Gambaran Klinis Hasil Pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi pada Pasien Dispepsia di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020-2021
on

Gambaran Klinis Hasil Pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi pada Pasien
Dispepsia di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020-2021
Fulgensius Atin1*, Alyssa Claudia Valerie Gunawan2, Widhitomo3, Alders Allen Kusa Nitbani3
-
1 Dokter Umum RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang.
-
2 Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
-
3 Dokter Spesialis Bedah Umum RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang.
*Penulis korespondensi: fulgensiusatin@yahoo.com.
ABSTRAK
Tujuan: Untuk mendeskripsikan hasil EGD pada pasien dispepsia di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif kuantitatif cross-sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rekam medis. Populasi sampel penelitian ini adalah semua pasien dispepsia yang menjalani prosedur EGD di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang tahun 2020-2021 dengan metode total sampling yang menghasilkan 215 sampel. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 21 for Windows. Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin. Persentase pada laki-laki (49,8%) dan perempuan (51,2%). Dispepsia ditemukan paling banyak pada kelompok usia 41-60 tahun (50%). Diagnosis terbanyak pada hasil pemeriksaan EGD merupakan gastritis (40,9%) diikuti tumor pada saluran cerna atas (20%) dengan hasil PA keganasan pada perempuan lebih banyak di banding laki-laki. Total 89,3% pasien dalam penelitian ini merupakan pasien dengan sindroma dispepsia organik. Simpulan: Sindroma dispepsia dapat terjadi merata pada pasien laki-laki maupun perempuan dan sering pada usia orang dewasa, berkaitan erat dengan gangguan organik dan hasil gambaran EGD didominasi oleh hasil gastritis dan keganasan pada saluran cerna atas.
Kata kunci: esofagogastroduodenoskopi, dispepsia, RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
DOI: https://doi.org/10.24843/JBN.2023.v07.i02.p01
ABSTRACT
Aim: To describe the results of EGD in dyspepsia patients at Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang Hospital. Methods: This research is a cross-sectional quantitative descriptive study. This study uses secondary data from medical records. The sample population of this study were all dyspepsia patients who underwent EGD procedures at Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Hospital in 2020-2021 with the total sampling method which produced 215 samples. Data were analyzed using SPSS version 21 for Windows. Results: In this study found no significant differences in gender. Percentage in men (49.8%) and women (51.2%). Dyspepsia was found mostly in the age group of 41-60 years (50%). Most diagnoses on EGD examination results were gastritis (40.9%) followed by tumors in the upper digestive tract (20%) with PA results of malignancy in women more than men. A total of 89.3% of the patients in this study were patients with organic dyspepsia syndrome. Conclusion: Dyspepsia syndrome can occur equally in male and female patients and often in adults, is closely related to organic disorders and the results of EGD are dominated by gastritis and malignancy in the upper digestive tract.
Keywords: esophagogastroduodenoscopy, dyspepsia, Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Hospital.
PENDAHULUAN
Sindroma dispepsia merupakan suatu kondisi medis yang terdiri dari berbagai macam gejela pada perut bagian atas seperti
rasa penuh, tidak nyaman, cepat kenyang, kembung, dada terbakar, sendawa, mual, muntah, atau nyeri.1 Dispepsia menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak di
Provinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2010-2014 dengan 3.072 kasus (7,94%) serta hasil laporan Profil Kesehatan Kota Kupang yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018 menunjukkan bahwa angka kesakitan dispepsia di Kota Kupang pada tahun 2018 mencapai 21.760 kasus atau 12,5% dari 10 penyakit terbanyak pada tahun 2018.2,3 Pendekatan diagnosis dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik dari sindroma dispepsia. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menggali usia pasien, adanya alarm symptom atau tanda bahaya, penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan dispepsia, dan mencari kelainan fisik yang dapat ditemukan. Penyakit yang dapat menyebabkan dispepsia antara lain: (1). esofagogastroduodenal: dapat disebabkan tukak peptik, gastritis erosiva, tumor lambung, infeksi Helicobacter pylori (H. pylori), (2). Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis, tumor hepar, disfungsi sphincter odii, (3). pankreas: pankreatitis, kanker pancreas, (4). penyakit sistemik: Diabetes Melitus (DM), penyakit tiroid, gagal ginjal, penyakit jantung coroner (PJK); dan, (5). obat-obatan: anti-inflamasi non steroid, steroid, zat besi, acarbose, metformin teofilin, digitalis, antibiotik, dan sebagainya.4,5
Kriteria Rome IV membagi dispepsia fungsional menjadi dua kategori berdasarkan gejalanya, yaitu: Epigastric Pain Syndrome (EPS) berupa rasa nyeri atau terbakar pada epigastrium dan Postprandial Distress Syndrome (PDS) berupa rasa tidak penuh pada perut dan cepat kenyang.6,7Pedoman ACG dan CAG menyarankan endoskopi dilakukan pada semua pasien dengan usia lebih dari sama dengan 60 tahun dan mengalami gejala dispepsia selama minimal 1 bulan.8,9 Tanda bahaya dapat berupa: adanya perdarahan gastrointestinal termasuk hematemesis melena, disfagia dan odinofagia, muntah persistent, berat badan turun, adanya massa
epigastrium, adanya riwayat kanker gastrointestinal pada keluarga, dan adanya anemia defisiensi besi.8 Pada pasien di bawah 60 tahun dengan tanda bahaya, dapat dilakukan pemeriksaan lain dan membutuhkan pertimbangan secara kasus per kasus untuk menentukan apakah diperlukan endoskopi atau tidak.10
Esophagogastroduodenoscopy (EGD) adalah prosedur endoskopi diagnostik yang memberikan gambaran visual mengenai kondisi orofaring, esofagus, lambung, dan duodenum proksimal. Penegakan diagnosis pasien dengan sindroma dispepsia biasanya dilakukan dengan EGD untuk mengetahui kelainan peptikum. Penentuan klasifikasi antara dispepsia organik dan fungsional juga dapat didasarkan dari temuan endoskopi.11
Berkaitan dengan latar belakang di atas maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran klinis terbanyak yang ditemukan secara visual saat dilakukan pemeriksaan EGD pada pasien dengan sindroma dispepsia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Penelitian ini bertujuan membantu konsulen dalam menentukan apakah pemeriksaan EGD diperlukan bagi pasien dengan dispepsia dan agar dokter umum dapat mengambil keputusan apakah pasien dengan dispepsia perlu dirujuk atau tidak. Masyarakat diharapkan dapat mengetahui pentingnya pemeriksaan EGD sebagai salah satu sarana diagnosa pada pasien dengan keluhan nyeri ulu hati berulang.
METODE
Desain studi menggunakan penelitian deskriptif cross sectional. Penelitian dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang pada bulan Juli 2022. Sampel diambil dengan metode total sampling pasien dispepsia yang menjalani tindakan EGD di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang tahun
2020-2021. Data diambil dari rekam medis pasien, meliputi umur, jenis kelamin, hasil endoskopi, dan klasifikasi dispepsia. Semua data penelitian kemudian dicatat dan dianalisis menggunakan software SPSS versi 21 for Windows.
HASIL
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sehingga dapat diikutsertakan dalam penelitian berjumlah 215 sampel. Pasien dengan jenis kelamin lelaki maupun perempuan memiliki presentase yang hampir sama yaitu laki-laki sebanyak 49,8% dan perempuan sebanyak 50,2%. Pada kelompok usia didapatkan hasil pasien dengan proporsi usia terbanyak adalah kelompok usia 41-60
tahun dengan persentase mancapai 50% diikuti oleh pasien berusia 20-40 tahun (27%) dan pasien berusia lebih dari 60 tahun (20,6%). Terdapat 5 pasien yang berusia < 20 tahun (2,4%) (Tabel 1).
Pada hasil EGD, ditemukan gambaran terbanyak adalah gastritis dengan persentase mencapai 40,9%, diikuti dengan gambaran tumor saluran cerna atas (20%) dengan curiga keganasan sebanyak 11.6%, ulkus peptikum (gaster maupun duodenum) (17,2%), gambaran struktur normal (10,7%), gastroeshopagel reflux disease (GERD’s) (10,2%), polip saluran cerna atas (9,3%) dan lainya seperti barrett’s esofagus dan varises esofagus (7%) (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik Demogarafi Pasien Sindroma Dispepsia yang Melakukan Prosedur EGD di
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang Tahun 2020-2021
Variabel Frekuensi (n = 215) Presentase (%)
Usia <20 21-40 41-60 >60 Jenis Kelamin Laki- laki Perempuan Gambaran EGD Gastritis Tumor Saluran Cerna Ulkus Peptikum Normal GERD Polip Saluran Cerna Varices Esofagus Barrett's Esofagus Klasifikasi Organik Fungsional |
5 2,4 58 27 107 50 44 20,6 107 49,8 108 50,2 88 40,9 44 20 39 17,2 23 10,7 22 10,2 20 9,3 9 4,2 6 2,8 192 89,3 23 10,7 |
Pada Tabel 1 dan Tabel 2 didapatkan hasil dispepsia organik mendominasi dengan proporsi 89,3% dari total 192 pasien dan hanya terdapat 23 pasien dengan dispepsia |
fungsional (10,7%). Berdasarkan usianya, pasien dengan usia kurang dari 60 tahun mendominasi baik untuk dispepsia organik maupun dispepsia fungsional. |
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa daripada 60 tahun. Hasil ini selaras dengan gambaran EGD pada laki-laki dan perempuan gambaran EGD dimana berbagai penyakit hampir merata, kecuali pada gambaran tumor lebih banyak pada pasien dengan usia kurang dengan suspek keganasan dimana didapatkan dari 60 tahun, namun sama dan hampir mirip perempuan sebanyak 65% dibandingkan laki- pada tumor, terutama pada gambaran laki sebanyak 35%. Pasien dengan usia muda keganasan, yaitu 52% pada usia > 60 tahun (kurang dari 60 tahun) didapatkan lebih dan 48% pada usia <60 tahun (Tabel 3). banyak daripada pasien dengan usia lebih
Tabel 2. Klasifikasi dispepsia berdasarkan usia
Gambaran EGD |
Jenis Kelamin Usia Laki-laki Perempuan ≤ 60 tahun > 60 tahun (N = 107) (N = 108) (N= 171) (N = 44) |
Gastritis Tumor Saluran Cerna Atas Suspek keganasan Ulkus Peptikum Normal GERD Polip Varises Esoagus Barret’s Esofagus |
46 42 80 8 21 23 24 20 8 17 12 13 20 19 32 7 10 13 20 3 12 10 21 1 8 12 18 2 7 2 5 4 3 3 4 2 |
Hasil gambaran EGD dengan suspek keganasan, diperiksakan sampel Patologi Anatomi (PA). Ditemukan gambaran adenocarcinoma sebagai hasil terbanyak yaitu 48% dengan perbandingan laki-laki dan perempuan seimbang (Tabel 4). Selain adenocarcinoma, ditemukan pula Squamous Cell Carcinoma (SCC) sebanyak 32%, 1 pasien menderita Non-Hodgkin Lymphoma, dan 1 pasien menderita neuroendokrin karsinoma. Sebanyak 3 pasien (12%) dengan curiga keganasan, ternyata tidak ditemukan tanda metaplasia atau displasia.
Pemeriksaan PA juga dilakukan untuk mendeteksi bakteri H. pylori. Pada pasien dengan gastritis ditemukan H. pylori sebanyak
-
2 1,6%, pada pasien dengan ulkus peptikum sebanyak 23%, dan pada polip sebanyak 25% dan sebagian besar pasien dengan dispepsia organik tidak terjangkit bakteri H. Pylori.
DISKUSI
Esophagogastroduodenoscopy (EGD) adalah prosedur endoskopi diagnostik yang memvisualisasikan orofaring, esofagus, lambung, dan duodenum proksimal. Penegakan diagnosis pasien dengan sindroma dispepsia biasanya dilakukan dengan EGD untuk mengetahui kelainan peptikum. Penentuan klasifikasi antara dispepsia organik dan fungsional juga dapat didasarkan dari temuan endoskopi.11
Tabel 3. Gambaran hasil EGD pada pasien dipepsia berdasarkan jenis kelamin dan usia
Klasifikasi |
Usia | |
≤ 60 tahun (N= 171) |
> 60 tahun (N = 44) | |
Organik |
151 |
41 |
Fungsional |
20 |
3 |
Tabel 4. Gambaran hasil EGD pasien dispepsia dengan curiga keganasan dan hasil PA
Hasil PA |
Gambaran Gastroduodenoskopi Tumor Suspek Keganasanan (N = 25) Total Laki-laki Perempuan |
Adenokarcinoma Squamous Cell Carcinoma (SCC) Tanpa tanda metaplasia atau displasia Non-Hodgkin Lymphoma Neuroendokrin Karsinoma |
12 6 6 8 3 5 3 1 2 1 0 1 1 0 1 |
Pasien dengan usia >60 tahun, adanya riwayat keluarga dengan keganasan gastrointestinal (GI) atas, penurunan berat badan disertai muntah persisten, disfagia, odynofagia, anemia defisiensi besi, dan kecurigaan penyakit organik endoskopi sehingga bisa mengeksklusi kemungkinan adanya malignansi. Tidak ada kelainan struktural ketika pemeriksaan EGD dilakukan menurunkan tingkat kecemasan dan peningkatan kepuasan bagi pasien.12
Hasil penelitian ini ditemukan jumlah pasien perempuan dengan dispepsia lebih banyak daripada laki-laki dengan presentasi 50,2% berbanding 49,8%. Hal ini selaras dengan penelitian sebelumnya dimana terdapat hubungan antara pengaruh hormon estrogen dan progesteron pada gerakan peristaltik dari traktus gastrointestinal yang menyebabkan pengosongan lambung terhambat sehingga pada perempuan lebih rentan terkena dispepsia. Hal ini tidak ditemukan pada hormon testosteron yang banyak ditemukan di laki-laki.13,14
Kelompok usia pada studi ini dengan penderita dispepsia yang paling tinggi adalah pada usia 41-60 tahun (50%). Secara keseluruhan pasien dengan usia kurang dari 60 tahun dengan dispepsia di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang mencapai 79,4% dibandingkan dengan pasien dengan usia lebih dari 60 tahun (20,6%). Semakin bertambahnya
usia, maka pengosongan lambung akan semakin lambat dan kepekaan lambung terhadap distensi meningkat sehingga menyebabkan gejala dispepsia sering ditemukan. Tingginya angka dispepsia pada usia muda kemungkinan disebabkan oleh stressor yang tinggi, pola makan yang tidak teratur, dan kebiasaan gaya hidup yang kurang baik.9,15,16
Klasifikasi pada pasien dispepsia di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang didominasi oleh dispepsia organik sebesar 89,3%. Hal ini dibuktikan oleh gambaran hasil EGD yang dilakukan dengan temuan penyakit seperti gastritis (40,9%,), gambaran tumor saluran cerna atas (20%), ulkus peptikum (gaster maupun duodenum) (17,2%), GERD (10,2%) dan penyakit lainnya (16,3%). Hasil gambaran gastritis, ulkus peptikum dan GERD ditemukan lebih banyak pada laki-laki di banding perempuan dan lebih dominan pada usia <60 tahun. Gastritis paling sering disebabkan oleh H. pylori.17 Pada penelitian ini, hanya 27,5% pasien dengan gastritis karena H. pylori. Penyebab lain yang dapat menyebabkan gastritis adalah Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs), merokok, konsumsi alkohol, steroid, autoimun, dan sebagainya. NSAID menghambat sintesa prostaglandin yang bersifat protektif pada mukosa lambung.17,18 Erosi mukosa pada gastritis semakin
bertambah parah hingga menembus submukosa atau muskularis dan membentuk ulkus disebut dengan ulkus peptikum. Hasil studi ini menemukan 23% pasien dengan ulkus peptikum disebabkan oleh infeksi H. pylori.19 Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu penyebab utama terjadinya ulkus peptikum pada masyarakat Nusa Tenggara Timur khususnya yang berobat di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
Gastroeshopagel reflux disease (GERD) merupakan penyakit dimana terjadi regurgitasi asam dari lambung ke tenggorokan. GERD dapat disebabkan kelainan dari gerakan esofagus atau dari katup esofagus dan menyebabkan gejala rasa terbakar di ulu hati, mual, dan gejala dispepsia yang lain. GERD dapat menyebabkan komplikasi berupa barrett’s esofagus yaitu kondisi dimana terdapat sel metaplasia pada esofagus karena paparan asam terus menerus.20,21
Tumor saluran cerna bagian atas lebih banyak pada perempuan, terutama pada tumor yang dicurigai keganasan, namun pada kelompok usia tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada usia muda maupun tua. Gambaran hasil PA membuktikan adanya keganasan dengan ditemukan gambaran adenokarcinoma (48%), squamous cell carcinoma (SCC) sebanyak 32%, 1 pasien menderita non-hodgkin lymphoma, dan 1 pasien menderita neuroendokrin karsinoma serta 3 pasien (12%) yang tidak ditemukan tanda metaplasia maupun displasia. Hasil pemeriksaan PA yang tidak ditemukan tanda keganasan disarankan agar tetap dilihat sesuai klinis pasien dan pertimbangkan pengambilan sample ulang pada bagian yang dicurigai keganasan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh departemen patologi anatomi RSMH palembang 2009 menyatakan bahwa gambaran adenokarsinoma merupakan keganasan yang paling sering pada saluran
cerna atas. Faktor risiko kanker lambung disebabkan karena asupan nutrisi, gaya hidup merokok, dan minuman beralkohol, sehingga menganggu kinerja lapisan mukosa lambung.17
SIMPULAN
Karakteristik pasien dispepsia yang menjalani prosedur EGD di rumah sakit umum Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang tahun 20202021 merata pada pasien laki-laki maupun perempuan dan terbanyak pada kelompok usia 40-60 tahun. Pada gambaran hasil EGD ditemukan 3 besar penyakit pada simdroma dispepsia yaitu gastritis, ulkus peptik dan tumor saluran cerna atas.
Konfirmasi hasil PA menyatakan pasien dengan gastritis dan ulkus peptic terinfeksi oleh bakteri H. Pylori dan tumor saluran cerna atas dengan kecurigaan keganasan terkonfirmasi adanya suatu carcinoma yaitu adenokarsinoma dan squamous cell
carcinoma. Dari keseluruhan total sampel dinyatakan sindroma dispepsia pada pasien dalam penelitian ini disebabkan oleh gangguan organik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga dan para pembimbing penelitian.
PERNYATAAN
Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Oustamanolakis P, Tack J. Dyspepsia Dyspepsia: Organic versus functional. J Clin Gastroenterol. 2012;46:175-90.
-
2. Sequera MTG, Ratu K, Pakan PD.
Hubungan Tingkat Stres Dengan Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.
Cendana Med J. 2021;9:240-8.
-
3. Kupang BPSK. Kota Kupang Dalam Angka. In: Vol 5. Brawijaya University; 2018:998-1011.
-
4. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2104.
-
5. Timur DKPNT. BPS Provinsi NTT. Published 2020. Accessed February 7, 2023.
https://ntt.bps.go.id/statictable/2014/11/2 7/124/jumlah-kasus-10-penyakit-terbanyak-2010-2014.html
-
6. Ford AC, Moayyedi P. Dyspepsia. Curr Opin Gastroenterol. 2013;29:662-8.
-
7. Black CJ, Houghton LA, Ford AC.
Insights into the evaluation and management of dyspepsia: recent
developments and new guidelines. Therap Adv Gastroenterol.
2018;11:1756284818805597.
-
8. Madisch A, Andresen V, Enck P, dkk.
The Diagnosis and Treatment of Functional Dyspepsia. Dtsch Arztebl Int. 2018;115:222-32.
-
9. Mounsey A, Barzin A RA. Functional
Dyspepsia: Evaluation and Management. Am Fam Physician. 2020;101:84-8.
-
10. Moayyedi PM, Lacy BE, Andrews CN,
dkk. ACG and CAG Clinical Guideline: Management of Dyspepsia. Am J Gastroenterol. 2017;112:988-1013.
-
11. Tytgat GNJ. Role of endoscopy and
biopsy in the work up of dyspepsia. Gut. 2002;50 Suppl 4(Suppl 4):iv13-6.
-
12. Putra AAGW, Wibawa IDN. Gambaran hasil pemeriksaan endoskopi pada pasien dispepsia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah tahun 2015. Intisari Sains Medis. 2020;11:35-40.
-
13. Kim YS, Kim N. Functional Dyspepsia: A Narrative Review With a Focus on SexGender Differences. J
Neurogastroenterol Motil. 2020;26:322-34.
-
14. Chen TS, Doong ML, Chang FY, Lee SD, Wang PS. Effects of sex steroid hormones on gastric emptying and gastrointestinal transit in rats. Am J Physiol Liver Physiol. 1995;268:G171-6.
-
15. Silalahi MK. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih Pada di Poli Urologi RSAU dr. Esnawan Antariksa. J Ilm Kesehat. 2020;12:205-12.
-
16. Piotrowicz G, Stępień B, Rydzewska G. Socio-demographic characteristics of patients with diagnosed functional dyspepsia. Prz Gastroenterol.
2013;8:354-65.
-
17. Azer SA, Akhondi H. Gastritis. [Updated 2023 Apr 13]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NB K544250/.
-
18. Amorosi A, Nesi G, Quinn C. Gastritis in patients on non-steroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs).
Histopathology. 1995;26:391-2.
-
19. Tsang TK, Prasad M. Helicobacter Pylori Infection in Peptic Ulcer Disease
[Internet]. Peptic Ulcer Disease. InTech; 2011. Available from:
http://dx.doi.org/10.5772/24889.
-
20. Hom C, Vaezi MF. Extraesophageal Manifestations of Gastroesophageal Reflux Disease. Gastroenterol Clin North Am. 2013;42:71-91.
-
21. Wibawa IDN, Dharmesti NWW.
Gastroesophageal Reflux Disease and Obesity [Internet]. Gastroesophageal
Reflux Disease - A Growing Concern. IntechOpen; 2023. Available from:
http://dx.doi.org/10.5772/intechopen.106 528.
44
Discussion and feedback