Identifikasi Variabel Makro Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah
on
JEKT ♦ 7 [2] : 155 - 167
ISSN : 2301 - 8968
Identifikasi Variabel Makro Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah
Tri Wahyu R*)
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah telah menghadapi beberapa fase yang baik selama periode stabilisasi dan rehabilitasi (1967-1972), zaman keemasan minyak (1973-1982), periode guncangan eksternal I (19831986), era dari kenaikan ekspor non-migas (1987-1996), periode guncangan eksternal II (1997-1998), dan periode stabilisasi ekonomi pasca krisis (1999-2003). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah berdasarkan variabel-variabel makroekonomi yang diidentifikasi, terutama dalam hal pengeluaran dan untuk melihat jumlah tenaga kerja yang terserap dalam setiap bidang usaha. Data yang digunakan untuk aplikasi pemodelan adalah data sekunder dan time series tahunan dari tahun 1995 sampai 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel makroekonomi dalam hal pengeluaran (sektor riil) yang secara langsung berpengaruh terhadap produk domestic regional bruto Jawa Tengah, terdiri dari: konsumsi rumah tangga (C), konsumsi pemerintah (G), konsumsi swasta (I), ekspor (X). Sementara itu, impor berpengaruh secara tidak langsung terhadap produk domestik regional bruto Jawa Tengah. Ada juga enam (6) sektor usaha di Provinsi Jawa Tengah yang mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada setiap kenaikan output yang ditunjukkan dengan jumlah elastisitas kerja yang positif. Keenam sektor usaha tersebut antara lain: manufaktur; listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, persewaan & jasa perusahaan, dan jasa-jasa. Tapi, ada tiga sektor usaha yang elastisitas kerja negatif, itu berarti bahwa meskipun ouput yang dihasilkan meningkat, namun penyerapan terhadap tenaga kerja rendah (penurunan). Ketiga sektor usaha tersebut adalah: pertanian; pertambangan & penggalian; dan transportasi & komunikasi.
Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, sector bisnis, elastisitas, variabel makroekonomi, produkdomestik regional bruto
Identification of Macroeconomic Variables in Central Java Province
ABSTRACT
The economic growth of Central Java have been facing some good phases over the period of stabilization and rehabilitation (1967-1972), the golden age of oil (1973-1982), the period of external shocks I (1983-1986), the era of the rise of non-oil exports (1987-1996), the period of external shocks II (1997-1998), and the period of economic stabilization after crisis (1999-2003). Therefore, this study aimed to analyze the economic growth of Central Java Province based on the identified macroeconomic variables, especially in terms of spending and to see the amount of labor absorbed in every field of business. The data used for modeling the application is secondary data and annual time series from 1995 until 2011. The result of this study showed that macroeconomic variable in terms of spending (real sector) which directly affects regional gross domestic regional product of Central Java, consists of: household consumption (C), government consumption (G), private consumption (I), exports (X). Meanwhile, imports does not directly affect gross domestic regional product of Central Java. There are also six (6) business sectors in Central Java Province which are able to increase the absorption of labor every increase of its output that is showed by the number of positive working elasticity. These business sectors are: manufacturing; electricity, gas, and water supply; construction; trade, hotels and restaurants; finance, leasing & services companies, and services. But, there are three business sectors whose working elasticity is negative, it means that although the ouput generated increases, but its absorption towards labor is low (decrease). These three business sectors are: agriculture; mining & quarrying; and transportation & communication.
Keywords: economic growth, business sector, working elasticity, macroeconomic variable, gross domestic regional product
*). Email: triwahyu_r@yahoo.com
PENDAHULUAN
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III-2011 tumbuh sebesar 6,2 persen (yoy), meningkat dibanding triwulan II-2011 yang tercatat sebesar 6,0 persen. Dari sisi sektoral, tiga sektor utama PDRB Jawa Tengah tetap menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi, dengan sumbangan tertinggi bersumber dari sektor industri pengolahan. Ketiga sektor meliputi sektor petanian, industri pengolahan, dan perdagangan, hotel dan restoran, dengan memberikan sumbangan pertumbuhan tahunan sebesar 4,3 persen. Kuatnya permintaan domestik menjadi faktor pendorong kegiatan ekonomi pada triwulan III-2010.
Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah tangga tetap menjadi komponen terbesar penyumbang pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2011. Kegiatan konsumsi tersebut didukung oleh pertumbuhan investasi yang cukup tinggi yang mencapai 9,8 persen. Pada triwulan III-2011 konsumsi rumah tangga dan investasi masing-masing memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan tahunan sebesar 5,0 persen dan 1,8 persen. Sementara kegiatan sektor eksternal (termasuk perdagangan antar daerah) secara keseluruhan memberikan sumbangan net impor sebesar 5,2 persen (yoy), dengan pertumbuhan impor mencapai 21,3 persen (yoy).
Dari ketenagakerjaan, sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor pertanian. Selain sektor pertanian ada 4 sektor lainya yang juga tergolong besar dalam penyerapan tenagakerjanya yaitu berturut-turut sektor: perdagangan, hotel dan restoran ; industri pengolahan ; jasa-jasa ; dan bangunan. Jumlah angkatan kerja yang terserap untuk bekerja di semua sektor yang ada dari tahun 2008 hingga 2011 mengalami peningkatan.
Pertumbuhan Ekonomi Jateng cenderung meningkat (BPS, 2013), pada tahun 2012 di atas rata-rata nasional, dan berada di peringkat 4 (setelah Provinsi: Jawa Timur, Bali, DKI). Sedangkan besaran inflasinya cenderung fluktuatif, yang dipicu oleh fluktuasi harga komoditas pangan, pada tahun 2012 di bawah rata-rata nasional, dan di peringkat 2 (setelah Provinsi Jawa Barat).
Menurut BPS (2012) pada tahun 2008, penduduk yang bekerja sekitar 92,64 persen dari angkatan kerjanya, sedangkan pada tahun 2011 mencapai 94,07 persen. Artinya rasio penduduk bekerja di Jawa Tengah selama periode 2008 – 2011 sudah bagus atau bisa dikatakan bahwa tingkat penyerapan angkatan kerja di Jawa Tengah sudah baik.
Tantangan eksternal yang dapat mempengaruhi
kondisi ekonomi Jawa Tengah adalah kemungkinan resesi dunia akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Jepang secara bersama-sama. Seperti diketahui Amerika Serikat dan Jepang merupakan mitra dagang terbesar Jawa Tengah, yaitu mencapai 20 persen (Amerika Serikat) dan 10 persen (Jepang) dari total ekspor Jawa Tengah. Resesi yang terjadi di kedua negara tersebut dapat mengakibatkan menurunnya permintaan ekspor dari Jawa Tengah. Seperti yang terlihat pada Tabel 1 bahwa ekspor Jawa Tengah selama periode 2008 - 2011 mencapai sekitar 50 persen dari nilai PDRBnya.
Kebijakan pembangunan ekonomi Jawa Tengah adalah untuk mewujudkan perekonomian daerah yang berbasis pada ekonomi kerakyatan dan potensi unggulan daerah serta rekayasa teknologi. Adapun fokus kebijakannya meliputi (Dinperindag Jateng, 2013):
-
1) Meningkatkan peran UMKM dalam pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan berorientasi ekspor, pengembangan kewirausahaan untuk mendorong daya saing.
-
2) Meningkatkan struktur perekonomian daerah melalui pengembangan potensi dan produk unggulan daerah yang berorientasi ekspor dan memiliki daya saing.
-
3) Meningkatkan produktivitas pertanian dalam arti luas yang berorientasi pada sistem agribisnis dan agroindustri guna mempertahankan swasembada pangan dan ketahanan pangan daerah.
-
4) Meningkatkan kualitas produk sektor industri, perdagangan dan pariwisata melalui pemanfaatan teknologi, kelembagaan dan sarana prasarana pendukung.
Sebagaimana Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 terdiri dari kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis. Salah satu dari Kebijakan pengembangan kawasan strategis Provinsi Jawa Tengah yaitu: pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing. Sehingga menjadi penting untuk melakukan suatu kajian untuk mencari variabel makro ekonomi yang mempengaruhi perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Permasalahan yang dihadapi pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah bahwa sejak krisis perekonomian yang melanda dunia sekitar tahun 2008 (USA & Eropa), kondisi perekonomiannya belum mencapai stabilitas ekonomi makro yang merupakan prasyarat dalam rangka mencapai tujuan perekonomian. Indikator ekonomi makro seperti; tingkat pendapatan daerah,

Sumber : BPS Jawa Tengah, 2011.
konsumsi, inflasi, investasi serta kesempatan kerja belum benar-benar stabil seperti yang diharapkan.
Dalam jangka pendek, diperlukan kebijakan yang tepat untuk menstabilkan perekonomian agar berjalan pada arah yang tepat. Keseimbangan perekonomian jangka pendek dari sisi pasar barang & jasa atau sektor fiskal atau sektor riil, dipengaruhi oleh kebijakan fiskal.
Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi tidak saja merupakan usaha negara-negara yang relatif belum berkembang. Bagi negara maju, pembangunan ekonomi ditujukan untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan lagi pendapatan yang relatif sudah tinggi, serta meningkatkan kualitas hidup dan lingkungannya. Bagi negara berkembang pembangunan ekonomi dititikberatkan pada peningkatan produksi secara kualitatif (Todaro, 1987).
Negara yang berhasrat maju dalam perekonomiannya, tak terkecuali Indonesia, harus mampu memenuhi prasyarat-prasyarat dasar yang antara lain berupa pemilikan faktor-faktor ekonomi maupun fak-
tor non-ekonomi untuk memenuhi proses pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor dimaksud mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, wiraswasta, teknologi, kelembagaan sosial, kondisi politik dan nilai-nilai moral (Jhingan, 1983).
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi adalah pertumbuhan output riil suatu perekonomian sepanjang tahun. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) riil atau Produk Domestik Bruto (PDB) sepanj ang waktu atau peningkatan pendapatan perkapita sepanjang waktu. Ukuran yang terakhir tersebut menghubungkan peningkatan output total dengan perubahan jumlah penduduk. Bila output total hanya naik sedikit dibandingkan dengan kenaikkan jumlah penduduk, maka hanya terjadi sedikit peningkatan standar hidup rata-rata.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah salah satu dari empat tujuan utama kebijakan makro ekonomi. Pentingnya pertumbuhan ekonomi terletak pada sumbangannya terhadap kemakmuran
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Tengah 2008 – 2011 (Jutaan Rp)
Jenis Pengeluaran |
2008 |
2009 |
2010 |
2011 |
1. Konsumsi rumah Tangga |
107.408.919,20 |
113.231.168,43 |
120.240.863,37 |
128.163.294,35 |
2. Konsumsi Swasta Nirlaba |
2.412.375,88 |
2.591.352,69 |
2.588.890,53 |
2.664.803,00 |
3. Konsumsi Pemerintah |
20.591.411,13 |
22.126.685,32 |
22.808.503,35 |
24.575.146,15 |
4. Pembentukan modal tetap |
30.169.301,77 |
31.865.319,89 |
34.411.737,34 |
37.027.067,47 |
5. Perubahan stok |
9.376.129,41 |
5.192.342,54 |
-839.562,74 |
447.465,86 |
6. Ekspor Barang & Jasa |
87.343.789,19 |
83.443.695,15 |
92.821.759,84 |
99.498.934,75 |
7. Impor Barang & Jasa |
89.267.443,28 |
81.777.107,45 |
85.036.711,03 |
94.150.362,11 |
168.034.483,29 |
176.673.456,56 |
186.995.480,65 |
198.226.349,47 |
Sumber : PDRB Jawa Tengah, 2012
Tabel 2. Penduduk yang Bekerja di Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha (Jiwa)
Lapangan Usaha |
Tahun | |||
2008 |
2009 |
2010 |
2011 | |
Pertanian |
5697121 |
5864827 |
5616529 |
5376452 |
Pertambangan dan Penggalian |
133195 |
122572 |
117048 |
79440 |
Industri Pengolahan |
2703427 |
2656673 |
2815292 |
3046724 |
Listrik, Gas, dan Air Bersih |
21887 |
25425 |
19577 |
29152 |
Bangunan |
1006994 |
1028429 |
1046741 |
1097380 |
Perdagangan, Hotel, dan Restoran |
3254982 |
3462071 |
3388450 |
3402091 |
Pengangkutan dan Komunikasi |
715404 |
683675 |
664080 |
563144 |
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan |
167840 |
154739 |
179804 |
264681 |
Jasa-jasa |
1762808 |
1836971 |
1961926 |
2057071 |
Jumlah |
15463658 |
15835382 |
15809447 |
15916135 |
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, 2012
masyarakat secara umum. Pertumbuhan sangat diimginkan karena akan memungkinkan masyarakat mengkonsumsi barang dan jasa lebih banyak, dan juga menyumbang pada penyediaan barang-barang dan jasa-jasa sosial yang lebih besar (kesehatan, pendidikan dan sebagainya), sehingga meningkatkan standar kehidupan rill.
-
1) Model Pertumbuhan Solow-Swan
Teori pertumbuhan Solow-Swan, seperti halnya dengan model Harrod-Domar, memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dalam model neoklasik Solow-Swan dipergunakan suatu fungsi produksi yang lebih umum, yang bisa menampung berbagai kemungkinan substitusi antara kapital ( K ) dan tenaga kerja ( L ). Bentuk fungsi produksi ini adalah Y = f ( K,L ).
Syarat tercapainya pertumbuhan menurut Harrod-Domar adalah s(Y/K)=n+d, bahwa tabungan per unit kapital jumlahnya harus sama dengan tingkat pertumbuhan input tenaga kerja dan tingkat depresiasi. Sedangkan menurut teori pertumbuhan Solow-Swan, variabel-variabel yang ada dalam model
Harrod-Domar dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama sekali tidak berhubungan. Menurutnya rasio tabungan nasional terhadap output (s) ditentukan oleh keputusan menabung dari rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Sementara rasio output terhadap kapital (Y/K) ditentukan oleh faktor teknologi. Sedangkan tingkat pertumbuhan input tenaga kerja (n) dan tingkat depresiasi (d) ditentukan oleh pertimbangan yang betul-betul berbeda dengan tingkat kelahiran, kematian, migrasi dan tingkat dimana barang modal/ kapital rusak atau tidak berguna. (Gordon, Robert J., 1993)
Solow kemudian memperbaiki model Harrod-Domar dengan mengganti rasio kapital output dan labor output yang konstan dengan sesuatu yang representatif bagi kemajuan teknologi, yaitu dengan menggabungkan fungsi produksi per individu dengan persamaan tabungan-investasi:
-
Y/N = Af (K/N) ...................................(1)
dimana variabel produk per individu ditentukan oleh faktor autonomous (A) dan tingkat kapital per individu ( K / N ). Fungsi tabungan – investasi :
s(Y∕K) = n + d .......................................(2)
Kedua persamaan dikalikan dengan K dan dibagi dengan N, maka:
s(Y∕N) = (n + d)K∕N.....................................(3)
Berarti untuk bisa mencapai suatu pertumbuhan ekonomi syarat yang harus ada adalah tingkat tabungan nasional per individu harus sama dengan steady state investment per individu, yaitu jumlah investasi yang dibutuhkan untuk dapat melengkapi setiap penambahan populasi dengan jumlah kapital per individu yang sama seperti yang dimiliki populasi yang lain dan juga harus sama dengan sejumlah kapital yang dibutuhkan untuk mengganti barang modal yang rusak. Dengan kondisi inilah pertumbuhan ekonomi menurut teori pertumbuhan Solow-Swan dapat tercapai.
-
2) Proses Pertumbuhan Ekonomi
Ada empat hal yang melandasi model NeoKlasik: (1). Tenaga kerja (atau produk), L, tumbuh dengan laju tertentu, misalnya p per tahun; (2). Adanya fungsi produksi Q = F ( K, L ) yang berlaku bagi setiap produksi; (3). Adanya kecenderungan menabung (prospensity to save) oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi (s) tertentu dari output (Q0. Tabungan masyarakat S = sQ; bila Q naik S juga naik , dan turun bila Q turun; (4). Semua tabungan masyarakat diinvestasikan S = I = ∆K.
Ada dua masalah pokok yang saling berkaitan yamg perlu dipelajari mengenai proses pertumbuhan Neo-Klasik ini. Masalah yang pertama menyangkut pertanyaan : apakah proses tersebut akan membawa perekonomian pada suatu pola pertumbuhan tertentu dan bisa diramalkan, apakah proses tersebut berkelanjutan dan sama sekali tidak bisa diduga kemana akan membawa perekonomian. Dengan kata lain, apakah proses pertumbuhan tersebut akan membawa perekonomian pada posisi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium) atau tidak.
Masalah yang kedua menyangkut pertanyaan : Apabila memang ternyata proses semacam itu akhirnya membawa perekonomian pada posisi keseimbangan jangka panjangnya, apakah ciri-ciri utama posisi ini. Khususnya bisa dipertanyakan mengenai apa yang terjadi dengan output, kapital, tenaga kerja, tingkat upah, tingkat keuntungan, dan sebagainya pada posisi long run equilibrium ini. Jawaban bagi kedua masalah tersebut bisa menjadi landasan bagi ekonom dalam meramalkan apa yang akan terjadi dalam jangka panjang terhadap suatu perekonomian, apabila asumsi-asumsi dasar Neo-Klasik tersebut terpenuhi.
Ciri-ciri Keseimbangan
Apakah karakteristik dari posisi keseimbangan:
-
1) Kapital yang dipergunakan dalam proses produksi per pekerja adalah constant (k*) dan output per
pekerja atau output perkapita adalah juga constant (q*). Sehingga kapital – output ratio adalah juga constant (v*). Karena v*=k* / q*.
-
2) Laju pertumbuhan output, capital dan tenaga kerja. Pada posisi long run equilibrium laju pertumbuhan output bisa disimpulkan dari ciri bahwa output perkapita adalah constant dan penduduk tumbuh dengan p. Jadi singkatnya pada posisi ini Q, K, L tumbuh dengan laju yang sama. Dalam model Neo-Klasik, pertumbuhan Q dan K menyesuaikan diri dengan pertumbuhan penduduk. Tetapi pertumbuhan penduduklah yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi, semakin cepat pertumbuhan penduduk tumbuh, semakin cepat pula pertumbuhan ekonomi. Ini adalah suatu kesimpulan yang bertolak belakang dengan kesimpulan model Klasik maupum model Keynesian (Harrod-Domar).
-
3) Posisi keseimbangan model Solow-Swan bersifat “stabil”, dalam arti bahwa apabila kebetulan perekonomian tersebut tidak pa da posisi keseimbangan, maka akan ada kekuatan-kekuatan yang cenderung membawa kembali perekonomian tersebut pada posisi keseimbangan jangka panjangnya.
-
4) Tingkat konsumsi dan tingkat tabungan –investasi.
-
5) Imbalan yang diterima masing-masing faktor produksi ( K dan L ), lalu aspek distribusi pendapatan. Karena hanya ada dua macam faktor produksi, maka GDP ( = Q ) akan terbagi habis antara para pemilik kapital dan para pemilik faktor produksi tenaga kerja (buruh),
Q = rK + wL ………………………………….……….…. (4) Dimana r adalah tingkat keuntungan yang diterima per unit kapital, dan w adalah tingkat upah yang diterima oleh setiap orang/buruh. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa pada posisi keseimbangan jangka panjang baik r maupun w harus konstan yaitu setiap unit kapital menerima imbalan berupa keuntungan tertentu (r*) dan setiap pekerja menerima upah tertentu (w*), dan kedua imbalan ini tidak berubah dalam proses pertumbuhan selanjutnya.
-
6) Pertumbuhan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi yang diukur dalam satuan efisiensinya. Jadi adanya kemajuan teknologi tidak banyak mengubah syarat keseimbangan jangka panjang kecuali adanya koefisien t (laju kemajuan teknologi atau laju kenaikan produktivitas per tenaga kerja)
Ciri-ciri dari keseimbangan dengan kemajuan teknologi ini sedikit berbeda dengan kasus tanpa kemajuan teknologi. Perbedaannya yang dibuat antara
jumlah penduduk (L) dan jumlah tenaga kerja efektif (N). Pada posisi keseimbangan, kapital per tenaga kerja efektif adalah konstan (k**) dan output per tenaga kerja efektif adalah juga konstan (q**). Tetapi perhatikan bahwa kapital per kapita (per manusia) meningkat dengan laju t per tahun. Ini disebabkan karena laju pertumbuhan N adalah p + t. Tetapi L tumbuh hanya dengan laju p, sehingga K/L tumbuh dengan laju t, logika yang sama berlaku bagi Q/L. Secara ringkas dalam posisi keseimbangan dengan kemajuan teknologi:
Q = K = L = p + t …………………………………………… (5) dimana L = p, Q/L tumbuh dengan laju t, dan K/L tumbuh dengan laju t
Makna ekonomis dari kesimpulan-kesimpulan ini adalah bahwa posisi keseimbangan jangka panjang, output (GDP), dan demikian pula stok kapital (K), bisa tumbuh lebih cepat dari pertumbuhan penduduk, tergantung pada ada tidaknya kemajuan teknologi (t positif atau tidak). Teknologi merupakan kunci dari perbaikan GDP per kapita.
Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional atau produk nasional adalah istilah yang menerangkan tentang nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam suatu tahun tertentu. Dalam konsep pendapatan nasional dikenal istilah produk nasional bruto (PNB) dan produk domestik bruto (PDB). PNB yaitu seluruh produk yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara dalam suatu tahun tertentu, sedangkan PDB yaitu seluruh produk yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi baik milik warga negara maupun orang asing dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu. Semakin terbukanya situasi perekonomian dunia, maka konsep PDB lebih umum dipakai dalam penghitungan pendapatan nasional.
Keseimbangan pendapatan nasional terjadi ketika pengeluaran agregat (AE) sama dengan penawaran agregat atau AE = C + I + G + X – M. Selain itu, keseimbangan pendapatan nasional juga dapat dicari dengan pendekatan bocoran dan suntikan aliran dana dalam pendapatan nasional atau S + T + M = I + G + X.
Pasar Barang - Jasa dan Keseimbangannya
Pasar barang-jasa sering dikenal dengan sebutan sektor fiskal atau sektor riil yang juga dengan nama pendapatan nasional sisi pengeluaran. Pasar barang-jasa juga disebut sebagai sektor Keynesian, atau identitas pendapatan nasional, yaitu:
Y = C + I + G + X – M …………………………………… (6) Sektor fiskal atau pasar barang-jasa merupakan
salah satu dari dua sektor pembentuk permintaan agregat atau Aggregate demand (yang lain adalah sektor moneter).
Keseimbangan Pasar Barang dan Jasa dapat diketahui ketika besarnya variabel-variabel kebocoran sama dengan variabel-variabel suntikan. Keseimbangan di pasar barang dan jasa ditunjukkan dengan kurva IS (Investment – Saving), yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara perubahan pengeluaran agregat dan perubahan pendapatan nasional, dan dapat pula menerangkan hubungan antara suku bunga, pengeluaran agregat dan pendapatan nasional.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal akan mempengaruhi keseimbangan sektor fiskal (kurva IS), sehingga dengan kata lain kebijakan fiskal akan menggeser kurva IS. Kurva IS dapat bergeser karena adanya perubahan elemen kebijakan fiskal. Elemen kebijakan fiskal dapat berbentuk kebocoran atau injeksi. Elemen kebocoran terdiri dari: pajak (T), subsidi (F), impor (M), dan tabungan (S), sedangkan elemen injeksi, meliputi: investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), ekspor (X). Sifat kebijakan fiskal bisa bersifat longgar maupun ketat, dilihat dari dampak kebijakan fiskal terhadap pendapatan nasional.
Ciri Kebijakan Fiskal Longgar, yaitu:
-
1) Elemen injeksi (I, G, X) dinaikkan/ditambah, sehingga kurva injeksi bergeser ke kanan atas. Atau elemen kebocoran (S, T, M) diturunkan/dikurangi, maka kurva kebocoran akan bergeser ke kanan bawah.
-
2) Dampaknya terhadap Pendapatan Nasional (Y) naik, dan kurva IS akan bergeser ke kanan atas.
-
3) Perubahan elemen kebijakan sebesar ΔN dengan multiplier sebesar kN , maka :
ΔΥ = (kN) (ΔN) ………….………………………………... (7) ΔΥ = (α) (koefisien variabel N) (ΔN) …………..…... (8) Ciri Kebijakan Fiskal Ketat, yaitu:
-
1) Elemen injeksi (I, G, X) diturunkan/dikurangi, sehingga kurva injeksi bergeser ke kiri bawah. Atau elemen kebocoran (S, T, M) dinaikkan/ditambah, maka akan mendorong kurva kebocoran bergeser ke kiri atas.
-
2) Dampaknya terhadap Pendapatan Nasional (Y) akan turun, oleh karena itu akan ditunjukkan dengan kurva IS yang bergeser ke kiri bawah.
-
3) Perubahan elemen kebijakan sebesar ΔN, dengan multipliernya sebesar kN, maka:
ΔΥ = (kN) (ΔN) …………………………………………… (9)
ΔΥ = (α) (koefisien variabel N) (ΔN) ……………. (10)
Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terkait dengan ekonomi makro di Indonesia yang telah dilakukan, diantaranya Penelitian oleh Sritua Arif (1979), dengan judul “Model Ekonomi Makro Indonesia”. Variabel ekonomi makro yang digunakan untuk analisisnya yaitu : pengeluaran konsumsi sector swasta (C*), pengeluaran konsumsi sector pemerintah (C**), pengeluaran investasi sector swasta (I*), pengeluaran investasi sector pemerintah (I**), ekspor sector migas (Ep), ekspor sector non migas (E*), impor (M), penerimaan pajak (T), dan pembayaran jasa-jasa factor ke luar negeri (F). Model penelitiannya yaitu: Υd = Υ – T , dan Υ = f(C*, C**, I*, I**, Ep, E*,T, M, F). Hasil penelitiannya, bahwa marginal propensity to consume (MPC) Indonesia sebesar 0,55.
Penelitian lain oleh Imamudin Yuliadi (2001) , dengan judul “Analisis Makro Ekonomi Indonesia Pendekatan IS-LM”. Variabel ekonomi makro yang digunakan untuk analisisnya yaitu : pengeluaran konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), ekspor (X), impor (M), tingkat bunga (i), jumlah uang beredar (Ms), dan permintaan uang (Md). Model penelitiannya yaitu: Υ = f(C,I,G,X,M). Hasil penelitiannya, bahwa keseimbangan umum terjadi pada pendapatan nasional sebesar Rp 6.251.929 dan tingkat suku bunga sebesar 12,3%.
Dalam penelitian yang akan dilaksanakan, dilakukan analisis pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan variabel ekonomi makro yang telah teridentifikasi, terutama dari sisi pengeluaran. Dari pertumbuhan ekonomi akan dihitung seberapa besar kemampuan menyerap tenaga kerja di setiap sektornya, atau elastisitas pengerjaannya.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Untuk melakukan identifikasi variabel ekonomi makro yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa tengah, dalam penelitian ini mengacu pada kerangka pendapatan nasional dari sisi pengeluaran. Kerangka pendapatan nasional dari sisi pengeluaran, dimana ada hubungan linier antara pendapatan nasional dengan pengeluaran dari sektor/ pelaku ekonomi. Sehingga besarnya pendapatan nasional sangat dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran sektor/pelaku ekonomi tersebut.
Pendapatan daerah provinsi Jawa Tengah yang diamati yaitu dari pendapatan domestik regional bruto (PDRB), yang dilihat dari sisi pengeluarannya meliputi: konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi swasta, ekspor dan impor. Setelah diketahui peran masing-masing variabel ekonomi makro, untuk menjawab kemampuan perekonomian menyerap
tenaga kerja, maka akan dihitung tingkat elastisitas pengerjaan pada masing-masing sektor yang ada di provinsi Jawa Tengah.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini mendasarkan pada tujuan pertama yaitu identifikasi variabel ekonomi makro, maka diduga bahwa variabel ekonomi makro yang terdiri dari: pengeluaran masyarakat (C), pengeluaran pemerintah (G), pengeluaran investasi swasta (I), ekspor (X), dan impor (M), baik secara individu maupun bersama-sama akan berpengaruh terhadap besarnya pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Jawa Tengah.
DATA DAN METODOLOGI
Definisi Operasional Variabel
Masing-masing variabel ekonomi makro akan didefinisikan secara operasional sebagai berikut: 1) PDRB (Y) adalah besarnya PDRB Provinsi Jawa
Tengah yang dihitung dengan harga konstan tahun dasar 2000 mulai tahun 1995 s/d 2011, dalam satuan juta rupiah.
-
2) Konsumsi (C) adalah besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah yang dihitung dengan harga konstan tahun dasar 2000 mulai tahun 1995 s/d 2011, dalam satuan juta rupiah.
-
3) Investasi (I) adalah besarnya pengeluaran konsumsi swasta di Provinsi Jawa Tengah yang dihitung dengan harga konstan tahun dasar 2000 mulai tahun 1995 s/d 2011, dalam satuan juta rupiah.
-
4) Pengeluaran Pemerintah (G) adalah besarnya pengeluaran konsumsi pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dihitung dengan harga konstan tahun dasar 2000 mulai tahun 1995 s/d 2011, dalam satuan juta rupiah.
-
5) Ekspor (X) adalah besarnya nilai ekspor barang dan jasa Provinsi Jawa Tengah ke luar negeri yang dihitung dengan harga konstan tahun dasar 2000 mulai tahun 1995 s/d 2011, dalam satuan juta rupiah.
-
6) Impor (M) adalah besarnya nilai impor barang dan jasa Provinsi Jawa Tengah dari luar negeri yang dihitung dengan harga konstan tahun dasar 2000 mulai tahun 1995 s/d 2011, dalam satuan juta rupiah.
-
7) Tenaga kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja pada masing-masing sektor (menurut lapangan usaha) di Provinsi Jawa Tengah, dalam satuan jiwa.
Jenis Dan Sumber Data
Analisis dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Sumber data diperoleh dari berbagai institusi seperti Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan penelitian ini. Data yang digunakan untuk keperluan aplikasi model adalah data runtut waktu tahunan dari tahun 1995 sampai dengan 2011. Observasi pada kurun waktu tersebut, karena pada kondisi tersebut perekonomian Provinsi Jawa Tengah sudah sangat peka terhadap gejolak perekonomian baik domestik maupun internasional.
Regresi Linier Berganda
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang diestimasi menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square - OLS). Model penelitian ini adalah sebagai berikut :
Yt = α0 + α1Ct + α2It + α3Gt + α4Xt – α5Mt + ℮t
…………… (11)
Dimana : Yt adalah Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah; Ct adalah Pengeluaran konsumsi rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah; I.t adalah Pengeluaran konsumsi swasta di Provinsi Jawa Tengah; Gt adalah Pengeluaran konsumsi pemerintah Provinsi Jawa Tengah; Xt adalah Ekspor barang-jasa Provinsi Jawa Tengah ke luar negeri; Mt adalah Impor barang-jasa Provinsi Jawa Tengah dari luar negeri; α0 adalah konstanta; α1 …. α5 adalah koefisien masing-masing variabel bebas; et adalah error term.
Analisis Kesempatan Kerja
Untuk melihat seberapa besar kemampuan perekonomian mampu menyerap angkatan kerja yang tersedia, maka digunakan Elastisitas Pengerjaan untuk masing-masing sektor dalam perekonomian tersebut. Adapun rumusan untuk menghitung besarnya elastisitas pengerjaan adalah sebagai berikut:
-
—. i ∙ A <⅛ Δ Jumlah Orang Bekerj a
Elastisitas Pengerjaan (Ep) =-------------------
……..… (12)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor non-tradable. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan dan sektor bangunan. Di sektor tradable, pertumbuhan tertinggi pada sektor pertambangan meski sumbangan
ke pertumbuhan ekonomi relatif kecil. Sementara itu, dari tiga sektor utama ekonomi Jawa Tengah, sektor pertanian mengalami pertumbuhan tertinggi (8,0 persen). Sementara itu, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing tumbuh sebesar 5,2 persen dan 6,7 persen, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya (BI, 2012).
Dari sisi penggunaan, membaiknya kinerja ekspor dan pertumbuhan investasi yang tetap tinggi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III 2012. Pertumbuhan ekspor Jawa Tengah pada triwulan III 2012 tercatat 8,7 persen, meningkat dibanding triwulan sebelumnya (0,9 persen). Sejalan dengan membaiknya ekspor, impor barang juga menunjukkan peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, meski relatif masih rendah.
Sementara itu, kegiatan investasi yang tercermin pada Pembentukan Modal Domestik Bruto (PMTB) tetap dapat tumbuh tinggi, bahkan lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada truiwulan III 2012 yang terkait dengan faktor musim Puasa dan Lebaran tercatat relatif rendah (4,5 persen). Namun, konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III 2012 setelah ekspor (BI, 2012).
Dinamika Ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Tengah
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Tengah pada Agustus 2012 mengalami kenaikan dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2011. Secara tahunan, jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah pada Agustus 2012 naik sebesar 1,00 persen jika dibandingkan dengan posisi Agustus 2011 seiring dengan kenaikan jumlah orang bekerja sebesar 1,32 persen. Kondisi ketenagakerjaan yang positif tersebut diperkuat dengan tingkat pengangguran terbuka yang turun 0,30 persen menjadi 5,63 persen. Itu menggambarkan bahwa dari 100 orang terdapat kurang lebih 5 orang penganggur. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perekonomian di Jawa Tengah menunjukkan perkembangan yang positif.
Dari sektor utama Jawa Tengah menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja. Pada sektor pertanian, kenaikan penggunaan tenaga kerja terutama terjadi pada subsektor peternakan seiring dengan peningkatan kegiatan usaha dalam memenuhi permintaan masyarakat selama Puasa dan Lebaran.
Pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR). realisasi penggunaan tenaga kerjanya meningkat dari
Tabel 3. Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha (%,yoy) | ||||||||||
Lapangan Usaha |
2011 |
2012 | ||||||||
I |
II |
III |
IV |
Total |
I |
II |
III* |
IVP |
TotalP | |
Pertanian |
3,5 |
3,0 |
-4,3 |
3,7 |
1,3 |
-2,0 |
0,3 |
8.0 |
1,1 |
1,7 |
Pertambangan |
2,0 |
5,1 |
1,6 |
11,3 |
4,9 |
8,7 |
7,7 |
8,7 |
7,7 |
8,2 |
Industry |
7,2 |
6,2 |
6,4 |
7,2 |
6,7 |
8,1 |
6,5 |
5,2 |
4,3 |
6,0 |
Listrik |
4,9 |
4,1 |
3,1 |
5,1 |
4,3 |
7,6 |
6,2 |
7,1 |
5,9 |
6,7 |
Bangunan |
5,6 |
6,5 |
6,3 |
6,9 |
6,3 |
8,0 |
7,9 |
9,3 |
6,4 |
7,9 |
PHR |
7,8 |
8,0 |
7,8 |
6,5 |
7,5 |
7,5 |
8,8 |
6,7 |
9,3 |
8,1 |
Angkutan |
8,7 |
11,0 |
6,5 |
8,3 |
8,6 |
8,6 |
8,1 |
7,0 |
6,5 |
7,6 |
Keuangan |
4,8 |
7,6 |
6,4 |
7,6 |
6,6 |
8,6 |
9,8 |
11,4 |
11,5 |
10,3 |
Jasa |
8,2 |
6,8 |
9,8 |
5,5 |
7,5 |
9,4 |
9,3 |
3,5 |
9,6 |
7,9 |
PDRB |
6,5 |
6,3 |
4,9 |
6,4 |
6,0 |
6,1 |
6,3 |
6,5 |
6,2 |
6,3 |
Sumber : BI, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah, 2012. Ket : *) angka sementara, P) perkiraan Bank Indonesia
Tabel 4. Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Jenis Penggunaan (%, yoy)
Komponen Penggunaan |
2011 |
2012 | ||||||
I |
II |
III |
IV |
Total |
I |
II |
III* | |
Konsumsi RT |
6,5 |
7,1 |
7,0 |
5,7 |
6,6 |
5,8 |
4,7 |
4,5 |
Kons. Nirlaba |
-4,1 |
-3,8 |
6,9 |
13,5 |
2,9 |
9,5 |
7,9 |
6,0 |
Kons. Pem |
11,9 |
10,4 |
6,9 |
3,2 |
7,7 |
4,3 |
7,1 |
2,4 |
PMTB |
6,9 |
10,1 |
8,4 |
5,2 |
7,6 |
8,1 |
8,5 |
11,0 |
Perubahan Stok |
-4,7 |
-69,2 |
-169,5 |
-52,5 |
-152,1 |
30,9 |
209,0 |
-44,9 |
Ekspor |
-6,0 |
10,2 |
6,6 |
19,1 |
7,2 |
17,0 |
0,9 |
8,7 |
Impor |
-6,4 |
7,2 |
17,7 |
26,9 |
10,7 |
19,1 |
4,3 |
5,9 |
PDRB |
6,5 |
6,3 |
4,9 |
6,4 |
6,0 |
6,1 |
6,3 |
6,5 |
Sumber : BI, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah, 2012. Ket : *) angka sangat sementara.
Tabel 5. Perkembangan Tenaga Kerja Di Jawa Tengah (%)
Indikator |
2010 2011 2012 Febr Agust Febr Agust Febr Agust |
Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja Tingkat Partisipasi AK Tingkat Pengangguran Terbuka |
17,13 16,86 17,18 16,92 17,12 17,09 15,96 15,81 16,14 15,92 16,12 16,13 1,17 1,05 1,04 1,00 1,01 0,96 24,84 23,87 23,89 23,91 23,92 23,93 68,97 70,60 71,94 70,77 71,57 71,42 6,86 6,21 6,07 5,93 5,88 5,63 |
Sumber : BI, Kajian Ekonomi regional Provinsi Jawa Tengah, 2012.
6,94 persen pada triwulan II 2012 menjadi 7,75 persen di triwulan III 2012 (BI, 2012). Kondisi yang sama juga terjadi pada sektor industri pengolahan, bahwa kenaikan penggunaan tenaga kerja cukup signifikan yaitu dari 6,75 persen pada triwulan II 2012 menjadi 7,65 persen pada triwulan III 2012. Porsi penggunaan tenaga kerja di Jawa Tengah pada triwulan III 2012 masih didominasi oleh ketiga sektor utama, yaitu pertanian, PHR dan industri, masing-masing mencapai 31,37 persen, 21,39 persen, dan 20,46 persen (BI, 2012).
Identifikasi Variabel Ekonomi Makro
Dalam analisis data penelitian ini menggunakan regresi berganda dengan metode Ordinary Least
Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil. Metode OLS berusaha meminimalkan penyimpangan hasil perhitungan (regresi) terhadap kondisi aktual.
-
1) Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik
Untuk mendeteksi normalitas residual dilakukan dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirrnov (K-S). Diketahui bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirrnov adalah 0,405 dan signifikan pada 0,997 > 0,05. Sehingga dari hasil itu dapat disimpulkan bahwa data residual terdistribusi secara normal.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolin-earitas di dalam model penelitian ini, dengan melaku-
kan analisis terhadap matrik korelasi variabel-variabel bebas (independent variables). Besaran korelasi antar variabel bebas tidak tampak penyakit multikolineari-tas, dikarenakan korelasi antar variabel bebas cukup rendah ( < 0,8). Sehingga dapat dikatakan tidak terdapat penyakit multikolinearitas pada model ini.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya Heteroske-dastisitas, salah satunya dengan Uji Glejser. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 0.05. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan Run test. Hasil Run Test tampak bahwa nilai signifikansinya adalah sebesar 0,135 > 0,05 maka hipotesis nol (H0) diterima atau residual bersifat acak yang menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan autokorelasi pada model.
-
2) Analisis Regresi
Hasil estimasi model penelitian dengan bantuan program spss adalah sebagai berikut:
Υ = 17.760.282,803 + 1,645 C + 0,423 I – 0,710 G
– 1,333 X – 0,006 M..............................…… (13)
Ketepatan model regresi dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari “Goodness of Fit” nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t.
Diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,997, hal ini berarti 99,7 persen variasi variabel terikat dapat dijelaskan oleh variasi dari ke lima variabel bebas. Sedangkan sisanya sekitar 0,3 persen (100% - 99,7% = 0,3%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. Diketahui bahwa nilai adjusted R2 = 0,995 lebih kecil dari R2 = 0,997, yang berarti bahwa dengan semakin meningkat banyaknya variabel bebas, maka adjusted R2 meningkat dengan peningkatan yang lebih kecil dibandingkan dengan R2.
Uji signifikansi simultan (uji statistik F), diketahui bahwa diperoleh nilai F-hitung sebesar 632,632 lebih besar dari F-tabel 6,42, artinya Ho ditolak, maka secara bersama-sama atau keseluruhan variabel bebas (C, I, G, X, M) secara nyata mempengaruhi variabel terikat (PDRB).
Uji statistik t, pengujian dua sisi, maka nilai t-tabel (α=0,05) adalah sebesar ± 1,761. Dari lima variabel bebas, hanya variabel impor (M) yang tidak signifikan, dengan nilai t-hitung variabel impor (M)
= 0,048 jika dibandingkan dengan nilai t-tabel = ± 1,761 adalah berada pada area dimana Ho diterima, sehingga variabel impor tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel PDRB. Sedangkan untuk empat variabel bebas (Konsumsi RT, Investasi, Konsumsi Pemerintah, Ekspor), karena nilai t-hitung masing-masing variabel tersebut lebih besar dari nilai t-tabel yang besarnya ± 1,761. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel bebas: konsumsi rumah tangga, konsumsi swasta, konsumsi pemerintah, dan ekspor ke luar negeri secara individual dapat mempengaruhi variabel terikat PDRB Provinsi Jawa Tengah.
Hubungan yang positif terjadi antara PDRB dengan konsumsi rumah tangga dan investasi. Yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien regresi masing-masing sebesar : 1,645 (C), dan 0,423 (I). Itu menunjukkan bahwa apabila terjadi penambahan satu juta rupiah pada konsumsi (C) dan investasi (I) dengan asumsi variabel lainnya tetap, maka masing-masing variabel tersebut akan mempengaruhi PDRB dengan pertambahan berturut-turut sebesar 1,645 juta rupiah dan 0,423 juta rupiah. Jadi dengan adanya penambahan pada konsumsi (C) dan investasi (I) berarti juga akan ada penambahan PDRB.
Sebaliknya antara konsumsi pemerintah (G), ekspor (X), dan impor (M) terhadap PDRB masing-masing berhubungan negatif. Diketahui bahwa koefisien regresi masing-masing variabel tersebut sebesar: -0,710 (G), -1,333 (X), dan -0,006 (M), maksudnya apabila ada penambahan satu juta rupiah pada G, X, dan M dengan asumsi variabel lainnya tetap masing-masing akan berakibat penurunan PDRB sebesar 0,710 juta rupiah, 1,333 juta rupiah, dan 0,006 juta rupiah.
Berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025, Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam koridor ekonomi Jawa yang memiliki kegiatan ekonomi utama makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi, perkapalan, telematika, alutsista, dan Jabodetabek Area. Jawa Tengah sendiri memiliki kegiatan ekonomi utama untuk makanan-minuman, tekstil, dan transportasi jalan tol trans Jawa dan rel kereta api. Untuk kegiatan makanan-minuman dan tekstil pelaku utamanya adalah swasta sedangkan transportasi melibatkan pihak pemerintah, BUMN, dan swasta.
Mengingat Besarnya potensi UMKM di Jawa Tengah dibanding daerah lainnya menempatkan Jawa Tengah mempunyai posisi strategis bagi Indonesia meski beberapa tantangan masih dihadapi Jawa Tengah, antara lain kesiapan infrastruktur, birokrasi, energi
Tabel 6. |
PDRB Harga Konstan 2000 dan Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2011. | |||||||
Lap Ush |
2008 |
2009 PDRB*) |
TK**) |
2010 PDRB*) |
TK**) |
2011 PDRB*) |
TK**) | |
PDRB*) |
TK**) | |||||||
1 |
33.484 |
5.697 |
34.949 |
5.865 |
34.956 |
5.617 |
35.421 |
5.376 |
2 |
1.851 |
133 |
1.953 |
123 |
2.091 |
117 |
2.194 |
79 |
3 |
53.159 |
2.703 |
54.138 |
2.657 |
61.390 |
2.815 |
65.529 |
3.047 |
4 |
1.405 |
22 |
1.483 |
25 |
1.615 |
20 |
1.684 |
29 |
5 |
9.648 |
1.007 |
10.301 |
1.028 |
11.015 |
1.047 |
11.713 |
1.097 |
6 |
35.626 |
3.255 |
37.766 |
3.462 |
40.055 |
3.388 |
43.072 |
3.402 |
7 |
8.658 |
715 |
9.260 |
684 |
9.806 |
664 |
10.645 |
563 |
8 |
6.218 |
168 |
6.702 |
155 |
7.038 |
180 |
7.504 |
265 |
9 |
17.742 |
1.763 |
19.134 |
1.837 |
19.030 |
1.962 |
20.464 |
2.057 |
Jml |
167.790 |
15.464 |
175.685 |
15.835 |
186.996 |
15.809 |
198.226 |
15.916 |
Sumber : BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, 2012 . Keterangan :
*) satuan milyar rupiah **) satuan ribu orang |
Tabel 7. Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah dan Jumlah Penduduk Υang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Selama Periode 2008 – 2011 (%)
Lapangan Usaha |
Pertumbuhan 2008 – 2011 (%) | |
PDRB |
Penduduk Yg Bekerja | |
Pertanian |
0,019 |
-0,019 |
Pertambangan & Penggalian |
0,058 |
-0,158 |
Industri Pengolahan |
0,072 |
0,041 |
Listrik, Gas & Air Minum |
0,062 |
0,100 |
Bangunan |
0,067 |
0,029 |
Perdagangan, Hotel & Restoran |
0,065 |
0,015 |
Angkutan dan Komunikasi |
0,071 |
-0,077 |
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan |
0,065 |
0,164 |
Jasa-Jasa |
0,049 |
0,053 |
Sumber : Tabel 6.
yang belum efisien dan masalah perijinan usaha. Untuk mengembangkan kegiatan ekonomi ini dibutuhkan infrastruktur pendukung yaitu jalan, pelabuhan, power dan energy, dan infrastruktur lainnya. Selain itu, menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 terdiri dari kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis. Oleh karena itu untuk melaksanakan MP3EI dan Perda No.6 Tahun 2010, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu melakukan peningkatan konsumsinya (G) yang pada periode penelitian ini adalah untuk penyediaan infrastruktur dengan biaya yang besar, sehingga berdampak pada penurunan PDRB Jawa Tengah.
Selain itu, infrastruktur baik darat, udara dan laut yang belum terintegrated dengan infrastruktur negara-negara ASEAN. Sehingga menyebabkan ekspor
yang dilakukan justru mengakibatkan turunnya PDRB Jawa Tengah. Oleh karena itu ada sejumlah strategi bagi Jawa Tengah untuk mengambil peluang diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Strategi yang bisa dilakukan Jawa Tengah adalah pengelolaan sumber daya umum di bidang pertanian, industri dan pariwisata. Selain itu sumber daya yang juga penting adalah perangkat lunak baik tentang keterampilan SDM, entrepreneurship, dan pengembangan teknologi. Semua sumber daya tersebut perlu dikembangkan melalui model sistem inovasi daerah, baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Elastisitas Pengerjaan
Elastisitas pengerjaan adalah besaran yang memperkirakan berapa orang dari angkatan kerja yang dapat diserap apabila PDRB mengalami kenaikkan. Melihat Tabel 6, tampak bahwa ada empat (4) lapang-
Tabel 8. Elastisitas Pengerjaan Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2011
Lapangan Usaha |
2009 |
2010 |
2011 |
Pertanian |
0,673 |
(216,987) |
(3,209) |
Pertambangan & Penggalian |
(1,452) |
(0,636) |
(6,542) |
Industri Pengolahan |
(0,939) |
0,446 |
1,219 |
Listrik, Gas & Air Minum |
2,912 |
(2,579) |
11,387 |
Bangunan |
0,314 |
0,257 |
0,764 |
Perdagangan, Hotel & Restoran |
1,059 |
(0,351) |
0,053 |
Angkutan dan Komunikasi |
(0,637) |
(0,487) |
(1,775) |
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan |
(1,004) |
3,225 |
7,136 |
Jasa-Jasa |
0,536 |
(12,477) |
0,643 |
Rata-rata |
0,162 |
(25,510) |
1,075 |
Sumber : Tabel 6.
an usaha yang mendominasi perekonomian Jawa Tengah selama periode 2008 – 2011 yaitu: Industri Pengolahan, Perdagangan, hotel & restoran, Pertanian, dan Jasa-jasa. Ke empat lapangan usaha tersebut selain nilai produksinya besar juga daya serap terhadap angkatan kerja juga besar dibandingkan dengan lapangan usaha yang lainnya.
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa pertumbuhan selama periode 2008 – 2011 untuk PDRB secara sektoral selalu naik (positif). Berbeda dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang bekerja secara sektoral pada periode 2008 – 2011, ada 3 sektor yang pertumbuhan jumlah penduduk yang bekerja mengalami penurunan yaitu: sektor pertanian, sektor pertambangan & penggalian, dan sektor angkutan & komunikasi.
Penurunan jumlah penduduk yang bekerja khususnya pada ketiga sektor tersebut dikarenakan adanya pergeseran penduduk yang bekerja pada sektor-sektor yang ada. Hal itu disebabkan karena jumlah penduduk yang bekerja selama periode 2010 – 2012 mengalami kenaikan, sedangkan jumlah pengangguran terbuka mengalami penurunan (lihat Tabel 5).
Secara riil selama periode 2008-2011 nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah selalu meningkat. Υang menarik pada tahun 2010 dimana PDRB naik, namun justru penyerapan tenaga kerja turun. Hal itu terlihat pada Tabel 8 dengan rata-rata elastisitas pengerjaan di tahun 2010 juga negatif sebesar 25,510. Artinya bahwa pada tahun 2010 ketika PDRB naik 1 persen justru penyerapan tenaga kerja turun sekitar 25,510 persen.
Selama periode 2009 – 2011 tingkat penyerapan tenaga kerja mengalami fluktuasi. Ketika ada kenaikan produksi sebesar 10 persen, maka akan terjadi tambahan penyerapan tenaga kerja sebesar 1,62 persen (2009) dan 10,75 persen (2011), sedangkan tahun 2010 penyerapan tenaga kerja akan turun sekitar 255,10 persen.
Lapangan usaha yang selalu positif besaran elastisitas pengerjaannya adalah sektor bangunan, sedangkan yang selalu negatif adalah sektor pertambangan & penggalian, dan angkutan & komunikasi. Pada tahun 2011, lapangan usaha yang tingkat penyerapan tenaga kerjanya naik ketika PDRBnya naik 10 persen, yaitu: keuangan, persewaan & Jasa perusahaan (71,36 persen), dan industri pengolahan (12,19 persen).
SIMPULAN
Variabel ekonomi makro dari sisi sektor riil yang teridentifikasi berpengaruh terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah, terdiri dari : konsumsi rumah tangga (C), konsumsi pemerintah (G), konsumsi swasta (I), ekspor ke luar negeri (X), dan impor ke luar negeri (M).
Ada enam (6) lapangan usaha di Provinsi Jawa Tengah yang angka elastisitas pengerjaannya positif, yaitu: industri pengolahan; listrik, gas & air minum; bangunan; perdagangan, hotel & restoran; keuangan, persewaan & jasa perusahaan, serta jasa-jasa. Sedangkan tiga lapangan usaha yang angka elastisitas pengerjaannya negatif, adalah: pertanian; pertambangan & penggalian; serta angkutan & komunikasi.
SARAN
Untuk meningkatkan PDRB Provinsi Jawa Tengah dengan melalui variabel-variabel ekonomi makro yang sudah teridentifikasi berpengaruh, supaya ekspektasi dan optimisme konsumen terhadap perekonomian tetap terjaga, maka inflasi harus dikendalikan supaya relatif tetap jangan sampai naik. Untuk meningkatkan konsumsi pemerintah, maka harus diupayakan realisasi proyek-proyek yang telah direncanakan jangan sampai gagal, serta dibuat sistem rekrutmen CPNS yang lebih efisien. Pengeluaran investasi swasta
juga harus didorong meningkat dengan merealisasikan proyek-proyek infrastruktur yang dikelola oleh swasta. Selain perbaikan atas stabilnya kondisi dunia usaha juga membuat terintegrasinya infrastruktur di Jawa Tengah dengan infrastruktur mitra dagangnya di luar negeri, sehingga ekspor dan impor akan tumbuh stabil. Agar semua lapangan usaha memiliki daya serap terhadap tenaga kerja yang meningkat, maka perlu diupayakan adanya pertumbuhan pada masing-masing lapangan usaha yang tidak hanya dipicu karena siklus musiman, seperti: musim tanam, dan musim puasa & lebaran.
REFERENSI
Booth, AE, 1987, Perkembangan Angkatan Kerja Pertanian di Jawa dan Luar Jawa: Perbandingan dan Implikasinya, Prisma, 18(5).
Dornbusch R dan S. Fischer, 2004, Macroeconomics, Mc Graw-Hill, New Υork.
Dumairy, 1997, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta.
Gordon, J Robert, 1993, Macroeconomics, Pearson International Edition, New Υork.
Gujarati, Damodar N, 1995, Basic Econometrics, McGraw-Hill Inc, New Υork.
Jhingan, 1983, Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kartini Kartono, 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, CV Mandar Maju, Bandung.
Lincolin Arsyad, 1990, Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Jogjakarta.
Mudrajat Kuncoro, 2000, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan, BPFE-UGM, Jogjakarta.
Sadono Sukirno, 2004, Makro Ekonomi Teori Pengantar, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.
Todaro, MP, 1987, Economic Development in The Third World, third edition, longman Inc, New Υork.
167
Discussion and feedback