JEKT 8 [2] : 155 - 161

ISSN : 2301 - 8968

Pengaruh Faktor Sosial, Ekonomi, dan Demografi Terhadap Penggunaan Kontrasepsi di Denpasar

Ida Ayu Gde Dyastari Saskara*)

Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

ABSTRAK

Pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat dilakukan dengan pengaturan pembatasan akan jumlah anak yang dapat dilakukan dengan metode kontrasepsi. Persentase akseptor KB terhadap PUS di Denpasar Barat merupakan yang tertinggi di Denpasar namun jumlah PUS yang belum menjadi akseptor masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel umur perkawinan pertama, pendidikan wanita usia subur (WUS), status pekerjaan, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup terhadap lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 WUS melalui metode wawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel umur perkawinan pertama, pendidikan, status pekerjaan, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup berpengaruh terhadap lama penggunaan kontrasepsi. Secara parsial hanya variabel umur perkawinan pertama yang berpengaruh negatif terhadap lamanya penggunaan kontrasepsi. Variabel jumlah anak masih hidup adalah variabel dominan yang mempengaruhi lamanya penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat.

Kata kunci: faktor sosial ekonomi demografi, wanita usia subur, penggunaan kontrasepsi

The Impact of Demographic Socioeconomic Factors

On Contraceptive Use in Denpasar

ABSTRACT

Control of high population growth rate can be done by setting restrictions on the number of children by contraceptive methods. Percentage of KB acceptors towards couples in West Denpasar is the highest around Denpasar City, yet had high number in couples that had not yet become accpetors. This study aims to determine the effect of age at first marriage, level of education of women in reproductive age, employment status, household income, and number of children on the duration of contraceptive use in West Denpasar. The number of samples is 100 respondents through interview. Analysis thecnique used is multiple linear regressions. The result showed that simultaneous variable age at first marriage, education, employment status, household income, and number of children still living longer affect the use of contraception. Partially, only the age at first marriage variable negatively affecting the duration of contraceptive use. The number of children variable is the dominant variable affecting the duration of contraceptive use in West Denpasar.

Keywords: demographic socioeconomic factors, women in reproductive age, ontraceptive use

PENDAHULUAN

Penduduk dengan jumlah besar serta distribusi penduduk yang tidak merata adalah masalah klasik kependudukan di Indonesia. Tingginya

angka fertilitas dan mortalitas menambah masalah kependudukan di Indonesia yang akhirnya mempengaruhi pembangunan ekonomi. Salah satu cara mengendalikan laju pertumbuhan penduduk adalah dengan melakukan pembatasan jumlah anak.

) E-mail: iadyastari@yahoo.com


Tabel 1. Jumlah PUS dan Akseptor KB Terhadap PUS Kota Denpasar Tahun 2011

Kecamatan

Jumlah PUS

%Akseptor terhadap PUS

PUS Belum Menjadi Akseptor

Denpasar Selatan

20296

82,55

3542

Denpasar Timur

14803

82,44

2599

Denpasar Barat

24464

83,00

4159

Denpasar Utara

21119

82,25

3622

Sumber: Denpasar dalam Angka 2012, BPS (data diolah)


Program Keluarga Berencana (KB) diyakini telah berkontribusi dalam penurunan tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia (Prihyugiarto dan Mujianto, 2009). Penggunaan alat kontrasepsi adalah salah satu indikator tercapainya akses universal terhadap kesehatan reproduksi terkait dengan target kelima Millennium Development Goals (MDGs), yaitu peningkatan kesehatan Ibu.

TFR Provinsi Bali pada Susenas 2008-2009 meningkat sebesar 2,47 anak per WUS, angka CPR Provinsi Bali 2007-2012 menurun sebesar 9,8 persen. Kota Denpasar memiliki peserta KB Aktif sebesar 82,74 persen di bawah persentase peserta KB Aktif Provinsi Bali yaitu 85,67 persen. Kecamatan Denpasar Barat merupakan daerah dengan persentase akseptor KB tertinggi di Denpasar, namun memiliki PUS non-akseptor terbanyak.

Penggunaan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor demografi dan sosio-ekonomi (Okech et al., 2011). Hartoyo, dkk (2011) dan Felecia (2011) menyatakan semakin tinggi umur wanita dalam usia reproduksi, maka semakin meningkat pula kesertaan dalam penggunaan kontrasepsi. Wanita berpendidikan tinggi, berkeinginan untuk memiliki sedikit anak dibandingkan wanita berpendidikan rendah (Ushie dkk, 2011). Sifat dan status pekerjaan wanita juga berpengaruh terhadap fertilitas (Siti Hadjar dkk, 1993). Pendapatan keluarga dapat menjadi salah satu faktor negatif terhadap fertilitas (Becker, 1960). PUS yang memiliki Anak Masih Hidup (AMH) lebih besar, memiliki partisipasi KB lebih tinggi (Suandi, 2010). Informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi di wilayah Denpasar Barat belum diketahui, sehingga dipandang perlu untuk melakukan kegiatan penelitian ini.

Fertilitas adalah terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan; misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya. Seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi (Mantra, 2000:145). Di Indonesia, selama kelahiran yang ada terjadi pada ikatan perkawinan, kelahiran pada wanita belum kawin diabaikan (SDKI, 2007).

Penduduk usia 15-49 tahun disebut dengan

penduduk usia subur, dimana penduduk berada dalam masa reproduksi. Masa reproduksi adalah usia dimana seorang perempuan mampu untuk melahirkan, yakni sejak mendapat haid pertama (menarche) dan berakhir saat berhenti haid (menopause). Sesuai dengan analisis fertilitas, pada umumnya umur 15-49 tahun dijadikan rujukan sebagai masa subur (reproduksi) seorang wanita (Adioetomo dan Samosir, 2010:74).

Teori mikroekonomi fertilitas rumah tangga menyatakan penentuan tingkat fertilitas keluarga adalah bentuk pilihan ekonomi yang rasional bagi keluarga dengan mengorbankan pilihan (barang) lain, dimana seandainya faktor-faktor lain dianggap tidak berubah atau konstan, maka jumlah anak yang diinginkan akan dipengaruhi secara langsung oleh pendapatan keluarga yang bersangkutan. Sebaliknya, jumlah anak yang diinginkan akan berhubungan secara negatif dengan harga relatif (biaya-biaya pemeliharaan) anak serta kuatnya keinginan untuk memiliki barang-barang lain (Todaro dan Smith, 2000:336-339).

Teori aliran kekayaan dari Cadwell menyatakan bahwa keputusan akan fertilitas dalam masyarakat adalah respon rasional secara ekonomi pada arus kekayaan suatu keluarga (Kaplan dan Bock, 2001). Masyarakat kaya akan memutuskan untuk memiliki anak sebanyak mungkin karena setiap tambahan anak dipercaya akan menambah kekayaan dari orang tua, keamanan di masa tua, dan kesejahteraan secara sosial maupun politik. Masyarakat miskin, secara rasional ekonomi akan memutuskan untuk tidak mempunyai anak atau memiliki anak dengan jumlah yang minimum sesuai dengan keinginan dari orang tua.

Kontrasepsi adalah obat atau alat untuk menunda atau menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Salah satu variabel yang secara langsung mempengaruhi angka kelahiran adalah penggunaan kontrasepsi. Tingkat pemakaian alat kontrasepsi mencerminkan keberhasilan program KB (Sumini dkk, 2009).

Davis dan Blake (1956) menyatakan umur saat memasuki hubungan seksual menjadi salah satu intermediate variabel yang menyebabkan adanya hubungan perkawinan, dimana umur saat memasuki

hubungan seksual merupakan suatu faktor yang dapat diatur. Hammad, dkk (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa penggunaan kontrasepsi moden pada umur lebih dari 30 tahun adalah negatif. Semakin muda umur perkawinan pertama seorang wanita, semakin banyak jumlah anak yang dimiliki (Asaduzzaman dan Hasinur, 2008).

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keinginan individu dan pasangan untuk menentukan jumlah anak. Bongaarts dan Judith (1996) mengatakan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan lebih sedikit anak yang memiliki tingkat bertahan hidup lebih tinggi, maka pendapatan lebih tinggi, dan lebih bisa berinvestasi dalam nutrisi dan pendidikan anak. Gustavo, dkk (2005) menyatakan pendidikan tinggi dapat menjadi cara mengendalikan fertilitas.

Keterlibatan wanita dalam pencarian nafkah dapat meningkatkan pendapatan rumah tangganya, yang pada rumah tangga miskin berfungsi sebagai “katup pengaman” untuk bertahan hidup. Sifat dan status pekerjaan wanita juga berpengaruh terhadap fertilitas. Wanita yang bekerja di luar rumah tangga, dengan jenis pekerjaan sebagai karyawan dan berstatus sebagai karyawan yang diupah cenderung memiliki anak sedikit (Siti Hadjar dkk, 1993).

Hasil SD K I 2007 menunjukkan dengan meningkatnya kekayaan, maka proporsi wanita kawin yang menggunakan kontrasepsi juga mengalami peningkatan. Nenik (2005) menyatakan bahwa semakin besar pendapatan rata-rata keluarga per bulan, maka probabilitas permintaan kontrasepsi juga semakin besar karena daya beli efektif terhadap jumlah kontrasepsi yang diminta akan semakin besar pula. Menurut Okech, et al (2011), ketiadaan sumber pendapatan akan menyebabkan penurunan penggunaan pelayanan family planning seperti alat kontrasepsi.

Fertilitas dan permintaan kontrasepsi mempunyai hubungan negatif, artinya PUS yang ingin memiliki sedikit anak, cenderung melakukan permintaan kontrasepsi lebih kontinyu (Nenik, 2005). Hartoyo, dkk (2011) dan Suandi (2010) menyatakan keikutsertaan program KB akan terjadi ketika jumlah anak yang lahir hidup melebihi atau sama dengan jumlah anak yang diinginkan keluarga. Alwin dan Ketut (2012) serta Palamuleni (2013) menyatakan jumlah anak merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam penggunaan kontrasepsi.

Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, hipotesis penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: (i) Umur perkawinan pertama, pendidikan WUS, status pekerjaan WUS, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup berpengaruh

simultan terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Denpasar Barat; (ii) Variabel umur perkawinan pertama berpengaruh negatif terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Denpasar Barat; dan (iii) Variabel pendidikan WUS, status pekerjaan WUS, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup berpengaruh positif terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Denpasar Barat.

DATA DAN METODOLOGI

Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif mengambil lokasi di Kecamatan Denpasar Barat karena akseptor KB di daerah ini adalah yang tertinggi di Kota Denpasar, namun penduduk yang belum menjadi akseptor KB tertinggi berada di Kecamatan Denpasar Barat. Obyek dalam penelitian ini adalah umur perkawinan pertama, pendidikan WUS, status pekerjaan WUS, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup di Kecamatan Denpasar Barat. Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur perkawinan pertama (X1), pendidikan WUS (X2), status pekerjaan WUS (D3), pendapatan rumah tangga (X4), dan jumlah anak masih hidup (X5), sementara variabel terikatnya adalah lama penggunaan alat kontrasepsi (Y). Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara responden dan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh WUS di Kecamatan Denpasar Barat, yaitu sebesar 72.998 orang (BPS, 2012). Sampel penelitian ini sebanyak 100 responden (dengan rumus Slovin) yang terbagi berdasarkan Desa/Kelurahan dengan metode pengumpulan data observasi, wawancara, dan wawancara mendalam terhadap responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, untuk mengetahui kelayakan model regresi dilakukan uji asumsi klasik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi regresi secara simultan (uji F), uji signifikansi koefisiensi regresi secara parsial (uji t), dan melihat nilai standardized coefficient (Beta) dari hasil regresi untuk mengetahui variabel yang berpengaruh dominan terhadap lama penggunaan kontrasepsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kecamatan Denpasar Barat adalah salah satu kecamatan di Kota Denpasar dengan luas wilayah hanya 24,13 km2 yang terbagi atas 11 Desa/

Kelurahan, yaitu Desa Padangsambian Klod, Desa Pemecutan Klod, Desa Dauh Puri Kauh, Desa Dauh Puri Klod, Kelurahan Dauh Puri, Desa Dauh Puri Kangin, Kelurahan Pemecutan, Desa Tegal Harum, Desa Tegal Kertha, Kelurahan Padangsambian, dan Desa Padangsambian Kaja. Jumlah penduduk pada akhir tahun 2012 di Kecamatan Denpasar Barat sebesar 242.100 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 10.062 jiwa per km2.

Distribusi WUS Berdasarkan Umur

Umur WUS yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dibagi berdasarkan kelompok umur. Umur WUS yang dimaksudkan dalam hal ini adalah umur WUS pada saat data dikumpulkan. Umur terendah dari seluruh responden adalah 21 tahun dan umur tertinggi dari seluruh responden adalah umur 49 tahun. Kelompok umur 20-24 sebanyak 7 persen, kelompok umur 25-29 sebanyak 14 persen, kelompok umur 30-34 sebanyak 22 persen, kelompok umur 35-39 sebanyak 12 persen, kelompok umur 4044 sebanyak 37 persen, dan kelompok umur 45-49 sebanyak 37 persen.

Distribusi WUS Berdasarkan Umur Perkawinan Pertama

Umur seorang WUS berkaitan dengan potensi reproduksi yang sesuai dengan waktu reproduksi sehat. Umur perkawinan pertama responden dalam penelitian ini tersebar dari umur menikah 16 tahun hingga 34 tahun. 34 orang memiliki umur perkawinan pertama pada saat berumur 16-20 tahun, 61 orang memiliki umur perkawinan pertama pada saat berumur 21-30 tahun, dan hanya 5 orang yang memiliki umur perkawinan pertama pada saat berumur 31-34 tahun. Umur perkawinan pertama WUS yang memiliki umur perkawinan pertama pada saat berumur di bawah 20 tahun sebagian besar merupakan wanita migran yang memiliki pendidikan hingga bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Siti Rohayati (32 tahun) menyatakan bahwa beliau menikah muda setelah lulus SMP karena orang tua. WUS yang umur perkawinan pertamanya di atas 30 tahun sebagian besar bekerja, sehingga mereka menikah pada usia yang beresiko.

Distribusi WUS Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat menghambat pernikahan pada usia muda. Responden dengan tingkat pendidikan tertinggi hingga SMA sebesar 57 persen dan responden berpendidikan lebih dari SMA sebanyak 43 persen. Responden dengan pendidikan tertinggi di tingkat SMA, masih ada yang

sedang menempuh bangku perguruan tinggi. Tingkat SMP sebanyak 13 persen, tingkat SMA sebanyak 44 persen, D1 sebesar 6 persen, D2 sebesar 4 persen, D3 sebesar 3 persen, S1 sebesar 26 persen, dan S2 sebesar 4 persen.

Distribusi WUS Berdasarkan Status Pekerjaan

Bekerja dapat menjadi alasan seseorang menggunakan kontrasepsi. Bekerja atau tidaknya seorang WUS yang menikah dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya mempengaruhi keadaan kehamilannya. Jika dilihat berdasarkan status pekerjaan, responden bekerja sebesar 68 persen dengan lapangan pekerjaan pedagang (13 persen), PNS (18 persen), wiraswasta (22 persen), dan pegawai swasta (15 persen). Sebanyak 32 persen responden tidak bekerja atau ibu rumah tangga.

Distribusi WUS Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga adalah sumber pendapatan untuk biaya hidup sehari-hari dalam suatu rumah tangga. Pendapatan dapat menjadi indikator tingkat kesejahteraan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pendapatan terendah sebesar Rp 800.000,00 dan tertinggi adalah sebesar Rp 10.000.000,00. Sebanyak 56 persen WUS memiliki pendapatan rumah tangga antara Rp 800.000,00 sampai dengan Rp 3.000.000,00. WUS dengan tingkat pendapatan rumah tangga di atas Rp 3.000.000,00 hingga Rp 10.000.000,00 sebesar 44 persen.

Distribusi WUS Berdasarkan Jumlah Anak

Jumlah anak mempengaruhi partisipasi WUS dalam penggunaan kontrasepi serta lama penggunaan kontrasepsi. Distribusi WUS berdasarkan jumlah anak menunjukkan bahwa 3 persen WUS belum mempunyai anak dengan alasan sibuk bekerja dan memang belum menginginkan anak. Sebanyak 37 persen responden memiliki 1 orang anak, 26 persen memiliki 2 orang anak, 3 orang anak sebesar 24 persen, dan jumlah anak 2 orang sebesar 10 persen. Bila melihat anjuran BKKBKN mengenai jumlah anak, yaitu 2 orang, sebanyak 63 persen dari WUS memiliki jumlah anak ideal namun masih menginginkan anak lagi.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 62 persen WUS menginginkan 2 orang anak, sementara 37 persen lainnya menginginkan anak lebih dari 2 orang, dan terdapat satu orang WUS yang menginginkan satu orang anak. Hasil wawancara

dengan Ni Ketut Leci (45 tahun) adalah sebagai berikut:

“Saya sebenarnya ingin punya anak minimal 2 orang, tapi bisa punya satu orang anak saja saya sudah bersyukur. Sudah 3 (tiga) kali keguguran setelah melahirkan anak pertama. Kata dokter, saya keguguran karena kelelahan.”

Distribusi WUS Berdasarkan Lamanya Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, responden yang menyatakan tidak menggunakan kontrasepsi, 36,36 persen adalah WUS yang termasuk dalam kelompok umur tua, dan sebanyak 63,64 persen adalah WUS yang termasuk dalam kelompok umur muda. Beberapa alasan yang dikemukakan antara lain, tidak nyaman jika menggunakan kontrasepsi, faktor umur yang masih muda, tidak ada jenis kontrasepsi yang cocok untuk digunakan, dan tidak ada izin dari suami, serta ada pula yang tidak diizinkan oleh keluarga (mertua) karena didorong untuk memiliki anak lebih banyak. Kamal (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa persetujuan suami dalam penggunaan kontrasepsi (family planning) adalah salah satu faktor penentu yang dapat meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi pada wanita.

Tabel 2. Distribusi WUS Berdasarkan Lama Penggunaan Kontrasepsi

Lama Penggunaan Kontrasepsi

Jumlah

Orang

Persentase

0 tahun

22

22

>0 s/d 5 tahun

38

38

>5 s/d 10 tahun

24

24

>10 s/d 15 tahun

3

3

>15 s/d 20 tahun

11

11

>20 tahun

2

2

Total

100

100

Sumber: Data primer diolah, 2014

Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan model regresi yang telah dibuat telah melalui pengujian asumsi klasik, maka pengujian hipotesis uji simultan, uji parsial, dan variabel dominan dapat diperoleh melalui uji regresi linear berganda. Adapun hasil regresi linear berganda yang diperoleh dapat dilihat sebagai berikut.

Y s(β) t R2


= -3,695 - 0,259 X1 + 0,481 X2 + 2,032 D3 + 0,824 X4 + 2,185 X5


=          (0,094)  (0,185)

=          (-2,759) (2,599)

= 0,584          df= 5,94

(0,896)     (0,182)

(2,267)     (4,531)

F=26,353


Pengaruh simultan antara variabel umur perkawinan pertama, pendidikan WUS, status pekerjaan WUS, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak terhadap lama penggunaan kontrasepsi

Hasil perhitungan (Fhitung=26,353 > Ftabel=2,31) menunjukkan variabel umur perkawinan pertama, pendidikan, status pekerjaan, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup berpengaruh simultan terhadap lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat. Koefisien determinasi (R2 = 0,584) mempunyai arti bahwa 58,4 persen variasi lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat dipengaruhi oleh variabel umur perkawinan pertama, pendidikan, status pekerjaan, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup, sedangkan sisanya 41,6 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dipergunakan dalam model regresi penelitian.

Jarak kelahiran (Alwin dan Ketut, 2012), persetujuan responden, kesepakatan dengan suami (Tawiah, 1997 dan Palamuleni, 2013), harga kontrasepsi, biaya pelayanan KB, biaya kebutuhan hidup anak (Nenik, 2005) adalah beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap partisipasi dalam kontrasepsi. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa responden menyatakan bahwa efek samping kontrasepsi pada kesehatan WUS mempengaruhi keikutsertaan dalam kontrasepsi. Hasil wawancara dengan Ni Wayan Kentriasih (45 tahun) yang sudah selama 17 tahun menggunakan kontrasepsi dan pernah mengalami efek samping pemakaian kontrasepsi menyatakan sebagai berikut:

“Saya sudah lama pakai KB, tetapi ganti-ganti, 2 tahun lalu sudah berhenti. Pernah pakai pil, IUD (spiral), dan KB suntik juga. Saat pakai kontrasepsi yang kurang cocok pernah merasakan haid tidak lancar, perut buncit, dan berat badan naik.”

Pengaruh umur perkawinan pertama terhadap lama penggunaan kontrasepsi

Umur perkawinan pertama menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan (tingkat signifikansi=0,007) terhadap lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat. Berdasarkan koefisien regresi dari umur perkawinan pertama terhadap lamanya penggunaan kontrasepsi diketahui sebesar -0,259, artinya semakin meningkat umur perkawinan pertama maka lama penggunaan kontrasepsi akan semakin rendah. WUS yang melakukan perkawinan di usia muda berpotensi mempunyai banyak anak, tetapi bila seseorang kawin pada umur yang sudah

(0,461)

(4,742)


tua maka potensi ingin mempunyai banyak anak akan kecil karena adanya resiko kehamilan (Ichwanudin dan Petrus, 2013).

Pengaruh pendidikan WUS terhadap lama penggunaan kontrasepsi

Variabel pendidikan menunjukkan pengaruh positif signifikan (tingkat signifikansi=0,011) terhadap lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat. Berdasarkan koefisien regresi dari pendidikan WUS terhadap lamanya penggunaan kontrasepsi diketahui sebesar 0,481, artinya apabila pendidikan (tahun sukses pendidikan) WUS naik 1 tahun dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, maka lama penggunaan kontrasepsi akan naik 0,481 tahun. Wanita yang tidak pernah sekolah dan tinggal di daerah padat penduduk cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi (Ushie et al., 2011). Tingginya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam program KB (Alwin dan Ketut, 2012). Putu Astari Hendrawati (21) menyatakan sebagai berikut:

“Pakai kontrasepsi ya untuk mengatur jarak kehamilan, tapi juga menunda dulu nambah anak. Saya juga masih kuliah. Repot kalau sekarang punya anak lagi, 1 anak saja sudah bingung siapa yang mau menjaga di rumah karena saya masih sibuk menyusun tugas akhir, suami juga kerja.”

Pengaruh status pekerjaan WUS terhadap lama penggunaan kontrasepsi

Variabel status pekerjaan WUS menunjukkan pengaruh positif signifikan (tingkat signifikansi 0,026) terhadap lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat. Berdasarkan koefisien regresi dari status pekerjaan WUS terhadap lama penggunaan kontrasepsi diketahui sebesar 2,032, artinya apabila status pekerjaan WUS adalah bekerja dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, maka WUS yang bekerja memiliki lama penggunaan kontrasepsi selama 2,032 tahun lebih panjang daripada WUS yang tidak bekerja. Okech et al. (2011) dan Palamuleni (2013) menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada WUS yang bekerja lebih banyak daripada penggunaan alat kontrasepsi pada WUS yang tidak bekerja. Cok Istri Ag. Diah (31 tahun) menyatakan bahwa dirinya menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan karena di tempat beliau bekerja dahulu tidak diperbolehkan hamil selama bekerja di tempat tersebut.

Pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap lama penggunaan kontrasepsi

Variabel pendapatan rumah tangga menunjukkan pengaruh positif signifikan (tingkat signifikansi 0,000) terhadap lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat. Berdasarkan koefisien regresi dari pendapatan rumah tangga terhadap lama penggunaan kontrasepsi diketahui sebesar 4,531, artinya apabila pendapatan rumah tangga naik sebesar Rp 1,00 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, maka lama penggunaan kontrasepsi akan naik sebesar 0,824 tahun. Ginting (2003), Alwin dan Ketut (2012) serta Okech, et al (2011) menyatakan bahwa pendapatan memiliki pengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi, dimana jika tidak ada pendapatan maka penggunaannya cenderung dihindari. Supriyati (25 tahun) menyatakan bahwa pengeluaran dalam satu bulan sudah cukup ketat sehingga beliau memutuskan untuk menggunakan jenis kontrasepsi pil yang biayanya jauh lebih murah.

Pengaruh jumlah anak masih hidup terhadap lama penggunaan kontrasepsi

Variabel jumlah anak masih hidup menunjukkan pengaruh positif signifikan (tingkat signifikansi 0,000) terhadap lama penggunaan kontrasepsi di Denpasar Barat. Berdasarkan koefisien regresi dari jumlah anak masih hidup terhadap lama penggunaan kontrasepsi diketahui sebesar 2,032, artinya semakin meningkat umur perkawinan pertama maka lama penggunaan kontrasepsi akan semakin rendah. Perkawinan di usia muda cenderung menempatkan WUS pada risiko dalam melahirkan. WUS yang menikah di usia tua cenderung tidak menggunakan kontrasepsi karena masa reproduksi yang baik yang telah terlewati tentu tidak akan kembali dan kemungkinan untuk memiliki keturunan akan berkurang (Davis dan Blake, 1956), sehingga cenderung tidak menggunakan kontrasepsi.

Pengaruh dominan variabel jumlah anak terhadap lama penggunaan kontrasepsi

Berdasarkan hasil regresi linear berganda, dapat diketahui bahwa standardized coefficient (Beta) variabel umur perkawinan pertama, pendidikan WUS, status pekerjaan WUS, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup masing-masing sebesar 0,197; 0,194; 0,155; 0,377; dan 0,381. Hasil tersebut menunjukkan di antara variabel bebas lainnya, variabel jumlah anak masih hidup merupakan variabel yang dominan mempengaruhi lama penggunaan kontrasepsi. Hartoyo, dkk (2011) menyatakan bahwa keikutsertaan keluarga dalam program KB akan terjadi ketika jumlah anak dalam

keluarga sesuai dengan persepsi jumlah anak ideal atau ketika jumlah anak lahir hidup melebihi atau sama dengan jumlah anak yang diinginkan keluarga.

SIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: variabel umur perkawinan pertama, pendidikan WUS, status pekerjaan WUS, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak masih hidup berpengaruh simultan dan signifikan terhadap lama penggunaan kontrasepsi pada WUS di Kecamatan D enpasar Barat; variabel umur perkawinan pertama berpengaruh negatif signifikan terhadap lama penggunaan kontrasepsi sementara variabel pendidikan WUS, status pekerjaan WUS, pendapatan rumah tangga, dan jumlah anak berpengaruh positif signifikan terhadap lama penggunaan kontrasepsi pada WUS di Denpasar Barat; dan variabel dominan yang mempengaruhi lamanya penggunaan kontrasepsi adalah jumlah anak masih hidup.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: perlunya tambahan pelajaran di sekolah-sekolah mengenai reproduksi sehat dan peningkatan program wajib belajar dari pemerintah supaya pendewasaan umur perkawinan dapat meningkat dan mengurangi masa reproduksi WUS serta BKKBN dapat melakukan ceramah atau seminar mengenai umur perkawinan pertama; selain itu BKKBN dan dinas terkait dapat melakukan sosialisasi mengenai alat kontrasepsi jangka panjang sehingga dapat menurunkan angka fertilitas.

REFERENSI

Alwin Tentrem Naluri dan Ketut Prasetyo. 2012. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Demografi Terhadap Keikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi. Swara Bhumi, 1 (2):1-7.

Asaduzzaman dan Hasinur Rahaman Khan. 2008. Factors Related to Childbearing in Bangladesh: A Generalized Linear Modeling Approach. BRAC University Journal, 5 (2) : 15-21.

Badan Pusat Statistik. Denpasar dalam Angka 2012. Denpasar. ______________. Denpasar Barat dalam Angka 2012.

Denpasar.

______________. Denpasar Barat dalam Angka 2013. Denpasar.

______________. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta

Becker, Gary S. 1960. An Economic Analysis of Fertility. dalam National Bureau of Economic Research (ed).

Demographic and Economic Change in Developed Countries. Columbia University Press.

Bongaarts, John dan Judith Bruce. 1998. Population Growth and Policy Options in the Developing World. Washington: International Food Policy Research Institute.

Davis, Kingsley dan Judith Blake. 1956. Social Structure and Fertility: An Analytic Framework. Economic Development and Cultural Change, 4 (3) : 211-235.

Ginting, Sabar. 2003. Pengaruh Partisipasi Masyarakat dalam Program KB Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Cinta Damai, Kecamatan Patumbak, Deli Serdang. Jurnal Pendidikan Science, 27 (3) : 62-69.

Gustavo Angeles, David K. Guilkey, dan Thomas A Mroz. 2005. The Effects of Education and Family Planning Program Fertility in Indonesia. Economic Development and Cultural Change, 54 (1) : 165-201.

Hammad Ali Qazi, Anjum Hashmi, Syed Amir Raza, J amil Ahmed Soomro, dan Aslam Ghauri. 2010. Contraceptive Methods and Factors Associated with Modern Contraceptive In Use. Journal of Family and Reproductive Health, 4 (1) : 41-46.

Hartoyo, Melly Latifah, dan Sri Rahayu Mulyani. 2011. Studi Nilai Anak, Jumlah Anak yang diinginkan, dan Keikutsertaan Orang Tua dalam Program KB. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 4 (1) : 37-45.

Kamal, Nashid. 2000. The Influence of Husbands on Contraceptive Use by Bangladesh Women. Heatlh Policy and Planning, 15 (1): 43-51.

Kaplan, H.S. dan J. Bock. 2001. Fertility Theory: Caldwell’s Theory of Intergenerational Wealth Flows. International Encyclopedia of the Social and Behavioural Sciences.

N enik W oyanti. 2005. Analisis F aktor-F aktor yang Mempengaruhi Permintaan Kontrasepsi di Kota Semarang. Dinamika Pembangunan, 2 (1) : 40-56.

Okech, Timothy C., Nelson W. Wawire. Tom K. Mburu. 2011. Contraceptive Use among Women Reproductive Age in Kenya’s City Slums. International Journal of Business and Social Science, 2 (1) : 22-43.

Palamuleni, Martin E. 2013. Socio-Economic and Demographic Factors Affecting Contraceptive Use in Malawi. African Journal of Reproductive Health, 17 (3) : 91-104.

Prihyugiarto dan Mujianto. 2009. “Kelangsungan Pemakaian Kontrasepsi” dalam Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi (ed.). Analisa Lanjut SDKI 2007: Kontribusi Pemakaian Alat Kontrasepsi Terhadap Fertilitas. Jakarta: BKKBN.

Siti Hadjar, Pudjiwati Sajogyo, dan Said Rusli. 1993. Pengaruh Kerja Nafkah Wanita Terhadap Fertilitas. Forum Pasca Sarjana, 16 (1) : 1-9.

Suandi. 2010. Hubungan Antara Karakteristik Rumah Tangga dengan Partisipasi dalam Keluarga Berencana di Provinsi Jambi: Analisis SDKI 2007. Piramida, 6 (2) : 54-64

Sumini, Yam’ah Tsalatsa, dan Wahyono Kuntohadi. 2009. “Kontribusi Pemakaian Alat Kontrasepsi Terhadap Fertilitas” dalam Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi (ed.). Analisa Lanjut SDKI 2007: Kontribusi Pemakaian Alat Kontrasepsi Terhadap Fertilitas. Jakarta: BKKBN.

Tawiah, E.O. 1997. Factors Affecting Contraceptive Use in Ghana. Journal Biosocial Science, 29 : 141-149.

Todaro, Michael dan Stephen Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.

161