JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 17 (2), JULI 2023 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2023.v17.i02.p10

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740


PENGARUH SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI BERBANTU GELOMBANG ULTRASONIK TERHADAP FITOKIMIA DAN ANALISA GUGUS FUNGSI DARI EKSTRAK DAUN JELATANG (Urtica dioica L.)

N. L. S. Sari, F. W. Laksono, Salsabila, L. Kurniasari*

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim Sampangan, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia *Email: laelikurniasari@unwahas.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu dan waktu pada rendemen ekstraksi berbantu gelombang ultrasonik daun jelatang (Urtica dioica L.). Sepuluh gram simplisia daun jelatang dimasukkan ke erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml pelarut etanol 96% (1:10 b/v), kemudian diekstraksi dengan kombinasi suhu 30, 40, dan 50 oC selama 10, 20, dan 30 menit pada frekuensi 50 Hz. Berdasarkan riset yang telah dilakukan, rendemen tertinggi ekstrak daun jelatang adalah 8% dihasilkan pada suhu 40 °C dan waktu 30 menit. Sementara itu, rendemen terendah adalah 2% didapatkan pada suhu 30 °C dan waktu 10 menit. Hasil analisa fitokimia secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun jelatang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan steroid. Selanjutnya sampel dianalisis menggunakan alat FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang ada pada ekstrak daun jelatang. Dari hasil analisis gugus fungsi tersebut diketahui bahwa ekstrak daun jelatang secara dominan mengandung senyawa fenolik di dalamnya.

Kata kunci: analisis fitokimia, analisis gugus fungsi, daun jelatang, ekstraksi ultrasonik.

ABSTRACT

This research aimed to analyze the effect of temperature and time on the ultrasound-assisted extraction (UAE) yields of nettle leaf (Urtica dioica L.). Ten grams of simplicia was put into an Erlenmeyer and dissolved in 100 ml of 96% ethanol solvent (1:10 w/v), then extracted at a variation of temperatures of 30, 40, and 50 oC, during various times of 10, 20, and 30 minutes and with a frequency of 50 Hz. The results showed that the highest yield was 8% obtained at a temperature of 40 0C and an extraction time of 30 minutes, while the lowest yield was 2% gained at a temperature of 30 0C and an extraction time of 10 minutes. The qualitative analysis indicated that the extract contained alkaloids, flavonoids, saponins and steroids. The most optimal sample from the phytochemical test results was then analyzed using the FTIR to determine the functional groups contained in the nettle leaf extract. From the FTIR results, it was concluded that the nettle leaf extract predominantly consisted of phenolic compounds.

Keywords: nettle leaf, ultrasound assisted extraction, phytochemical analysis, functional group analysis.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropis dengan berbagai keanekaragaman hayati yang dapat digunakan sebagai obat herbal. Tumbuhan herbal adalah semua tumbuhan yang berkhasiat obat (Husna et al., 2022). Salah satu tumbuhan obat yang sering kita jumpai adalah jelatang. Jelatang atau stinging nettle (Urtica dioica L.) merupakan spesies tumbuhan herbal dari famili Urticaceae. Tumbuhan ini tumbuh di benua Asia, Eropa, Afrika dan juga Amerika (Kregiel et al., 2018). Di Indonesia, tumbuhan ini sering dianggap sebagai gulma, sedangkan di negara-negara dengan iklim sedang, jelatang banyak

digunakan sebagai obat herbal atau sayur. Bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai sayur adalah pucuk daun, sedangkan daun, akar, dan biji jelatang digunakan sebagai obat tradisional. Menurut beberapa peneliti, mengkonsumsi jelatang (daun dan biji) dengan atau tanpa herbal lain dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti eksim, wasir, rematik, inflamasi hati, bahkan kanker prostat. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun jelatang mengandung senyawa flavonoid, fenolik, alkaloid, saponin dan steroid (Nasution et al., 2017). Selain itu, jelatang dilaporkan juga dapat menghasilkan efek racun pada sistem saraf pusat dan tepi, sistem kardiovaskular dan sistem pernafasan.

Senyawa yang bersifat toksik tersebut adalah asetils kolin, histamin, dan asam format yang terpusat pada rambut tumbuhan tersebut. Jika kulit manusia bersentuhan dengan rambut-rambut halus daun jelatang maka akan muncul sensasi rasa menyengat, ruam, dan gatal-gatal (Nasution et al., 2017).

Daun merupakan bagian dari tumbuhan jelatang yang dipercaya memiliki banyak potensi. Ciri-ciri daun jelatang adalah pada permukaan daun terdapat bulu halus berbentuk hati dengan lebar hingga 30 cm, panjang hingga 40 cm, tepi daun berwarna hijau dan pada bagian tengahnya memiliki warna ungu. Daun jelatang mengandung berbagai komponen kimia seperti asam amino, flavonoid, mineral, vitamin, sterol, fenolat dan asam lemak, yang memiliki efek menguntungkan untuk kesehatan manusia dan lingkungan (Villiya, 2020).

Mengingat potensi dan manfaat daun jelatang bagi manusia, maka perlu dilakukan upaya produksi ekstrak daun jelatang. Ekstrak daun jelatang dapat diperoleh melalui metode ekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik. Ekstraksi berbantu gelombang ultrasonik adalah teknik ekstraksi nonkonvensional yang menggabungkan penggunaan pelarut organik gelombang ultrasonik. Pada ekstraksi berbantu gelombang ultrasonik ini dimungkinkan untuk menggunakan lebih sedikit pelarut, waktu ekstraksi yang lebih singkat dan rendemen akhir yang lebih tinggi (Baihaqi et al., 2018). Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik, gelombang tersebut dapat mempengaruhi proses ekstraksi terutama intensitas amplitudonya. Dengan bantuan gelombang ultrasonik, ekstraksi senyawa organik dari tanaman dapat diselesaikan dalam hitungan menit, dengan reproduktifitas tinggi, pengurangan penggunaan pelarut organik dan energi Selama ekstraksi produk tanaman, penerapan gelombang ultrasonik menyebabkan perambatan gelombang ultrasonik menciptakan lubang yang dapat merusak jaringan tanaman dan meningkatkan penetrasi pelarut dan perpindahan massa (Zhou et al., 2019). Ekstraksi ultrasonik memiliki keunggulan dibandingkan ekstraksi konvensional, yaitu dapat menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dan mengurangi konsumsi pelarut (Rengga et al., 2019). Waktu ekstraksi berbantu gelombang ultrasonik lebih pendek dibandingkan dengan ekstraksi non-ultrasonik untuk menghasilkan jumlah rendemen produk yang sama.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh variabel suhu dan waktu ekstraksi ultrasonik daun jelatang (Urtica dioica L.) terhadap fitokimia dan menganalisa gugus fungsi dari ekstrak daun jelatang pada variabel proses yang optimum berdasarkan analisa fitokimia. Untuk menentukan gugus fungsi dari ekstrak daun jelatang digunakan analisa FTIR (Fourier    Transformed    Infrared). FTIR

merupakan salah satu alat atau instrumen yang dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa, identifikasi serta analisis (Sari wulan et al., 2018). Dengan menggunakan analisa FTIR, analisa gugus fungsi dari sampel dapat dilakukan tanpa penggunaan reagen dan radioaktif, sehingga analisa tidak merusak sampel yang digunakan.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jelatang, etanol, aquadest, metanol, kalium iodida, iodium, bismut (III) nitrat, raksa (II) klorida, asam nitrat pekat, FeCl3,NaOH, amonia dan n-heksana.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, gunting, tray dryer, moisture balance, blender, alat ayakan 100 mesh, alat ekstraksi UAE, erlenmeyer, corong pisah, gelas ukur, kertas saring whatman no 1, rotary vacum evaporator, labu takar, pot cream, kacang arloji, spatula, pengaduk, alat FTIR, aluminium foil, pipet filler dan pipet pasteur.

Cara Kerja

Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun jelatang (Urtica dioica L.). Daun dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, lalu sampel dikeringkan dengan dengan tray dryer dengan suhu 40oC selama ± 10 jam hingga kadar air <10%. Setelah sampel kering, sampel dihaluskan menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh untuk dijadikan simplisia (serbuk).

Proses Ekstraksi Ultrasonik

Metode ekstraksi yang digunakan pada riset ini adalah UAE (Ultrasound-Assisted Extraction) menggunakan pelarut etanol 96%. Sepuluh gram simplisia dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan pelarut etanol

96% sebanyak 100 ml ( 1:10 b/v), kemudian diekstraksi dengan kombinasi suhu 30, 40, dan 50 oC dengan waktu 10, 20, dan 30 menit (sesuai perlakuan) menggunakan ultrasonic tipe bath dengan frekuensi 50 Hz.

Setelah diekstrak dilakukan penyaringan dengan cara larutan disaring menggunakan kertas whatman. Hasil filtrat yang telah diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan rotary vacum evaporator pada tekanan 100 mbar, suhu 40oC dan dengan kecepatan 60 rpm.

Analisa Rendemen

Ekstrak kental yang diperoleh kemudian ditimbang dan dihitung rendemen ekstraknya.

π 1          massa eksteli (akhir)

% Rendemen=---——;x 1UO⅞ massa Siitiphsia (awal)

Analisa Fitokimia Ekstrak Daun Jelatang Uji alkaloid

Uji alkaloid dilakukan dengan menggunakan pereaksi meyer, wagner, dan dragendorff. Ekstrak kental etanol dilarutkan dengan etanol 96% dan dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi.Tabung 1 ditambahkan 3 tetes pereaksi meyer ,tabung 2 ditambahkan 3 tetes pereaksi wagner, dan tabung 3 ditambahkan 3 tetes pereaksi dragendorff. Tebentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloid.

Uji flavonoid

Uji flavonoid dilakukan dengan menggunakan pereaksi NaOH 10%, dan serbuk Mg + HCl pekat. Ekstrak kental etanol dilarutkan dengan etanol panas 96% dan dimasukkan kedalam 2 tabung reaksi. Tabung 1 ditambahkan 3 tetes NaOH 10 % terjadinya perubahan warna menjadi biru violet menunjukkan adanya flavonoid, tabung 2 ditambahkan serbuk Mg + 3 tetes HCl pekat. Adanya perubahan warna merah sampai jingga menunjukkan hasil yang positif.

Uji tanin

Uji tanin dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak kental etanol dengan etanol 96% dan dimasukkan sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1 %. Hasil positif ditunjukkan

dengan terbentuknya warna hitam kebiruan atau hijau.

Uji steroid dan terpenoid

Uji steroid dan terpenoid dilakukan dengan cara ekstrak kental etanol dilarutkan dalam etanol 96% dan dimasukkan kedalam 2 tabung reaksi. Tabung 1 ditambahkan pereaksi lieberman burchard (anhidrida asetat + H2SO4 pekat). Terbentuknya endapan coklat, larutan merah, jingga atau ungu menunjukkan adanya terpenoid sedangkan terbentuknya warna hijau menunjukkan adanya steroid. Tabung 2 ditambahkan pereaksi salkowsky yaitu H2SO4 pekat sebanyak 3 tetes dimana terbentuknya endapan atau larutan merah menunjukkan adanya terpenoid.

Uji saponin

Uji saponin dilakukan dengan melarutkan ekstrak kental etanol dengan metanol kemudian dimasukkan 2 ml kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 3 ml aquadest panas, kemudian dikocok kuat-kuat. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil.

Analisa Gugus Fungsi Ekstrak Daun Jelatang

Sampel yang paling optimal dari hasil uji fitokimia, dilakukan analisa menggunakan alat FTIR untuk menentukan gugus fungsi yang ada pada ekstrak daun jelatang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahap preparasi bahan baku, daun jelatang di proses menjadi simplisia (serbuk) melalui proses pengeringan. Salah satu proses yang berperan penting pada kualitas simplisia adalah pengeringan. Pengeringan merupakan proses pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil yang berada di bahan dengan menggunakan energi panas. Proses pengeringan mempengaruhi kandungan senyawa kimia dan efek farmakologi pada tumbuhan (Luliana et al., 2016).

Kadar air mempengaruhi kualitas daun jelatang sebelum diproses lebih lanjut. Kadar air yang cukup tinggi dalam bahan akan mendorong enzim untuk melakukan aktivitasnya mengubah kandungan kimia bahan sehingga dapat menurunkan kualitas rendemen ekstraksi. Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan, diketahui bahwa reaksi enzimatis tidak terjadi bila kadar air simplisia kurang dari 10% (Ariawan et al., 2022). Dari hasil percobaan diperoleh kadar air akhir dari hasil pengeringan sebesar 8,964%.

Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Perolehan Rendemen

Penggunaan variasi waktu dan suhu pada riset ini dilakukan untuk menentukan waktu dan suhu yang paling efektif untuk mencapai rendemen ekstrak daun jelatang yang optimum. Variabel ekstrak daun jelatang digunakan secara bertahap pada suhu 30 °C, 40 °C, 50 °C dan waktu ekstraksi 10, 20, 30 menit. Tabel 1 menunjukkan hasil percobaan ekstraksi ultrasonik daun jelatang.

Gambar 1 menunjukkan hasil rendemen tertinggi ekstrak daun jelatang adalah 8% pada suhu 40 °C dan waktu 30 menit. Sementara itu, rendemen ekstraksi terendah adalah 2% pada 30 ° C dan 10 menit. Tren data pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada waktu 20 menit dengan meningkatnya suhu, rendemen ekstraksi meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa waktu 20 menit merupakan waktu ekstraksi yang optimal untuk menghasilkan rendemen ekstrak daun jelatang. Ini berarti bahwa ekstraksi ultrasonik selama 20 menit sudah cukup untuk mengekstrak sebagian besar senyawa kimia yang dibutuhkan dari daun jelatang. Hal ini terjadi karena proses difusi antara pelarut dan bahan telah berlangsung secara optimal, dimana kelarutan bahan akan terus meningkat hingga pelarut dan bahan mencapai kesetimbangan yakni pada waktu ekstraksi 20 menit. Hasil riset ini sejalan dengan riset Yuliantari et al. (2017) serta (Andriani et al., 2019), dimana rendemen ekstrak tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu ekstraksi 20 menit.

Selama 10 menit perlakuan ekstraksi ultrasonik dengan peningkatan suhu, rendemen yang diperoleh akan meningkat. Namun pada suhu 40 °C dan 50 °C selama 10 menit, rendemen ekstrak yang diperoleh memiliki hasil yang sama. Pada suhu 30°C selama 10 menit, diperoleh rendemen terendah yakni 2% karena pada perlakuan ini ekstraksi senyawa dari bahan belum terjadi secara optimal (Sekarsari et al., 2019). Kemudian pada perlakuan ekstraksi ultrasonik selama 30 menit dengan kenaikan suhu, rendemen yang diperoleh meningkat dari 30°C menjadi 40°C. Namun terjadi penurunan rendemen yang diperoleh pada suhu 50°C, kemungkinan terjadi dekomposisi termal pada suhu tinggi yang dapat mendegradasi senyawa tertentu dari bahan selama ekstraksi sehingga mempengaruhi mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan (Zhou et al., 2019). Secara umum kelarutan bahan aktif yang diekstraksi

akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu ekstraksi dan waktu yang digunakan. Oleh karena itu akan terjadi peningkatan pada rendemen yang diperoleh. Namun, peningkatan suhu dan waktu ekstraksi ini perlu diperhatikan, karena suhu ekstraksi yang terlalu tinggi dan waktu ekstraksi yang lama serta melampaui batas waktu optimal dapat menyebabkan hilangnya atau rusaknya senyawa dalam ekstrak yang dihasilkan karena penguapan (Yuliantari et al., 2017).

Analisa Fitokimia Ekstrak Daun Jelatang

Berdasarkan analisa fitokimia kualitatif diperoleh hasil bahwa ekstrak daun jelatang mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan steroid. Hasil analisa fitokimia kualitatif daun jelatang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun jelatang positif mengandung mengandung berbagai senyawa kimia seperti alkaloid, saponin, flavonoid dan steroid. Variabel proses yang menunjukkan hasil nyata dari uji fitokimia pada senyawa kimia yang diuji dalam riset ini yaitu pada suhu 50 °C dan waktu 20 menit, hasil riset menunjukkan bahwa ekstrak daun jelatang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan steroid. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa suhu 50 °C dan waktu 20 menit merupakan variabel proses yang optimal untuk memperoleh hasil nyata dari senyawa kimia tertentu daun jelatang, terutama senyawa yang tidak tahan panas.

Senyawa bioaktif seperti flavonoid umunya tidak tahan terhadap suhu tinggi (diatas 50°C), sehingga penggunaan suhu diatas 500C akan menyebabkan perubahan struktur senyawa dan mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan bahkan berpotensi menghasilkan rendemen ekstrak yang rendah (Yuliantari et al., 2017). Penguraian senyawa dapat terjadi karena pengaruh suhu dan waktu pada saat pengolahan bahan alam. Suhu yang tinggi akan mengoksidasi senyawa kimia karena pada struktur molekul terdapat ikatan tidak jenuh, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi akan lebih besar. Pada senyawa flavonoid, kerusakan senaywa terjadi karena adanya pemutusan rantai molekul serta reaksi oksidasi yang menyebabkan oksidasi gugus hidroksil. Hal ini berpotensi menyebabkan terbentuknya senyawa lain yang menguap dengan cepat. Semakin lama waktu ekstraksi ultrasonik, maka semakin lama pula pemaparan campuran terhadap mikro partikel, sehingga senyawa yang terkandung

dalam daun jelatang semakin terdifusi dengan pelarut. Namun berdasarkan riset sebelumnya telah terbukti bahwa suhu dan waktu dapat mempengaruhi penurunan kadar flavonoid total (Pranowo et al., 2016).

Analisa Gugus Fungsi Ekstrak Daun Jelatang

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa ekstrak daun jelatang terdapat beberapa puncak khas serapan dengan diperoleh panjang gelombang 3349,97 cm-1 yang menandakan adanya gugus fungsi fenolik O-H yang memiliki panjang gelombang standar 3200-3550 cm-1. Diketahui juga terdapat panjang gelombang 2918,74 cm-1 yang menandakan adanya gugus alkena C-H (stretching). Kemudian diperoleh juga pada panjang gelombang 2851,54 cm-1 yang menunujukkan adanya gugus asam karboksil O-H (stretching). Kemudian diketahui pula pada panjang gelombang 2104,34 cm-1 menunjukkan adanya dua gugus ester-karbonil

dalam molekul klorofil C≡C (stretching), pada panjang gelombang 1631,09 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus cincin aromatik dalam molekul klorofil C=C (stretching), pada panjang gelombang 1576,38 cm-1 dan 826,89 cm-1 menunjukkan adanya senyawa aromatik CH (bending), pada panjang gelombang 1376,59 cm-1 yang menunjukkan adanya senyawa nitro N-O (stretching), pada panjang gelombang 1050,31 cm-1 menunjukkan adanya gugus amina alifatik C-N (stretching), pada panjang gelombang 995,81 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus alkena C=C (bending), pada panjang gelombang 924,06 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus alkena alifatik C-H (bending) dan pada panjang gelombang 589,42 cm-1 yang merupakan ikatan C-I; C-Br; C-H alkil halida (bending). Dari hasil analisa gugus fungsi berbantu FTIR yang telah dilakukan, diketahui bahwa ekstrak daun jelatang dominan mengandung senyawa fenolik didalamnya.

Tabel 1. Hasil Percobaan Ekstraksi Ultrasonik Daun Jelatang

Suhu(oC)

Waktu (menit)

Massa Simplisia(gr)

MassaEkstrak(gr)

%Rendemen

30

10

10

0,2

2

40

10

10

0,7

7

50

10

10

0,7

7

30

20

10

0,5

5

40

20

10

0,6

6

50

20

10

0,7

7

30

30

10

0,5

5

40

30

10

0,8

8

50

30

10

0,4

4

Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Jelatang (Urtica dioica L.)

Variabel Suhu/Waktu

Alkaloid

Saponin

Flavonoid

Tanin

Steroid

Terpenoid

30°C/10 menit

+

+

-

-

+

-

30°C/20 menit

-

+

-

-

+

-

30°C/30 menit

-

-

-

-

+

-

40°C/10 menit

+

-

-

-

+

-

40°C/20 menit

+

-

-

-

+

-

40°C/30 menit

+

+

-

-

+

-

50°C/10 menit

-

-

-

-

+

-

50°C/20 menit

+

+

+

-

+

-

50°C/30 menit

+

+

-

-

+

-

Keterangan :

(+)    = mengandung golongan senyawa

(-)     = tidak mengandung golongan senyawa

Gambar 1. Pengaruh variasi proses ekstraksi terhadap rendemen ekstrak


Gambar 2. Profil Gugus Fungsi Ekstrak Daun Jelatang


SIMPULAN

Berdasarkan riset yang telah dilakukan, rendemen tertinggi ekstrak daun jelatang adalah 8% pada suhu 40 °C dan waktu 30 menit. Sementara itu, rendemen ekstraksi terendah adalah 2% pada 30 ° C dan 10 menit. Dalam analisa fitokimia, ekstrak daun jelatang positif mengandung berbagai senyawa kimia seperti alkaloid, saponin, flavonoid dan steroid. Dari hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR diketahui bahwa ekstrak daun jelatang secara dominan mengandung senyawa fenolik di dalamnya

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atas pendanaan penelitian ini melalui hibah Program Kreativitas Mahasiswa Tahun 2022.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, M., Permana, I D. G. M., & Widarta, I. W. 2019. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbil.) Terhadap Aktivitas

Antioksidan Dengan Metode Ultrasonic Assisted Extraction (UAE). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan. 8(3): 330–340.

Ariawan, M. W., Indrayati, A., & Supriyadi, S. 2022. Aktivitas Iron  Chelator Ekstrak

Etanol Dan Fraksi Daun Putri Malu (Mimosa pudica L)  Terhadap Pasien

Thalasemia Menggunakan Metode Fic (Ferrous Ion Chelating). Jurnal Fitofarmaka Indonesia.    9(2):    1–6.

https://doi.org/10.33096/jffi.v9i2.838

Baihaqi, Budiastra, I. W., Yasni, S.,  &

Darmawati, E. 2018. Peningkatan Efektivitas Ekstraksi Oleoresin Pala Menggunakan Metode Ultrasonik. Jurnal Keteknikan Pertayan, M. S., Indriana, M., Samsinarnian. 53(9): 1689–1699.

Husna, M., Sud, S., Fikri, M. H., Nurbaiti, S., Safridawati, S., Ridwan, M., Azura, A., Ani, S. A., Monalisa, M., & Wulandari, N. P. 2022. Pemanfaatan Rempah Herbal Di Desa Sungai Lekop Kabupaten Bintan. JPPM Kepri: Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan Masyarakat Kepulauan Riau.             2(1):             77–87.

https://doi.org/10.35961/jppmkepri.v2i1.39 3

Kregiel, D., Pawlikowska, E., & Antolak, H. 2018. Urtica spp.: Ordinary plants with extraordinary properties. Molecules. 23(7). https://doi.org/10.3390/molecules23071664

Luliana, S., Purwanti, N. U., & Manihuruk, K. N. 2016. Pengaruh Cara Pengeringan Simplisia Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil).

Pharmaceutical Sciences and Research. 3(3):                             120–129.

https://doi.org/10.7454/psr.v3i3.3291

Nasution, Z., Nurbaya, S., Supartiningsih, & Sitompul, T. 2017. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Daun Jelatang ( Urtica Dioica L.) dengan Menggunakan Spektrofotometri Ultraviolet. Farmanesia. 4(2): 99–104.

Pranowo, D., Noor, E., Haditjaroko, L., &

Maddu, A. 2016. Optimasi Ekstraksi

Flavonoid Total Daun Gedi (Abelmoschus manihot L.) The optimization of Abelmoschus manihot L. flavonoids extraction and antioxidant activity test. Bul. Littro. 27(1): 37–46.

Rengga, W. D. P., Prayoga, A. B., Asnafi, A., & Triwibowo, B. 2019. “Ekstraksi Minyak Mikro-Algae Skeletonema Costatum dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik.” Jurnal Rekayasa Bahan Alam Dan Energi Berkelanjutan. 3(1): 1–5.

Sari wulan, N., Fajri, M. Y., & Anjas W. 2018. Analisis Fitokimia Dan Gugus Fungsi Dari Ekstrak Etanol Pisang Goroho Merah (Musa Acuminate (L)). Ijobb. 2(1): 30.

Sekarsari, S., Widarta, I. W. R., & Jambe, A. A. G. N. A. 2019. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi dengan Gelombang Ultrasonik Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA).             8(3):             267.

https://doi.org/10.24843/itepa.2019.v08.i03 .p05

Villiya, & M. 2020. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Jelatang (Urtica Dioica L.) Terhadap Bakteri Escherichia Coli. Composites Part A: Applied Science and Manufacturing. 68(1): 1–12.

Yuliantari, N. W. A., Widarta, I. W. R., & Permana, I. D. G. M. 2017. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Daun Sirsak (Annona muricata L.) Menggunakan Ultrasonik The Influence of Time and Temperature on Flavonoid Content and Antioxidant Activity of Sirsak Leaf (Annona mur. Media Ilmiah Teknologi Pangan. 4(1): 35–42.

Zhou, Y., Xu, X. Y., Gan, R. Y., Zheng, J., Li, Y., Zhang, J. J., Xu, D. P., & Li, H. Bin. 2019. Optimization of ultrasound-assisted extraction of antioxidant polyphenols from the seed coats of red sword bean (Canavalia gladiate (Jacq.) DC.). Antioxidants. 8(7): 1– 13. https://doi.org/10.3390/antiox8070200

191