JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 17 (2), JULI 2023 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2023.v17.i02.p4

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740


OPTIMALISASI PROSES MORDANTING PADA PEWARNAAN ALAMI KAIN TENUN TIMOR DENGAN TANIN KULIT BIJI ASAM SEBAGAI BIOMORDAN

M. T. D. Tea*, R. E. Y. Adu dan L. D. Moruk

Program Studi Kimia, Universitas Timor, Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

*Email: marselina.yunitea@unimor.ac.id

ABSTRAK

Pewarnaan kain tenun Timor menggunakan pewarna alami menghasilkan warna kain yang kurang intens dan kurang stabil terhadap pencucian, sehingga membutuhkan proses mordanting menggunakan biomordan tannin dari kulit biji asam (Tamarindus indica L.). Beberapa faktor dapat mempengaruhi proses mordanting untuk memperoleh karakteristik warna kain yang tidak mudah luntur terhadap pencucian yaitu konsentrasi mordan, lama waktu, suhu dan teknik mordanting yang digunakan. Pada penelitian ini dilakukan optimalisasi terhadap proses mordanting pada pewarnaan kain tenun Timor untuk mengetahui kondisi optimum dalam pewarnaan dengan mordan tanin dari kulit biji asam. Ekstraksi zat warna dan biomordan tanin dilakukan terlebih dahulu. Optimalisasi dilakukan terhadap teknik mordanting seperti pra, meta dan pasca mordanting. Variabel lain yang dioptimasi yaitu konsentrasi biomordan, suhu dan lama waktu mordanting. Parameter kualitas kain yang ditentukan setelah proses pewarnaan adalah ketahanan luntur terhadap pencucian yang diuji menggunakan Staining Scale Standard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik ketahanan luntur kain tenun Timor yang diperoleh melalui pewarnaan secara alami menggunakan biomordan tanin kulit biji asam dipengaruhi oleh kondisi mordanting. Ketahanan luntur yang baik diperoleh pada penggunaan teknik pra-mordanting, konsentrasi biomordan 15%, waktu 120 menit dan suhu 95oC.

Kata kunci: biomordan, kulit biji asam, tanin, tenun Timor, warna alami

ABSTRACT

The natural dyeing of Timor woven fabrics produces products with less color intensity and less stability to washing, so it requires a mordanting process using bio-mordant tannin from tamarind seed coat (Tamarindus indica L.). Several factors can affect the mordanting process to obtain the characteristics of high color fastness of fabrics namely the mordant concentration, length of time, temperature and mordanting technique. In this study, optimization of the mordanting process for dyeing Timor woven fabrics was carried out to determine the optimum conditions for staining with tannin mordant from the tamarind seed coat. The extraction of dyestuffs and tannin bio-mordant was carried out first. Optimization is carried out on mordanting techniques such as pre, meta, and post-mordanting. Other variables that were optimized were concentration of bio-mordant, temperature, and length of mordanting time. The parameter of the fabric quality after the dyeing process is the color fastness to washing which is tested using the Staining Scale Standard. The results showed that the fastness characteristics of Timor woven fabrics obtained through natural dyeing using tamarind seed coat tannin bio-mordant were affected by mordanting conditions. A good color fastness was achieved by using the pre-mordanting technique, 15% bio-mordant concentration, 120 minutes, and 95oC temperature.

Keywords: bio-mordant, tamarind seed coat, tannin, Timor weaving, natural color

PENDAHULUAN

Kain Tenun Timor dikenal sebagai salah satu kain dengan corak atraktif dan warna yang menarik. Sebagian besar penenun menggunakan zat pewarna sintetis dalam pewarnaan tenun ikat Timor. Kelebihan dari pewarnaan dengan zat warna sintetis adalah ketahanan warna yang lebih kuat serta kekuatan warna yang tinggi, akan tetapi limbah zat warna yang dihasilkan mengandung logam berat seperti Cu, Cr, Ni, Co dan Hg

(Priambudi dkk., 2020) sehingga akan mencemari perairan dan lingkungan. Penggunaan pewarna alami pada kain tenun dapat menjadi salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan pewarna kimia sintetik yang berbahaya.

Pewarna alami di Pulau Timor cukup melimpah karena kekayaan flora dan fauna yang begitu beragam. Sumber pewarna alami adalah tumbuhan, binatang dan mikroorganisme (Pujilestari, 2015) yang dapat menghasilkan warna yang beragam seperti merah, oranye,

kuning, biru, dan cokelat. Kelompok penting pewarna alami adalah karotenoid, flavanoid, tetrapirroles, kurkumin dan xantofil. Meskipun tersedia secara melimpah dan ramah lingkungan, penggunaan pewarna alami pada pewarnaan kain tenun Timor masih kurang diminati karena beberapa kelemahan seperti kurang stabilnya pewarna alami yang mengakibatkan warna mudah pudar (Samantha, 2018).

Pewarnaan secara alami adalah proses pemindahan zat warna alami ke substrat untuk mendapatkan warna permanen. Metode yang digunakan untuk pewarnaan secara alami tergantung pada struktur kimia serta karakteristik fisik zat warna alami dan juga seratnya. Untuk meningkatkan afinitas antara serat kain dengan pewarna alami dalam proses pewarnaan maka telah dikembangkan berbagai jenis pengikat warna atau yang dikenal sebagai mordan. Mordan diterapkan terhadap kain untuk membantu penyerapan zat warna pada kain. Mordan berfungsi untuk membentuk jembatan kimia antara zat warna dengan serat sehingga afinitas (daya tarik) zat warna meningkat terhadap serat dan berguna untuk menghasilkan warna yang baik (Santosa & Kusumastuti, 2014).

Pemilihan mordan yang tepat akan menghasilkan kain dengan kualitas warna yang cerah dan tidak mudah luntur tetapi juga aman untuk dikenakan. Kekuatan warna dan koordinat warna yang dihasilkan setelah penggunaan mordan dapat bervariasi tergantung pada kondisi mordanting dan jenis mordan yang digunakan. Salah satu jenis mordan alami yang telah banyak diterapkan pada pewarnaan kain secara alami adalah tanin dari kulit biji asam. Tanin dari kulit biji asam menghasilkan intensitas warna dan ketahanan luntur yang lebih baik pada pewarnaan kain katun daripada menggunakan pewarna dari kulit buah delima dan kunyit (Prabhu & Teli, 2014). Selain jenis mordan, beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas warna kain diantaranya adalah konsentrasi mordan, lama waktu mordanting, teknik mordanting dan suhu mordanting yang digunakan. Telah dilaporkan beberapa kondisi umum pada proses mordanting kain yaitu rentang konsentrasi mordan yang digunakan 0,5-30 g/L pada temperatur 30-100oC selama 30-60 menit dan pada pH 3-10 (Samanta, 2018). Selain itu studi spesifik oleh Sarker dkk. (2020) dinyatakan bahwa mordanting selama 45 menit pada suhu 950C dengan menggunakan konsentrasi tanin 15 gr/L dapat meningkatkan kekuatan warna dan ketahanan luntur kain sutera. Penggunaan teknik pra-mordanting juga

dilaporkan menunjukkan kecerahan dan kekuatan warna yang jauh lebih baik pada pewarnaan benang wool dengan menggunakan biomordan tanin kulit biji asam (Win dkk., 2019). Studi penentuan kondisi optimum proses mordanting pada pewarnaan kain katun, wool dan sutera menggunakan biomordan tanin dari kulit biji asam telah banyak dilakukan. Meskipun demikian belum dilakukan kajian terhadap kondisi mordanting yang optimum pada pewarnaan kain tenun Timor secara alami, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan optimalisasi proses mordanting menggunakan biomordan tanin kulit biji asam pada pewarnaan kain tenun Timor secara alami.

MATERI DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kulit biji asam, benang tenun, kunyit, kain muslin halus, air garam jenuh, larutan sabun 5 g/L dan akuades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, oven, saringan 100 mesh, mortar, oven, penangas air, mesin cuci, penampung zat warna, thermometer, cawan, stopwatch dan Staining Scale Standard.

Cara Kerja

Ekstraksi zat warna dan biomordan

Sebanyak 6 gr kunyit yang telah dicuci dan dikupas kulitnya, diblender hingga halus kemudian dimaserasi dalam 300 mL air selama 30 menit, selanjutnya dididihkan selama 60 menit. Larutan disaring, filtrate yang diperoleh digunakan pada proses pewarnaan.

Biji asam dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 100oC selama 30 menit. Kulit dikupas dan diblender hingga halus. Serbuk kulit biji asam (1000g) diekstraksi dengan air mendidih (2L) selama 2 jam, lalu didinginkan dan disaring melalui kain muslin halus. Filtrate dikumpulkan secara terpisah. Residu yang tersisa diekstraksi ulang sebanyak tiga kali. Total ekstrak (8L) yang dikumpulkan, dipanaskan sampai mendidih dan didiamkan selama 24 jam kemudian disaring. Filtrate yang diperoleh dipekatkan dalam penangas air dengan ditambahkan larutan garam jenuh. Endapan berwarna kecoklatan yang diperoleh, dikeringkan dalam oven hingga membentuk bubuk berwarna coklat yang siap digunakan sebagai biomordan.

Optimalisasi Kondisi Mordanting Optimasi teknik mordanting

Proses pencelupan dilakukan dengan 3 teknik yaitu (pra, meta dan pasca mordanting) dengan konsentrasi mordan 15% pada suhu 95 oC selama 60 menit. Pada teknik pramordanting kain tenun dimasukkan ke dalam larutan mordan kemudian ditiriskan dan dikeringanginkan. Selanjutnya disiapkan larutan zat warna alami hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan kemudian dimasukkan kain yang telah diberi mordan ke dalam larutan zat warna alam, lalu dikeringanginkan. Pada teknik metamordanting larutan zat warna alam disiapkan dan dicampur dengan larutan mordan 15 % dalam tempat pencelupan. Kemudian kain dimasukkan ke dalam larutan zat warna alam yang sudah dicampur dengan larutan mordan. Kain ditiriskan dan dikeringanginkan. Teknik pasca mordanting dilakukan dengan menyiapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan. Kemudian kain dimasukkan ke dalam larutan zat warna alam. Selanjutnya kain ditiriskan dan dikeringanginkan, kemudian dicelupkan ke dalam larutan mordan 15 %.

Optimasi Konsentrasi Biomordan

Benang tenun direndam dengan larutan mordan kulit biji asam pada konsentrasi 0%, 5%, 15% dan 25% pada 950C selama 60 menit, dengan rasio larutan biomordan dan material 20:1 kemudian dicelupkan dalam larutan pewarna alami.

Optimasi Waktu Mordanting

Benang tenun dicelupkan dalam larutan biomordan pada konsentrasi 15% dengan variasi waktu 60, 90, 120 dan 150 menit kemudian selanjutnya dicelupkan dalam zat pewarna alami.

Optimasi Suhu Mordanting

Benang tenun dicelupkan dalam larutan biomordan pada konsentrasi 15% dengan variasi suhu 45, 95, 140 dan 195 oC selama 60 menit kemudian selanjutnya dicelupkan dalam zat pewarna alami.

Uji Ketahanan Luntur

Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian kain tenun hasil pewarnaan dilakukan sesuai metode ISO-105-C10. Larutan yang mengandung larutan sabun 5 g/L digunakan

sebagai cairan pencuci. Sampel dicuci selama 45 menit pada suhu 500C dengan rasio material 20:1 di mesin. Setelah dibilas dan dikeringkan, perubahan warna sampel dibandingkan dengan Staining Scale Standard.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Teknik Mordanting

Teknik mordanting memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap karakteristik warna maupun ketahanan luntur kain tenun. Karakteristik warna kain tenun tanpa mordan dan dengan teknik pra-, meta- dan pasca-mordanting dengan tanin kulit biji asam ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Karakteristik Warna Tenun pada

Berbagai Teknik Mordanting

Karakteristik ketahanan luntur warna kain tenun ditunjukkan pada Gambar 2. Kain tenun dari penggunaan teknik pra-mordanting menunjukkan nilai ketahanan luntur yang lebih tinggi daripada teknik meta-mordanting. Rendahnya ketahanan luntur kain dari metamordanting diduga diakibatkan oleh interaksi mordan/pewarna membentuk kompleks yang menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah molekul mordan yang menghubungkan pewarna dengan matriks benang selama proses metamordanting. Demikian pula pada proses pasca-mordanting, benang tenun telah berinteraksi dengan pewarna membentuk kompleks selulosa-pewarna yang membatasi molekul tanin sebagai biomordan untuk membentuk jembatan silang yang dapat meningkatkan afinitas pewarna terhadap permukaan benang.

Metaiiiordanting

Gambar 2. Pengaruh Teknik Mordanting terhadap Ketahanan Luntur


Telah dijelaskan oleh Manimozhi & Kanakarajan (2017) bahwa dalam pra-mordanting dan meta-mordanting, mordan berinteraksi dengan serat benang dan menghasilkan lebih banyak situs aktif untuk pewarna alami agar mudah diserap dengan membentuk kompleks pewarna-serat-mordan, sehingga pewarna dengan mudah menempel pada serat, akan tetapi di pasca-mordanting jumlah pewarna alami yang teradsorpsi pada serat lebih sedikit, karena kurangnya mordan dalam larutan pewarna. Yusuf dkk. (2017) menyatakan bahwa pemberian mordan pada pewarnaan kain dengan kurkumin tidak boleh dilakukan selama pencelupan (metamordanting) karena pembentukan kompleks dyemordant dapat mencegah pewarna teradsorpsi ke substrat kain.

Pengaruh Konsentrasi Biomordan

Konsentrasi biomordan tanin kulit biji asam memiliki pengaruh terhadap karakteristik warna tenun yang diperoleh. Karakteristik warna setelah mordanting dan pewarnaan pada berbagai konsentrasi biomordan ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil pengukuran ketahanan luntur warna dari tiap-tiap konsentrasi biomordan ditampilkan pada Gambar 4.

15%

25%

Gambar 3. Karakteristik Warna Akibat Variasi

Konsentrasi Mordan

Secara visual, dapat dilihat bahwa kenaikan konsentrasi biomordan semakin meningkatkan intensitas warna kain pada konsentrasi pewarna yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak molekul mordan, semakin banyak molekul pewarna yang terikat dan berdifusi ke dalam serat benang. Kondisi ini akan meningkatkan intensitas warna kain.

Gambar 4. Ketahanan Luntur pada Berbagai Konsentrasi Biomordan

Gambar 4 menunjukkan bahwa konsentrasi biomordan yang digunakan dalam pewarnaan kain cukup berpengaruh terhadap ketahanan luntur kain. Penggunaan mordan yang konsentrasinya kecil (5%) menunjukkan nilai ketahanan luntur yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan konsentrasi mordan yang lebih tinggi (15 dan 25%). Semakin banyak mordan tanin, semakin banyak gugus fenolik (OH) yang membentuk ikatan silang dengan molekul pewarna dan serat benang yang mengarah ke fiksasi pewarna yang lebih baik pada benang. Sarker dkk. (2020b) telah melaporkan konsentrasi biomordan yang optimum untuk pewarnaan kain sutera dengan biomordan tanin dan pewarna curcumin adalah pada penggunaan konsentrasi 15 g/L.

Pengaruh Waktu Mordanting

Pengaruh durasi mordanting terhadap karakteristik ketahanan luntur kain tenun diuji pada variasi waktu 30, 60, 90 dan 120 menit. Hasil uji pada Gambar 5 menunjukkan adanya pengaruh lama waktu mordanting terhadap ketahanan luntur kain tenun yang dihasilkan dengan cukup signifikan.

Waktu (Menit)

Gambar 5. Ketahanan Luntur Kain Tenun pada Berbagai Waktu Mordanting

Semakin lama durasi mordanting semakin tinggi nilai ketahanan luntur kain tenun. Ketahanan luntur mengalami peningkatan sebesar 0,5-1. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu mordating semakin tinggi molekul mordan yang terikat pada serat selulosa sehingga sangat potensial dalam meningkatkan affinitas benang terhadap pewarna. Peneliti sebelumnya melaporkan nilai ketahanan luntur yang lebih tinggi pada durasi mordanting yang lebih lama yaitu 3 dan 5 jam (Hosen dkk., 2021).

Pengaruh Suhu Mordanting

Temperatur memiliki peranan penting dalam ketahanan luntur warna. Temperatur menentukan penyerapan mordan secara maksimum pada permukaan serat. Hasil uji ketahanan luntur akibat kenaikan temperatur ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh Kenaikan Suhu terhadap Ketahanan Luntur Kain Tenun

Ketahanan luntur tertinggi diperoleh pada suhu mordanting 95oC. Pada suhu ini laju interaksi antara mordan dan serat kain mencapai optimum. Kenaikan suhu menjadi 140 dan 195 oC menurunkan nilai ketahanan luntur warna. Hal ini berkaitan dengan degradasi molekul tanin akibat suhu (Lisperguer dkk., 2016).

SIMPULAN

Karakteristik ketahanan luntur kain tenun Timor yang diperoleh melalui pewarnaan secara alami menggunakan biomordan tanin kulit biji asam dipengaruhi oleh kondisi mordanting. Ketahanan luntur yang baik diperoleh pada penggunaan teknik pra-mordanting, konsentrasi biomordan 15%, waktu 120 menit dan suhu 95oC.

DAFTAR PUSTAKA

Gaugler, M. & Grigsby, W. J. 2009. Thermal Degradation of Condensed Tannins from Radiata Pine Bark. Journal of Wood Chemistry and Technology. 29(4): 305– 321.

Haerudin A., Lestari T. P., Atika V. 2017. Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap hasil Ekstraksi Rumput Laut Gracilaria sp sebagai Zat warna Alam pada Kain Batik Katun dan Sutra. Yogyakarta: 2017.

Hosen, Md. D., Rabbi, Md. F., Raihan, Md. A. & Al Mamun, Md. A. 2021. Effect of turmeric dye and biomordants on knitted cotton fabric coloration: A promising alternative to metallic mordanting. Cleaner Engineering and Technology. 3: 100124.

Lisperguer, J., Saravia, Y. & Vergara, E. 2016. Structure and thermal behavior of tannins from Acacia dealbata bark and their reactivity toward formaldehyde. Journal of the Chilean Chemical Society. 61(4): 3188–3190.

Manimozhi, R. & Kanakarajan, S. 2017. Natural Dye from Torenia SP Flower for Colouring Silk Yarn using BiomordantsAn Ecofriendly Approach. 10.

Prabhu, K. H. & Teli, M. D. 2011. Eco-dyeing using Tamarindus indica L. seed coat tannin as a natural mordant for textiles with antibacterial activity. Journal of Saudi Chemical Society. 18(6): 864–872.

Priambudi, R. A., Tarigan, K. T. & Siswanti, S. 2020. Ekstrak Sabut Kelapa (Cocos nucifera) Sebagai Biomordan pada Bahan Tekstil Dengan Pewarna Alami Daun Jati

(Tectona grandis Lf). Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. p.5.

Pujilestari, T. 2015. Sumber dan pemanfaatan zat warna alam untuk keperluan industri. Dinamika Kerajinan dan Batik. 32(2): 93–106.

Samanta, A. K. 2018. Fundamentals of Natural Dyeing of Textiles: Pros and Cons. Current Trends in Fashion Technology & Textile Engineering. 2(4).

Santosa, E. K. & Kusumastuti, A. 2014. Pemanfaatan daun tembakau untuk pewarnaan kain sutera dengan mordan jeruk nipis. TEKNOBUGA: Jurnal Teknologi Busana dan Boga. 1(1).

Sarker, P., Hosne Asif, A. K. M. A., Rahman, M., Islam, Md. M. & Rahman, K. H. 2020. Green Dyeing of Silk Fabric with Turmeric Powder Using Tamarind Seed Coat as Mordant. Journal of Materials Science and Chemical  Engineering.

08(02): 65–80.

Singh, G., Mathur, P., Singh, N. & Sheikh, J. 2019. Functionalization of wool fabric using kapok flower and bio-mordant. Sustainable Chemistry and Pharmacy. 14: 100184.

Win, K. H., Khaing, Y. K. & Khaing, T. 2019. Extraction of Tannin from Tamarind Seed Coat as a Natural Mordant for Dyeing of Wool Yarn. 4(7): 4.

Yusuf, M., Mohammad, F., Shabbir, M. & Khan, M. A. 2017. Eco-dyeing of wool with Rubia cordifolia root extract: Assessment of the effect of Acacia catechu as biomordant on color and fastness properties. Textiles and Clothing Sustainability. 2(1): 10.

142