A Analisis Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian di Provinsi Sumatera Barat
on
pISSN : 2301 - 8968
eISSN : 2303 - 0186
JEKT ♦ 12 [2] : 125-136
Analisis Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian di Provinsi Sumatera Barat
Rita Diana*
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variasi pendapatan rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian. Untuk mengkaji hal tersebut digunakan metode regresi log-logistik tiga parameter dengan pendekatan Bayesian. Berdasarkan model tersebut dapat dilihat bahwa karakteristik rumah tangga usaha pertanian (RTUP) Sumatera Barat yang memiliki korelasi positif terhadap pendapatan rumah tangga adalah persentase petani usia produktif, persentase petani yang berpendidikan di atas SLTP, persentase petani laki-laki, daerah tempat tinggal, penggunaan lahan, sumber pembiayaan, bantuan/hibah, akses saprodi, penyuluhan, kelompok tani, pemanfaatan koperasi dan pemasaran hasil pertanian. Diantara semua faktor-faktor tersebut, yang memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan pendapatan RTUP di Sumatera Barat adalah persentase petani usia produktif, daerah tempat tinggal petani, penyediaan akses saprodi dan pemanfaatan koperasi.
Kata kunci: RTUP, pendapatan, distribusi Log-logistik, bayesian.
Klasifikasi JEL: C11; O13; Q12; Q18
Analysis of Household Income of Agricultural Enterprises in West Sumatera
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the factors that affect the variation in household income that seeks in the agricultural sector. To examine this, a Log-logistic regression method of three parameters with Bayesian approach is used. Based on the model, it can be seen that the characteristics of household of agricultural business (RTUP) of West Sumatera which have positive correlation to household income are percentage of productive age farmer, percentage of farmers who are educated above junior high, percentage of male farmer, area of residence, land use, sources of financing, grants, saprodi access, counseling, farmer groups, cooperative utilization and marketing of agricultural products. Among all these factors, which contributed the most in increasing the income of the RTUP in West Sumatera were the percentage of productive farmers, the area where the farmer lived, the provision of access to saprodi and the utilization of the cooperative.
Keywords: RTUP, income, Log-logistic distribution, bayesian.
JEL classification: C11; O13; Q12; Q18
PENDAHULUAN
Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Analisis tingkat pendapatan rumah tangga sangat diperlukan oleh pemerintah dalam merumuskan dan mengevaluasi setiap kebijakan yang ditetapkan dalam mencapai tujuan pembangunan.
Menurut Sadono Sukirno (1995), pendapatan merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi, masing-masing faktor produksi seperti: tanah akan memperoleh balas
jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah/gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba. Pendapatan rumah tangga pada dasarnya bersumber dari dua sektor utama, yaitu dari sektor pertanian dan sektor di luar pertanian. Pendapatan rumah tangga pada sektor pertanian merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha pada sektor pertanian yang sudah dikeluarkan biaya produksinya.
Lahan pertanian di wilayah perkotaan
cenderung berkurang dari waktu ke waktu, seiring dengan pertambahan penduduk yang tinggi akibat terjadinya migrasi ke kota serta makin tingginya permintaan terhadap lahan untuk keperluan nonpertanian (Yudohusodo, 1992). Berkurangnya lahan pertanian di wilayah perkotaan itu dapat dijadikan peluang agribisnis yang menguntungkan. Sedangkan masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan dan bekerja di sektor pertanian pada umumnya memiliki tingkat pendapatan yang relatif rendah dan mayoritas proses produksinya masih mengandalkan tenaga kerja. Selain aspek tenaga kerja dan luas lahan, perbedaan pendapatan petani dapat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan, teknologi dan akses sarana produksi yang dipakai, serta akses terhadap pusat industri dan perdagangan (Soekartawi, 1999).
Faktor lain yang juga penentu tingkat pendapatan adalah tingkat pendidikan. Secara ekonomi, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pendapatan yang diperoleh juga semakin bertambah. Hal ini sejalan dengan meningkatknya pengetahuan dan keahlian sehingga dapat mendorong meningkatkan produktivitas seseorang. Untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi pendapatan rumah tangga usaha pertanian, perlu dilakukan analisis statistika dengan membuat suatu model pendapatan RTUP yang tepat. Suyadi dkk, (2018) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan pendapatan petani adalah faktor karakteristik petani berupa umur, pendidikan, penguasaan lahan dan pengalaman usaha. Selain itu diungkapkan juga bahwa lemahnya dukungan penyuluhan dan kelompok tani juga dapat mengakibatkan rendahnya pendapatan petani.
Hal senada juga diungkapkan oleh Susilowati (2017) bahwa untuk meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga, diperlukan peningkatan kapasitas sumber daya petani melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan, perbaikan akses penguasaan lahan, fasilitasi permodalan dan aset produktif lainnya, serta peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar dan infrastruktur ekonomi.
Selanjutnya, Sumodiningrat (1999) menyatakan bahwa proses menuju keberdayaan petani dilihat dari beberapa sudut pandang di antaranya kemampuan petani dalam membangun
melalui bantuan dana, pelatihan, pembangunan sarana, prasarana baik fisik maupun sosial, dan pengembangan kelembagaan daerah, perlindungan dengan keberpihakan pada petani yang lemah dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.
Sejumlah studi mengenai pendapatan petani telah banyak dilakukan diantaranya, Masmulyadi dan Widodo (2014) dan Dahar (2016). Dalam studi mereka menggunakan model regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) terhadap tingkat pendapatan nelayan mencatat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan berupa modal awal, usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usaha, harga dan nilai produksi.
Berdasarkan berbagai kajian pustaka (Soekartawi, 1999; Suyadi dkk., 2018; Susilowati, 2017; Sumodiningrat, 1999; Dahar, 2016; Masmulyadi dan Widodo, 2014) maka beberapa variabel yang diduga merupakan variabel-variabel penentu variasi pendapatan RTUP adalah usia petani, pendidikan petani, jenis kelamin petani, wilayah tempat tinggal petani, penggunaan lahan, sumber pembiayaan, bantuan/hibah, pemanfaatan koperasi, akses sarana produksi, penyuluhan, kelompok tani dan pemasaran hasil pertanian.
Salah satu tujuan dari Survei Pendapatan Petani (SPP) adalah untuk mengetahui variasi dan pola sebaran pendapatan rumah tangga yang berusaha pada sektor pertanian (RTUP). Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor penentu dari variasi pendapatan rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian. Metode yang digunakan untuk mengkaji hal tersebut adalah metode regresi log-logistik 3 parameter (LLD3) dan estimasinya menggunakan metode Bayesian. Metode ini digunakan karena metode OLS pada model pendapatan RTUP Provinsi Sumatera Barat terdapat asumsi klasik yang tidak terpenuhi, yakni residual tidak berdistribusi normal, residual mengandung heteroskedastisitas dan terjadi kasus autokorelasi.
DATA DAN METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil Survei Rumah Tangga Usaha Pertanian tahun 2013 (SPP 2013) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan jumlah sampel untuk Provinsi Sumatera Barat adalah 11.457 rumah tangga usaha pertanian. Variabel respon (Y) yang digunakan adalah pendapatan
RTUP. Untuk mengetahui variabel-variabel penentu yang berpengaruh terhadap pendapatan RTUP maka digunakan model regresi Log-logistik tiga parameter dengan variabel bebasnya adalah:
X1=Persentase Petani yang berusia produktif
X2=Persentase Petani yang berpendidikan di atas SLTP
X3=Persentase petani laki-laki
X4=Daerah tempat tinggal
D4= 1, jika urban (perkotaan)
-
0, jika rural (pedesaan)
X5=Penggunaan lahan (pengguna lahan atau bukan pengguna lahan)
-
D5= 1, jika petani pengguna lahan
-
0, jika petani bukan pengguna lahan
X6=Sumber pembiayaan (hanya modal sendiri atau lainnya)
D6= 1, jika hanya modal sendiri
-
0, jika selain hanya modal sendiri
X7=Bantuan/hibah
D7= 1, jika mendapat bantuan modal atau non modal dan 0, lainnya
X8=Akses saprodi
D8= 1, jika akses saprodi mudah
-
0, jika akses saprodi sulit
X9=Penyuluhan
D9= 1, jika mendapat penyuluhan
-
0, jika tidak mendapat penyuluhan
X10=Kelompok Tani
D10=1, jika anggota kelompok tani
-
0, jika bukan anggota kelompok tani
X11=Pemanfaatan Koperasi
D11=1, jika memanfaatkan koperasi
-
0, jika tidak memanfaatkan koperasi
X12=Pemasaran Hasil Pertanian
D12=1, jika pemasaran mudah
-
0, jika pemasaran tidak mudah
Sebelum melakukan pemodelan Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) di Provinsi Sumatera Barat, perlu diketahui terlebih dahulu pola distribusi data tersebut. Data pendapatan rumah tangga memiliki karakteristik khusus dengan nilai yang umumnya memiliki frekuensi yang tinggi untuk tingkat pendapatan menengah ke bawah sedangkan untuk pendapatan yang sangat tinggi umumnya frekuensinya sangat rendah. Distribusi yang sesuai untuk pola data tersebut dan banyak digunakan untuk analisis data di bidang ekonomi seperti data pendapatan rumah tangga adalah distribusi Log-logistik (Johnson, Kotz dan Balakrishnan, 1995). Sesuai dengan karakteristik pendapatan rumah tangga tidak pernah bernilai nol, maka digunakan distribusi log-logistik yang diperluas dengan penambahan satu parameter yang selanjutnya dikenal dengan distribusi log-logistik tiga parameter (LLD3). Hal ini dapat dilihat berdasarkan histogram pendapatan rumah tangga usaha pertanian di Provinsi Sumatera Barat dalam Gambar 1.
Untuk mengetahui apakah pola data pendapatan rumah tangga usaha pertanian berdistribusi log-logistik 3 parameter dilakukan uji kesesuaian distribusi menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov. Menurut Lehman dan Romano (2005), uji Kolmogorof-Smirnov adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti distribusi tertentu. Berdasarkan hasil uji kesesuaian distribusi menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov, diperoleh nilai statistik Kolmogorof-Smirnov untuk
Histogram Pendapatan RTUP Provinsi Sumatera Barat 3-Parameter Loglogistic

Gambar 1. Histogram Pendapatan RTUP Provinsi Sumatera Barat
distribusi Log-logistik 3 parameter adalah 0,00642 dan p-value adalah 0,73026. Karena nilai p-value lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pendapatan rumah tangga usaha pertanian di Provinsi Sumatera Barat mengikuti distribusi Log-logistik tiga parameter.
Metode estimasi yang digunakan dalam pengembangan model regresi berdasarkan distribusi LLD3 adalah metode Bayesian. Metode ini merupakan metode estimasi dengan pendekatan modern dan mulai meningkat penggunaannya seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan luasnya penggunaan komputer sehingga analisis data yang sulit dilakukan secara analitik dapat diperoleh solusinya dengan menggunakan simulasi komputer (Gelman dkk., 2004). Dengan pendekatan modern tersebut, Bayesian menjadi alternatif metode yang baik untuk menyelesaikan pemodelan data yang kompleks.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa metode Bayesian dapat mengatasi beberapa keterbatasan yang ada dalam metode estimasi klasik. Diantaranya, pernyataan dari Boldstad (2007) yang menyatakan bahwa metode estimasi dengan pendekatan Bayesian dalam model regresi menghasilkan Standard Error (SE) yang lebih lebih realistis dibandingkan SE yang dihasilkan dengan pendekatan Maximum Likelihood. Pernyataan tersebut didukung oleh Ntzoufras (2009) yang menyatakan bahwa Metode Maximum Likelihood cenderung akan menghasilkan presisi yang overestimate karena tidak memperhitungkan ketidakpastian dari random parameter yang diestimasi.
Metode Bayesian
Metode Bayesian memandang semua parameter yang tidak diketahui sebagai variabel random yang memiliki distribusi yang disebut distribusi prior (Ntzoufras, 2009; Gelman dkk., 2004; Congdon, 2006). Misalkan data observasi y = (y1,.,.,yn)‘ mempunyai distribusi tertentu dengan himpunan parameter a = (β1,..., βp)' yang merupakan variabel random, maka distribusi posterior dari parameter p ( a | y ) atau p (a | y) dapat dinyatakan dalam bentuk: (Gelman dkk., 2004), p (a i y) = (f (y 1 a ) p(a ))/p (y) (1) dengan p (a ) adalah normalizing constant, p ( a ) adalah distribusi prior dari parameter a yang berisi informasi yang diketahui tentang parameter a sebelum n
pengamatan dilakukan dan fL(y| )=∏f(yM) adalah fungsi likelihood data yang berisi informasi
sampel. Karena p (y ) merupakan suatu konstanta maka persamaan (1) dapat ditulis menjadi bentuk proporsional berikut:
p(a 1 y) ∞ /l (y i a) p(a)
Dalam Bayesian, estimasi parameter dilakukan dengan metode Markov Chain Monte Carlo (MCMC). Ide dasar dari MCMC adalah membangkitkan data sampel dari distribusi posterior setiap parameter model sesuai proses Markov Chain dengan menggunakan simulasi Monte Carlo secara iteratif hingga diperoleh kondisi yang konvergen (Ntzoufras, 2009). Hasil estimasi posterior parameter dikatakan baik jika terpenuhinya sifat dari Markov Chain yang strongly ergodic berupa irreducible, aperiodic dan recurrent. Ketiga sifat Markov Chain tersebut dapat dideteksi melalui diagnostic plot yang diperoleh dari proses MCMC, yakni trace plot, autocorrelation plot dan quantile plot.
Penggunaan metode MCMC memerlukan algoritma sampling yang sesuai untuk mendapatkan sampel dari suatu distribusi. Salah satu algoritma yang sering digunakan adalah Gibbs Sampling (Casella dan George, 1992; Gelman dkk., 2004). Gibbs Sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk membangkitkan variabel random dari suatu distribusi marginal secara langsung tanpa harus menghitung fungsi densitasnya (Casella dan George, 1992). Proses Gibbs Sampling dilakukan dengan cara membangkitkan rangkaian Gibbs variabel random berdasarkan sifat-sifat dasar proses Markov Chain yang menggunakan konsep distribusi unidimensional yang terstruktur dalam bentuk full conditional (Casella dan George, 1992). Distribusi full conditional posterior untuk βi atau dibentuk dari distribusi posterior gabungan seluruh parameter dalam a , dengan menetapkan nilai parameter selain βi atau a \ i = (βι, β2,..., βi-ι, βi+ι,..., βp) bernilai konstan. Berikut ini diberikan algoritma MCMC dengan Gibbs Sampling, sebagai berikut:
-
1. Menentukan initial value (nilai awal)
a(0) = <),..., βp>)).
-
2. Menentukan banyaknya iterasi (B) untuk membangkitkan sampel masing-masing parameter yang akan diestimasi. Untuk b = 1,2,^,B ulangi langkah berikut:
-
a. Tentukan a(b) = a(b-1).
-
b. Untuk i = 1,..., p update γ~( b) dari
β1(b)~ p e |a (b), y).
-
c. Tentukan a(b) = a dan gunakan untuk
membangkitkan iterasi ke-( b +1). Bangkitkan β∣b)
dari p(βi Iβb),.,βib),β⅛∖...,βb-1),y).
d. Memeriksa apakah sampel yang dibangkitkan untuk masing-masing parameter sudah sebanyak B. Jika belum ulangi langkah 2(a) sampai jumlah iterasi terpenuhi.
-
3. Mengamati konvergenitas data sampel. Jika kondisi konvergen belum tercapai maka diperlukan sampel lebih banyak lagi, ulangi langkah 2 sampai konvergen.
-
4. Melakukan proses burn in dengan membuang sebanyak C sampel pertama. Periode burn in dilakukan sampai kondisi stasioner tercapai. Dari proses MCMC akan diperoleh sampel sebanyak D = B – C untuk setiap parameter.
-
5. Menggunakan {a(1), a(2),., a(D)} sebagai sampel dalam analisis posterior.
-
6. Membuat plot distribusi posterior.
-
7. Membuat summary dari distribusi posterior, yakni mean posterior, standar deviasi posterior, credible Interval dan Monte Carlo error (MC error).
data yang memiliki nilai sangat ekstrim.
Jika Y adalah variabel random yang merupakan respon dari data dan Y berdistribusi
Y ~ LLD3(μ[y], σ[2y], 2), maka model regresi Bayes yang dibentuk untuk data tersebut dikatakan sebagai model regresi Bayes berdasarkan distribusi LLD3. Estimasi parameter tersebut selanjutnya dilakukan menggunakan distribusi posterior dari parameter berdasarkan fungsi likelihood data dan distribusi prior dari parameter. Persamaan model regresi LLD3 dapat dinyatakan sebagai berikut:
k
61 (yr 2) = o+∑ βjxl+ e
j=1
dengan i = 1,2,..., n dan j=1,2,...,k.
Distribusi Prior Model Regresi LLD3
Distribusi prior yang digunakan adalah distribusi prior yang bersifat independent yaitu distribusi prior yang satu dengan lainnya saling
bebas. Jika e = (a, λ, τ[ y ]) adalah parameter model regresi LLD3 dengan a =[β1 β2 ... βk]T maka bentuk distribusi prior yang bersifat independent dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
p(e) = p(a) p(2) p (τ[ y ])
Distribusi Log-logistik
Distribusi Log-logistik (LLD) adalah distribusi kontinyu positif. Distribusi Log-logistik banyak digunakan untuk menganalisis data dengan distribusi yang menceng ke kanan (right skewed data) (Johnson dkk., 1995; Dey dan Kundu, 2009). Distribusi ini banyak digunakan untuk aplikasi analisis data di bidang ekonomi (Johnson dkk., 1995) seperti analisis data pendapatan dan pengeluaran. Pdf dari distribusi Log-logistik tiga parameter (LLD3) adalah sebagai berikut (Minitab
Distribusi prior yang digunakan untuk masing-masing elemen vektor parameter a, λ dan τ y y] adalah sebagai berikut:
2 βj ~ N(μ[β]j, σ[β]j),
2
λ N(μ[λ], σ[2]),
T[ y ]~ Gamma^r [yi],⅛[ y]]).
Inc., 2006):
f(y I μ, σ, 2)=
exp (
ln(y - 2) - μ
σ
)
(y - λ)σ 1 + exp (
ln(y — λ) - μ
σ
y>λ, λ>0, μ >0 dan σ >0,
)]2
,
dengan μ adalah parameter lokasi (location), 2 adalah parameter skala (scale) dan 2 adalah parameter batas (threshold). LLD3 memiliki kurva pdf dengan ekor yang lebih panjang dan lebih tebal (heavy long right tail). Oleh karena itu, distribusi LLD3 umumnya sesuai digunakan untuk kasus
Distribusi Posterior Model Regresi LLD3
Sesuai dengan perspektif Bayesian, inferensia dalam metode Bayesian didasarkan pada distribusi posterior dari parameter. Pembentukan distribusi posterior gabungan (joint posterior distribution) dari seluruh parameter yang akan diestimasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi antara likelihood data dan prior. Distribusi posterior gabungan dari parameter tersebut adalah:
p (a, λ, T[ y ] 1 y ) ∞ fL (y 1 a , λ, T[ y ] ) p (2) p (τ[ y ] ).
Jika r ~ llD3μ^σw,2) dan rl,l=1/σ[2y 1 adalah parameter presisi, maka fungsi likelihood dinyatakan dalam persamaan berikut:
-
n
f.(y∣ ,τ[y],λ) = ∏ f (yi I xT ,τy],λ)
=1
X
τ i exp
{Σ
= 1
(ln( y- λ) - a T )
(∏(y -«)
i].
1
<1 + exp
n
∑ (ln(yi- λ) - aT )2
i=1
2
dengan χT =[1 ⅞ x2i - ⅞].
Berdasarkan fungsi likelihood tersebut dan distribusi prior untuk masing-masing parameter mengikuti maka distribusi posterior gabungan model regresi berdasarkan distribusi LLD3 adalah:
a -1 B
p (a,λ, τ[ y ]|y) χ T[ y ] T^] T{ y y ]] E F
A J
dengan
n
A=∏(y-- λ)
=1
B= exp
1
{∑(ln( y =1
—
λ- aT)2}_
E= exp
12
- — τ (λ - μ )
2 [λ] [i]'
F= exp
τ[ y ]
b[ô[y]]
J = < 1 + exp
n
τ[y] Σ (ln(y- λ) - xΓ )
=1
I2 f .
Bentuk distribusi full conditional posterior untuk setiap parameter model regresi Bayes dua tingkat berdasarkan distribusi LLD3 yang akan diestimasi adalah sebagai berikut:
B
p (βj∖ y, \ j , λ, T[ y ]) χ j ,
c B ^
p(λj∖ a, a, e, \?, [39, [β]) xI IE,
∖ A- J y
p(ηy]∖a, ,λ)χ (τ["'2)B τ[ayτ[y]] 1 F
Proses Estimasi Parameter Model Regresi LLD3 Menggunakan WinBUGS
Proses estimasi parameter model regresi Bayes dua tingkat berdasarkan distribusi LLD3 ini dilakukan secara komputasional dan iteratif dengan menggunakan software WinBUGS 1.4. Proses estimasi parameter model regresi LLD3
dilakukan menggunakan MCMC dengan Gibbs Sampling. Proses ini adalah proses iterasi yang mengikuti proses Markov Chain secara iteratif dengan melakukan estimasi parameter dengan diberikan informasi nilai parameter di tahap iterasi sebelumnya. Proses ini akan berlangsung secara full conditional untuk setiap parameter yang selanjutnya disusun bergantian sebagai tahapan iteratif simulasi stokastik (Gelman, dkk, 2004).
Kemampuan Prediksi Model
Untuk mengukur seberapa baik (kehandalan) model dapat menjelaskan hubungan antara variabel tak bebas (Y) dan semua variabel bebas digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien ini mengukur besarnya kontribusi variabel bebas yang ada di dalam model dalam menjelaskan keragaman nilai variabel tak bebas (Y). Koefisien determinasi (R2) dapat dihitung dengan rumus: (Wackerly dkk., 1996; Gelman dan Pardoe, 2006).
-
2 SSR n
R = SST, dimana ssr = ∑(yi -y) dan
i=1
n
SST=∑( y,-y )2
i=1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Rumah Tangga Pertanian
Berdasarkan hasil sensus pertanian, jumlah rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian (RTUP) di Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah sebesar 644.610 rumah tangga. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2003, jumlah rumah tangga tani mengalami penurunan sebesar 9,13 persen. Pada sepuluh tahun yang lalu RTUP saat itu sudah mencapai 709.351 rumah tangga. RTUP ini mencapai 53,18 persen atau lebih separo dari seluruh jumlah rumah tangga di Sumatera Barat. Persentase jumlah rumah tangga tani tahun 2013 ini menurun dibanding kondisi tahun 2003 yang mencapai 66,41 persen.
Dari sisi jenis kelamin, kepala rumah tangga yang salah satu anggota rumah tangga berusaha di sektor pertanian sangat didominasi oleh laki-laki yakni 85,34 persen. Dewasa ini yang merupakan pekerja dalam mencari nafkah untuk rumah tangga adalah seorang ayah atau anggota rumah tangga laki-laki yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidup. Sosok ibu masih diposisikan sebagai ibu rumah tangga atau seorang yang mengelola nafkah yang didapat dari suaminya dan tugasnya cukup mengurus kebutuhan
anak. Namun demikian, dari seluruh kepala rumah tangga pertanian, tercatat sekitar 14,66 persen kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan. Biasanya kepala rumah tangga tani yang berjenis kelamin perempuan adalah seorang yang berstatus janda baik cerai mati maupun cerai hidup.
Rata-rata jumlah anggota keluarga petani sebesar 4,24 orang dengan rasio ketergantungan sebesar 58,28. Ini mengartikan bahwa perkembangan jumlah anggota rumah tangga saat itu sudah mencapai kondisi yang cukup ideal (ayah, ibu dan 2 atau 3 orang anak), sementara dari rasio ketergantungan diperoleh informasi bahwa dari 100 petani yang produktif akan menanggung 58-59 anggota keluarga yang tidak produktif meliputi anak usia 0 – 15 tahun dan usia renta 65 tahun ke atas. Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sebaliknya persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Rata-rata penguasaan lahan pertanian di tahun 2013 sebesar 0,98 hektar atau naik 127,91 persen dibanding hasil ST2003 yang tercatat sebesar 0,43 hektar. Dengan semakin berkurangnya jumlah rumah tangga tani, diduga naiknya rata-rata penguasaan lahan pertanian ini karena semakin banyak tanah yang tidak dimanfaatkan pemilik lahan dan kemudian disewa atau dibeli oleh petani yang masih produktif. Dari keseluruhan jumlah rumah tangga tani di Sumatera Barat, sekitar 42,37 persen merupakan RTUP pengguna lahan yang menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar.
Rumah tangga tani yang menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar atau yang dikenal dengan petani gurem ini menunjukan angka yang cukup tinggi, secara tidak langsung memberi gambaran bahwa di perdesaan sedang berlangsung proses pemiskinan kaum tani. Menguasai lahan di sini bukan berarti seratus persen kepemilikannya
milik sendiri, tetapi mempunyai kewenangan penuh dalam mengelolah lahan pertanian baik dari yang dimiliki sendiri, menyewa lahan pertanian atau yang bersifat bebas sewa.
Rata-rata tingkat pendidikan anggota rumah tangga usaha pertanian di Sumatera Barat didominasi oleh penduduk yang tidak/belum tamat SD, yang mencapai angka 66,96 persen. Persentase ini cukup besar karena termasuk anggota rumah tangga yang tidak sekolah dan anggota rumah tangga yang masih sekolah di usia 7-12 tahun (belum tamat SD). Masih banyaknya tamatan SD di rumah tangga tani menunjukkan bahwa rata-rata SDM rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian relatif rendah. Sedangkan anggota rumah tangga tani yang berpendidikan SMP dan SMA sebanyak 29,85 persen dan tamatan di atas SMA sebanyak 3,47 persen. Pekerjaan bertani semakin lama tidak mendapatkan hati di kalangan usia muda. Rata-rata umur petani di Sumatera Barat termasuk golongan tua, yakni usia 47,09 tahun untuk petani laki-laki dan 48,61 tahun untuk petani perempuan.
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan. Keterbatasan akses petani terhadap permodalan berakibat pada menurunnya produktivitas pertanian sehingga berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Dalam upaya meningkatkan hasil produksi pertanian, akses permodalan merupakan hal penting. Untuk itu, pemerintah dalam UU No. 19 tahun 2013 telah mencetuskan kebijakan penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan sebagai salah satu strategi pemberdayaan petani. Dari seluruh petani yang telah mendapatkan kredit, rumah tangga usaha pertanian yang memperoleh bantuan kredit terbanyak pada rumah tangga dengan pendapatan diatas 3 juta rupiah. Selain kredit, persentase rumah tangga usaha pertanian yang memperoleh bantuan, hibah dan subsidi masih sangat rendah.
Rumah tangga yang memperoleh bantuan/ hibah/subsidi untuk semua sektor usaha pertanian di bawah 3 persen. Bantuan, hibah dan subsidi masih belum dirasakan petani secara luas dan merata, khususnya petani-petani di daerah sulit dan terpelosok yang jauh dari sarana dan prasarana produksi pertanian. Bantuan/hibah/subsidi yang dimaksud meliputi pembiayaan, bibit/benih, pupuk, pestisida, alat-alat pertanian, kapal/perahu dan bantuan lainnya. RTUP yang paling banyak
mendapatkan bantuan/hibah/ subsidi adalah rumah tangga usaha padi dan palawija atau 2,43 persen.
Selain akses permodalan, keterbatasan akses sarana produksi (saprodi) juga menjadi masalah petani. Jumlah RTUP yang mengalami kesulitan memperoleh saprodi di Sumatera Barat sebesar 19,91 persen. Selanjutnya akan dilakukan analisis pendapatan RTUP berdasarkan model regresi log logistik 3 paramter dengan pendekatan Bayesian.
Hasil Estimasi Parameter Model Pendapatan RTUP di Provinsi Sumatera Barat
Proses estimasi model regresi berdasarkan
distribusi LLD3 dilakukan menggunakan MCMC dan algoritma Gibbs Sampling dengan iterasi sebanyak 24.000 kali, thin 10 dan burnin sebanyak 4.000 iterasi pertama. Sehingga data sampling yang digunakan untuk mengestimasi karakteristik parameter adalah sebanyak 20.000. Sampel yang digunakan adalah data sampel mulai dari iterasi yang ke-1 sampai 10.001. Berdasarkan sampel sebanyak 10.000 tersebut, hasil estimasi yang diperoleh telah memenuhi sifat MCMC dan mencapai kondisi yang konvergen. Hal ini dapat dilihat dari MCMC diagnostic plot yang terdiri atas trace plot, serial plot, autocorrelation plot

Gambar 2. Diagnostic plot model Pendapatan RTUP Provinsi Sumatera Barat untuk parameterβ2
Tabel 1. Nilai Estimasi Parameter Model Regresi LLD3 dan Credible Intervalnya untuk Data Pendapatan RTUP Provinsi Sumatera Barat
Parameter |
Variabel |
Nilai Estimasi |
Standar Deviasi |
MC error |
Credible Interval |
β0 |
Konstanta |
9,2480 |
0,03388 |
0,001375 |
9,17900 ≤ β 0 ≤ 9,31100 |
β1 |
% petani produktif |
0,3952 |
0,0271 |
0,000721 |
0,34290 ≤ β 1 ≤ 0,44970 |
β2 |
% petani tamatan diatas SLTP |
0,0042 |
0,0002 |
0,000002 |
0,00385 ≤ β 2 ≤ 0,00454 |
β3 |
% petani laki-laki |
0,0027 |
0,0002 |
0,000003 |
0,00238 ≤ β 3 ≤ 0,00306 |
β4 |
Daerah tempat tinggal |
0,2244 |
0,0156 |
0,000145 |
0,19400 ≤ β 4 ≤ 0,25500 |
β5 |
Penggunaan lahan |
0,0006 |
0,0006 |
0,000008 |
0,00002 ≤ β 5 ≤ 0.00227 |
β6 |
Sumber pembiayaan |
0,0266 |
0,0170 |
0,000437 |
0,00156 ≤ β 6 ≤ 0,06415 |
β7 |
Bantuan/hibah |
0,0114 |
0,0091 |
0,000097 |
0,00039 ≤ β 7 ≤ 0,03375 |
β8 |
Akses saprodi |
0,1356 |
0,0183 |
0,000412 |
0,09967 ≤ β 8 ≤ 0,17120 |
β9 |
Penyuluhan |
0,0674 |
0,0204 |
0,000211 |
0,02727 ≤ β 9 ≤ 0,10710 |
β10 |
Kelompok tani |
0,0443 |
0,0165 |
0,000183 |
0,01237 ≤ β 10 ≤ 0,07662 |
β11 |
Pemanfaatan koperasi |
0,1198 |
0,0339 |
0,000279 |
0,05287 ≤ β 11 ≤ 0,18710 |
β12 |
Pemasaran |
0,0321 |
0,0195 |
0,000518 |
0,00224 ≤ β 12 ≤ 0,07480 |
Tabel 2. Nilai Estimasi Parameter Model Regresi OLS dan Confidence Intervalnya untuk Data Pendapatan RTUP Provinsi Sumatera Barat
Parameter |
Variabel |
Nilai Estimasi |
Standar Deviasi |
95,0% Confidence Interval |
A |
Konstanta |
19790,00 |
265345,66 |
14931,03 ≤ β0 ≤ 24648,07 |
β |
% petani produktif |
10325,00 |
175220,19 |
7116,61 ≤ β1 ≤ 13534,26 |
β2 |
% petani tamatan diatas SLTP |
189,45 |
1149,58 |
168,40 ≤ β2 ≤ 210,50 |
β3 |
% petani laki-laki |
61,08 |
1128,17 |
40,43 ≤ β3 ≤ 81,73 |
β4 |
Daerah tempat tinggal |
4015,70 |
104543,41 |
2101,11 ≤ β4 ≤ 5930,22 |
β5 |
Penggunaan lahan |
-9654,20 |
93432,93 |
-11365,15 ≤ β5 ≤ -7943,19 |
β6 |
Sumber pembiayaan |
-3436,00 |
143216,01 |
-6058,97 ≤ β6 ≤ -812,13 |
β7 |
Bantuan/hibah |
-1488,00 |
116242,59 |
-3617,20 ≤ β7 ≤ 641,53 |
β8 |
Akses saprodi |
4210,00 |
124270,39 |
1935,30 ≤ β8 ≤ 6485,09 |
β9 |
Penyuluhan |
3519,00 |
139148,59 |
970,49 ≤ β9 ≤ 6066,89 |
β10 |
Kelompok tani |
970,00 |
114529,99 |
-1126,98 ≤ β10≤ 3066,55 |
β11 |
Pemanfaatan koperasi |
6836,00 |
231414,81 |
2597,51 ≤ βπ≤ 11074,46 |
β12 |
Pemasaran |
714,00 |
173935,74 |
-2470,77 ≤ β12≤ 3 899,29 |
dan quantile plot untuk setiap parameter yang diestimasi secara iteratif, parameter tersebut, yang ditunjukkan dalam Gambar 2.
Selanjutnya, hasil estimasi poserior parameter model pendapatan RTUP Sumatera Barat menggunakan model regresi LLD3 dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa semua koefisien regresi dalam model LLD3 secara statistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan RTUP di Sumatera Barat. Hal ini terlihat dari nilai parameter β berada dalam credible interval yang tidak melewati nilai nol. Ini berarti bahwa semua variabel penjelas/ prediktor dapat dikatakan mempunyai andil terhadap peningkatan pendapatan RTUP.
Nilai MC error (Tabel 1) yang dihasilkan dari proses estimasi parameter dengan metode MCMC menghasilkan nilai yang cukup kecil yaitu 5% dari nilai standar deviasi parameter tersebut. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sampel yang diperoleh dari proses MCMC cukup baik. Berdasarkan hasil estimasi dengan pendekatan bayesian, dapat dihitung nilai koefisien determinasi (R2) yang akan digunakan sebagai ukuran kelayakan model. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari model regresi berdasarkan LLD3 ini adalah sebesar 89,39%. Hal ini menyatakan bahwa 89,39% dari variasi pendapatan RTUP di Provinsi Sumatera Barat dapat dijelaskan dengan prediktor dalam model tersebut.
Pada Tabel 2 dapat juga dilihat hasil estimasi parameter model pendapatan RTUP Sumatera
barat menggunakan metode OLS. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa ada 3 koefisien regresi dalam model secara statistik tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan RTUP di Sumatera Barat. Nilai standar deviasi parameter model dengan metode OLS juga lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi parameter dengan metode Bayesian.
Disamping itu, nilai koefisien determinasi dengan metode OLS cukup kecil yaitu sebesar 6,3%. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan metode Bayesian. Hal ini disebabkan karena ada asumsi klasik yang dilanggarnya, yaitu residual tidak berdistribusi normal, residual mengandung heteroskedastisitas dan terjadi kasus autokorelasi. Sehingga model pendapatan RTUP berdasarkan model regresi Log-logistik 3 parameter menggunakan metode Bayesian lebih baik dibandingkan model regresi menggunakan metode OLS.
Bentuk model pendapatan RTUP berdasarkan model regresi Log-logistik 3 parameter menggunakan Bayesian adalah:
^
y = exp
'9,248 + 0,3952x1 + 0,0042x2 + 0,0027x3 + 0,2244x4 + 0,0006x5 + 0,0266xfi + 0,0114 x7 + 67 0,1356x8 + 0,0674x9 + 0,0443x10 + 0,1198x11 +
^0,0321x12
-15,44
Berdasarkan model pendapatan RTUP Sumatera Barat dapat dilihat bahwa karakteristik rumah tangga yang memiliki korelasi positif terhadap pendapatan rumah tangga adalah persentase petani usia produktif, persentase petani yang berpendidikan di atas SLTP, persentase petani laki-laki, daerah tempat tinggal, penggunaan lahan, sumber pembiayaan, bantuan/hibah, akses saprodi, penyuluhan, kelompok tani, pemanfaatan koperasi dan pemasaran hasil pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak petani yang berusia produktif, petani yang berpendidikan tinggi, petani yang berjenis kelamin laki-laki, petani yang bertempat tinggal di daerah perkotaan, petani yang menguasai lahan, petani yang menggunakan modal sendiri, petani yang mendapat bantuan modal dan non modal, petani yang mempunyai kemudahan dalam akses saprodi dan pemasaran, petani mendapat penyuluhan, petani yang menjadi anggota kelompok tani dan petani yang memanfaatkan koperasi dalam menjalankan usaha pertaniannya, maka petani tersebut cenderung memiliki pendapatan yang lebih tinggi.
Dalam suatu rumah tangga, seorang ayah atau anggota rumah tangga laki-laki merupakan pekerja dan bertugas mencari nafkah untuk anggota rumah tangga lainnya karena laki-laki dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga jika dalam suatu rumah tangga usaha pertanian, memiliki anggota rumah tangga yang laki-laki dan produktif lebih banyak maka pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga tersebut cenderung bertambah. Dari model diketahui juga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pendapatan yang diperoleh juga semakin bertambah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Soekartawi (1999), Suyadi, dkk. (2018), Susilowati (2017), Sumodiningrat (1999), Dahar (2016), Masmulyadi dan Widodo (2014) dimana meningkatknya pengetahuan dan keahlian dapat mendorong meningkatkan produktivitas seseorang.
Kondisi petani yang hanya sebagai petani penggarap (bukan pengguna lahan) cenderung memiliki hasil panen dan pendapatan kecil karena pendapatan yang diperolehnya berasal dari sistem bagi hasil atau system upah bagi buruh tani. Untuk itu perlu adanya peningkatan SDM petani yang bisa diupayakan dengan memberi penyuluhan dan memberdayakan kelompok tani serta pemberian bantuan atau modal awal berupa subsidi benih/
bibit unggul, pupuk dan saprodi. Jika semua akses tersebut dapat diperoleh petani maka produktivitas pertanian akan semakin meningkat dan pendapatan yang diterima petani semakin optimal. Apalagi jika sistem kredit yang digulirkan oleh koperasi dapat membuka akses pasar yang lebih luas sehingga dapat menjamin pemasaran hasil pertanian yang dihasilkan oleh RTUP di Sumatera Barat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Masmulyadi dan Widodo (2014).
Jika rumah tangga usaha pertanian mempunyai 100 persen anggota rumah tangga yang berusia produktif, 100 persen berpendidikan di atas SLTP, 100 persen berjenis kelamin laki-laki, tinggal di daerah perkotaan, termasuk golongan petani pengguna lahan, menggunakan modal sendiri, mendapat bantuan modal dan non modal, mendapat kemudahan dalam akses saprodi dan pemasaran, mendapat penyuluhan, termasuk anggota kelompok tani dan koperasi maka rumah tangga usaha pertanian tersebut akan memperoleh pendapatan berkisar Rp. 59.675.182. Diantara semua faktor-faktor tersebut, yang memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan pendapatan RTUP di Sumatera Barat adalah persentase petani usia produktif, daerah tempat tinggal petani, penyediaan akses saprodi dan pemanfaatan koperasi.
Petaniyangbiasanyamengikutipenyuluhan, ikut sebagai kelompok tani dan memanfaatkan koperasi biasanya menjadi petani yang mandiri, produktif, bersaing dan berpendapatan relatif tinggi. Dengan mengikuti penyuluhan, petani akan mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup untuk meningkatkan hasil usaha pertaniannya dari mulai memilih bibit, mengolah lahan, menanam, memupuk, memelihara, pengepakan, pemasaran hingga pengolahan hasil produksi.
Berbagai permasalahan yang dihadapi petani, sedikit banyak akan tersolusikan jika ikut sebagai anggota kelompok tani. Melalui keanggotaan sebagai kelompok tani, antara petani akan terjadi saling tukar pengetahuan yang sangat menguntungkan bagi petani sendiri. Petani akan memperoleh informasi dan isu terkini tentang pertanian yang menjadi bahasan utama dalam pertemuan-pertemuan kelompok tani. Tidak kalah pentingnya keberadaan koperasi di tengah-tengah masyarakat pertanian. Selain kredit dan permodalan, petani juga terbantu dalam hal memasarkan hasil produksinya melalui koperasi.
Semakin banyak anggota RTUP yang berusia produktif maka pendapatan yang diperoleh RTUP tersebut semakin besar. Hal ini dipicu karena pada umumnya, anggota RTUP yang usia produktif sudah bisa bekerja dan menghasilkan pendapatan sendiri sehingga pendapatan yang diterima untuk RTUP tersebut akan semakin bertambah sejalan dengan banyaknya RTUP yang berusia produktif. Daerah tempat tinggal RTUP juga mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapatan RTUP di Sumatera Barat, dimana variabel ini menunjukkan bahwa pendapatan RTUP akan semakin meningkat untuk RTUP yang tinggal di daerah perkotaan. Kondisi ini sejalan dengan lebih tingginya pengeluaran perkapita di daerah perkotaan dibandingkan di daerah pedesaan sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1999).
Estimasi pendapatan untuk RTUP yang tinggal di daerah pedesaan, mempunyai 100 persen anggota rumah tangga yang berusia produktif, 100 persen berpendidikan di atas SLTP, 100 persen berjenis kelamin laki-laki dan termasuk golongan petani pengguna lahan adalah Rp. 30.786.107 dengan menggangap RTUP tersebut tidak mendapatkan bantuan modal maupun non modal, mengalami kesulitan akses saprodi dan pemasaran, tidak mendapat penyuluhan dan bukan anggota kelompok tani serta koperasi.
Jika kondisi RTUP yang kedua tersebut mendapatkan kemudahan akses saprodi maka pendapatan yang diperoleh RTUP tersebut akan meningkat sebesar Rp. 35.259.222. Begitu juga jika RTUP tersebut menjadi anggota koperasi dan memanfaatkan koperasi sebagai mitra dalam pemodalan maka perkiraan pendapatan RTUP tersebut akan semakin bertambah menjadi Rp. 39.748.677. Berdasarkan hasil estimasi ini dapat diperlihatkan bahwa faktor penyediaan saprodi dan koperasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan RTUP. Untuk memajukan pertanian, Pemerintah Daerah arus mencarikan solusi agar petani dapat mendapatkan akses saprodi dan pemasaran dengan mudah. Hasil produksi pertanian yang melimpah, tidak akan bermanfaat banyak bagi petani jika tidak bias dipasarkan, dan tentunya tidak bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga usaha pertanian.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis data pendapatan RTUP di Sumatera Barat, pemerintah diharapkan dapat mengambil kebijakan terhadap karakteristik RTUP dalam meningkatkan
pendapatannya yang berdampak langsung kepada peningkatan kesejahteraan petani dan pengurangan tingkat kemiskinan di sektor pertanian. Pertanian merupakan salah satu identitas ekonomi yang khas dan menonjol pada sebagian besar provinsi-provinsi yang ada di Indonesia, Sumatera Barat salah satunya. Dengan nilai share yang cukup tinggi pada Produk Domestik Regional Bruto, sektor pertanian masih menjanjikan untuk terus dikembangkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dari model pendapatan rumah tangga usaha pertanian menggunakan model regresi LLD3 Bayesian, dapat disimpulkan bahwa semua variabel prediktor mempunyai pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pendapatan RTUP. Berdasarkan model pendapatan RTUP itu, petani akan relatif sejahtera jika petani tersebut mendapatkan program-program pendidikan, penyuluhan yang dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya dan mendapatkan bantuan baik modal maupun non modal. Sebaliknya, jika RTUP rata-rata berpendidikan rendah dan tidak mendapatkan penyuluhan serta bantuan modal maupun non modal, maka akan berimbas pada rendahnya produktivitas pertanian, bahkan berdampak pada daya saing produk yang juga akan melemah. Akibatnya, kesejahteraan petani terganggu dan mudah jatuh dalam kemiskinan.
Untuk itu, pemerintah dan masyarakat perlu melakukan pengawasan dalam memastikan ketersediaan pupuk dan penyaluran bantuan kepada petani agar bantuan tersebut benar-benar sesuai dan tepat sasaran.
REFERENSI
Bolstad, W.M. (2007). Introduction to Bayesian Statistics Second Edition. New Jersey, Canada: Jhon Wiley & Sons. Inc., Hoboken.
Casella, G. dan George, E.I. (1992). Explaining the Gibbs Sampler. Journal of the American Statistical Association, 46(3), hal. 167-174.
Congdon, P.D. (2006). Bayesian Statistical Modelling. 2nd edition. England: John Wiley & Sons.
Dahar,D.(2016).Faktor-faktoryangmempengaruhi
pendapatan nelayan di Desa Pohuwato Timur Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato. Jurnal Agropolitan, 3(3), November, 9-12.
Dey, A.K., dan Kundu, D. (2009). Discriminating Between The Log Normal and Log Logistic Distributions. Communications in Statistics -Theory and Methods, 39(2), hal. 280-292.
Johnson, N.L., Kotz, S., dan Balakrishnan, N.
(1995). Continues Univariate
Distributions. 2nd edition: John Wiley and Sons, New York.
Gelman, A., Carlin, J B., Stern, H. S. dan Rubin, D.
B. (2004). Bayesian Data Analysis. 2nd edition. Florida: Chapman & Hall.
Gelman, A., dan Pardoe, L. (2006). Bayesian Measure of Explained Variance and Pooling in Multilevel (Hierarchical) Models, Technometrics, 48(2), hal. 241-251.
Lehman, E.L., dan Romano, J.P. (2005), Testing Statistical Hypotheses. 3rd Edition. New York: Springer.
Minitab Inc. (2006). Minitab Methods and Formulas: Parametric Distributions.
Minitab Statistical Software, Release 15 for Windows. Pennsylvania: State College.
Masmulyadi dan Widodo, S. (2014). Analisis Pendapatan Nelayan Bagan Perahu di Kabupaten Kepulauan Selayar, Jurnal Agro Ekonomi, 25(2), Desember, 150-159.
Ntzoufras, I. (2009). Bayesian Modeling Using WinBUGS. New Jersey, USA: Wiley.
Sukirno, Sadono. (1995). Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Edisi kedua. Jakarta: PT.Karya Grafindo Persada.
Sumodiningrat G. (1999). Pemberdayaan masyarakat dan JPS. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Soekartawi. (1999). Agribisnis Teori dan aplikasinya. Jakarta: Universitas Indonesia.
Suyadi, Sumardjo, Uchrowi, Z., Tjitropranoto, P., Swastika, D. K. S., (2018), Status dan Determinan Pendapatan Petani Agroforestri di Lingkungan Taman Nasional Gunung Cermai, Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 36 No. 1, Mei 2018,71-89 DOI: http://dx.doi. org/10.21082/jae.v36n1.2018.71-89.
Susilowati, S.H., (2017), Dinamika Diversifikasi Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Berbagai Agroekosistem, Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2, Oktober 2017: 105-126 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/ jae.v35n2.2017.105-126.
Wackerly, D.D., Mendenhall, W., danScheaffer, R.L. (1996). Mathematical Statistics with Applications. California: Duxbury Press.
Yudohusodo, S. 1992. Arsitektur Pertamanan dalam Tata Ruang Perkotaan. Prosiding Seminar Pertanian Perkotaan. Universitas Muhamadiyah. Jakarta.
136
Discussion and feedback