Kontribusi Pelaksanaan Ritual Hindu Terhadap Kesempatan Kerja Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kabupaten Badung Provinsi Bali (Studi Kasus Mlaspas Dan Ngenteg Linggih Di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal)
on
JEKT ♦ 7 [2] : 145 - 154
ISSN : 2301 - 8968
Kontribusi Pelaksanaan Ritual Hindu Terhadap Kesempatan Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Badung Provinsi Bali (Studi Kasus Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal)
Ni Nyoman Sunariani*)
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Nasional
Made Sukarsa
Made Kembar Sri Budhi
AAIN. Marhaeni
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manfaat pelaksanaan ritual Agama Hindu dari perspektif sosial, budaya dan ekonomi, mengetahui besarnya Multiplier effect pengeluaran ritual, besarnya tambahan pendapatan pemasok bahan ritual, dan menganalisis pengaruh pelaksanaan pengeluaran ritual terhadap kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung melalui kesempatan kerja di Bali. Penelitian studi kasus pelaksanaan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Desa Abiansemal adalah untuk membantah fenomena yang berkembang di masyarakat bahwa pelaksanaan ritual umat Hindu di Bali yang tidak efektif dan tidak efisien. Sasaran sampel adalah kepala keluarga pengempon pura dan pemasok bahan ritual. Pengumpulan data primer berdasarkan data cross-section melalui quisioner, in-depth interviews pada informan kunci, dan triangulasi. Metode analisis deskriptif dan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria goodness-of-Fit yang dipergunakan dalam analisis Structural Equation Model (SEM) dan hubungan kausal antar variable laten diuji dengan menggunakan uji signifikan secara statistika. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan ritual selain berfungsi religious juga berimplikasi positif terhadap sosial, budaya, dan ekonomi. Pelaksanaan pengeluaran ritual Agama Hindu memiliki multiplier effect sebesar 2,37 dapat meningkatkan pendapatan pemasok bahan ritual sebesar 72,06 persen. Dan pelaksanaan ritual berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung melalui kesempatan kerja sebagai stimulus dan akselerasi pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali.
Kata kunci: pelaksanaan ritual, multiplier effect, kesempatan kerja, kesejahteraan masyarakat
ABSTRACT
The Contribution Of Ritual Performance To Employment Opportunities And Community Welfare In The Badung Regency Bali Province
(A Case Study Of Mlaspas And Ngenteg Linggih At The Pasek Preteka Temple Abiansemal Village)
The aim of this research is to know the benefits of rituals Hinduism religion from the social, cultural, and economic perspective, the magnitude of multiplier effects; increasing income and the influence of rituals on the community welfare either directly or indirectly through employment opportunities in Bali. Research case study the ritual Mlaspas and Ngenteg Linggih in the village of Abiansemal is to refute the phenomenon that develops in society that of rituals Hinduism in Bali that ineffective and inefficient. Sample is the family head temple and suppliers material ritual. Collecting cross-sectional primary data through in-depth interviews with key and expert informants and triangulation. Descriptive analysis method of analysis and techniques used in this research is goodness-of-fit criteria which used in the analysis of structural equation a modelling (SEM) and
a causal relation between of variable latent tested by using significant test in statistika. Next the result showed that the implementation of ritual besides well-functioned religious also a positive impact on social, culture, and the economy. Ritualistic Hinduism has a multiplier effect of 2.37, thus increasing the additional revenue of suppliers amounting to 72.06 percent. And Implementation of rituals had positive and significant impact on the welfare of the people, either directly or indirectly through employment opportunities as a stimulus and acceleration of economic growth to improve the welfare of people Abiansemal sub-district in particular, and Bali in general.
Keywords : implementation of the ritual, the multiplier effect, employment opportunities, community welfare
PENDAHULUAN
Pembangunan daerah Bali adalah pembangunan yang berwawasan budaya dan adat istiadat dan bertumpu pada konsep Tri Hita Karana yang dijiwai oleh Agama Hindu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyeimbangkan tujuan pembangunan ekonomi, pelestarian kebudayaan, dan lingkungan hidup (Sukardja, 2012). Kehidupan masyarakat Bali mengalami perubahaan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern dan postmodern. Perubahan tersebut berpengaruh pada pola produksi, pola distribusi, dan pola konsumsi rumah tangga antara lain pengeluaran upacara (ritual) Agama Hindu. Variabel pengeluaran tersebut Geriya (2000), dipengaruhi oleh dimensi ruang, waktu, dan tempat. Ketiga dimensi ini dapat mempengaruhi perubahan ekonomi, sosial, dan kebudayaan Bali Pola konsumsi rumah tangga mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan.
Struktur perekonomian Bali, melihat keunggulan kompetitif pada sektor pariwisata sebagai leading sector memiliki karakteristik yang unik, mengakibatkan kelompok perekonomian sektor tersier menjadi lebih dominan dibandingkan dengan sektor primer dan sekunder. Terjadinya transformasi struktur ekonomi dari perekonomian primer ke sektor tersier, ini berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2010, kontribusi sektor pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja dari tahun 1971-2010 cukup tinggi dari 22,2 persen menjadi 43,8 persen sehingga pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2010 lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Nasional. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung tahun 2010 sebesar 6,48 persen lebih tinggi tahun 2009 sebesar 6,39 persen seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka kesempatan kerjapun meningkat dari sebesar 95,42 persen tahun 2007 naik menjadi sebesar 98,75 persen
tahun 2010 (BPS Provinsi Bali, 2011; Bendesa, 2012)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti oleh perluasan kesempatan kerja yang akhirnya akan bermuara pada peningkatan pendapatan masyarakat Pembangunan daerah Badung mampu meningkatkan pendapatan masyarakatnya dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencapai peringkat 2 tingkat Provinsi tahun 2010. Ernest Engel mengemukakan bahwa semakin tinggi pengeluaran rumah tangga dapat mengindikasikan semakin sejahtera masyarakatnya. Berdasarkan Hukum Engel, bahwa penduduk Kabupaten Badung dapat dikatakan relatif sejahtera. Fisher (1939) mengatakan bahwa saat perekonomian tumbuh, produksi mulai beralih dari sektor primer (pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan) ke sektor sekunder (industria dan konstruksi) dan sektor tersier (jasa-jasa) dalam (Bendesa, 2013).
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 Provinsi Bali, pengeluaran upacara adat dan agama di Bali 2010 sebesar 8,38 persen lebih kecil jika dibandingkan tahun 2009 sebesar 9,78 persen karena tahun 2009 di Bali diselenggarakannya upacara Karya Agung Panca Balikrama di Pura Besakih dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp 2,2 miliyar dan pengeluaran upacara kabupaten/kota di seluruh Bali Selanjutnya, Kabupaten Badung 2010 pengeluaran upacara adat dan agama 5,41 persen turun dari tahun 2006 adalah 10,61 persen.
Sukarsa (2005), mengatakan bahwa pengeluaran upacara adat dan agama dari tahun 1993-2001 berkisar 4,99 persen sampai 6,18 persen pada waktu yang sama. Pengeluaran ritual termasuk pengeluaran konsumsi masyarakat Hindu di Bali tahun 2002 dengan rasio 10,42 persen dari pendapatan rumah tangga, terdiri atas pengeluaran untuk dewa yadnya dan butha yadnya, namun pengeluaran untuk rsi yadnya, pitra yadnya, dan manusa yadnya dalam penelitian ini tidak diperoleh sehingga kecilnya rasio pengeluaran ritual terhadap pendapatan di atas sangat wajar. Wijayananda (2005), esensi pelaksanaan ritual merupakan persembahan suci yang tulus iklas
berdasarkan kepercayaan dan keyakinan secara turun temurun kewajiban membayar hutang Tri Rna terdiri atas Dewa Rna, Rsi Rna, dan Pitra Rna. Kehidupan masyarakat Bali merupakan masyarakat yang religius karena intensitas pelaksanaan ritual Agama Hindu. Intensitas pelaksanaan ritual mengakibatkan transaksional bahan-bahan ritual.
Fenomena yang berkembang di masyarakat menurut Yupardhi (2012) bahwa pelaksanaan ritual Agama Hindu di satu sisi cenderung menghabiskan biaya besar dan waktu yang tidak sedikit (komersialisasi). Penelitian studi kasus pelaksanaan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal Kabupaten Badung adalah untuk membantah fenomena yang berkembang di masyarakat saat ini. Alasan bahwa di Desa Abiansemal masih kuat tradisi gotong royong dalam aktivitas adat istiadat dan Agama Hindu. Sarana prasarana ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih dibuat secara gotong royong (ngayah) dilakukan masyarakat pengempon Pura Pasek Preteka di Desa Abiansemal. Rumusan masalah penelitian ini, yakni bagaimana manfaat sosial, budaya, dan ekonomi dengan dilaksanakan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Desa Abiansemal?; berapa besarnya Multiplier Effect pengeluaran ritual?; berapa besarnya tambahan pendapatan pemasok bahan ritual?; bagaimana pengaruh pelaksanaan ritual terhadap kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung melalui kesempatan kerja pada Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Desa Abiansemal?
Pengeluaran Konsumsi
Keynes (1936), mengambarkan pengeluaran konsumsi selalu dihubungkan dengan pendapatan artinya pengeluaran konsumsi meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan. Keynes menggambarkan hubungan pola pengeluaran konsumsi berbanding lurus dengan pendapatan Keseimbangan makroekonomi secara tidak langsung memberikan gambaran mengenai kesempatan kerja dan pengangguran yang terwujud dalam perekonomian. Teori klasik berkeyakinan perekonomian selalu mencapai kesempatan kerja penuh (Gordon, 2000; Mankiw, 2007; Sukirno, 2008).
H ipotesis yang me mpe ngaruhi konsumsi dikemukakan oleh beberapa peneliti seperti, Friedman (1957), mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan permanen sedangkan Hall mengkombinasikan pendapatan permanen dengan asumsi bahwa konsumen mempunyai ekspektasi rasional terhadap pendapatan masa depan (Mankiw, 2007). Duesenberry (1949), mengatakan bahwa
pengeluaran konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan relatif yang diterima saat ini. Modigliani (1963) mengatakan bahwa konsumsi seseorang dipengaruhi oleh pendapatan siklus hidup dalam (Denburg,1976) Selanjutnya untuk memperkuat hasil penelitian Yan Wang (1995) di China, Malucio, et al. (1999) di Afrika Selatan, Narayan, et al (1999) di Tanzania, dan Suriastini (2010) di Bali bahwa pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan permanen Sukarsa (2005) di Bali mengatakan bahwa pengeluaran umat Hindu dipengaruhi oleh pendapatan relatif dan pendapatan siklus hidup.
Max Weber (1930) dan Bourdieu (1977) mengatakan bahwa aktivitas agama mempunyai pengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan aktivitas lain. Selanjutnya untuk memperkuat hasil penelitian Wijaya (2012) mengatakan bahwa diselenggarakannya upacara Karya Agung Panca Balikrama di Pura Besakih berimplikasi positif terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi sekitar masyarakat Besakih khususnya, dan Bali umumnya. Choi (2004) di Los Angeles Amerik dan Ellison et al. (1994) di Amerika mengatakan bahwa aktivitas gereja dapat membangun net working dan inkubator bisnis.
Multiplier Effect
Konsep Multiplier Effect Keynes bahwa apabila pengeluaran konsumsi masyarakat semakin besar menyebabkan pendapatan masyarakat bertambah sebanyak multiplier effect kali jumlah pengeluaran konsumsi masyarakat atau multiplier effect lebih tinggi pada saat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi Angka multiplier effect (kc) konsumsi adalah perubahan pendapatan terhadap perubahan konsumsi yang diproksikan dengan perubahan autonomons consumption/konsumsi ketika pendapatan nol, dengan formula menurut Samuelson (2004) dan Mankiw (2007) dengan formula:
∆Y 1
kc = = ...................................................(1)
Dalam penelitian ini mendudkung konsep multiplier effect pengeluaran konsumsi ritual dapat dinyatakan bahwa perubahan pengeluaran konsumsi ritual (ΔC) dapat menciptakan kesempatan kerja yang pada akhirnya mengakibatkan perubahan pendapatan pemasok bahan ritual (ΔΥo) menghasilkan angka pengganda konsumsi (Consumption multiplier effect/ kc), dengan persamaan:
C pengeluaran ritual = + bYd ...................................(2)
dimana: adalah konstanta pengeluaran ketika
pendapatan nol (autonomous consumption), b adalah Marginal Propensity to Consume (MPC) perbandingan diantara pertambahan konsumsi (ΔC) dengan pertambahan pendapatan disposibel (ΔΥ), dan Υd adalah pendapatan dispossable atau pendapatan yang siap dikonsumsi, walaupun masyarakat pengempon pura tidak memiliki pendapatan namun tetap dapat melaksanakan ritual karena pengeluaran ritual yang berdasarkan tulus iklas (srada bhakti dan lascarya)
Selanjutnya untuk memperkuat hasil penelitian Horváth et al. (1999) di Washington DC bahwa pariwisata memiliki multiplier effect dalam ekonomi regional melalui peningkatan output, kesempatan kerja, pendapatan tenaga kerja, dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Syahza (2004) mengatakan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Daerah Riau tahun 2003 memiliki multiplier effect sebesar 2,48 sehingga kesejahteraan petani kelapa sawit meningkat sebesar 1,74 persen. Wijaya (1991) bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai multiplier effect dan mendorong kenaikan pendapatan dan produksi secara berganda.
Menururt BPS, kesempatan kerja menggambarkan tersedianya kesempatan kerja yang siap diisi oleh pencari kerja atau penawar tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan. Selanjutnya untuk memperkuat hasil penelitian Sulistyaningsih (1997) di Indonesia dan Purwanti (2009) di Bali, mengatakan bahwa kesempatan kerja yang tinggi akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Ferlini (2011) di Sumatera Barat bahwa strategi peningkatan kesempatan kerja yang perlu dilakukan adalah pengendalian jumlah penduduk dan angkatan kerja melalui peningkatan pendidikan baik kuantitas ataupun kualitas. Soepono (2001) kesempatan kerja yang tinggi di Kabupaten Badung dipengaruhi oleh aktivitas pariwisata. Soepono (1993) bahwa kesempatan kerja yang ada di Provinsi Yogyakarta dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional dan bauran industri. Kesejahteraan masyarakat mengacu pada kriteria BPS, mengukur kesejahteraan yang harus diperhitungkan adalah terpenuhinya kebutuhan pisik non pisik atau kesejahteraan lahir bathin. Sen (1992) menegaskan kunci utama dalam pencapaian derajat kesejahteraan ditentukan oleh ketersediaan akses dan aspek kebebasan. Kendrick dalam Simanjuntak (1985) dan Grootaert (1998), bahwa derajat kesejahteraan ditentukan oleh produktivitas sumberdaya.
DATA DAN METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Desa Abiansemal Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan sample 130 yaitu 108 kepala keluarga pengempon pura dan 22 pemasok bahan ritual. Data penelitian berupa data sekunder dan primer. Data sekunder dikumpulkan studi pustaka berupa data statistik Provinsi Bali dan Kabupaten Badung. Sedangkan data primer adalah kepala keluarga yang melaksanakan ritual dan pemasok bahan ritual. Analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif, dengan analisis deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan manfaat sosial, budaya, dan ekonomi, besarnya multiplier effect serta besarnya tambahan pendapatan pemasok bahan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Desa Abiansemal.
Konsep Penelitian Deskriptif Multiplier Effect
Kajian empiris yang tertuang dalam kerangka pikir, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan ritual merupakan aktivitas budaya dan agama yang dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan aktivitas lainnya Pengeluaran konsumsi ritual merupakan salah satu pengeluaran konsumsi non makanan. Pengeluaran ritual mengakibatkan adanya transaksional bahan-bahan ritual dapat menyebabkan perubahan investasi Perubahan investasi dapat menciptakan kesempatan kerja dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan perubahan pendapatan yang lebih besar. Terbukti bahwa pelaksanaan ritual Agama Hindu memiliki Multiplier effect yang dapat menstabilkan fudamental ekonomi Bali terhadap pengaruh negatif dari luar.
Mekanisme Multiplier effect pengeluaran ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal adalah pengeluaran pelaksanaan ritual untuk membeli 13 jenis bahan ritual merupakan tambahan pendapatan bagi pemasok (Tahap I), pendapatan pemasok dipergunakan untuk pengeluaran konsumsi dan sisanya ditabung atau diinvestasikan. Pengeluaran pemasok merupakan pendapatan bagi penyalur (Tahap II), pendapatan penyalur dipergunakan untuk pengeluaran konsumsi dan sisanya ditabung atau diinvestasikan. Pengeluaran penyalur merupakan pendapatan bagi petani atau produsen (Tahap III), pendapatan dikeluarkan untuk konsumsi dan sisanya ditabung atau diinvestasikan Skema penelitian deskriptif, sebagaimana Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian Deskriptif Untuk Multiplier Effect.

Konsep Pe elitian Asosiatif
Santoso (2005), untuk Analisis Structural Equation Modelling (SEM ) memiliki dua jenis model, yakni meas rement model dan struktural model Measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan antara variabel laten (konstruk) deng n indikator-indikatornya. Sedangkan struktural model menggambarkan hubungan antara variabel-variabel laten (konstruk) atau variabel eksogen denga endogen. Dengan demikian model yang digunakan adalah multiple regression analysis. Analisis SEM ini dilakukan menggunakan program Analysis of Momen Structural (AMOS). Dengan alat ini dapat diketahui kontribusi atau pengaruh secara signifikan antara variabel independen dengan dependen, dan pengaruh langsung dan tidak langsung tersebut. Beberapa indikator penting yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain seperti yang diformulasikan pada Gambar 2.
Pengujian hipotesis yang dipergunalan dalam penelitian ini, untuk menguji signifikan tidaknya pengaruh variabel independen (pelaksanaan ritual) terhadap variabel dependen (kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat), maka digunakanlah table regression weights yang merupakan hasil dari analisis SEM, dengan mengambil standar probabilitas signifikansi pada taraf α = 0,05. Untuk evaluasi normalitas dilakukan uji skweness dan uji kurtosis, data disebut memiliki penyebaran yang runcing bila nilai kritis (c.r.) untuk kurtosis > 3,00. Data dapat dinyatakan menyebar normal jika nilai kritis (c.r) untuk skweness maupun kurtosis tidak lebih besar dari ± 2,58. Uji Normalitas dilakukan pada data setiap indikator variabel laten pelaksanaan ritual,
Tabel 1. Indeks Pengujian Kelayakan (Goodness of Fit Index) SEM
Goodness of Fit Index |
Cut-Off Value |
X2 –chi square |
Diharapkan kecil |
Significan Probability |
≥ 0,05 |
RMSEA |
≤ 0,08 |
CFI |
≥ 0,90 |
AGFI |
≥ 0,90 |
CMIN/DF |
≤ 2,0 |
TLI |
≥ 0,95 |
CFI |
≥ 0,95 |
Sumber: Ferdinnd, 2006
kesempatan kerja, dan kesejahteraan masyarakat.
Pengujian Confirmatory Factor Analysis (CFA) CFA dan uji pengaruh dengan SEM berdasarkan asumsi-asumsi dalam SEM untuk menguji kelayakan model. Sedangkan Uji Kelayakan Model sebagai langkah pertama memeriksa kesesuaian data input dan asumsi yang diperlukan SEM dan uji signifikan ada tidaknya hubungan kausal antar variabel eksogen pelaksanaan ritual, variabel kesempatan kerja, dan variabel endogen kesejahteraan masyarakat maka kelayakan hasil pengujian Goodness of Fit model pada SEM. Penelitian ini menggunakan kriteria menurut Ferdinand (2006) harus memiliki ketentuan, sebagaimana disajikan Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Manfaat Sosial, Budaya, dan Ekonomi bagi Masyarakat Pengempon Pura Dengan Dilaksanakan Ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksa-
Gambar 2. Konsep Penelitian Assosiatif

naan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Desa Abiansemal selain memiliki manfaat religius juga memiliki manfaat sosial, budaya, dan ekonomi. Manfaat sosial adalah perubahan sikap perilaku beragama masyarakat pengempon pura dengan katagori cukup hingga sangat baik 93,77 persen artinya peningkatan pemahaman Agama Hindu dengan membaca buku-buku agama dan menanyakan makna ritual kepada yang berkompeten. Hasil penelitian ini, terbukti Teori Religiusitas Clifford Geertz (1973), konsep Max Weber (1930), dan konsep Bourdieu (1977) mengatakan bahwa aktivitas agama mempunyai pengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan aktivitas lainnya serta sejalan dengan pandangan Durkheim (2003) bahwa upacara-upacara ritual dan ibadah berfungsi meningkatkan solidaritas sosial masyarakat serta memperkokoh kehidupan beragama.
Manfaat budaya adalah masyarakat pengempon pura mampu melestarikan nilai-nilai kearifan lokal/ local genius dengan katagori cukup hingga sangat baik 92,41 persen artinya dalam aktivitas adat istiadat dan agama dilakukan secara gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas (ngayah, ngoopin, metetulung, menyamabraya). Hasil penelitian ini memperkuat pandangan Koentjaraningrat (1997) budaya merupakan sistem gagasan, tindakan, dan tradisi kehidupan masyarakat. Manfaat ekonomi
dengan katagori cukup hingga sangat baik 91,60 persen artinya ada perubahan sikap berusaha masyarakat pengempon pura sebelum dan setelah ritual, bekerja sebagai tukang banten atau pangayah tukang banten dan membuat serta menjual alat-alat ritual. Hasil penelitian ini, terbu ti Teo Konsumsi Keynes (1936) mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan juga terbukti konsep Multiplier Effect adalah value added lebih tinggi pada saat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi. Selanjutnya, untuk memperkuat hasil penelitian Sukarsa (2005); Yan Wang (1995); Malucio et al. (1999); Wijaya (2012); Horváth et al. (1999); Syahza (2004); Wijaya (1991).
Besarnya Multiplier Effect pengeluaran ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih
Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata Multiplier Effect Tahap I, II, dan III pengeluaran ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal, sebagaimana disajikan Tabel 2.
Tabel 1, multiplier effect tahap I ke tahap II dan III semakin kecil. Rata-rata Multiplier effect Tahap I dan Tahap II dimana MPC>MPS secara ekonomi cukup besar diindikasikan pelaksanaan ritual Agama Hindu (Panca Yadnya) berimplikasi positif terhadap penguatan daya tahan ekonomi lokal dan sebagai
Tabel 2. Rata-rata Multiplier effect Pengeluaran Ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal 2012
Tahap I (Penjual) TT |
Bahan-Bahan Ritual 13 |
Rata-rata Multiplier effect 3,26 |
Rang Multiplier effect masing-masing tahap terbesar-terkecil (bahan) 5,88 (bambu)-1,67 (M.Goreng) |
II (Penyalur) |
8 |
2,25 |
4,00 (janur)-1,42 (Kain Kasa) |
III (Petani) |
4 |
1,59 |
2,33 (beras )-1,25 (Kain asa) |
Rata-rata |
2,37 |
Sumber: Hasil Perhitungan multiplier effect
stimulus pertumbuhan ekonomi Bali umumnya dan Abiansemal khususnya. Rata-rata Multiplier effect Tahap III dimana MPS>MPC secara non ekonomi dapat mencerminkan konsep efisiensi pelaksanaan ritual dengan pilihan nista, madya, dan utama, prinsip Desa-Kala-Patra, sesuai kemampuan tanpa mengurangi makna dan menerapkan manajemen waktu untuk mengkanter fenomena bahwa pelaksanaan ritual Agama Hindu biaya besar dan curahan waktu kerja tinggi. Rata-rata besarnya multiplier effect Tahap I, II dan III pengeluaran ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih sebesar 2,37 yang artinya apabila pengeluaran ritual semakin besar menyebabkan pendapatan pemasok juga bertambah sebanyak multiplier effect kali jumlah pengeluaran ritual. Hasil penelitian ini, terbukti konsep Multiplier Effect adalah value added lebih tinggi pada saat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi. Selanjutnya, untuk memperkuat hasil penelitian Horváth et al. (1999); Syahza (2004); Wijaya (1991).
Besarnya Tambahan Pendapatan Pemasok Bahan Ritual
Hasil penelitian ini, menunjukkan adanya tambahan pendapatan masyarakat pemasok bahan-bahan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih sebesar 72,06 persen dari total pengeluaran bahan ritual, sedangkan bahan-bahan non ritual sebesar 27,94 persen seperti biaya konsumsi, bensin, gas, dan baju kaos. Bahan-bahan ritual yang dibutuhkan sebesar 90,91 persen dipasok sekitar Abiansemal dan hanya 9,09 persen dipasok luar daerah Bali seperti kain kasa dan minyak goreng, sebagaimana disajikan Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa tambahan pendapatan pemasok terbesar pertama adalah bambu sebesar 23,77 persen yang artinya bambu mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan ritual dewa yadnya terutama Mlaspas dan Ngenteg Linggih di Bali yaitu hampir seperempat dari total pengeluaran bahan ritual sehingga fungsi bambu cukup dominan dibandingkan dengan bahan-bahan ritual yang
Gambar 3. Persentase Tambahan Pendapatan Pemasok Bahan Ritual Mlaspas dan Ngen-teg Linggih di Pura Pasek Preteka Desa Abiansemal.
lainnya. Bambu sebagai bahan untuk membuat sarana upakara seperti sanggah surya, sanggah cucuk, taring tempat melakukan aktivitas persiapan ritual dan aktivitas wewalian dan bale panggung tempat para Sulinggih memimpin ritual. Sebagaimana dominan bahan bambu dalam kegiatan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih namun tidak kalah pentingnya daging babi. Tradisi umat Hindu di Bali setiap kegiatan ritual selalu ada aktivitas mengolah daging babi maka tambahan pendapatan pemasok babi sebesar 11,27 persen baik untuk kelengkapan ritual maupun untuk adat sebagai budaya kebersamaan yang mencerminkan interaksi sosial antar Krama Banjar Desa Adat di Bali. Tambahan pendapatan pemasok terbesar ketiga adalah uang kepeng sebesar 11,08 persen dan seterusnya.
Hasil Analisis Goodness of Fit
Perbandingan Goodness of Fit antara model modifikasi utama dengan model hasil modifikasi. Perbandingan yang dilakukan meliputi: besarnya koefisien Goodness of Fit, koefisien Regression Weight antar variabel endogen dengan eksogen, dan Square
Tabel 3. Evaluasi Kriteria Kesesuaian (Goodness of Fit Index) Full Model Perbandingan Model Sebelum Modifikasi dengan Setelah Modifikasi
Goodness of Fit Index |
Cut-of Value |
Model Sebelum Modifikasi |
Model Setelah Modifikasi |
Keterangan |
Chi-square (χ2 ) |
Diharapkan kecil |
138,539 |
88,218 |
Lebih baik |
Relatitive Chi-square (χ2/df) |
≤ 3,00 |
2,235*) |
1,521*) |
Lebih baik |
Probability |
> 0,05 |
0,000 |
0,006 |
Lebih baik |
RMSEA |
≤ 0,08 |
0,098+) |
0,064*) |
Lebih baik |
GFI |
≥ 0,90 |
0,857+) |
0,912*) |
Lebih baik |
AGFI |
≥ 0,90 |
0,790 |
0,861+) |
Lebih baik |
TLI |
≥ 0,95 |
0,862+) |
0,942*) |
Lebih baik |
CFI |
≥ 0,95 |
0,891+) |
0,957*) |
Lebih baik |
KK ÷PR (Yyix) |
0,571 |
0,595 |
Lebih baik | |
KM ÷PR (Yy2x) |
0,499 |
0,399 |
Lebih rendah | |
KM ÷KK (βy2y1) |
0,552 |
0,657 |
Lebih baik | |
Square Multiple Correlation KK |
0,326 |
0,354 |
Lebih baik | |
Lebih baik | ||||
Square Multiple Correlation KM |
0,869 |
0,902 |
Keterangan: *) Memenuhi Goodness of fit
+) Marginal
++) Signifikan
--) Tidak Signifikan
Sumber: Gambar 5.24 Koefisien Regresi Model Modifikasi Variabel Pelaksanaan Ritual, Kesempatan Kerja, dan Kesejahteraan Masyarakat
Multiple Correlation, sebagaimana disajikan koefisien determinasi Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa dilihat dari Goodness of fit, terlihat model hasil modifikasi menunjukkan perbaikan pada seluruh indikator dari delapan indikator yang ada. Model sebelum yang semula ada satu buah yang memenuhi syarat dan empat buah marginal, menjadi lima buah indikator yang memenuhi syarat yaitu Relatitive Chi-square (χ2/df), RMSEA, GFI, TLI dan CFI. Bila dilihat dari Regresion Weight variabel eksogen terhadap variabel endogen ternyata pada modifikasi model, terdapat peningkatan pada dua koefisen regresi (Standarized Regresion Weight) dan satu lainnya mengalami penurunan. Dari analisis di atas, dapat dinyatakan bahwa melakukan model modifikasi telah dapat meningkatkan kesesuaian model (Goodness of fit).
Pengaruh Pelaksanaan Ritual Terhadap Kesempatan Kerja Pada Mlaspas dan Ngenteg Linggih
Hasil penelitian ini, menunjukkan pelaksanaan ritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja sebesar 0,595. Artinya apabila intensitas pelaksanaan ritual semakin tinggi maka akan mengakibatkan kesempatan kerja bagi pemasok semakin tinggi. Intensitas pelaksanaan ritual yang tinggi dan berkesinambungan dapat meningkatkan kesempatan kerja, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan output sehingga dapat
meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya, hasil penelitian ini memperkuat hasil studi Choi (2004); Ellison et al. (1994); Sulistyaningsih (1997); Ferlini (2011); Wijaya (2012), sesungguhnya aktivitas sosial yang dilakukan masyarakat memberi implikasi bagi penggunaan sumber-sumber ekonomi sebagai modal sosial ekonomi, sesuai dengan pandangan Wiana (2004) bahwa konsep Panca Yadnya berimplikasi penguatan daya tahan ekonomi Bali bersandarkan kesetaraan solidaritas dan kebersamaan. Selain itu, pelaksanaan ritual juga membantu masyarakat di dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan kearifan lokal secara ekonomi spiritual.
Pengaruh Pelaksanaan Ritual Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Baik Langsung Maupun Tidak Langsung Melalui Kesempatan Kerja
Pelaksanaan ritual berpengaruh langsung (direct effect) positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 0,399. Kesempatan kerja berpengaruh langsung (direct effect) positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 0,657. Hasil analisis koefisien pengaruh tidak langsung (indirect effect) sebesar 0,391. Pengaruh total pelaksanaan ritual terhadap kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung melalui kesempatan kerja sebesar 0,790. Artinya apabila pelaksanaan ritual meningkat maka akan
mengakibatkan kesejahteraan masyarakat pemasok meningkat baik langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan kesempatan kerja. Hasil penelitian ini, terbukti Teori Konsumsi Keynes (1936) mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan juga terbukti konsep Multiplier Effect adalah value added lebih tinggi pada saat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi. Selanjutnya, untuk memperkuat hasil penelitian Grootaert (1998); Wijaya (2012); Horváth et al. (1999); Syahza (2004); Wijaya (1991).
Temuan dalam penelitian ini adalah 1) Kesadaran akan kewajiban melaksanakan ritual sangat tinggi berdasarkan srada bhakti dan lascarya kepada Sang Pencipta walaupun relatif terbatas secara ekonomi; 2) Kecenderungan angka pengganda konsumsi dari tahap I ke tahap II dan III semakin kecil, sedangkan angka pengganda untuk tahap III relatif kecil yang disebabkan marginal propensity to saving lebih besar dari marginal propensity to consume (MPS > MPC) Hal ini tidak sejalan dengan konsep Keynes bahwa kecenderungan negara-negara kaya pendapatannya lebih banyak ditabung daripada dikonsumsi (MPS > MPC). Sebaliknya kecenderungan negara-negara miskin pendapatannya lebih banyak untuk konsumsi daripada ditabung (MPC > MPS). Justru dengan MPC kecil karena pendapatan yang kecil pula maka untuk memenuhi kebutuhan primer diperoleh dari sektor pertanian seperti sayur dipetik dari kebun dan apabila ini dikonversi secara ekonomi sehingga sejalan dengan konsep Keynes; 3) Sementara ini banyak opini yang mengatakan bahwa pengeluaran ritual kurang di rasakan oleh masyarakat, namun secara empiris dalam penelitian ini angka pengganda yang dihasilkan dari pelaksanaan ritual relatif cukup besar, sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi Bali pada umumnya, dan Badung pada khususnya; 4) Dalam kegiatan ritual umat Hindu di Bali, aktivitas ritual lebih banyak dikerjakan oleh tenaga perempuan, sehingga perempuan Hindu memiliki peranan lebih penting untuk dapat terselenggaranya kegiatan ritual yang baik dan lancar (labda karya); 5) Pelaksanaan ritual Agama Hindu mempunyai pengaruh terhadap pendapatan, aktivitas ekonomi, dan aktivitas kehidupan sosial masyarakat umat Hindu di Bali Pendapat ini sesuai dengan Teori Konsumsi Keynes (1936), Konsep Max Weber (1930), Konsep Bourdieu (1977), dan Teori Religiusitas Clifford Geertz (1973). Kontribusi pelaksanaan ritual terhadap kesempatan kerja sebesar 35,4 persen, yang artinya variasi kesempatan kerja ditentukan oleh variasi pelaksanaan ritual dan kontribusi kesempatan kerja terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 90,2 persen, yang
artinya variasi kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh variasi kesempatan kerja.
SIMPULAN
Pelaksanaan ritual selain berfungsi religious juga berimplikasi positif terhadap manfaat sosial adalah perubahan sikap perilaku beragama, manfaat budaya adalah mampu melestarikan nilai-nilai kearifan lokal/ local genius, dan manfaat ekonomi adanya perubahan sikap berusaha masyarakat pengempon pura sebelum dan sesudah pelaksanaan ritual Mlaspas dan Ngenteg Linggih. Pelaksanaan ritual Agama Hindu memiliki multiplier effect sebesar 2,37 dan dapat meningkatkan tambahan pendapatan pemasok sebesar 72,06 persen Pelaksanaan ritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung melalui kesempatan kerja sekitar Abiansemal khususnya, dan Bali umumnya.
SARAN
Mengingat pelaksanaan ritual memiliki multiplier effect/value added, masyarakat sekitar Abiansemal disarankan perlu melestarikan bahan-bahan utama yang dibutuhkan dalam ritual secara berkelanjutan/ sustainable dalam upaya mengurangi impor barang kebutuhan ritual Agama Hindu di Bali. Mengingat fenomena yang berkembang di masyarakat, bahwa Agama Hindu identik dengan biaya besar, disarankan meningkatkan pemahaman agama dengan membaca buku-buku agama dan menanyakan makna-makna ritual kepada yang berkompeten sehingga biaya ritual diharapkan berkurang. Mengingat intensitas tenaga kerja perempuan dalam ritual memiliki peran sangat tinggi, disarankan pada perempuan Hindu agar mampu berusaha mengalokasikan waktunya secara tepat agar tidak berbenturan dengan kegiatan produktif atau mampu menerapkan manajemen waktu. Disarankan untuk penelitian berikutnya, agar menghitung multiplier effect pelaksanaan ritual Agama Hindu sampai tahap terakhir dan variabel lain yang mendukung pelaksanaan ritual, yaitu kesenian (wewalian) yang berbasis budaya religius.
REFERENSI
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali: Penerbit BPS Bali
Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali: Penerbit BPS Kabupaten Badung
Bendesa, Komang Gde.2012. Kebijakan dan Dampak Sektoral dalam Pembangunan Bali. Makalah disampaikan dalam seminar Analisis Kritis Pembangunan Bali, 15 Agustus 2012. Denpasar: Universitas Udayana.
Bourdieu, P. 1977. Cultural reproduction and Social Reproduction. Hal.487-511 dalam J. Karabel dan A.H. Halsel (eds) Power and Ideology in Education, oxford university Press. New Υork.
Choi, Hyunsun. 2004. “Social Capital and Community Economics Development in Los Angeles Koreatown: Faith-Based Organization in Transitional Etnic Community” (dissertation). Sudmitted to University of Southerm California.
Denburg, T.E. and McDougl, D.M. 1976. Macroeconomics. The Measurement, Analysis and Control of Aggregate Economic Activity 5 th. Edition Tokyo The Mcmillan Company.
Duesenberry, J.S. 1949. Income, Saving and the Theory of Consumen Behaviour. New Υork. Oxford University Press. Chapter IV dan V.
Durkheim, Emile. 2003. Sejarah Agama (The Elementary Forms of the Religious Life). Yogyakarta: IRC.So.D.
Ellison, C. And Linda K. George. 1994. Religious Involvement Social Ties and Social Support in a Southeatem Community. Journal for Scientific Study of Religious. 33,pp. 46-61.
Ferdinand, Augusty, 2006, Structural Equation Modeling, Edisi 4, BP UNDIP, Semarang.
Friedman, M. 1957. A Theory of The Consumption Fuction. Princeton N.J.: Princeton University Press for National Bereau of Economic Research, Princeton.
Geriya, I W. 2000. Transformasi Kebudayaan Bali Memasuki Abad XXI. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Denpasar.
Geertz, Clifford, 1973. The Interpretion Of Culture. Basic Books, New Υork: Inc. Publisher
Gordon, Robert J., 2000. Macroeconomic. Addison Wesley Longman, Inc.
Grootaert, C., 1998. Social Capital Housrhold Welfare and Proverty in Indonesia, Local Level Institutions.Working Paper, The World Bank: Social Development Family Environmentally and Socially Sustainable Development Network.
Horvath, Endre dan Frechtling Douglas. 1999. Estimating the Multiplier Effects of Tourism Expenditures on a local Economy through a Regional Input- output Model. Jurnal of Traveo Penelitian vol.37, No.4 (Mei 199), hlm. 324-332.
Mankiw Gregory.N. 2007. Makroekonomi. (Fitria Liza dan Imam Nurmawan, Pentj). Jakarta: PT. Penerbit Erlangga.
Maluccio, J., L. Haddad dan J. May. 1999. Social Capital and Income generating in South Africa 1993-1998. IFPRi: FCND Discussion paper. No.71.
Narayan, D., dan Pritchett, L. 1999. Cent and Socialibility. Houschold Income and Social Capital in Tanzania. Economics Development and Culture Change 47 (4 Juli),pp. 871-79.
Purwanti P.A.P. 2009. Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten Bangli Dengan Pendekatan Pertumbuhan Berbasis Ekpor. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Unud. Vol V No.1 Juli 2009. ISSN: 1907-3273
Samuelson dan Nordhaus. 2004. Ilmu Makroekonomi. (Gretta, Theresa Tanoto, Bosco Carvallo, Anna Elly, Penterj.) Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Sen, Amartya. 1992. Development As Freedom. The New Υork: A Division of Random House Inc.
Sukarsa, I Made. 2005. ”Pengaruh Pendapatan keluarga dan pemahaman agama terhadap pengeluaran Konsumsi ritual Masyarakat hindu di Bali ditinjau dari Berbagai Dimensi waktu” (disertasi). Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
Sukardja P. Dan Wirawan B. 2012. Pemanfaatan Potensi Sosial Budaya dalam Pembangunan Derah Bali: Pokok-Pokok Perdesaan. Makalah disampaikan dalam rangka Seminar Analisis Kritis Pembangunan Bali, 15 Agustus 2012 di Universitas Udayana. Denpasar.
Sukirno, S. 2008. Makro Ekonomi Modern. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada.
Sulistyaningsih, E. 1997. ” Dampak Perubahan Struktur Ekonomi pada Struktur Kebutuhan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia 1980-1990. Pendekatan Input- Output” (disertasi). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suriastini, Ni Wayan. 2010. ”Bertahan Hidup di Tengah Krisis, Studi dampak Jangka pendek dan menengah Tragedi Bom Bali I 2002-2005” (disertasi). Program Pascasarjana Universitas GajahMada Yogjakarta.
Soepono, P. 1993. Analisis Shift-Share: Perkembangan dan Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.8 No.1. Yogyakarta. Fakultas Ekonomi UGM.
_____, 2001. Teori Pertumbuhan Berbasis Ekonomi (Ekspor): Posisi dan Sumbangannya bagi Perbendaharaan Alat-alat Analisis Regional. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.16 No.1 Υogyakarta. Fakultas Ekonomi UGM
Syahza, A. 2004. Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan di Daerah Riau.Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru.
Wiana I Ketut. 1994. Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan. Jakarta: Manik Geni.
Wijaya, I Nyoman. 1991. Pembangunan dan Sosial Budaya Hindu. Perilaku Keagamaan Umat Hindu di Denpasar 1980-1991. Denpasar: Pustaka Sidhanta.
Wijaya, K. 2012. ”Manajemen Karya Agung Panca Balikrama di Pura Besakih dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Besakih Kabupaten Karangasem Provinsi Bali”(disertasi). Program Pasca Sarjana Denpasar, Universitas Hindu Indonesia.
Wijayananda, Ida Pinandita Mpu Jaya. 2005. Makna Filosofis Upacara dan Upakara. Surabaya: Paramita.
Weber, Max, 1930, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. London, Unwin.
Yan Wang. 1995. Permanent Income and Wealth Accumulation A Cross-Sectional Study of Chinese Urban and Rural Households. Economic Development and Cultural Change.12:523-550.
Yupardhi S.2012. Upakara Umat Hindu Bali Tradisi Yang Kaku, Hura-Hura dan Tidak Mendidik. Wahana. Edisi No.83. TH.XXIX Agustus 2012. ISSN:0853-4588
154
Discussion and feedback