JEKT 8 [2] : 162 - 171

ISSN : 2301 - 8968


Analisis Profitabilitas Bank Umum Go Public di Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis: Faktor Internal dan Eksternal

Palupi Lindiasari S*)

Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Sri Undartik Indonesia Banking School

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh faktor internal bank (NIM, BOPO, CAR, LDR, NPL) dan faktor eksternal (inflаѕ, suku bunga BIrate, IHSG dan GDPdeflator) terhadap profitabilitas bank umum go public sebelum dan setelah krisis, kemudian menganalisa dampak faktor internal dan eksternal secara serempak terhadap profitabilitas bank umum go-public, menganalisa pengaruh laju pertumbuhan faktor internal dan eksternal terhadap profitabilitas bank umum go-public sebelum dan setelah krisis dan mengetahui implikasi manajerial bagi perbankan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode model random effect. Sampel yang digunakan adalah bank go-public sebanyak 16 bank yang tercatat di BEI mulai tahun 2004, periode penelitian tahun 2005-2014. Hasil penelitian menjelaskan bahwa CAR setelah krisis berdampak signifikan terhadap nilai ROA sebesar 0,1 kali lebih besar dibanding dampak kenaikan CAR sebelum krisis. Sedangkan faktor internal lainnya (BOPO, NPL dan NIM) memiliki pengaruh signifikan yang sama terhadap nilai ROA sebelum maupun setelah krisis. Variabel kepemilikan bank (DUMP) dan LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Inflasi, suku bunga BIrate dan IHSG berdampak signifikan dan berbeda saat sebelum dan setelah krisis terhadap ROA. GDPdeflator sebelum atau setelah krisis berpengaruh sama terhadap ROA. Implikasi manajerial bagi perbankan adalah perlu menekan laju pertumbuhan faktor internal yang menyebabkan penurunan profitabilitas bank.

Kata kunci : profitabilitas bank, faktor internal, faktor eksternal, kondisi sebelum atau setelah krisis

The Analysis of Go-Public Banking Profitability In Indonesia Before And After The Crisis: Internal And External Factors

ABSTRACT

This study aims to give the analysis of the determinants of 16 Indonesia go-public banking profitability over the periode 2005-2014. This study focus on the impact of internal factors (NIM, BOPO, CAR, LDR and NPL) and external factors (inflation, BIrate, IHSG and GDPdeflator) before and after crisis. Furthermore, is to analize the simultaneous and growth effect of internal and external factors that have an influence to the profitability of go-public banking companies. Finally, is to give recommendation for managerial banking policy. This study using random effect method. The empirical result shows that Indonesia go-public banking is influenced by several factor both internal and external factors. After crisis CAR has positive and significant effect on ROA by 0,1 times larger than the effect of before crisis CAR. Whereas other internal factor (BOPO, NPL and NIM) give the same effect on ROA, both before and after crisis. Bank ownership (DUMP) and LDR have no significant effect on ROA neither before nor after crisis. External factor (Infation, BIrate and IHSG) are significant different effect on ROA’s before and after crisis condition. Only GDPdeflator give the same effect on ROA both before and after crisis condition. The recommendation from this result is managerial banking needed to reduce growth of internal factor that cause negatif side effect on ROA.

Keywords : profitability banking, internal factor, external factor, the condition of before or after crisis

) E-mail: upies77@gmail.com

PENDAHULUAN

Gejolak perekonomian dihampir seluruh negara di dunia selama sepuluh tahun terakhir saling terkait satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh sistem perekonomian terbuka yang dianut seluruh negara di dunia. Artinya terdapat interaksi atau hubungan antar negara baik melalui interaksi perdagangan di pasar barang atau jasa, maupun interaksi di pasar uang. Semakin tingginya tingkat persaingan di pasar keuangan ditunjukkan dengan makin banyaknya pelaku ekonomi di pasar keuangan dunia, mengakibatkan gejolak yang dihadapi salah satu negara akan berdampak langsung pada waktu yang sama dinegara lain. Hal inilah yang terjadi di tahun 2008, dimana akibat krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat berdampak langsung pada perekonomian negara-negara lain di dunia. Dampak langsung dapat dilihat dari merosostnya nilai saham dibeberapa negara di dunia dan dampak negatif terhadap neraca perdagangan bagi negara mitra, termasuk Indonesia.

Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar baik bank, perusahaan asuransi, perusahaan dana reksa, sektor riil dan investasi dipicu oleh effect domino terhadap solvabilitas dan likuiditas di lembaga-lembaga keuangan di AS, Eropa maupun Asia. Terdapat beberapa dampak dari krisis finansial di AS yang mempengaruhi perekonomian Indonesia. Pertama,terlihat pada penurunan yang tajam saham IHSG di pasar modal Indonesia sebesar Rp.1241,54 di bulan Maret 2008. Selanjutnya,terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar hingga 30,9% dari Rp. 9.840 pada Januari 2008 menjadi Rp. 12.100 pada November 2008. Cadangan devisa yang menurun hingga 13% pada akhir tahun 2008. Hal ini mengindikasikan penilaian investor akan tingginya country risk di Indonesia. Kondisi tersebut diikuti dengan terjadinya capital flight akibat gangguan likuiditas di pasar keuangan. Pada akhirnya, penetapan kondisi genting pada sistem perbankan dan sistem keuangan di Indonesia. Penetapan tersebut mengacu pada nilai BPI (Banking Pressure Index) dan FSI (Financial Stability Index) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berada pada ambang batas kritis (Depkeu, 2010).

Krisis ekonomi khususnya yang bersumber dari sektor finansial sering terjadi secara berkala sejak great deppretion 1930 hingga saat ini. Hal ini memicu kekhawatiran akan adanya siklus krisis yang akan terjadi pada periode-periode yang akan datang. Untuk itu, dibutuhkan upaya pencegahan dan pengawasan yang ketat atas kinerja perbankan

di Indonesia. Tentunya tidak hanya kinerja internal saja yang harus menjadi perhatian pemerintah maupun Bank Indonesia (saat ini OJK: Otoritas Jasa Keuangan). Faktor eksternal pun tidak bisa dikesampingkan lagi, kenyataan ini merujuk pada sumber krisis yang berasal dari faktor eksternal kemudian mempengaruhi makro ekonomi Indonesia selanjutnya berpengaruh pada sektor riil maupun sektor perbankan.

Setelah terjadinya krisis finansial di tahun 2008 tersebut, Bank Indonesia melalui otoritasnya melikuidasi dan menggabungkan beberapa bank domestik yang ada. Hal ini ditunjukkan oleh data jumlah bank di Indonesia yang mengalami penuruna n seba nya k 11 ba nk dari 13 0 bank semasa krisis menjadi 119 bank di Tahun 2014. Penggabungan beberapa bank domestik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan permodalan bank secara finansial. Kekuatan permodalan pada bisnis perbankan telah menjadi suatu kewajiban, sesuai dengan peraturan BI tentang penetapan permodalan bank tercermin dari nilai CAR minimal sebesar 8%. Semakin tingginya nilai CAR mengindikasikan bank memiliki kemampuan dan kekuatan dalam menghadapi gejolak bisnis baik yang bersumber dari internal bank maupun eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah indikator makro ekonomi, seperti suku bunga, inflasi dan GDP. Pada saat krisis berlangsung terjadi peningkatan nilai inflasi domestik sebesar11,06%, diikuti dengan tingginya suku bunga BI rate 9,25%. Tingginya inflasi domestik berdampak pada daya beli masyarakat yang rendah dan terdepresiasinya nilai tukar Rupiah. Hal ini juga akan mempengaruhi likuiditas perbankan karena keringnya pendanaan dari pihak ke tiga. Sehingga peran bank sebagai intermediari menjadi terganggu dengan rendahnya tingkat penyaluran kredit ke sektor riil maupun pinjaman antar bank. Dampak akhirnya adalah menurunnya profitabilitas bank.

Begitupun juga pada peningkatan suku bunga acuan BI rate di tahun 2008 mencapai 9,25% berdampak pada menurunnya penyaluran kredit di pasar. Debitur akan lebih memilih pembiayaan yang mudah dan murah untuk kelangsungan bisnisnya. Rendahnya tingkat kredit dapat diartikan menurunnya tingkat pendapatan bunga bank. Hal ini disebabkan bank-bank di Indonesia merupakan bank komersil yang tugas utamanya adalah menyalurkan dana dari nasabah kepada para debiturnya. Maka dengan menurunnya tingkat pendapatan bunga bank akan menurunkan pula tingkat profitabilitas bank. Beberapa penelitian terdahulu dapat menjelaskan hubungan yang signifikan antara faktor eksternal

terhadap profitabilitas bank, diantaranya Janaerina dan Nataljalace (2013) serta Jiang,Tang dkk (2002).

Data statistik perbankan Indonesia (2014) menunjukkan gejala yang sesuai dengan penelitian sebelumnya. Semasa krisis tahun 2008 tingkat profitabilitas perbankan secara umum di Indonesia menunjukkan rasio terendah bila dibanding masa sebelum dan setelah krisis finansial. Tingkat profitabilitas bank ini ditunjukkan oleh nilai rasio ROA (Return On Assets) sebesar 2,33% di tahun 2008. Berbeda halnya dengan masa sebelum dan setelah krisis berada pada kisaran di atas 2,55% hingga 3,11%. Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia per tahun 2013, sektor keuangan dan jasa lainnya menempati posisi kedua sektor yang memberikan kontribusi bagi PDB Indonesia. Disatu sisi, sektor keuangan terutama perbankan merupakan sektor yang paling rentan dan responsif terhadap gejolak ekonomi, namun disisi lain sektor ini memberikan kontribusi yang terus meningkat setiap tahunnya bagi pendapatan negara.

Terdapat 10 bank di Indonesia yang memiliki aset terbesar, sebagian besar bank ini didominasi oleh bank milik pemerintah. Selebihnya adalah bank swasta nasional non devisa. Pangsa pasar yang berbeda-beda diantara bank tersebut mengindikasikan respon yang berbeda pula dalam menghadapi gejolak ekonomi yang ada, baik dari sisi internal maupun eksternal bank. Mengingat pentingnya sektor perbankan dalam perekonomian Indonesia, maka penelitian ini akan memfokuskan pada kinerja perbankan dengan analisa sebelum dan setelah krisis. Analisa lebih lanjut ditujukan pada karakteristik perbankan yang terdiri dari bank milik pemerintah dan non-pemerintah. Berdasarkan uraian tentang pentingnya keberadaan sektor perbankan bagi perekonomian Indonesia, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah (H1) faktor internal dan eksternal pada kondisi sebelum dan setelah krisis mempengaruhi profitabilitas bank (H2) faktor internal dan eksternal yang berdampak negatif terhadap ROA, akan semakin menurunkan profitabilitas bank seiring dengan tingginya tingkat laju pertumbuhan faktor-faktor tersebut.

DATA DAN METODOLOGI

Sumberdata penelitian ini didapatkan dari publikasi laporan keuangan di Bank Indonesia, data statistik IDX, dan Badan Pusat Statistik (BPS). Sampel penelitian adalah 16 bank go-public yang terdaftar di BEI sejak tahun 2004. Jenis data menggunakan data sekunder, yang terdiri dari data time series (periode tahunan mulai tahun 2005- 2014, kecuali data tahun

2008 saat krisis terjadi) dan data cross-section (bank go-public). Sehingga metode yang digunakan adalah metode panel data.

Analisis random effect model (REM) digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (faktor internal dan eksternal) terhadap variabel terikat (profita bilita s ba nk-RO A). Fungsi ma tema tis berdasarkan kajian empiris maupun literatur tentang profitabilitas bank adalah :

ROA= f (BOPO,LDR,NPL,CAR,NIM,IHSG,Inflasi, GDPdeflator, I,DUMP)

Fungsi ROA ditentukan oleh faktor internal (BOPO, LDR, NPL,CAR, NIM dan DUMP) dan faktor eksternal (IHSG, Inflasi, GDPdeflator,I). Untuk menjawab hipotesa penelitian secara empiris, maka model tersebut diterjemahkan kedalam model ekonometrika sebagai berikut.

ROAit = α + δt + α1 + β1BOPOit + β2DclHSGit + β3DCIit + β4LDRit + β5NPLit + β6 DcInfit + β7DcCARit + β8NIMit + β9GDPdefit + β10DUMPit + eit

Dimana i menunjukkan individu masing-masing bank, dan t menunjukkan waktu observasi pada tiaptahunnya.

α = Konstanta

δt    = Efek waktu yang dapat bersifat tetap atau acak antar

tahun ke-t

αi = Efek individu yang berbeda-beda untuk setiap individu ke-i

βj    = Koefisien regresi masing-masing variabel independen

ke-j (j : 1,.....8)

LDRit = Loan to Deposit Ratio tiap individu bank ke-i pada tahun ke-t

BOPOit = Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi tiap individu bank ke-i pada tahun ke -t

DcIit = Dummy variabel Suku bunga BI (BI rate) sebelum krisis (DcI=0) dan setelah krisis (DcI=1) bagi individu bank ke-i pada tahun ke-t

DcINFit = Dummy variabel Inflasi sebelum krisis (DcINF=0) dan setelah krisis (DcINF=1)bagi individu bank ke-i pada tahun ke-t

DcCARit = Dummy variabel Capital Adequacy Ratio setelah krisis (DcCAR=1) dan sebelum krisis (DcCAR=0) tiap individu bank ke-i pada tahun ke-t

DIHSG = Dummy variabel menunjukkan kondisi nilai IHSG pada saat sebelum krisis (ditunjukkan dengan angka D=0) dan angka D=1yang menunjukkan kondisi nilai IHSG setelah krisis)

NIMit= Net Interest Margin tiap individu bank ke-i pada tahun ke-t

NPLit = Non Performing Loantiap individu bank ke-i pada tahun ke-t

GDPdef = Gross Domestic Product (deflator) atau harga implisit GDP individu bank ke-i tahun ke-t

eit = error term per individu ke-i pada tahun ke-t

Tabel 1. Hasil Statistik Deskriptif Variabel Rasio Keuangan

Keterangan

ROA

NPL

BOPO

LDR

CAR

NIM

Mean

2,2941

2,9642

79,2861

75,2975

18,6594

5,125

Std.Dev

1.2055

3.0466

9.1907

15.7367

5.1273

1.8086

Min

.017

.167

59.929

40.069

10.338

1

Max

6.102

26.33

97.119

104.821

41.198

12

Combined K-S

a D

0,0730

0,0995

0,0822

0,0998

0,1084

0,2012

b P-Value

0,426

0,116

0,285

0,113

0,068

0,0000

Observation (N

144

144

144

144

144

144

a n

16

16

16

16

16

16

b T

9

9

9

9

9

9

Sumber : data diolah, 2015.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Statistik Deskriptif dan Uji Normalitas Variabel Rasio Keuangan

Hasil tabulasi statistik deskriptif menunjukkan ukuran-ukuran sebaran data dari variabel penjelas, yakni rasio keuangan bank go public di Indonesia. Variabel LDR (Loan to Deposit Ratio) memiliki nilai rata-rata overall yang lebih besar dari standard deviasi. Dapat dikatakan nilai rasio LDR memiliki sebaran data yang seragam atau tidak ada outlier. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 75,2975 sedangkan standard deviasi sebesar 15,7367. Berdasarkan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov test, variabel LDR tidak terdistribusi normal pada tingkat level. Setelah ditransformasi kedalam bentuk kuadratik, variabel LDR menjadi terdistribusi normal dengan nilai p-value hitung sebesar 0,113.

Statistik deskriptif dari variabel BOPO (Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional) menunjukkan data memiliki sebaran data yang seragam atau tidak ada outlier. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata BOPO sebesar 79,2861 lebih besar dari nilai standard deviasi overall sebesar 9,1907. Pada tingkat level BOPO tidak terdistribusi normal, namun setelah ditransformasi dalam bentuk logaritma menjadi terdistribusi normal dengan nilai p-value sebesar 0,285. Sama halnya dengan rasio LDR dan BOPO, rasio keuangan ROA tergolong memiliki data yang tersebar merata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata ROA 2,2941 lebih besar dibanding standard deviasi sebesar 1,2055. Hasil pengujian normalitas dari variabel ROA menunjukkan bahwa data terdistribusi normal pada tahap level dengan nilai p-value dari uji Kolmogrov-Smirnov sebesar 0,426. Nilai rata-rata rasio NPL sebesar 2,9642 lebih kecil dibandingkan nilai standard deviasi 3,0466.

Hal ini mengindikasikan terdapat data outlier pada data NPL antar waktu. Namun, analisa tersebut

membutuhkan pengujian lebih lanjut yang berkaitan dengan normalitas data. Hasil pengujian normalitas menunjukkan nilai p-value dari rasio NPL sebesar 0,116 yang artinya rasio NPL terdistribusi normal setelah ditransformasi dalam bentuk logaritma natural. Selanjutnya, rasio NIM memiliki nilai rata-rata sebesar 5,125 lebih besar dari nilai standard deviasi sebesar 1,8086. Hasil ini menunjukkan bahwa data rasio NIM tersebar secara merata atau tidak ada data outlier.

Uji Normalitas dari rasio NIM baik tingkat level maupun transformasi dalam bentuk lain menunjukkan data tidak terdistribusi normal. Hal ini dikarenakan uji normalitas menunjukkan nilai probabilitas yang lebih kecil dari alpha 0,05 yakni sebesar 0,000. Namun, bukan berarti variabel NIM tidak dapat digunakan dalam model, karena tingkat asumsi normalitas yang diuji adalah sebatas sampel yang digunakan dalam penelitian. Selama penggunaan variabel masih relevan baik secara teori maupun nilai rata-rata lebih besar dari nilai standard deviasi, maka data tersebut dapat dipertimbangkan pemakaiannya. Setelah mempertimbangkan hasil secara keseluruhan berdasarkan uji normalitas, maka keenam variabel rasio keuangan di atas dapat digunakan dalam model estimasi.

Analisis Statistik Deskriptif dan Uji Normalitas Variabel Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil tabulasi dari statistik deskriptif, menunjukkan bahwa data suku bunga BI rate (i) terendah sebesar 5,75% dan tertinggi sebesar 12,75%. Tingkat suku bunga tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebelum terjadinya krisis finansial dan terendah terjadi pada tahun 2012 setelah masa krisis finansial tahun 2008. Nilai rata-rata BIrate menunjukkan besaran 7,833 lebih besar dari nilai standard deviasi sebesar 2,215. Hal ini mengindikasikan data memiliki sebaran yang seragam dan tidak ada outlier. Data cukup baik jika digunakan dalam estimasi model

Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif Variabel Faktor Eksternal

Keterangan

i

Ihsg

GDPdef

Inflasi

Mean

7,8333

3287,963

262,9679

7,2078

Std.Dev

2,2150

1314,577

68,1653

4,2028

Min

5,75

1162,64

158,457

2,78

Max

12,75

5226,95

347,002

17,11

Combined K-S

a D

0,2478

0,1796

0,1562

0,2790

b P-Value

0,638

0,934

0,981

0,485

Observation (T

9

9

9

9

Sumber : hasil output STATA 12, 2015.


profitabilitas bank.

Variabel IHSG memiliki nilai terendah sebesar 1162,64 dan tertinggi sebesar 5226,95 dengan rata-rata nilai IHSG dalam sampel sebesar 3287,963. Jika dibandingkan nilai standard deviasi sebesar 1314,577 maka nilai rata-rata IHSG lebih besar dari nilai tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa data memiliki sebaran yang rata atau tidak ada outlier.

Nilai rata-rata variabel GDP deflator menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai standard deviasi, yakni 262,9679 lebih besar dari 68,1653. Nilai terendah pada sampel menunjukkan angka 158,457 dan tertinggi 347,002. Berdasarkan nilai statistik deskriptif, dapat dikatakan bahwa data variabel GDP deflator memiliki kecenderungan data yang tersebar merata. Begitupun juga pada variabel inflasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan variabel IHSG dan GDP deflator, yakni sampel data memiliki kecenderungan data yang merata. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel BI rate, IHSG, GDP deflator dan inflasi terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P-value hitung masing-masing variabel lebih besar dari P-value (α =0,05). Hasil uji menunjukkan terima hipotesa H0, artinya data keempat variabel mengikuti distribusi normal.

Analisis Model Estimasi Profitabilitas Bank Go-Public

Estimasi terhadap model profitabilitas bank di Indonesia bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bank melalui tingkat profitabilitasnya. Hasil estimasi akan didapatkan setelah melalui tahapan-tahapan pemilihan model regresi yang terbaik. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model panel, terdapat tiga kemungkinan model regresi, yaitu : model panel dengan fixed effect, random effect atau model panel dengan pooled least squared (common effect). Hasil regresi ketiga model tersebut akan dibandingkan melalui uji pemilihan model, untuk mendapatkan model yang terbaik, yakni model yang mampu menjelaskan sampel penelitian secara tepat, sehingga

Tabel 3. Hasil Pemilihan Model Panel Data

Keterangan Uji-Chow (F) Uji-LM (Chi2) Uji-(HCahui2s)man

Nilai Prob

0,000

0,000

0,7242

Hasil

Tolak H0 :

Tolak H0 :

Terima H0 :

Model FEM

Model REM

Model REM

Sumber : hasil output STATA 12, 2015.

dapat digunakan untuk menilai populasi bank secara keseluruhan.

Pemilihan Model Panel Data

Ta ha p perta ma , pengujia n a nta ra model pooled least squared (POLS) dengan fixed effect menggunakan chow-test. Nilai uji ini tercermin dari hasil estimasi model fixed effect yakni nilai probabilitas F hitung, menunjukkan nilai probabilitas F hitung lebih kecil dari nilai α (0,05) yakni 0,0000, artinya signifikan tolak H0.

Model terbaik yang terpilih adalah model fixed effect. Pengujian tidak berhenti sampai disini, karena belum tentu model fixed effect lebih baik dibanding model random effect. Tahap kedua, menggunakan uji Hausman dengan nilai probabilitas chi2 adalah 0,7242 lebih besar dibandingkan toleransi α = 0,05 atau dapat dikatakan hasil perhitungan chi2 tidak signifikan, artinya hipotesa nol diterima. Model yang terbaik didasarkan pada hipotesa nol, yakni model mengikuti random effect. Dengan kata lain, model fixed effect tidak cukup baik untuk digunakan sebagai model estimasi. Namun demikian, model random effect harus diuji kembali dengan membandingkan denga n model pooled least squared. Hasil perhitungan LM-test menggunakan nilai distribusi chi-square statistic (X2 memperlihatkan besaran probabilitas chibar2 lebih kecil dari α = 0,05. Artinya hasil pengujian menunjukkan bahwa model estimasi terbaik antara pooled effect dan random effect adalah random effect. Hal ini untuk meyakinkan dalam penetapan model estimasi bahwa model yang terbaik adalah model random effect.

Analisis Uji Asumsi Klasik

Setela h dila kuka n uji pemiliha n model, langkah selanjutnya adalah melakukan uji asumsi klasik terhadap model yang terpilih, yakni uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Hasil uji multikolinearitas menunjukkan perhitungan korelasi antar variabel sebagian berada di bawah 0,5 atau secara umum tidak ada permasalahan multikolinearitas. Akan tetapi, terdapat variabel-variabel dalam model yang memiliki nilai korelasi di atas 0,8. Variabel-variabel tersebut adalah GDP deflator, DcINF (variabel dummy tingkat inflasi sebelum dan setelah krisis) dan DcI (variabel dummy tingkat suku bunga BI rate sebelum dan setelah krisis). Tingginya tingkat korelasi ketiga variabel ini, salah satunya disebabkan oleh data ketiganya bersifat timeseries, sehingga rentan mengalami gejolak atau perubahan-perubahan yang ekstrim. Dalam penelitian ini model panel yang digunakan, yakni model random effect. Keunggulan model random effect tidak memerlukan pengujian asumsi klasik lebih lanjut, khususnya uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Hal ini dikarenakan metode yang digunakan dalam estimasi telah menggunakan GLS (Generalized Least Squared). Metode GLS berfungsi untuk memperbaiki proses least square dengan memperhitungkan error dari cross section dan time series, sehingga estimator yang didapatkan akan lebih efisien dibanding model panel lainnya

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Go-Public

Hasil regresi dari model panel random effect dengan persamaan sebagai berikut :

JiOAit = 8,905 - 0,076 BOPOit + 0,0005 DIHSGit - 0,252 DcIit - 0,006 LDRit - 0,119 LJPLit +

(9,15)     (-7,84)      (3,68)         (-4,97)     (-4,88)      (-1,26)

0,079DcINFit + 0,1 DcCARit + 0,144 NIMit - 0,007 GDP deflatorit - 1,388 DUMPit

(2,20)     (2,25)       (2,91)            (-ι,73)            (-ι,55)


Nilai konstanta dalam persamaan regresi tersebut menunjukkan besaran 8,905 yang berarti jika penilaian kinerja suatu bank tidak didasarkan oleh faktor-faktor internal (rasio keuangan) maupun faktor eksternal (indikator makro ekonomi), maka nilai rata-rata ROA yang umum bagi bank go-public adalah sebesar 8,905%. Nilai koefisien parameter dari masing-masing variabel penjelas menunjukkan besaran pengaruh terhadap nilai ROA.

Variabel yang memiliki nilai koefisien parameter tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah DcI (variabel dummy Subu Bunga Brrate) pada masa sebelum atau setelah krisis dengan besaran pengaruhnya terhadap ROA sebesar 0,252%,

variabel NIM (Net Interest Margin) berpengaruh 0,144% terhadap ROA. Selanjutnya, variabel yang berpengaruh sebesar 0,119% terhadap ROA adalah rasio NPL. Kemudian diikuti dengan dampak nilai rasio CAR bank sebelum dan setelah krisis terhadap ROA sebesar 0,1%.

Variabel penjelas yang merupakan faktor eksternal memiliki pengaruh signifikan dengan besaran 0,081% terhadap nilai ROA adalah tingkat inflasi sebelum atau setelah krisis (DcINF). Variabel rasio keuangan yang memiliki dampak terkecil terhadap besaran nilai ROA adalah variabel BOPO, nilai koefisien parameter dari variabel ini sebesar 0,076%. GDP deflator memberikan dampak sebesar 0,007% terhadap nilai ROA dan variabel indeks harga saham sebelum atau setelah krisis (DIHSG) merupakan variabel penjelas yang memiliki besaran pengaruh paling rendah, yakni sebesar 0,0005 % untuk setiap kenaikan harga IHSG per 1 rupiah.

Dari sepuluh variabel penjelas dalam model profitabilitas bank go public terdapat dua variabel yang tidak signifikan, yakni LDR dan DUMP. Besaran nilai koefisien keduanya menunjukkan angka sebesar 0,006% dan 1,338%. Artinya rasio LDR tidak cukup kuat untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap profitabilitas bank. Hal ini dapat terjadi salah satunya dikarenakan oleh jumlah sampel yang terbatas dan rentan waktu yang kurang lama. Begitupun juga dengan variabel DUMP, ketidakmampuan variabel dummy kepemilikan bank dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap profitabilitas disebabkan oleh jumlah kelompok bank tergolong sedikit dan tidak seimbang. Jumlah bank BUMN dalam sampel penelitian ini sebanyak 3 bank, sedangkan bank yang terma suk kelompok non-BUMN jumlahnya sebanyak 13 bank.

Analisis Laju Pertumbuhan Rasio Keuangan terhadap ROA

Kemampuan ba nk dalam mengelola a ktiva produktifhingga menghasilkan pendapatan bunga bersih dijelaskan oleh nilai rasio NIM. Nilai koefisien regresi untuk variabel NIM adalah sebesar 0,144 yang merupakan nilai koefisien tertinggi kedua dari nilai koefisien variabel penjelas lainnya. Artinya, jika terjadi kenaikan NIM sebesar 1% maka akan meningkatkan nilai ROA sebesar 0,142% asumsi cateris paribus (faktor lain dianggap tetap). Kenaikan nilai ROA berlaku untuk setiap kenaikan NIM sebesar 1%. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi bank go public lainnya untuk meningkatkan

Tabel 4. Rata-rata Laju Pertumbuhan Rasio Keuangan

Rata-rata Laju Pertumbuhan Rasio Keuangan

NIM

NPL

CAR

Setelah Krisis

BOPO

Δ ROA

Tertinggi

18,52% ; 2,67%

11,22% ; -1,35%

21,47% ; 2,15%

12,63% ; -0,96%

Terendah

3,70% ; 0,53%

0,70% ; -0,08%

5,01% ; 0,5%

9,12% ; -0,69%

Jenis Bank Tertinggi

Bank BUMN

Bank Non-BUMN

Bank Non-BUMN

Bank Non-BUMN

Terendah

Bank Non-BUMN

Bank BUMN

Bank Non-BUMN

Bank BUMN

Sumber: data diolah, 2015.


profitabilitas banknya. Keberhasilan bank dalam meningkatkan kinerjanya tergantung pada besaran laju pertumbuhan rasio NIM masing-masing bank. Semakin tinggi laju pertumbuhan NIM, maka akan berdampak pada peningkatan nilai ROA.

Nilai rata-rata Laju pertumbuhan NIM tertinggi adalah salah satu bank yang merupakan bank BUMN yakni sebesar 18,52%. Dampak yang dihasilkan dari tingginya laju pertumbuhan NIM tersebut adalah meningkatnya nilai ROA sebesar 2,67%.

Bank yang memiliki nilai rata-rata laju NIM terendah adalah salah satu bank yang merupakan bank Non-BUMN sebesar 3,7%. Dampak yang dihasilkan bagi nilai ROA bank ini adalah sebesar 0,53%. Artinya dibutuhkan kinerja yang tinggi dari perbankan untuk memacu pertumbuhan NIM meningkat signifikan tiap tahunnya, terlepas dari nilai NIM yang tidak besar. Hasil tersebut membuktikan bahwa setiap bank yang memiliki NIM kecil sekalipun, namun dapat memperbaiki kinerjanya sehingga terdapat peningkatan kemampuan dalam mengelola aktivanya akan berdampak signifikan terhadap profitabilitas bank tersebut.

Nilai koefisien regresi rasio NPL menunjukkan besaran -0,12 yang artinya jika terjadi kenaikan nilai rasio NPL sebesar 1% akan berpengaruh pada penurunan ROA sebesar 0,12 %. Semakin besar laju pertumbuhan NPL maka semakin berkurang profitabilitas bank. Salah satu bank Non-BUMN memiliki nilai rata-rata laju pertumbuhan NPL terbesar 11,22% yang mengakibatkan penurunan ROA hingga -1,35%. Meski nilai NPL bank tersebut tergolong di bawah standar nilai rasio NPL yang ditetapkan BI sebesar 5%, namun karena tingkat laju pertumbuhan NPL yang tinggi dapat berdampak pada penurunan yang besar terhadap ROA. Kondisi ini haruslah menjadi perhatian tersendiri bagi manajemen bank tersebut untuk dapat mengendalikan laju pertumbuhan NPLnya pada kondisi stabil atau normal.

Variabel CAR dapat dij elaskan secara tidak

langsung atau memerlukan interaksi dengan variabel lainnya. Dalam hal ini adalah variabel dummy kondisi sebelum atau setelah krisis. Artinya terdapat perbedaan dampak yang ditimbulkan dari kenaikan rasio CAR saat sebelum dengan setelah krisis. Nilai koefisien regresi sebesar 0,1 berarti setiap kenaikan 1% nilai CAR setelah krisis akan berpengaruh pada kenaikan ROA lebih besar 0,1 dibanding nilai ROA sebelum krisis. Hasil perhitungan menunjukkan Bank BUMN memiliki laju pertumbuhan CAR terbesar, yakni sebesar 21,47%. Tingginya laju pertumbuhan CAR ini berdampak pada peningkatan nilai ROA lebih besar 2,15% dibanding nilai ROA sebelum krisis. Laju pertumbuhan CAR terkecil adalah bank Non-BUMN sebesar 5,01%. Dampak yang ditimbulkan terhadap nilai ROA setelah krisis adalah sebesar 0,5% kali lebih besar dibanding nilai ROA sebelum krisis.

Nilai koefisien regresi dari model profitabilitas bank sebesar -0,076 yang artinya setiap kenaikan rasio BOPO sebesar 1% akan berpengaruh terhadap penurunan rasio ROA sebesar 0,076%. Walaupun besaran penurunan ROA masih lebih rendah dibandingkan setiap kenaikan 1% BOPO, namun jika manajemen bank tidak dapat mengelola laju pertumbuhan BOPO, maka akan berdampak terhadap penurunan ROA secara kumulatif. Terdapat salah satu bank BUMN yang memiliki tingkat pengendalian laju pertumbuhan BOPO lebih baik dibanding bank lainnya, yakni tingkat laju pertumbuhan BOPO per tahun sebesar 9,12%, dampaknya bank tersebut mampu mengendalikan penurunan ROA hingga -0,69%. Salah satu bank yang kurang mampu mengendalikan penurunan nilai ROA sebesar -0,96% adalah salah satu bank Non-BUMN, dengan tingkat laju pertumbuhan BOPO sebesar 12,63%.

Berdasarkan hasil analisa tersebut, dapat ditarik kesimpula n ba hwa dampa k perubaha n ra sio keuangan seperti NPL, NIM dan BOPO memiliki pengaruh yang sama baik sebelum maupun setelah krisis dan signifikan terhadap perubahan ROA. Hanya variabel CAR yang memiliki pengaruh yang

Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Faktor Eksternal Setelah Krisis

A ROA

Rata-rata Laju Pertumbuhan Faktor Eksternal Setelah Krisis

Inflasi

GDPdeflator

Suku bunga BIrate

Ihsg

Tertinggi

150,36% ; 11,88%

55,54% ; -0,39%

30,43% ; -7,64%

86,98% ; 0,04%

Terendah

-74,86% ; -5,91%

6,48% ; -0,05%

-29,73% ; 7,46%

-0,98% ; -0,0005%

Sumber : data diolah, 2015.


berbeda saat sebelum maupun setelah krisis terhadap nilai perubahan ROA.

Analisis Laju Pertumbuhan Faktor Eksternal Setelah Krisis terhadap ROA

Hasil regresi dari model profitabilitas bank go-public menunjukkan dampak positif yang ditimbulkan dari kenaikan tingkat inflasi. Nilai koefisien regresi menunjukkan angka sebesar 0,079 yang berarti kenaikan inflasi pada masa setelah krisis ekonomi tahun 2008 sebesar 1%, meningkatkan ROA bank go-public lebih besar 0,079% dibanding dampak yang ditimbulkan dari kenaikan inflasi pada masa sebelum krisis. Dampak positif terbesar dari kenaikan nilai inflasi terjadi pada tahun 2010, yakni laju inflasi naik dari tahun 2009 ke 2010 sebesar 150,36%. Kenaikan tersebut berdampak pada kenaikan ROA bank go-public sebesar 11,88% lebih besar dibandingkan dampak kenaikan inflasi sebelum krisis ekonomi. Terjadi deflasi atau penurunan harga-harga di tahun 2009 atau satu tahun setelah krisis ekonomi sebesar -5,91%, akibat turunnya laju pertumbuhan inflasi hingga -74,86%.

Laju pertumbuhan GDPdeflator tertinggi terjadi di tahun 2009 (setelah krisis ekonomi) sebesar 55,54% , berdampak pada penurunan ROA terbesar yakni sebesar -0,39% kali lebih besar dibanding nilai ROA sebelum krisis. Di tahun 2013 laju pertumbuhan GDP deflator makin menurun hingga terendah sebesar 6,48%. Akibatnya, nilai ROA dapat ditekan penurunannya hingga -0,05%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin stabil perekonomian suatu negara, maka la ju pertumbuhan GDP deflator menunjukkan perubahan yang makin stabil.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terjadi kenaikan nilai ROA sebesar 7,46% pada tahun 2009. Kenaikan ini terjadi akibat turunnya suku bunga BIrate hingga -29,73% dari sebelumnya saat periode krisis tingkat suku bunga 9,25% menjadi 6,5% di tahun 2009. Dampak kenaikan ROA ini mengindikasikan kebijakan kenaikan suku bunga BIrate yang dilakukan oleh bank sentral adalah efektif. Hal ini disebabkan kebijakan penurunan suku bunga dilakukan untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi melalui peningkatan iklim usaha dan investasi di Indonesia. Di tahun 2013 tingkat suku bunga BI rate mengalami kenaikan cukup signifikan, yakni meningkat sebesar 30,43% dengan tingkat suku bunga di tahun 2013 sebesar 7,5% dan terus meningkat hingga tahun 2014 sebesar 25 basis poin menjadi 7,75%. Dampak dari kenaikan suku bunga ini adalah penurunan nilai ROA bank go-public hingga 7,64% kali lebih besar dibanding sebelum krisis.

Laju pertumbuhan harga IHSG terbesar terjadi di tahun 2009 sebesar 86,98%, dampaknya adalah peningkatan nilai ROA sebesar 0,0435% kali lebih besar dibanding sebelum krisis. Di tahun 2013 nilai ROA mengalami penurunan hingga 0,0005% kali lebih besar dibanding nilai ROA sebelum krisis. Hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai IHSG sebesar 0,98%. Kenyataan ini haruslah menjadi catatan tersendiri bagi setiap bank go-public untuk selalu mengikuti perkembangan harga saham gabungan (IHSG), mengingat dampaknya terhadap profitabilitas bank cukup signifikan dan berubah-ubah seiring dengan perubahan laju IHSG yang fluktuatif.

SIMPULAN

Faktor internal yang berpengaruh terhadap profitabilitas bank go-public di Indonesia pada saat sebelum atau setelah krisis adalah CAR. Kenaikan CAR setelah krisis berpengaruh lebih besar terhadap nilai ROA sebesar 0,1 kali lebih besar dibanding dampak kenaikan CAR sebelum krisis. Faktor internal lainnya yang memiliki dampak yang sama terhadap profitabilitas bank go-public sebelum atau setelah krisis, berturut-turut adalah NIM berpengaruh positif terhadap kenaikan ROA, NPL berpengaruh negatif terhadap penurunan ROA, BOPO juga berpengaruh negatif terhadap penurunan nilai ROA. Rasio LDR dan variabel status kepemilikan bank (DUMP) tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA bank.

Faktor eksternal, yakni inflasi, suku bunga BIrate dan IHSG berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank yang berbeda antara sebelum atau setelah krisis. GDPdeflator berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank. Faktor internal dan

eksternal secara serempak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank.

Nilai rata-rata laju NPL tertinggi mengakibatkan penurunan ROA hingga 14,86%. Laju inflasi tertinggi terjadi setelah krisis berdampak pada peningkatan nilai ROA sebesar 11,88% lebih besar dibanding dampak kenaikan laju inflasi sebelum krisis. Penurunan rata-rata laju suku bunga BIrate tertinggi berdampak pada peningkatan nilai ROA sebesar 7,46% lebih besar dampaknya dibanding sebelum krisis. Nilai rata-rata laju NIM tertinggi berdampak pada peningkatan ROA sebesar 2,67%. Nilai rata-rata laju CAR tertinggi mampu meningkatkan ROA sebesar 2,15%. Nilai rata-rata laju BOPO tertinggi berdampak terhadap penurunan nilai ROA sebesar 0,96%. Peningkatan laju GDPdeflator berdampak pada penurunan ROA sebesar 0,27%. Dampak kenaikan laju IHSG berdampak pada tambahan nilai ROA terbesar sebesar 0,0435% lebih besar dibanding tambahan ROA sebelum krisis ekonomi.

Perbankan di Indonesia khususnya bank go-public harus mampu mengendalikan laju pertumbuhan faktor-faktor internal bank yang mempengaruhi penurunan profitabilitas bank. Semakin tinggi laju pertumbuhan faktor internal yang berdampak positif terhadap nilai ROA menunjukkan semakin baik kinerja bank.

SARAN

Penelitian dengan topik profitabilitas bank telah banyak dilakukan di Indonesia. Namun dengan memasukkan beberapa faktor eksternal yang mencerminkan indikator makro ekonomi kedalam model profitabilitas bank terbukti secara statistik berdampak signifikan terhadap profitabilitas bank. Saran bagi pengembangan penelitian selanjutnya yakni menggunakan model profitabilitas yang sama dengan penelitian ini untuk diterapkan bagi seluruh bank di Indonesia berdasarkan kepemilikan bank (BUSN non-devisa, BUSN devisa, Bank pemerintah, BPR, BPD, Bank Campuran) kemudian dibandingkan dengan Bank syariah. Tujuannya adalah untuk menangkap respon masing-masing bank terhadap fa ktor-fa ktor eksterna l ya ng mempenga ruhi profitabilitas bank. Selain itu, variabel-variabel yang kurang signifikan dalam penelitian ini (status kepemilikan bank) dan LDR kemungkinan lebih dapat dijelaskan dengan sampel bank yang lebih besar.

REFERENSI

Abdi, M. 1998. Analisa Struktur Profitabilitas Bank Papan Atas Periode 1994-1997. Tesis.

Jurusan Ilmu Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.

Anggreni & Suardhika. 2014. Pengaruh DPK, Kecukupan Modal, Resiko kredit dan Suku Bunga Kredit Pada Profitabilitas. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 9.1. 27-38.

Bank Indonesia. 2001. Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan. Lampiran 14. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/ DPNP. Tanggal 14 Desember. Jakarta.

Bank Indonesia. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992: Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Jakarta

Bank Indonesia. 2014. Laporan Keuangan Publikasi Bank. www.bi.go.id.

Bank Indonesia. 2014. Moneter. Laporan Inflasi. www.bi.go.id Bank Indonesia. 2014. Moneter. Laporan BIRate. www.bi.go.id Badan Pusat Statistik. 2014. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Berita Resmi Statistik. No. 16/02/Th. XVII. 5 Februari.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Atas Dasar

Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha. www.bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Atas Dasar

Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha. www.bps.go.id

Bank Indonesia. 2004. Peraturan Bank Indonesia No.6/9/ PBI/2004 : Tentang Tindak Lanjut

Pengawasan dan Penetapan Status Bank.

Bursa Efek Indonesia. 2014. Profil Perusahaan Tercatat. www. idx.co.id.

Bursa Efek Indonesia. 2014. Statistik Indonesia Stock Exchange Indices. www.idx.co.id

Cooper, Schindler. 2011. Business Research Methods. International Edition. Eleventh Edition, McGrawHill

Defri. 2012. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Likuiditas dan Efisiensi Operasional terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI. Jurnal Manajemen. Volume 01, Nomor 01, September. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang

Dendawijaya, Lukman.2005. Manajemen Perbankan. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta

Ekananda, Mahyus, MM, M.SE. 2014. Analisi Ekonometrika Data Panel. Mitra Wacana Media

Goddard, dkk. 2004. The Profitability of European Banks : A Cross- Sectional And Dynamic

Panel Analysis. The Manchester School Vol 72 No. 3 June.

Blackwell Publishing Ltd and

The Victoria University of Manchester. 363–381

Janaerina & Nataljalace. 2013. Commercial Bank Profitability indicators Empirical Evidence

from Latvia.IBIMA Publishing. IBIMA Business Review.

http://www.ibimapublishing.com/journals/IBIMABR/ ibimabr.html. Vol. 2013 (2013 ,

Article ID 873515, 9 pages. DOI: 10.5171/2013.873515

Javaid, dkk. 2011. Determinant of Bank Profitability in Pakistan : Internal Factor Analysis.

Mediterranean Journal of Social Sciences. Vol. 2, No.1. Januari. ISSN 2039-2117.

Jiang, Tang dkk. 2003. The Profitability of The Banking sector in Hongkong. Hongkong

Monetary Authority Quarterly Bulletin. September.

Kasmir, 2000. Manajemen Perbankan, PT. RajaGrafindo. Jakarta

Kasmir, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Mahardian, P.2008. Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM, LDR Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan : Studi Kasus perusahaan Perbankan yang Tercatat di BEJ Periode Juni 2002- Juni 2007. Program Studi Magister Managemen. Program PascaSarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Mokhamad, A. 2000. Determinan Profitabilitas Bank Umum yang Sukses di Indonesia. Tesis.

Jurusan Ilmu Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia

Roman & Danau Letiu. 2013. An Empirical Analysis of the Determinants of Bank Profitability in Romania. Annales Universitatis Apulensis Series Oeconomica, 15(2). Romania. 580-593

Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. 2010. Buku Putih : Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis, Edisi Januari 2010. Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Stevanus T,Parengkuan T dan Paulina, V. 2014. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah dan Fluktuasi IHSG terhadap Return On Asset pada Industri Food and Beverage yang Go-Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA Vol.2 No.4 Desember. ISSN 2303-1174. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajemen. Universitas Sam Ratulangi Manado. Hal. 246-257.

Bank Indonesia. 2013. Statistik Perbankan Indonesia. Kegiatan Usaha Bank. Vol.12. No.1. Desember. Jakarta.

Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Statistik Perbankan Indonesia. Vol.12. No.11. Desember. Jakarta.

Mudrajat, Suhardjono. 2011. Manajemen Perbankan Edisi Kedua : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. BPFE

Ross, Westerfield, Jaffe. 2010. Corporate Finance. International Edition.Ninth Edition : McGraw Hill

Werdaningtyas, H.2000. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Pre Merger Bank Take Over di Indonesia. Tesis. Jurusan Ilmu Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.

Yilmaz. 2013. Profitability of Banking System : Evidence from Emerging Market. WEI

International Academic Conference Proceedings January 1416. Antalya-Turkey.

171