari klasifikasi FTA berdasarkan perjanjian bilateral dan plurilateral1, bahwa pada tahun 2000 tercatat hanya terdapat 46 perjanjian bilateral dan 7 perjanjian plurilateral, sedangkan pada tahun 2011 telah meningkat hingga terdapat 185 perjanjian bilateral dan 65 perjanjian plurilateral.

Pada saat ini, Indonesia juga telah meningkatkan hubungan kerjasama ekonomi (bilateral, sub-regional dan regional) dengan berbagai Negara baik dalam bentuk Economic Partnership Agreement (EPA), Preferential Trade Agreement (PTA), maupun Free Trade Agreement (FTA) dengan berbagai negara dan wilayah. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian dagang dan per Januari 2012 tercatat 20 inisiatif yang baik sedang dalam proses studi, negosiasi dan telah berjalan. Salah satu kerjasama ekonomi RTAyang sangat komprehensif dan menjadi sorotan baik di Indonesia maupun di luar negeri adalah ASEAN-China Free Trade Area(ACFTA) yang merupakan sebuah kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barangbaik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para negara ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.

H ubu ngan perd aganga n bil ateral R I- China telah berkembang dengan pesat khususnya sejak penandatanganan Kemitraan Strategis RI-China pada tahun 2005 serta berlakunya Early Harvest Program pada tanggal 1 Januari 2004 (0% pada tahun 2006) dan terus berkembang lebih pesat lagi

sejak implementasi penuh (Normal Track I) ACFTA efektif bulan Januari 2010 lalu. Perdagangan bilateral Indonesia-China meningkat pesat dari hanya US$4.8 milyar (2000), menjadi US$12.5 milyar dan terakhir mencapai puncaknya sebesar US$49 milyar (2011). Pesatnya peningkatan hubungan perdagangan RIChina setidaknya tidak terlepas dari dua faktor pendorong utama yakni: proses liberalisasi ekonomi Indonesia akibat krisis ekonomi dan keuangan 19971998 lalu dan political will kedua negara dalam menjalin kerjasama ekonomi baik dalam konteks bilateral melalui kesepakatan kemitraan strategis pada tahun 2005 maupun regional dalam bentuk kesepakatan ACFTA yang pada Januari 2010 lalu telah efektif berjalan secara penuh (full implementation).

Oleh karena itu, maka tidak mengherankan jika realisasi target kedua negara untuk meningkatkan hubungan perdagangan RI-China sebesar US$50 milyar pada tahun 2014 yang diamanatkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan optimis dapat dicapai lebih cepat. Namun demikian dibalik kesuksesan dalam meningkatkan hubungan perdagangan RI-China tersebut, sekarang yang menjadi pertanyaan strategis dan tentu sangat penting adalah, bagaimana dampaknya peningkatan drastis hubungan perdagangan RI-China ini terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dan daya saing ekspor Indonesia.

Berbagai studi terkait dampak liberalisasi perdagangan dengan China dan ACFTA telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya baik dengan metode kuantitatif maupun kualitatif. Pada umumnya penelitian tersebut menemukan dua hal: dampak positif berupa keuntungan ekonomi bagi negara yang terlibat dan dampak negatif sebagai akibat dari persaingan inter dan intra industri bagi negara-negara dengan keunggulan komparatif yang lemah. Dampak positif secara umum (dalam lingkup kawasan ASEAN dan China) yang berupa keuntungan ekonomi antara lain berupa peningkatan output (Park, et al, 2008); peningkatan ekspor (Tambunan, 2007; Yue, 2004); peningkatan produktivitas dalam jangka panjang (Park, et al, 2008) dan keuntungan yang didapat dari spesialisasi (Okamoto, 2005). Sementara dampak negatif dapat berupa menurunnya PDB (Yue, 2004; Hary-adi et al, 2008), bertambahnya defisit perdagangan (Mutakin dan Salam, 2009; Tong dan Keng, 2010), menurunnya daya saing ekspor (Ibrahim, Permata dan Wibowo, 2010); menurunnya tingkat tabungan masyarakat (Wirapati dan Kusumawardani, 2010). Berbagai kontroversi pandangan, baik dalam tataran teori maupun tataran empiris sebagaimana diuraikan diatas.

Tujuan utama penelitian ini adalah mengevaluasi dampak liberalisasi perdagangan dengan RI-China terhadap perekonomian Indonesia. Penulis akan melakukan skenario liberalisasi perdagangan RIChina dengan complete tariff dismantlement atau nol tarif untuk seluruh produk pada tahun 2009 dengan menggunakan data perdagangan total RIChina tanpa memilah skema ACFTA, MFN atau jalur lainnya. Terakhir, penulis menawarkan saran-saran kebijakan berdasarkan bukti empiris dan khususnya terkait bagaimana sebaiknya liberalisasi perdagangan RI-China dapat direspon atau ditangani secara efektif.

Teori Liberalisasi Perdagangan dan Perdagangan Bebas

Dengan adanya perdagangan internasional, maka akan berdampak cukup luas terhadap perekonomian suatu negara, baik dalam aspek ekonomi maupun non-ekonomi. Secara ekonomi akan berpengaruh terhadap aspek-aspek konsumsi, produksi, dan distribusi pendapatan. Berarti kebijakan-kebijakan perdagangan yang ditempuh suatu negara akan sangat penting artinya, baik dalam aspek ekonomi maupun non-ekonomi. Salah satu kebijakan yang disoroti dalam artikel ini adalah kebijakan liberalisasi perdagangan RI-China. Kebijakan liberalisasi adalah kebijakan perdagangan yang mengikis berbagai bentuk hambatan perdagangan. Bila diterapkan secara utuh berarti arus komoditi perdagangan dan investasi baik dalam bentuk modal, barang atau jasa akan bebas masuk antar negara, tanpa harus berhadapan dengan hambatan-hambatan tarif dan non-tarif, termasuk kebijakan-kebijakan yang berbau proteksionis. Jika situasi ini terjadi, maka tidak ada alternatif lain, bahwa setiap negara harus mampu menghasilkan produk yang kompetitif agar dapat menembus pasar global.

Liberalisasi sering identik dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara atau suatu negara sedang menj alankan kebij akan liberalisasi bila kebijakan yang diterapkan tersebut menyebabkan perekonomian semakin berorientasi ke luar (outward-oriented) dan juga openness. Suatu rezim kebijakan dianggap menjalankan kebijakan liberalisasi bila tingkat intervensi secara keseluruhan semakin berkurang atau dapat ditandai juga melalui semakin pentingnya peranan perdagangan dalam perekonomian. Kebijakan liberalisasi dapat tercapai melalui beberapa cara seperti pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan atau pemberlakuan subsidi ekspor (Santos-Paulino, 2005).

Secara teori liberalisasi perdagangan akan membawa pada pola perdagangan yang efisien yang ditentukan oleh prinsip keunggulan komparatif; yakni, harga

relatif faktor produksi (tanah, modal dan tenagakerja). Adopsi dari prinsip keunggulan komparatif atau biaya komparatif akan menjamin bahwa sebuah negara akan meraih kesejahteraan ekonomi yang lebih besar melalui partisipasi dalam perdagangan luar negeri daripada melalui proteksi perdagangan.

Hal tersebut tentu senada dengan teori klasik dalam era Adam Smith yang beranggapan bahwa perdagangan bebas adalah sesuatu yang ideal. Perdagangan bebas diharapkan akan menghilangkan inefisiensi yang disebabkan adanya proteksi. Keyakinan terhadap perdagangan bebas itu terutama didasarkan pada analisis ekonomi yang menunjukkan bahwa perdagangan yang lebih bebas umumnya memberikan manfaat bagi kedua negara dan bagi dunia, berarti akan meningkatkan kemakmuran global. Namun demikian, tetap terdapat pro dan kontra, dan beberapa argumen yang mendukung pengenaan proteksi menunjukkan bahwa kebijakan proteksi masih diperlukan dalam kasus-kasus tertentu.

Sebagaimana juga dijelaskan sebelumnya, teori ekonomi menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan meningkatkan efisiensi, skala ekonomi, persaingan, produktivitas faktor dan arus perdagangan, dengan demikian, pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Barro & Sala-i-Martin, 1995; Wacziarg, 1997). Namun, meskipun telah terjadi reformasi perdagangan liberal di berbagai negara, berbagai peneliti menemukan berbagai hambatan spesifik atau khusus di suatu negara, yang menghambat pertumbuhan perdagangan dunia (Kalirajan, 1999). Hambatan ini mengakibatkan terjadinya sebuah trade gap melalui berkurangnya arus perdagangan antar negara dari tingkat potensial mereka (Kalirajan, 2007). Dalam konteks inilah, selain upaya multilateral, upaya regional dan bilateral perlu dilakukan untuk memfasilitasi negara dalam mengatasi berbagai hambatan tersebut.

DATA DAN METODOLOGI

Metode penelitian akan menggunakan pendekatan model ekuilibrium parsial yakni Software for Market Analysis and Restrictions on Trade model (SMART model) untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan RI-China terhadap kesej ahteraan masyarakat serta mengevaluasi perdagangan, tariff revenue, dan welfare effects. Pada artikel ini, penulis akan melakukan skenario liberalisasi perdagangan RI-China dengan complete tariff dismantlement atau nol tarif untuk seluruh produk pada tahun 2009. Software for Market Analysis and Restrictions on Trade (SMART) model merupakan model simulasi perdagangan

ekuilibrium parsial, yang digunakan untuk menilai dampak liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas terhadap perdagangan (trade), pendapatan tarif (tariff revenue), dan kesejahteraan (welfare effects). Perangkat SMART model ini merupakan bagian dari World Integrated Trade Solution (WITS) yang dikembangkan secara bersama-sama oleh World Bank dan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). Metode ini relatif mudah digunakan karena hanya memerlukan data perdagangan (trade flows), trade policy (misalnya tarif proteksi awal) dan nilai parameter behavioral (elastisitas) tertentu (Plummer et al, 2010).

Kelebihan metode ini adalah dapat menghitung dampak dari liberalisasi perdagangan/perdagangan bebas di sebuah pasar tingkat disagregasi hingga sangat dalam/terinci, artinya dapat menyelesaikan masalah terkait “aggregation biases”, sebagai contoh, SMART model dapat menganalisis dampak liberalisasi perdagangan impor “brown rice” oleh India dimana agregasi terinci tersebut mungkin tidak tepat atau bahkan tidak bisa dilakukan dalam kerangka model keseimbangan umum (Ahmed, 2010). Namun kelemahan dari pendekatan tersebut adalah karena ini merupakan metode ekuilibrium parsial, maka pendekatan ini mengabaikan interaksi dan timbal balik dengan pasar-pasar lainnya serta khusus keterkaitan input-output antar sektor (atau upstream/ downstream) yang dimana merupakan basis/fondasi dari analisis keseimbangan umum. Selain itu, SMART model juga tidak dapat menjelaskan hambatan-hambatan yang ada terkait dengan faktor-faktor produksi (misalnya buruh, modal, dan tanah).

SMART bukan sebuah perangkat baru dan telah cukup banyak penelitian yang memanfaatkan perangkat tersebut. Pengaturan SMART model adalah untuk suatu barang, berbagai negara berkompetisi untuk suplai (ekspor) ke suatu negara. SMART model fokus pada perubahan impor (komposisi dan volume impor) di sebuah pasar ketika terdapat perubahan kebijakan perdagangan. Pasar permintaan (market demand) menggunakan asumsi Armington dimana seluruh komoditi bersifat differentiated berdasarkan asal negara (country of origin), artinya impor komoditi dari negara A adalah imperfect substitute dengan impor dari negara-negara lainnya. Lebih lanjut, dengan asumsi Armington tersebut maka diberlakukannya perdagangan bebas tidak menyebabkan big bang solution, atau seluruh produk impor negara A dari negara lainnya (bukan anggota FTA) pindah ke negara B karena merupakan anggota dari perjanjian perdagangan bebas tersebut. Model analisa SMART dalam melihat dampak dari liberalisasi perdagangan

RI-China melalui complete tariff dismantlement (tarif nol) dengan data perdagangan RI-China pada tahun 2009 (SITC Rev 2, 3 Digit), penulis menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

  • 1)    Partial Equilibrium: tidak ada efek pendapatan.

  • 2)    Export supply elasticity (supply elasticity) adalah perfectly elastic dimana harga dunia dari setiap produk (misalnya, apel dari Indonesia) adalah given atau sudah ditentukan. Secara default, SMART menggunakan 99 untuk infinite elasticity (elastisitas tak terhingga) untuk semua barang dan mitra negara. Artinya peningkatan permintaan suatu barang akan selalu sesuai/sama dengan produsen dan eksportir dari barang tersebut, tanpa adanya pengaruh terhadap harga barang tersebut.

  • 3)    Substitution elasticity (import substitution elasticity) yang merupakan nilai substitusi antara dua barang dari berbeda negara asal. Dalam artikel ini, SMART model dengan asumsi Armington digunakan, maka barang-barang impor dari negara yang berbeda adalah imperfect substitutes, misalnya, apel dari China adalah imperfect substitutes dengan apel dari Indonesia. Dalam SMART, import substitution elasticity adalah sebesar 1.5 untuk setiap produk.

  • 4)    Import demand elasticity bertujuan untuk mengukur respon permintaan terhadap perubahan harga impor. Nilai default adalah sama untuk semua reporters(negara) tetapi berbeda berdasarkan produknya. Terdapat lebih dari 100 nilai import demand elasticity yang berbeda dan dapat dirubah-rubah namun nilai elastisitas tersebut adalah unik untuk setiap produknya.

  • 5)    Perfect competition (persaingan sempurna) yang artinya sebagai contoh, pemotongan tarif secara penuh terefleksi pada harga yang dibayar oleh konsumen.

Simulasi tarif yang digunakan dalam penelitian adalah melalui complete tariff dismantlement (nol tarif) sehingga opsi yang dipakai adalah opsi pertama yaitu new rate dengan nol tarif. Dalam simulasi penerapan nol tarif diberlakukan secara penuh pada tahun 2009. Dengan asumsi-asumsi tersebut, dengan SMART model penulis dapat mengevaluasi dampak dari perubahan kebijakan perdagangan (dalam hal ini diukur dari tarif) terhadap variabel-variabel sebagai berikut: a) Trade creation effects, trade diversion

Tabel 1. Dampak Liberalisasi RI-China terhadap Consumer Surplus Indonesia (Top 10)

Product Code

Consumer

Product Name                                inS uMrpillluiosn

USD

785

Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Motorized;       19.79

Invalid Carriages

843

Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other than knitted 8.53 or crocheted goods

845

893

653 716

784

652

674

851

Outer Garments and other articles, knitted or crocheted, not elastic nor rubberized 4.79 Articles, n.e.s, of materials of the kinds described in division 58 -Plastics 2.32 Fabrics, Woven, of Man-Made Fibres (not including Narrow or Special Fabrics 2.06 Rotating Electric Plant and Parts thereof, n.e.s. 1.59 Parts and Accessories, n.e.s. of the Motor Vehicles 1.56 Cotton Fabrics, Woven 1.51 Universal, Plates and Sheets, of Iron or Steel 1.47 Footwear 1.46

Sumber: WITS 2012


effects, dan net trade effects; b) Tariff revenue effects, consumer surplus dan welfare.

Data untuk menganalisis adalah data perdagangan RI-China menggunakan 3 Digit kode SITC Revisi 2 yang bersumber dari World Integrated Trade Solutions (WITS) (http://wits.worldbank.org) dan The United Nations Commodity Trade (COMTRADE) (http:// unstats.un.org/unsd/comtrade/). UN COMTRADE merupakan database yang sangat komprehensif mengenai statistik barang dalam perdagangan internasional. UN COMTRADE mencakup data ekspor, impor, dan re-ekspor dengan satuan nilai US$ dan kuantitas dengan berat bersih. Selain itu, COMTRADE mencakup sekitar 1,5 milyar record perdagangan yang dibagi dalam 9 klasifikasi sampai 6 digit level klasifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak Liberalisasi Perdagangan RI-China terhadap Perekonomian Indonesia Analisis dengan Pendekatan Ekuilibirum Parsial -Model SMART)

Pada bagian ini, hasil dengan memanfaatkan perangkat WITS/SMART partial equilibrium model menggambarkan dampak dari liberalisasi perdagangan RI-China pada tahun 2009 dengan skenario liberalisasi penuh atau complete tariff dismantlement (tarif nol) terhadap perekonomian Indonesia, serta dampak terhadap kesejahteraan, pendapatan tarif, perubahan impor dan ekspor. Dalam analisis penulis menggunakan 3 Digit SITC Revisi 2.

Dampak terhadap Perubahan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia Consumer Surplus/ Consumer Welfare)

Sebagaimana telah dijelaskan dalam metodologi penelitian, bahwa kesejahteraan dalam SMART model terdapat dua pendekatan yaitu: pertama, dilihat dari perubahan Consumer Surplus; dan kedua melalui perubahan Dead Weight Loss (DWL) (dalam hal ini penurunan DWL) dimana SMART mendeskripsikannya sebagai welfare. Lebih lanjut, terkait pendekatan kedua, penurunan DWL merupakan keuntungan ekonomi secara keseluruhan melalui penurunan tarif yang diperoleh dari hasil terjadinya peningkatan consumer surplus melalui peningkatan impor dan peningkatan pendapatan tarif akibat adanya peningkatan impor.

Jika diukur dengan pendekatan pertama yakni perubahan Consumer Surplus, pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dampak liberalisasi perdagangan RI-China telah memberikan kesejahteraan pada konsumen/masyarakat sebesar US$63.94 juta di Indonesia. Dua produk terbesar yaitu: SITC 785 (Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Motorized; Invalid Carriages) dan SITC 843 (Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other than knitted or crocheted goods) mewakili 44.3 persen dari total kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan nilai sebesar US$ 28.33 juta. Adapun produk lainnya yang turut berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan di Indonesia adalah SITC 845 (Outer Garments and other articles, knitted or crocheted, not elastic nor rubberized) sebesar US$ 4.79 juta, SITC 893 (Articles, n.e.s, of materials of the kinds described in division 58 -Plastics) sebesar US$ 2.32

Tabel 2: Dampak Liberalisasi RI-China terhadap Perubahan DWL Indonesia (Top 10)

Product Code

TraEdfef Tottal Welfare

Product Name                            (MEfiflelicotn    (Million

USD)     USD)

785

Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non- 305.18     20.51

Motorized; Invalid Carriages

843

Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other   122.45      8.07

than knitted or crocheted goods

845

Outer Garments and other articles, knitted or crocheted, not elastic      97.85       6.30

nor rubberized

662

893

98

674

716

784

652

Clay Construction Materials and Refractory Construction Materials 30.02 2.96 Articles, n.e.s, of materials of the kinds described in division 58 -Plastics 30.29 2.95 Edible Products and Preparations, n.e.s 6.68 2.20 Universal, Plates and Sheets, of Iron or Steel 31.72 2.13 Rotating Electric Plant and Parts thereof, n.e.s. 46.19 1.88 Parts and Accessories, n.e.s. of the Motor Vehicles 19.66 1.71 Cotton Fabrics, Woven 40.90 1.51

Sumber: WITS 2012


juta, SITC 653 (Fabrics, Woven, of Man-Made Fibres (not including Narrow or Special Fabrics) sebesar US$ 2 juta, SITC 716 (Rotating Electric Plant and Parts thereof, n.e.s.) sebesar US$ 1.59 juta, SITC 784 (Parts and Accessories, n.e.s. of the Motor Vehicles) sebesar US$ 1.56 juta, SITC 652 (Cotton Fabrics, Woven) sebesar US$ 1.51 juta, SITC 674 (Universal, Plates and Sheets, of Iron or Steel) sebesar US$ 1.47 juta, dan SITC 851 (Footwear) sebesar US$ 1.46 juta. Berikut adalah tabel dampak liberalisasi RI-China terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia yang diukur dengan Consumer Surplus – Top 10 Produk Terbesar:

Jika dievaluasi melalui pendekatan kedua, yakni perubahan welfare yang diukur berdasarkan perubahan DWL (penurunan DWL), maka dampak liberalisasi perdagangan RI-China telah memberikan kesejahteraan ekonomi di Indonesia sebesar US$ 71.42 juta. Tiga produk teratas yakni SITC 785 (Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Mo-torized; Invalid Carriages), SITC 843 (Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other than knitted or crocheted goods) dan SITC 845 (Outer Garments and other articles, knitted or crocheted, not elastic nor rubberized) mendominasi 48.84 persen dari total perubahan kesejahteraan ekonomi. Adapun produk lainnya yang turut berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan di Indonesia adalah SITC 662 (Clay Construction Materials and Refractory Construction Materials) sebesar US$ 2.97 juta, SITC 893 (Articles, n.e.s, of materials of the kinds described in division 58 -Plastics) sebesar US$ 2.95 juta dan SITC 98 (Edible Products and Preparations, n.e.s) sebesar US$ 2.2 juta. Berikut adalah tabel dampak liberalisasi RI-China terhadap kesejahteraan

masyarakat Indonesia yang diukur melalui perubahan DWL, Top 10 Produk Terbesar:

Dengan simulasi diatas, dilihat dari perspektif kesejahteraan konsumen, masyarakat Indonesia memperoleh manfaat sangat besar. Konsumen Indonesia memperoleh manfaat melalui perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan) sehingga dapat akses untuk membeli produk China dengan harga yang lebih murah dan memperoleh manfaat dengan adanya peningkatan standar hidup. Liberalisasi perdagangan RI-China telah memberikan kesejahteraan pada konsumen/masyarakat Indonesia sebesar US$ 63.94 juta per tahun. Dalam hal ini diasumsikan bahwa diberlakukannya nol tarif melalui liberalisasi perdagangan, para eksportir dari China dan importir dari Indonesia tidak melakukan apa-apa untuk memperoleh keuntungan, sehingga seluruh manfaat dari liberalisasi tarif tersebut akan pindah seluruhnya ke pihak konsumen. Jika para eksportir dan importir melakukan intervensi maka terdapat kemungkinan manfaat dari liberalisasi tersebut tidak sampai ke pihak konsumen atau masyarakat (artinya consumer surplus berkurang atau tidak meningkat sama sekali). Oleh karena itu, maka penting untuk menjamin bahwa kesejahteraan benar-benar dinikmati oleh para konsumen di Indonesia. Salah satu cara untuk mencegah hal tersebut adalah dengan memperkuat kebijakan kompetisi sehingga membantu melindungi konsumen dalam menghadapi penyalahgunaan posisi dominan atau kolusi baik yang dilakukan oleh para eksportir maupun importir.

Sedangkan dengan pendekatan kedua, yaitu perubahan DWL (dalam hal ini penurunan DWL), maka dampak liberalisasi perdagangan RI-China melalui penurunan tarif secara penuh telah meningkatkan

Tabel 3. Dampak Liberalisasi RI-China terhadap Tariff Revenues Indonesia (10 Besar)

Tariff Change In

Product Code                        ProductName                             Revenue

(million USD)

785

Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-          -53.47

Motorized; Invalid Carriages

713

784

Internal Combustion Piston Engines, and parts thereof, n.e.s.                 -27.85

Parts and Accessories, n.e.s, of the Motor Vehicles Falling within Head-       -26.43

ing 722, 781, 782 or 783

893

Articles, n.e.s, of materials of the kinds described in division 58 -Plas-         -24.90

tics

583

652

625

Polymerization and Copolymerization Products                             -24.02

Cotton Fabrics, Woven                                                   -19.30

Rubber Tyres, Tyre Cases, Interchangeable Tyre Treads, Inner Tubes          -18.35

and Tyre Flaps, for Wheels of all Kinds

716

711

Rotating Electric Plant and Parts thereof, n.e.s.                                -15.06

Steam and other Vapour Generating Boilers, Superheated Water Boil-         -13.21

ers, and Auxiliary Plant for use therewith; and parts thereof, n.e.s.

684

Aluminium                                                          -12.95

Sumber: WITS 2012

Tabel 4. Produk Impor RI dari China yang Meningkatkan Tariff Revenues Indonesia

Tariff Change In Rev-

Product Code                        Product Name                              enue

(Million USD)

843

Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other         7.56

than knitted or crocheted goods

661

122

431

Lime, Cement, and Fabricated Construction Materials                        0.29

Tobacco, Manufactured                                                   0.25

Animal and Vegetable Oils and Fats, Processed, and Waxes of Animal or       0.00

Vegetable Origin

TOTAL                                                         8.10

Sumber: WITS 2012

kesejahteraan ekonomi Indonesia secara keseluruhan sebesar US$ 71.42 juta. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya keuntungan ekonomi secara keseluruhan diperoleh melalui penurunan tarif yang diperoleh dari hasil terjadinya peningkatan consumer surplus melalui peningkatan impor (tidak seluruhnya atau hanya sebagian dari consumer surplus yang ditangkap atau dinilai) dan peningkatan pendapatan tarif akibat adanya peningkatan impor.

Keduanya secara jelas memberikan gambaran adanya peningkatan kesejahteraan akibat dampak liberalisasi perdagangan RI-China melalui diberlakukannya nol tarif untuk seluruh produk pada tahun 2009. Hasilnya diperoleh bahwa dengan pendekatan analisa perubahan DWL, peningkatan kesejahteraan lebih besar yakni sebesar US$ 71.42 juta dibandingkan pendekatan perubahan Consumer Surplus yaitu sebesar US$ 63.94 juta. Namun demikian, dalam kerangka pendekatan model ekuilibrium parsial ini keduanya tidak jelas dalam mengevaluasi dampak ekonomi kesejahteraan secara keseluruhan karena perubahan producer surplus tidak dapat ditangkap

dalam analisis ini.

Dampak terhadap Perubahan Pendapatan Tarif Indonesia Tariff Revenues)

Sebagaimana telah diprediksikan, eliminasi total tarif impor untuk produk-produk dari China akan mengurangi pendapatan Pemerintah di Indonesia. Dengan skenario liberalisasi penuh RI-China, perdagangan bebas RI-China akan mengurangi pendapatan tarif Indonesia sebesar US$ 478 juta. Kerugian pendapatan tarif terbesar oleh Indonesia adalah produk SITC 785 (Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Motorized; Invalid Carriages) sebesar -US$53 juta, diikuti oleh produk SITC 713 (Internal Combustion Piston Engines, and parts thereof, n.e.s.) sebesar –US$ 27.8 juta, SITC 784 (Parts and Accessories, n.e.s. of the Motor Vehicles) sebesar -US$26.4 juta, SITC 893 (Articles, n.e.s, of materials of the kinds described in division 58 –Plastics) sebesar –US$24.9 dan SITC 583 (Polymerization and Copolymerization Products) sebesar –US$24 juta.Kelima produk tersebut mewakili

Tabel 5. Top 10 Produk dengan Peningkatan Impor Terbesar Setelah Diberlakukannya Liberalisasi Perdagangan RI-China 2009

Product Code                   Product Name

Imports Before Import Change (million USD) (million USD)

785

Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Motorized; Invalid Carriages

975.36

305.18

843

Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other than knitted or crocheted goods

87.99

122.44

845

Outer Garments and Other Articles, Knitted or Crocheted, not Elastic nor Rubberized

301.77

97.85

653

Fabrics, Woven, of Man-Made Fibres (not including Narrow or Special Fabrics)

532.64

55.72

716

Rotating Electric Plant and Parts thereof, n.e.s.

964.24

46.19

652

Cotton Fabrics, Woven (not including narrow or special fabrics)

695.89

40.90

661

Lime, Cement, and Fabricated Construction Materials

60.92

40.11

674

Universal, Plates and Sheets, of Iron or Steel

2229.05

31.72

893

Articles, n.e.s, of materials of the kinds described in division 58 -Plastics

580.87

30.29

662

Clay Construction Materials and Refractory Construction Materials

148.68

30.02

Sumber: WITS 2012


32.77 persen dari total kerugian pendapatan tarif Indonesia pada tahun 2009. Berikut adalah 10 besar produk-produk SITC yang berdampak terhadap penurunan tarif pendapatan Indonesia:

Namun demikian, tidak seluruh produk akan mengurangi pendapatan tarif Pemerintah Indonesia akibat diberlakukannya liberalisasi perdagangan RIChina secara penuh. Hasil SMART juga menunjukkan bahwa terdapat 4 produk impor dari China yang justru meningkatkan pendapatan tarif Indonesia. Produk-produk tersebut adalah: produk SITC 843 (Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other than knitted or crocheted goods) sebesar US$ 7.56 juta, produk SITC 661 (Lime, Cement, and Fabricated Construction Materials) sebesar US$ 0.29, produk SITC 122 (Tobacco, Manufactured) sebesar US$ 0.25 juta dan produk SITC 431 (Animal and Vegetable Oils and Fats, Processed, and Waxes of Animal or Vegetable Origin) dibawah US$ 0.01 juta. Berikut adalah tabel produk impor China yang berdampak terhadap peningkatan tarif pendapatan Indonesia pada tahun 2009:

Perlu dicatat bahwa kerugian pendapatan tarif dari hasil simulasi ini adalah terkait dengan pendapatan tarif impor. Faktanya, peningkatan impor yang telah dijelaskan sebelumnya hasil dari trade creation di banyak negara terdapat (subject to) pajak tidak langsung seperti pajak barang dan jasa (VAT atau GST). Maka, selama terdapat peningkatan yang pesat pada volume dan harga dari impor barang dari China ke Indonesia, dan Indonesia memiliki pajak tidak langsung seperti VAT atau GST, maka

penurunan pendapatan tersebut dapat diminimalisir. Namun, kecuali jika elastisitas VAT dan pajak tidak langsung secara signifikan lebih besar daripada pajak impor, maka kemungkinan besar penambahan pajak tidak langsung tidak akan melebihi kerugian dari pendapatan tarif impor.

Dampak terhadap Perubahan Impor Indonesia

Dampak liberalisasi perdagangan RI-China tentu akan meningkatkan impor Indonesia dari China akibat penurunan harga produk impor dari China. Perubahan impor merupakan trade creation effect, maka tingginya perubahan impor (dalam hal ini adanya peningkatan impor) menggambarkan besarnya trade creation effect atau dampak penciptaan perdagangan. Total perubahan impor akibat liberalisasi perdagangan RI-China tahun 2009 (nol tarif) adalah diprediksi meningkat sebesar US$ 1.24 milyar. Peningkatan impor terbesar (perubahan impor) dari China setelah diberlakukannya liberalisasi perdagangan RI-China secara penuh adalah SITC 785 (Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and NonMotorized; Invalid Carriages) sebesar US$305.2 juta diikuti SITC 843 (Outer Garments, Women’s, Girls and Infants, of Textile Fabrics; other than knitted or crocheted goods) sebesar US$ 122.4 juta. Kedua produk tersebut mewakili 34.4 persen dari total perubahan impor Indonesia.

Perubahan impor besar lainnya adalah produk SITC 845 (Outer Garments and Other Articles, Knitted or Crocheted, not Elastic nor Rubberized) sebesar US$97.85 juta, SITC 653(Fabrics, Woven,

Tabel 6. Top 10 Produk dengan Peningkatan Ekspor Terbesar Setelah Diberlakukannya Liberalisasi Perdagangan RI-China

Product Code

Product Name

Export Change In Revenue in million USD

334

Petroleum Products, Refined

159.01

424

Other Fixed Vegetable Oils, Fluid or Solid, Crude, Refined or Purified

108.81

641

Paper and Paperboard

9.17

512

Alcohols, Phenols, Phenol-Alcohols, and their Halogenated, Sulphonated, Nitrated or Nitrosated Derivatives

7.97

583

Polymerization and Copolymerization Products

7.41

851

Footwear

6.56

431

Animal and Vegetable Oils and Fats, Processed, and Waxes of Animal or Vegetable Origin

5.39

232

Natural Rubber Latex; Natural Rubber and Similar Natural Gums

2.41

764

Telecommunications Equipment, n.e.s. ; and Parts, n.e.s. of and Accessories for the Apparatus and Equipment

2.37

898

Musical Instruments and Parts and Accessories thereof (including Phono-

2.17

graphs Records and the like)

Sumber: WITS 2012


Tabel 7. Top 10 Berdasarkan Asal Negara dan Jenis Produk yang Mengalami Kerugian Terbesar Akibat dari Adanya Trade Diversion Effect

Reporter Name

Partner Name

Product Code

Product Description

Trade Diversion

Effect in million

USD

Indonesia

Jepang

674

Universals, Plates and Sheets, of Iron or Steel

-11.95

Indonesia

Thailand

785

Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Motorized; Invalid Carriages

-11.29

Indonesia

Jepang

784

Parts and Accessories, n.e.s, of the Motor Vehicles Falling within Heading 722, 781, 782 or 783

-7.86

Indonesia

Korea Selatan

674

Universals, Plates and Sheets, of Iron or Steel

-7.02

Indonesia

Korea Selatan

655

Knitted or Crocheted Fabrics (including tubular knit fabrics, pile fabrics and open-work fabrics)

-6.89

Indonesia

Thailand

784

Parts and Accessories, n.e.s, of the Motor Vehicles Falling within Heading 722, 781, 782 or 783

-6.72

Indonesia

Thailand

583

Polymerization and Copolymerization Products

-6.11

Indonesia

Singapura

893

Articles, n.e.s. of Materials of the Kinds Described in the Division 58

-5.39

Indonesia

Jepang

782

Motor Vehicles for the Transport of Goods or Materials and Special Purpose Motor Vehicles

-3.78

Indonesia

Singapura

785

Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Motorized; Invalid Carriages

-3.20

Sumber: WITS 2012


of Man-Made Fibres (not including Narrow or Special Fabrics)) sebesar US$ 55.72 juta dan SITC 716 (Rotating Electric Plant and Parts thereof, n.e.s.) sebesar US$ 46.19 juta. Berikut adalah tabel 10 produk impor dengan peningkatan impor terbesar (perubahan impor terbesar) setelah diberlakukannya liberalisasi perdagangan RI-China:

Dampak terhadap Perubahan Ekspor Indonesia

Dengan memberikan bebas bea cukai (nol tarif) kepada Indonesia untuk masuk ke pasar China dimana merupakan pasar terbesar di dunia dengan total penduduk mencapai 1.34 milyar dan sebagai negara dengan perekonomian kedua terbesar di dunia, maka liberalisasi perdagangan RI-China akan

Tabel 8. Total Trade Effect Indonesia dengan China setelah Liberalisasi Perdagangan RI-China pada Tahun 2009

R t N Partner Product TradeTotal Effect Price Trade Creation Effect Trade Diversion Effect eporer ame Name Code in Billion USD Effect in Billion USD in Million USD

Indonesia China Total 1.52          0           1.24                281.27

Tabel 9: Total Trade Effect Indonesia dengan China setelah Liberalisasi Perdagangan RI-China pada Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Produk

Reporter Name

Partner Name

Product Code

TradeTotal Effect in Million USD

Trade Creation Effect in Million USD

Trade Diversion Effect in Million USD

Indonesia

China

785

324.05

305.18

18.87

Indonesia

China

843

123.65

122.44

12.01

Indonesia

China

845

99.49

97.85

1.64

Indonesia

China

653

62.01

55.72

6.29

Indonesia

China

674

55.05

31.72

23.33

Indonesia

China

716

53.70

46.19

7.51

Indonesia

China

652

49.47

40.90

8.57

Indonesia

China

893

44.84

30.29

14.55

Indonesia

China

661

40.69

40.11

0.59

Indonesia

China

782

18.46

9.49

8.97

Sumber: WITS 2012

secara signifikan mendorong peningkatan ekspor Indonesia ke China. Dengan pemberlakuan liberalisasi perdagangan RI-China tahun 2009, maka diprediksi terjadi peningkatan ekspor Indonesia ke China sebesar US$ 346.7 juta.

Adapun 2 produk ekspor dengan peningkatan ekspor Indonesia terbesar (perubahan ekspor) ke China adalah: produk SITC 334 (Petroleum Products, Refined) sebesar US$ 159 juta, diikuti SITC 424 (Other Fixed Vegetable Oils, Fluid or Solid, Crude, Refined or Purified) sebesar US$ 108.81 juta. Kedua produk tersebut mendominasi sebesar 77.23 persen dari total perubahan ekspor Indonesia ke China. Adapun produk ekspor lainnya yang mengalami peningkatan besar adalah SITC 641 (Paper and Paperboard) sebesar US$9.17 juta, SITC 512 (Alcohols, Phenols, Phenol-Alcohols, and their Halogenated, Sulphonated, Nitrated or Nitrosated Derivatives) sebesar US$ 7.97 juta dan SITC 583 (Polymerization and Copolymerization Products) sebesar US$ 7.41 juta.Berikut adalah tabel 10 produk ekspor dengan peningkatan terbesar akibat diberlakukannya liberalisasi perdagangan RI-China:

Dampak terhadap Negara Ketiga

Pada sub bagian ini, penulis akan mengevaluasi dampak trade diversion terhadap Indonesia akibat dari liberalisasi perdagangan RI-China. Trade diversion adalah kuantitas ekspor (dari negara ketiga) yang digantikan oleh produk-produk dari China setelah adanya liberalisasi perdagangan RI-China.

Diasumsikan bahwa dengan adanya eliminasi tarif secara penuh (nol tarif) terhadap seluruh produk, seluruhnya akan transmisi/pindah kepada harga konsumen. Adanya liberalisasi perdagangan RI-China bukan hanya akan berpengaruh secara signifikan terhadap perdagangan kedua negara tersebut, namun juga terhadap hubungan perdagangan dengan negara-negara lainnya. Sebagaimana dijelaskan dalam metodologi penelitian, price effect adalah nol dan trade creation effect selain dengan China (sebagai mitra liberalisasi perdagangan RI) adalah nol.

Dengan adanya liberalisasi perdagangan RI-China, China memperoleh keuntungan dari adanya trade creation effect sebesar US$ 1.24 milyar dan trade diversion effect sebesar US$ 281.27 juta, maka total trade effect yang dicapai adalah senilai US$ 1.52 milyar. Berdasarkan jenis produk impor dan asal negara, maka berdasarkan Tabel 7, Jepang dengan produk SITC 674 (Universals, Plates and Sheets, of Iron or Steel) mengalami kerugian terbesar akibat liberalisasi perdagangan RI-China tahun 2009 sebesar -US$ 11.95 juta, diikuti Thailand dengan produk SITC 785 (Motorcycles, Motor Scooters and Other Cycles, Motorized and Non-Motorized; Invalid Carriages) sebesar -US$ 11.29 juta, dan Jepang dengan produk SITC 784 (Parts and Accessories, n.e.s, of the Motor Vehicles Falling within Heading 722, 781, 782 or 783) sebesar –US$ 7.86 juta. Berikut adalah top 10 berdasarkan asal negara dan jenis produk yang mengalami kerugian terbesar akibat dari adanya trade diversion effect:

Dengan China, jika ditelaah lebih lanjut berdasarkan klasifikasi produk, maka produk yang memperoleh keuntungan melalui terjadinya trade diversion effect adalah SITC 674 (universals, plates and sheets, of iron or steel) sebesar US$23.3 juta, diikuti produk SITC 784 (parts and accessories n.e.s of the motor vehicles) sebesar US$ 20.63 juta, produk SITC 785 (motorcyles, motor scooters and other cycles; motorized and nonmotorized; invalid carriages) sebesar US$18.8 juta, dan produk SITC 893 (articles, n.e.s of materials of the kinds described in division 58) sebesar US$ 14.54 juta.

Terkait dengan trade creation effect, dampak liberalisasi perdagangan RI-China menghasilkan keuntungan dengan total US$1.24 milyar melalui peningkatan ekspor produk China ke Indonesia. Trade creation adalah perubahan impor (dalam hal ini peningkatan impor). Lima produk impor asal China dengan trade creation effect terbesar adalah SITC 785 (motorcyles, motor scooters and other cycles; motorized and non-motorized; invalid carriages) sebesar US$ 305.18 juta, diikuti produk SITC 843 (outer garments, women’s, girls’ and infants’, of textile fabrics) sebesar US$ 122.45 juta, produk SITC 845 (Outer Garments and Other Articles, Knitted or Crocheted, not Elastic nor Rubberized) sebesar US$97.85 juta, produk SITC 653 (Fabrics, Woven, of Man-Made Fibres (not including Narrow or Special Fabrics)) sebesar US$ 55.72 juta dan produk SITC 716 (Rotating Electric Plant and Parts thereof, n.e.s.) sebesar US$ 46.19 juta.

Sedangkan jika dilihat dari jenis produk, total trade effect terbesar adalah produk SITC 785 (motorcyles, motor scooters and other cycles; motorized and non-motorized; invalid carriages) sebesar US$324 juta, diikuti produk SITC 843 (outer garments, women’s, girls’ and infants’, of textile fabrics) sebesar US$123.65 juta, produk SITC 845 (Outer Garments and Other Articles, Knitted or Crocheted, not Elastic nor Rubberized) sebesar US$ 99.5 juta, dan produk SITC 653 (Fabrics, Woven, of Man-Made Fibres (not including Narrow or Special Fabrics)) sebesar US$62 juta. Berikut adalah Tabel 10 produk utama impor Indonesia dari China yang menghasilkan total trade effect terbesar:

SIMPULAN

Dampak liberalisasi perdagangan RI-China pada tahun 2009 terhadap kesejahteraan masyarakat dengan complete tariff dismantlement, dengan memanfaatkan analisa perubahan Consumer Surplus dan penurunan deadweighted loss dapat disimpulkan bahwa

liberalisasi perdagangan RI-China dengan nol tarif berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dampak liberalisasi perdagangan RI-China pada tahun 2009 dengan skenario liberalisasi penuh atau complete tariff dismantlement (tarif nol) selain meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan masyarakat Indonesia, impor dan ekspor Indonesia dari/ke China juga turut meningkat. Selain itu, liberalisasi perdagangan RI-China juga turut meningkatkan total trade effect (trade creation effect dan trade diversion effect). Namun, jika dilihat dari perspektif pendapatan tarif Indonesia, maka, secara keseluruhan mengalami penurunan.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, terdapat sejumlah implikasi kebijakan yang dapat dijadikan rekomendasi bagi Pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan lainnya, beberapa alternatif kebijakan dalam upaya menghadapi dampak liberalisasi perdagangan RI-China adalah sebagai berikut: a) Kebijakan terkait kesejahteraan, terkait Consumer Surplus, konsumen Indonesia memperoleh manfaat melalui perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan) sehingga dapat akses untuk membeli produk China dengan harga yang lebih murah dan memperoleh manfaat dengan adanya peningkatan standar hidup. Dalam hal ini diasumsikan bahwa diberlakukannya nol tarif melalui liberalisasi perdagangan, para eksportir dari China dan importir dari Indonesia tidak melakukan apa-apa untuk memperoleh keuntungan, sehingga seluruh manfaat dari liberalisasi tarif tersebut akan pindah seluruhnya ke pihak konsumen. Jika para eksportir dan importir melakukan intervensi maka terdapat kemungkinan manfaat dari liberalisasi tersebut tidak sampai ke pihak konsumen atau masyarakat (artinya consumer surplus berkurang atau tidak meningkat sama sekali). Oleh karena itu, maka penting dalam hal ini Pemerintah untuk menj amin bahwa kesejahteraan benar-benar dinikmati oleh para konsumen di Indonesia. Salah satu cara policymaker untuk mencegah hal tersebut adalah dengan memperkuat kebijakan kompetisi sehingga membantu melindungi konsumen dalam menghadapi penyalahgunaan posisi dominan atau kolusi baik yang dilakukan oleh para eksportir maupun importir; serta b). Kebijakan terkait daya saing,penulis mencatat setidaknya terdapat dua faktor utama terkait rendahnya daya saing ekspor Indonesia yaitu: ekonomi biaya tinggi dan kurangnya pasokan dan tingginya harga bahan baku. Dalam menangani dua hambatan tersebut, maka beberapa upaya yang

dapat dilakukan adalah: upaya menangani ekonomi biaya tinggi serta upaya penanganan masalah bahan baku.

REFERENSI

Ahmed, S., (2010), “India-ASEAN Free Trade Agreement,” Jamia Millia Islamia (A Central University), New Delhi. Dapat diakses pada situs: http://papers.ssrn.com/sol3/ papers.cfm?abstract_id=1698849

Barro, R. & Sala-I-Martin., (1995), Economic Growth, New York, McGraw-Hill.

Gawande, K., & P. Krishna., (2001), “The Political Economy of Trade Policy: Empirical Approaches,” Working Papers, Economics Departement, Brown University, Providence.

Haryadi, Oktaviani, R., Tambunan, M., & Achsani, N. A., (2008), “Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Sektor Pertanian Terhadap Kinerja Ekonomi Negara Maju dan Berkembang”. Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 7 No. 2. April-Juni 2008. Dapat diakses pada situs: http://haryadikamal.files.wor-dpress.com/2010/07/dampak-penghapusan-hambatan-perdagangan-sektor-pertanian.pdf

Ibrahim, Meily Ika Permata, dan Wahyu Ari Wibowo, (2010), “Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.Juli, Bank Indonesia. Dapat diakses di: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E17FA47-1493-4B36-91ED-C16248D031F5/21625/Ibrahim.pdf

Kalirajan, K., (1999) “Stochastic Varying Coefficients Gravity Model: An Application in Trade Analysis,” Journal of Applied Statistics, 26, hal.185-194.

Kalirajan K. (2007), “Regional Cooperation and Bilateral Trade Flows: An Empirical Measurement of Resistance,” The International Trade Journal, 21(2), hal.85-107.

Krugman, P., Elizondo, R.L., (1995), “Trade Policy and Third World Metropolis,” Journal of Development Economics, Vo. 49, hal.137-150, Oktober. Dapat diakses pada situs: http://www.elsevier.com/framework_aboutus/pdfs/ trade_policy.pdf

Mutakin, F., & Salam, A. R., (2009), “Dampak Penerapan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) Bagi Perdagangan Indonesia,” Economic Review No. 218, Desember.

Park, D., Park, I., Estrada, G., (2008), “Prospects of an ASEAN– People’s Republic of China Free Trade Area: A Qualitative and Quantitative Analysis,” ADB Economics Working Paper Series No. 130,Oktober. Dapat diakses pada situs: http://www.adb.org/sites/default/files/pub/2008/ Economics-WP130.pdf

Plummer, M.G., Cheong, D., & Hamanaka, S., (2010), Methodology for Impact Assessment of Free Trade Agreements, Mandaluyong City, Asian Development Bank. Dapat diakses pada situs: http://aric.adb.org/pdf/FTA_Im-pact_Assessment.pdf

Santos, & Paulino., (2005), dalam Nongsina, F.S., & Hutabarat, P., (2007), Pengaruh Kebijakan Liberalisasi Perdagangan terhadap Laju Pertumbuhan Ekspor-Impor Indonesia, Universitas Indonesia, 12 Desember.

Tambunan, T., (2007), “Efek-efek Ekonomi dan Sosial dari Liberalisasi Perdagangan dalam Pertanian di bawah Chi-na-ASEAN FTA: Kasus Indonesia,” Universitas Trisakti. Dapat diakses pada situs: http://www.fe.trisakti.ac.id/ pusatstudi_industri/pusat%20study%20tulus%20tam-bunan/pusat%20studi/hasil%20penelitian/2007%20 tambunan.pdf

Tong, S.Y., & Keng, C.C.S, (2010), “China-ASEAN Free Trade Area In 2010: A Regional Perspective,” EAI Background Brief No. 519,12 April.

Wacziarg, R., (1997), “Trade, Competition and Market Size,” Harvard University, Cambridge.

Wilson, J. S., Mann, C. L., & Otsuki, T., (2004), “The Potential Benefit of Trade Facilitation: A Global Perspective,” World Bank Policy Research Working Paper 3224, Februari, The World Bank, Washington, DC.

Wirapati, B.A., dan Kusumawardhani, N.S.S., (2010), “Apakah ACFTA Merupakan Strategi Yang Tepat Untuk Penuntasan Kemiskinan Yang Berkesinambungan?: Bukti Dari Penurunan Tingkat Simpanan,” Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli. Dapat diakses pada situs: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E17FA47-1493-4B36-91ED-C16248D031F5/21626/BAWirapati.pdf

Yue., (2004), dalam Ibrahim, Meily Ika Permata, dan Wahyu Ari Wibowo, (2010), “Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Juli. Dapat diakses di: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E17FA47-1493-4B36-91ED-C16248D031F5/21625/Ibrahim.pdf

97