PENYISIHAN LOGAM Ca DAN Mg DALAM AIR TANAH MENGGUNAKAN ARANG AKTIF DARI SABUT PINANG (Areca catechu L.) ASAL PULAU TIMOR
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 17 (2), JULI 2023 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2023.v17.i02.p13
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
PENYISIHAN LOGAM Ca DAN Mg DALAM AIR TANAH MENGGUNAKAN ARANG AKTIF DARI SABUT PINANG (Areca catechu L.) ASAL PULAU TIMOR
M. S. Batu*, M. G. Kolo, M. M. Kolo dan A. R. Saka
Program Studi Kimia, Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, NTT, Indonesia *Email: steve_b79@unimor.ac.id
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang adsorpsi logam kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam air tanah menggunakan arang aktif dari limbah sabut pinang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari arang aktif, waktu kontak dan massa adsorben optimum pada proses adsorpsi logam Ca dan Mg dalam air tanah menggunakan arang aktif limbah sabut pinang. Pembuatan arang aktif dilakukan melalui 2 tahapan yaitu tahap karbonasi yang dilakukan pada suhu 400 oC selama 15 menit dan tahap aktivasi kimia menggunakan NaOH 1,5 M selama 24 jam. Proses adsorpsi menggunakan metode batch dengan variasi waktu kontak 30; 60; 90; 120 dan 180 menit dan massa adsorben 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 gram. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh arang aktif dari sabut pinang memiliki kadar air sebesar 8,13%, kadar abu 13,43%, daya serap terhadap iodin sebesar 1.179,98 mg/g dan analisis gugus fungsi menggunakan FTIR menunjukkan adanya gugus O–H, C–H alifatik dan aromatik, gugus C꞊O, dan C꞊C. Waktu kontak optimum pada proses adsorpsi menggunakan arang aktif limbah sabut pinang terhadap logam Ca dan Mg adalah pada waktu 120 menit dengan efisiensi adsorpsi untuk logam Ca sebesar 49% dan 73% untuk logam Mg, sedangkan massa adsorben optimum pada proses adsorpsi adalah pada massa 1,0 gram dengan efisiensi adsorpsi 48% untuk logam Ca dan 72% untuk logam Mg. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam meningkatkan pengetahuan mengenai penanganan logam kalsium dan magnesium dalam air tanah dengan memanfaatkan limbah sabut pinang sebagai adsorben.
Kata kunci: limbah sabut pinang, arang aktif, adsorpsi, kalsium, magnesium.
ABSTRACT
The research has been carried out on the adsorption of calcium (Ca) and magnesium (Mg) metals in groundwater using activated charcoal from areca coir waste. This study aims to determine the characteristics of activated charcoal, contact time and optimum adsorbent mass in the adsorption process of Ca and Mg metals in groundwater using activated charcoal from areca coir waste. The production of activated charcoal was done in 2 stages, namely the carbonation stage, which was carried out at 400 oC for 15 minutes and the chemical activation stage, using 1.5 M NaOH for 24 hours. The adsorption process used a batch method with a variation of contact time of 30; 60; 90; 120, and 180 minutes and the adsorbent mass was 0.5; 1; 1.5; 2 and 2.5 grams. Based on the research results, it was found that activated charcoal from areca nut has a moisture content of 8.13%, ash content of 13.43%, absorption of iodine of 1,179.98 mg/g and functional group analysis using FTIR showed the presence of O–H, C–H aliphatic and aromatic, C꞊O, and C꞊C groups. The optimum contact time in the adsorption process using activated charcoal from areca and Mg waste for Ca and Mg metal was 120 minutes, with adsorption efficiency for Ca metal of 49% and 73% for Mg metal, while the optimum adsorbent mass in the adsorption process was at mass 1, 0 gram with adsorption efficiency of 48% for Ca metal and 72% for Mg metal. This research contributes to increasing knowledge regarding handling calcium and magnesium metals in groundwater by utilizing areca coir waste as an adsorbent.
Keywords: areca coir waste, activated charcoal, adsorption, calcium, magnesium
PENDAHULUAN
Air tanah merupakan sumber air yang memiliki kualitas dan kuantitas yang dapat dimanfaatkan sebagai air bersih oleh manusia dalam aktivitas tiap hari (Batu et al., 2022). Air sumur adalah air tanah yang tidak layak untuk digunakan karena belum diolah sebelumnya. Banyaknya ion logam yang terbawa oleh air
tanah saat merembes melalui batuan mineral di dalam tanah seperti logam mangan (Mn), magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan besi (Fe). Adanya kandungan logam kalsium dan magnesium dalam air tanah dapat mengubah sifatnya menjadi air sadah.
Air sadah kurang baik digunakan pada proses pencucian menggunakan sabun, karena logam Ca dan Mg bereaksi terlebih dahulu
dengan logam Na dalam sabun, sehingga terbentuklah senyawa-senyawa kalsium dan magnesium relatif lebih sukar larut dalam air sehingga menyebabkan proses pencucian tidak berlangsung secara optimal (Nurhayati et al., 2015). Kelebihan air sadah dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi tubuh seperti batu ginjal dan penyumbatan pembuluh darah karena kelebihan kandungan kalsium, sedangkan penyakit diare dan gejala keracunan dikarenakan kelebihan kandungan magnesium. Pada umumnya, sumber air yang tergolong sumber air yang buruk tetapi masih dapat digunakan oleh konsumen yaitu sumber air yang memiliki total kesadahan >200 mg/L (Ahmed et al., 2013). Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa metode yang digunakan untuk mengurangi kandungan Mg dan Ca dalam air tanah diantaranya koagulasi, netralisasi dan adsorpsi. Dari metode-metode tersebut metode yang sering digunakan yaitu metode adsorpsi. Hal ini dikarenakan metode ini memiliki keunggulan seperti mudah didapatkan, efektifitasnya tinggi dan biaya yang relatif rendah (Heriono dan Rusmini, 2015).
Proses adsorpsi merupakan salah satu fenomena fisik yang terjadi ketika suatu permukaan padatan dikontakkan dengan molekul-molekul gas atau cair. Adsorpsi juga adalah proses perpindahan massa pada permukaan pori-pori dalam butiran adsorben padatan berpori yang menyerap (adsorption) dan melepaskan (desorption) suatu fluida (Asip et al., 2008). Metode adsorpsi sudah banyak dibuktikan sebagai metode alternatif yang ekonomis dalam pemisahan logam dalam perairan seperti air tanah (Kholid et al., 2015). Adapun proses pembuatan arang aktif yaitu melalui tahap karbonasi dan tahap aktivasi. Karbonasi merupakan proses pembakaran tidak sempurna dengan suhu yang tinggi untuk mengubah sampel menjadi arang (Setiawati et al., 2010), sedangkan proses aktivasi adalah suatu proses yang dilakukan tujuan untuk memperbesar luas permukaan dan pori dari arang. Proses ini dapat dilakukan secara fisika maupun kimia untuk memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan arang sehingga mengalami perubahan sifat (Hartanto et al., 2010). Aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan zat kimia seperti natrium hidroksida (NaOH) ke dalam arang yang sudah terbentuk. Penelitian yang dilakukan oleh Amri
et al., (2017), arang aktif dari limbah sabut buah pinang menggunakan aktivator NaOH 2% menghasilkan kadar air 1,19 mg/g. Abdullah et al., (2014), menggunakan sabut kelapa untuk membuat arang aktif dengan aktivator NaOH massa 1,5 gram menghasilkan efesiensi penyerapan 93,01%. Arang aktif yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan dasar adsorben yang digunakan untuk proses adsorpsi. Adsorben umumnya disintesis dari bahan alami. Salah satu bahan alam yang dapat dijadikan sebagai adsorben adalah tanaman pinang.
Tanaman pinang (Areca catechu L) merupakan salah satu jenis tumbuhan dari golongan palem-paleman yang banyak tumbuh di daerah Cina, Taiwan, Amerika Serikat, Afrika Timur dan Indonesia seperti di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur (Zheng et al., 2008; Sitanggang et al., 2017). Tanaman pinang banyak tanam di pekarangan rumah dan taman oleh masyarakat sebagai tanaman hias. Tanaman ini memiliki banyak kegunaan seperti daun pinang yang mengandung minyak atsiri digunakan sebagai obat radang tenggorokan. Batang buah pinang digunakan sebagai pembungkus makanan seperti gula merah, aren dan tebu. Biji buah pinang yang dibungkus oleh sabut merupakan bagian dari tanaman pinang yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan pada produk sirup pinang, bahan makanan seperti tepung pinang, pewarna batik (Sitanggang et al., 2017) dan digunakan pada saat upacara adat (Oematan et al., 2020). Hasil penggunaan biji pinang tersebut terdapat limbah padat berupa sabut pinang yang dapat dijadikan sebagai adsorben.
Sabut pinang merupakan limbah yang saat ini hanya digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan kuas gambar dan alis mata. Sabut pinang mengandung senyawa kimia seperti lemak, selulosa, lemak, lignin, hemiselulosa, lilin dan abu (Camarta et al., 2020). Berdasarkan penelitian dari Muslim et al., (2017), diketahui bahwa senyawa kimia dari sabut pinang mengandung selulosa yang lebih tinggi dibandingkan senyawa lain yaitu sebesar 53,20% sedangkan menurut Panjaitan (2008), kandungan selulosa dalam sabut pinang sebesar 70%. Dengan adanya kandungan senyawa lignoselulosa (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) yang tinggi, maka sabut pinang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif.
Berdasarkan uraian masalah-masalah tersebut, maka peneliti menggunakan arang dari limbah sabut pinang dengan aktivator NaOH untuk mengetahui karakteristik arang aktif dari limbah sabut pinang dan mengetahui kondisi waktu kontak optimum yang digunakan dalam logam kalsium dan magnesium dalam air tanah.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah sabut pinang yang diambil dari Desa Oerinbesi dan sampel air tanah diambil dari Kabupaten Timor Tengah Utara, natrium hidroksida (merck), kaliumiodida (merck), natrium tiosulfat (merck), iodin (merck), amilum (merck), kertas saring Whatman No. 42, indikator pH universal dan Akuades.
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tanur, gelas ukur, gelas beker, labu ukur, kaca arloji, cawan porselin, lumpang dan alu, oven, ayakan 100 mesh, pemanas listrik, neraca analitik, pengaduk magnetik, termometer, corong, spektrofotometer FTIR Shimadzu IR Prestige 21 dan instrumen SSA Perkin Elmer PinAAcle 900T.
Cara Kerja
Karbonasi Limbah Sabut Pinang
Limbah sabut pinang sebanyak 5 kg, dimasukan ke dalam wadah lalu dicuci menggunakan air sampai bersih. Selanjutnya sabut pinang dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Sabut pinang yang telah kering dipotong kecil-kecil lalu dimasukan ke dalam cawan porselin dan dilakukan proses karbonasi dalam tanur pada suhu 400 °C selama 15 menit. Arang yang dihasilkan, didinginkan dan dihaluskan menggunakan mortar kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam.
Aktivasi Arang Sabut Pinang
Arang sabut pinang ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian direndam dalam larutan NaOH 1,5 M sebanyak 250 mL selama 24 jam. Selanjutnya larutan arang teraktivasi NaOH disaring dan dibilas dengan akuades hingga pH netral. Tahap selanjutnya, residu dikeringkan dalam oven pada suhu 110 C selama 3 jam kemudian ditimbang. Arang teraktivasi NaOH kemudian dilakukan analisis gugus fungsi menggunakan Spektrofotometer FTIR.
Penentuan Kadar Air
Arang aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 C selama 2 jam dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Pengeringan dan penimbangan berulang sampai berat sampel konstan. Perhitungan kadar air arang sabut pinang mengikuti Persamaan 1 berikut.
Kadar Air (%) = m2-m30m2-mι^ x 100%
m1 = Massa cawan kosong (g)
m2 = Massa cawan + sampel sebelum
dipanaskan (g)
m3 = Massa cawan + sampel setelah dipanaskan (g)
Penentuan Kadar Abu
Arang aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur, dipanaskan perlahan-lahan dari suhu kamar hingga 600 C selama 1 jam. Kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga beratnya konstan. Perhitungan kadar abu arang limbah sabut pinang mengikuti Persamaan 2 berikut.
KadarAbu(%)= ms-mι0m2-mι0 x 100% (2)
m1 = Massa cawan (g)
m2 = Massa cawan + sampel awal (g)
m3 = Massa cawan + abu (g)
Penentuan daya serap terhadap Iodin (I2)
Dipanaskan arang aktif sabut pinang pada suhu 105 oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Selanjutnya, diambil arang aktif sabut pinang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam botol yang berwarna gelap lalu ditambahkan larutan iodin (I2) sebanyak 50 mL 0,1 N. Kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 15 menit dan didiamkan selama 1 jam. Selanjutnya larutan dipisahkan menggunakan kertas saring untuk memperoleh filtrat dan residu. Residunya dibuang dan kemudian filtratnya diambil sebanyak 10 mL lalu dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N.
Titrasi dilakukan sampai warna kuning pudar. Apabila warna kuning telah pudar, kemudian ditambahkan amilum sebagai indikator
(1)
sebanyak 1 mL. Selanjutnya titrasi dengan teratur sampai warna biru hilang. Perhitungan daya serap terhadap iodine arang limbah sabut pinang mengikuti Persamaan 3 berikut.
Daya Serap Iod = A-
B x N (Na2S2O3) SN (ιodιn)≡26a93 ase⅛⅛ ⅛ar proses karbonasi.
Keterangan :
A = Volume larutan iodin (mL)
B = Volume Na2S2O yang terpakai(mL) fp = Faktor pengenceran
N (Na2S2O3) = Konsentrasi Na2S2O3 (N)
N (Iodin) = Konsentrasi Iodin (N)
126,93 = Jumlah Iodin sesuai 1 mL larutan Na2S2O3
Penentuan Waktu Kontak dan Efisiensi Penyerapan Optimum
Kedalam 5 erlenmeyer dimasukkan masing-masing 0,5 gram arang aktif dan sampel air tanah sebanyak 50 mL. Larutan kemudian diaduk dengan kecepatan 600 rpm menggunakan pengaduk magnetik dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120 dan 180 menit, lalu disaring menggunakan kertas saring. Selanjutnya kandungan kalsium dan magnesium dalam filtrat dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil pengujian dari instrumen SSA kemudian dihitung efisiensi adsorpsi mengikuti Persamaan 4 berikut.
Efisiensi Adsorpsi (%) = Ci- CfSCiE x 100% (4)
Ci adalah Konsentrasi Awal Logam (mg/L) dan Cf adalah Konsentrasi Akhir Logam (mg/L)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Arang Aktif dari Limbah Sabut Pinang
Pada proses ini dilakukan melalui 2 tahapan yaitu proses karbonasi dan proses
aktivasi. Proses karbonasi adalah proses dimana bahan baku dibakar pada suhu 300-800 ℃ dengan udara yang terbatas (Sitanggang et al., 2017). Dekomposisi senyawa organik yang menyusun suatu material membentuk metanol, hidrokarbon hasil dari arbon dengan luas
permukaan yang kecil merupakan bahan padat yang tersisa setelah proses karbonasi (Nurhayati et al., 2015). Pada proses karbonisasi terjadi penguapan air dan penguraian dari komponen yang terdapat di dalam limbah sabut pinang yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Untuk meningkatkan kemampuan adsorbsi dari suatu adsorben maka perlu dilakukan aktivasi arang aktif. Proses aktivasi bertujuan untuk memperbesar luas permukaan pori-pori arang yang tertutup saat proses karbonisasi oleh zat-zat sisa pembakaran sehingga daya adsorpsi arang aktif semakin meningkat. Aktivasi secara kimia dilakukan menggunakan natrium hidroksida (NaOH). Pada proses aktivasi arang sabut pinang akan menyerap NaOH sehingga terjadi pemutusan ikatan pada senyawa anorganik, selanjutnya mineral-mineral anorganik akan dilarutkan sehingga pori-pori dari arang aktif terbuka. Berdasarkan hasil arang teraktivasi NaOH diperoleh rendemen sebesar 95,76%. Dalam penelitian ini hasil rendemen arang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu 78,94% (Wulandari et al., 2015).
Karakterisasi Arang Aktif dari Limbah Sabut Pinang
Kualitas arang aktif dapat dipastikan melalui karakterisasi untuk mengetahui sifat-sifat dasar dari arang tersebut. Dimana karakterisasi arang terdiri dari Menurut karakteristik arang aktif seperti uji kadar air, kadar abu dan daya serap terhadap iodin (Wulandari et al.,2015). Hasil karakterisasi arang dari limbah sabut pinang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakterisasi Arang Limbah Sabut Pinang
Sampel |
Kadar Air (%) |
Kadar Abu (%) |
Daya serap Iodin (mg/g) |
Arang Tanpa Aktivasi |
11,27 |
16,59 |
989,19 |
Aktivasi NaOH |
8,13 |
13,43 |
1.179,98 |
SNI 06-3730-1995 |
Max 15 |
Max 15 |
Min 750 |
Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui sifat higroskopis dari arang aktif, karena pada umumnya memiliki sifat afinitas yang sangat berpengaruh besar terhadap air (Sabrina, 2019). Dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung kuantitas atau jumlah sampel berdasarkan perhitungan selisih berat zat sebelum dan sesudah dipanaskan di oven pada suhu 105℃ menggunakan metode gravimetri.
Berdasarkan hasil pengujian kadar air, arang limbah sabut pinang pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air dari arang teraktivasi NaOH lebih rendah yaitu limbah 8,13%, dibandingkan dengan arang tanpa aktivasi yaitu 11,27%. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh aktivator NaOH yang bersifat higroskopis. Dimana molekul air yang ada pada arang aktif diikat oleh aktivator NaOH yang menyebabkan pori-pori dan luas permukaan pada arang aktif semakin besar sehingga mengakibatkan kemampuan adsorbsi dari arang aktif semakin meningkat (Wulandari et al., 2015).
Dari hasil pengujian kadar air arang teraktivasi NaOH memenuhi SNI 06-37301995 dengan batas maksimum kadar air sebesar 15%. Material biosorben akan memiliki kualitas yang sangat baik dan memiliki potensi untuk digunakan sebagai adsorben dalam proses adsorpsi dalam fasa larutan atau cair jika kadar airnya semakin kecil (Amri et al., 2017).
Dalam penelitian ini kadar air yang diperoleh lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu 23,06% (Sabrina, 2019) dan lebih tinggi dari penelitian sebelumnya yaitu 0,59%-2,1% (Sitanggang et al., 2017). Perbedaan kadar air yang diperoleh dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya disebabkan oleh lama penyimpanan sampel dan kondisi iklim yang berbeda selama panen seta faktor lain yaitu perbedaan karakteristik limbah sabut pinang. Sampel memiliki titik jenuh yang berbeda-beda dalam menyerap air meskipun dilakukan dengan menggunakan proses yang sama (Sabrina, 2019).
Kadar Abu
Penentuan kadar abu dilakukan untuk mengetahui sisa-sisa mineral dan oksida-oksida logam yang terdapat dalam arang aktif yang tidak dapat larut dan terbuang pada saat proses karbonasi dan aktivasi (Sitanggang et al., 2017). Semakin tinggi nilai kadar abu dalam arang
aktif maka luas permukaan arang aktif semakin berkurang sehingga menyebabkan penyumbatan pada pori-pori arang aktif (Sabrina, 2019).
Berdasarkan hasil pengujian kadar abu pada Tabel 1 menunjukan bahwa kadar abu dari arang limbah sabut pinang yang teraktivasi NaOH lebih rendah yaitu 13,43%, dibandingkan arang tanpa aktivasi yaitu 16,59%. Kadar abu dari arang aktif yang dihasilkan lebih rendah dikarenakan pada saat proses aktivasi kemampuan aktivator NaOH dalam melarutkan zat pengotor berupa oksida logam dan sisa mineral dapat menutupi pori arang aktif (Sitanggang et al., 2017).
Dari hasil pengujian kadar abu arang teraktivasi NaOH memenuhi SNI 06-37301995 dengan batas maksimum kadar abu sebesar 15%. Kadar abu yang diperoleh dalam penelitian ini lebih besar dari penelitian sebelumnya yaitu 10,95% (Utami dan Novallyan, 2019) dan 1,89-1,49% (Sitanggang et al., 2017) sehingga arang teraktivasi NaOH pada penelitian ini memiliki kualitas yang sangat baik untuk digunakan sebagai bioadsorben. Perbedaan hasil pada penelitian ini disebabkan proses pencucian belum maksimal, sehingga mineral-mineral sisa aktivasi masih belum hilang secara sempurna (Santoso et al., 2014).
Daya Serap Terhadap Iodin
Pengujian daya serap terhadap iodin bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi dalam suatu adsorben. Pengujian daya serap iodin dapat diperoleh menggunakan metode titrasi iodometri dengan cara menghitung daya serap arang aktif terhadap larutan iodin dalam mg/gram (Emmy et al., 2017).
Berdasarkan hasil daya serap terhadap iodin pada Tabel 1 menunjukan bahwa daya serap terhadap iodin dari arang limbah sabut pinang teraktivasi NaOH lebih tinggi yaitu 1.179,98 mg/g, dibandingkan arang tanpa aktivasi. Hal isni pengaruhi oleh kemampuan aktivator, lama waktu aktivasi dan suhu yang digunakan sehingga menyebabkan luas permukaan dari arang semakin terbuka sehingga kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi semakin meningkat (Pari et al., 2006).
Berdasarkan standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-1995 bilangan iodin yang diperbolehkan dalam arang aktif adalah
minimal 750 mg/g. Dengan demikian bilangan iodin dari arang aktif dari limbah sabut pinang yang teraktivasi NaOH telah memenuhi SNI, sehingga arang aktif dari limbah sabut pinang yang dihasilkan dapat digunakan sebagai suatu biosorben.
Bilangan iodin yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yakni 652,51 mg/g (Syauqi et al., 2016). Perbedaan bilangan iodin yang diperoleh pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya dikarenakan semakin besar konsentrasi aktivatornya maka semakin besar juga daya serap iodinnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jamilatun dan Setyawan, (2014) dimana semakin tinggi atau rendah daya serap iodin dipengaruhi oleh waktu aktivasi dan rasio aktivator.
Karakterisasi Gugus Fungsi Menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Gugus fungsi adalah molekul reaktif atau gugus atom-atom yang memiliki karakteristik kimia dan fisika (Sabrina, 2019). Analisis gugus fungsi menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat arang aktif sabut pinang sebelum dan sesudah aktivasi dengan NaOH.
Seperti tercantum pada Gambar 2 terlihat bahwa pada spektra dari arang limbah sabut
pinang teraktivasi NaOH terdapat puncak melebar pada bilangan gelombang 3089,96 cm-1 menandakan adanya gugus O-H. Pada spektra dari arang tanpa aktivasi dan teraktivasi NaOH terjadi pergeseran dari bilangan gelombang dari 2929,89 cm-1 ke 2951,09 cm-1 menandakan adanya gugus C-H alifatik dan terjadi pergeseran dari bilangan gelombang 1593,2 cm-1 (arang tanpa aktivasi) ke bilangan gelombang 1583,42 cm-1 (arang teraktivasi NaOH) menandakan adanya gugus C=O dari lakton, karbosil, anhidrat, C=C aromatik, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu Emmy et al. (2017). Pergeseran dari bilangan gelombang 1184,29 cm-1 (arang tanpa aktivasi) ke 1107,14 cm-1 (arang teraktivasi NaOH) menandakan adanya gugus C-O Alkohol, eter, asam, karboksilat, ester dan pergeseran dari bilangan gelombang 875,68 cm-1 (arang tanpa aktivasi) ke 756,1 cm-1 (arang teraktivasi NaOH) menandakan adanya gugus C-H cincin aromatik, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu Utami dan Novallyan, (2019). Berdasarkan penelitian ini arang dari limbah sabut pinang yang diaktivasi menggunakan natrium hidroksida (NaOH) memiliki gugus OH, C-H alfatik, C-H cicin aromatik, C=O dan C=C. Gugus-gugus ini yang digunakan pada proses adsorpsi untuk mengikat logam kalsium dan magnesium dalam air tanah.

Gambar 2. Spektrum FTIR dari Arang Limbah Sabut Pinang
Waktu Kontak Optimum
Waktu kontak merupakan waktu yang dibutuhkan oleh arang aktif untuk mengadsorpsi logam Ca dan Mg. Hubungan antara waktu kontak dan adsorpsi dilakukan
untuk mengetahui nilai persentase dari logam Ca dan Mg yang teradsorpsi (Wulandari et al., 2015). Hasil pengujian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Konsentrasi Dan Efisiensi Adsorpsi Logam Ca Dan Mg
Waktu (Menit) |
Konsentrasi (mg/L) Efisiensi adsorpsi (%) Kalsium Magnesium Kalsium Magnesium |
30 60 90 120 180 |
42,896 20,404 25 53 36,200 18,836 36 57 35,078 16,480 38 62 28,803 11,502 49 73 31,890 12,428 44 71 |
Konsentrasi awal |
56,922 43,552 - - |
Berdasarkan hasil penentuan kondisi waktu optimum dengan data konsentrasi dan efisiensi logam Ca dan Mg dapat dilihat pada Tabel 2 dimana, hasil penelitian didapatkan waktu kontak optimum pada proses adsorpsi logam Ca dan Mg adalah pada waktu kontak 120 menit dengan efisiensi adsorpsi logam Ca sebesar 49% dan 73% untuk logam Mg. Berdasarkan perbandingan konsentrasi awal logam Ca dan Mg dengan variasi waktu 30 sampai 120 menit mengalami penurunan dan efisiensi adsorpsinya meningkat karena sisi aktif pada pori-pori karbon aktif belum mengalami titik jenuh, sedangkan pada waktu 180 menit konsentrasinya meningkat dan efisiensinya menurun disebabkan adsorben mengalami kejenuhan karena pori-pori adsorben terisi penuh sehingga terjadinya pelepasan adsorbat kembali kedalam larutan (Batu et al., 2023). Hal ini menunjukan bahwa semakin lama waktu yang digunakan maka semakin banyak banyak partikel arang aktif pada logam yang teradsorpsi semakin banyak
pula, sehingga konsentrasi logam Ca dan Mg akan menurun sedangkan efisiensi adsorpsinya meningkat. Konsentrasinya meningkat dan efisiensinya menurun sehingga semakin banyak logam yang terikat di dalam pori-pori arang aktif adsorbennya sudah mengalami kejenuhan (Wulandari et al., 2015). Dari hasil penelitian didapatkan waktu kontak optimum pada proses adsorbsi logam Ca dan Mg menggunakan arang aktif dari limbah sabut pinang teraktivasi NaOH adalah pada waktu 120 menit dengan efisiensi adsorbsi logam Ca sebesar 49% dan 73% untuk logam Mg.
Massa Adsorben Optimum
Penggunaaan variasi massa adsorben dimaksudkan untuk mengetahui apakah semakin banyak massa adsorben yang digunakan pada proses adsorpsi dapat meningkatkan daya serap adsorben terhadap logam Ca dan Mg dalam air tanah. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Massa Dan Efisiensi Adsorpsi Logam Ca Dan Mg
Massa (gram) |
Konsentrasi (mg/L) Efisiensi adsorpsi (%) Kalsium Magnesium Kalsium Magnesium |
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 |
38,264 14,487 33 67 29,509 11,992 48 72 31,735 13,720 44 68 33,186 17,320 42 60 26,709 18,412 35 58 |
Konsentrasi Awal |
56,922 43,552 - - |
Berdasarkan data pada Tabel 3, menunjukkan bahwa massa adsorben 0,5 gram sampai 1,0 gram mengalami peningkatan daya
adsorpsi dan mengalami penurunan dari massa adsorben 1,5 gram sampai 2,5 gram. Penurunan kemampuan adsorpsi disebabkan karena
adsorben mengalami kejenuhan akibat terbentuknya gumpalan-gumpalan pada permukaan adsorben yang menyebabkan berkurangnya luas permukaan pada adsorben. Hal ini mengakibatkan kemampuan adsorben untuk menyerap adsorbat menjadi berkurang (Batu et al, 2023). Dari hasil penelitian
didapatkan massa adsorben yang memiliki daya serap tertinggi terhadap logam Ca dan Mg yaitu pada massa 1,0 gram dengan efisiensi adsorpsi 48% untuk logam Ca dan 72% untuk logam Mg.
SIMPULAN
Karakteristik dari arang limbah sabut pinang yang teraktivasi NaOH dari hasil penelitian ini adalah kadar air sebesar 8,13%, kadar abu sebesar 13,43% dan daya serap iodin sebesar 1.006,74 mg/g dan hasil ini memenuhi standar nasional indonesia (SNI) 06-3730-1995. Gugus fungsi yang terkandung dalam arang teraktivasi NaOH adalah O-H, C-H alifatik, CH cincin aromatik, C=O dan C=C yang dapat digunakan sebagai adsorben logam Ca dan Mg dalam air tanah.
Waktu kontak optimum pada proses adsorpsi menggunakan arang aktif limbah sabut pinang terhadap logam kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) adalah pada waktu 120 menit dengan efisiensi adsorpsi untuk logam kalsium (Ca) sebesar 49% dan 73% untuk logam magnesium (Mg). Sedangkan massa kontak adsroben pada proses adsorpsi menggunakan arang aktif limbah sabut pinang terhadap logam kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) adalah pada massa 1,0 gram dengan efisiensi adsorpsi 48% untuk logam Ca dan 72% untuk logam Mg.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A., Saleh, A., dan Novianty, I. 2014. Adsorpsi Karbon Aktif Dari Sabut Kelapa (Cocos Nucifera) Terhadap Penurunan Fenol. Journal Al Kimia. 1(2): 32-44.
Ahmed Mahdi Saeed, dan Mohammad Jassim Hamzah. 2013. New Approach For Removal Of Total Hardness ( Ca2+, Mg2+ ) From Water Using Commercial Polyacrylic Acid Hydrogel Beads, Study And Application. International Journal Of Advanced Biological And Biomedical Research. 1(9): 1142-1156.
Amri, T. A., Priyanto, A., Ramadhan, F., dan
Gustantia, Y. P. 2017. Potensi Limbah Tongkol Jagung Dan Sabut Pinang Sebagai Adsorben. Prosiding 2th Celscitech-UMRI, Riau.
Asip dan RidhaMardhiah. 2008. Uji Efektifitas Cangkang Telur Dalam Mengadsorbsi Ion Fe Dengan Proses Batch. Journal of engineering. 15(2): 22-26.
Batu, M. S., Emerensiana, N., dan Maria, M. K. 2022. Pembuatan Karbon Aktif Dari Limbah Sabut Pinang Asal Pulau Timor Sebagai Biosorben Logam Ca Dan Mg Dalam Air Tanah. Jurnal Integrasi Proses. 11(1): 21–25.
Batu, M. S., Maria, M. K., Maria, F. T., dan Agustina, R. S. 2023. Utilization of Borrasus flabellifer L. Palm Coir Activated with Potassium Hydroxide (KOH) as an Efficient Adsorbent for Rhodamine B Dye Removal. Hydrogen Jurnal Kependidikan Kimia. 11(3): 296– 304.
Camarta ,R. Nurdin, H., Erizon, N., dan Arafat. 2020. Charcoal Briquette Raw Materials Areca Nut Husk Pengaruh Temperatur Dan Waktu Karbonisasi Terhadap Nilai Kalor Briket Arang Berbahan Baku Serat Buah Pinang. Journal of mechanical electrical and industrial engineering. 2(2) : 7-34.
Emmy, S., Ni, D., dan Ida, B. P. M. 2006. Pembuatan Dan Karakterisasi Arang Aktif Dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes Erecta) Dengan Aktivator NaOH. Jurnal kimia. 12(1): 174-180.
Hartanto, S., dan Ratnawati. 2010. Pembuatan Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa Sawit Dengan Metode Aktivasi Kimia. Jurnal Sains Materi Indonesia. 12(1): 1216.
Heriono dan Rusmini. (2015). The Use Of Siwalan (Palmyra Palm) Fiber For
Manufacturing Activated Carbon As The Adsorbent Dye Waste Of Batik Industry. Jurnal Sains & Matematika. 4(1): 28-32.
Jamilatun, S. dan Setyawan, M. 2014. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Asap Cair. Jurnal Spektrum Industri. 12(1): 1-112.
Muslim, A., Aprilia, S., Suha, T. A., dan Fitri, Z. 2017. Adsorption Of Pb (II) Ions From Aqueous Solution Using Activated Carbon Prepared From Areca Catechu
Shell: Kinetic, Isotherm And
Thermodynamic Studies. Journal Of The Korean Chemical Society. 61(3): 89-96.
Muslim, A., Devrina, E., dan Fahmi, H. 2015. Adsorption Of Cu ( II ) From The Aqueous Solution By Chemical Activated Adsorbent Of Areca Catechu Shell 2 . Journal Materials And Method. 10(12): 1654-1666.
Nurhayati, I., Virgiani, S. dan Majid, D. 2020. Penurunan Kadar Besi (Fe), Kromium (Cr), Cod Dan Bod Limbah Cair Laboratorium Dengan Pengenceran, Koagulasi Dan Adsorbsi.
ECOTROPHIC. 14(1): 74-87.
Oematan O. K, I.N. Prijo Soetedjo, dan Marthen R. Pellokila. 2020. Strategi
Pengembangan Komoditas Pinang Berkelanjutan Berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan Di Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jurnal penelitian kehutanan. 4(1): 11-22.
Sabrina, M. 2019. Sintesis Dan Karakterisasi Biosorben Dari Limbah Sabut Pinang (Areca Catechu L.). Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Skripsi.
Santoso, R.H., Susilo, B. dan Nugroho, W.A. 2014. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Kulit Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Menggunakan Activating Agent KOH. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 2(3): 279-286.
Setiawati, E. dan Suroto. 2010. Pengaruh Bahan Aktivator Pada Pembuatan Karbon Aktif
Tempurung Kelapa. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. 2(1): 21.
Sitanggang, T., Shofiyani, A., dan Syahbanu, I. 2017. Karakterisasi Adsorpsi Pb ( II ) Pada Karbon Aktif Dari Sabut Pinang (Areca Catechu L.) Teraktivasi H2SO4. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 6(4): 49-55.
Sulaiman, N.H., Malau, A.L., Lubis, F.H., Harahap, N.B. dan Manalu, F. R. 2017. Pengolahan Tempurung Kemiri sebagai Karbon Aktif dengan Variasi Aktivator Asam Fosfat. Jurnal einstein. 5(2): 1-6.
Syauqi, M, R., Subardi B., dan Itnawati. 2016. Adsorpsi Karbon Aktif Sabut Pinang (Areca Cathecu L.) Menggunakan Aktivator H2SO4 terhadap Ion Logam Kadmium (Cd). [Repostory] Universitas Riau. 1-10.
Utami, W., dan Novallyan, D. 2019. Potensi Arang Aktif Dari Limbah Sabut Pinang ( Areca Catechu L ) Provinsi Jambi Sebagai Biosorben. 2(2622): 24-26.
Wulandari, F., dan Budi, E. 2015. Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH Pada Karbon Aktif Tempurung Kelapa Untuk Adsorpsi Logam Cu2+. Jurnal fisika dan aplikasinya.16(2): 60–64.
Zheng, W., Li, X. Ming, Wang, F., Yang, Q., Deng, P., dan Zeng, G. Ming. 2008. Adsorption Removal Of Cadmium And Copper From Aqueous Solution By Areca-A Food Waste. Journal Of Hazardous Materials. 157(2–3): 490–
495.
222
Discussion and feedback