PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI ASAM LEMAK PADA AMPAS KOPI MENGGUNAKAN METODE SOXHLET DAN MASERASI
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 17 (1), JANUARI 2023 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2023.v17.i01.p06
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI ASAM LEMAK PADA AMPAS KOPI MENGGUNAKAN METODE SOXHLET DAN MASERASI
N. T. Berghuis* dan P. Maulana
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Ilmu Komputer, Universitas Pertamina, Jl. Teuku Nyak Arief, Simprug, Jakarta Selatan-12220, Indonesia
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi asam lemak pada bubuk kopi dengan metode sokhletasi (S) dan maserasi (M) terhadap ampas serta bubuk kopi sehingga menghasilkan minyak kopi. Tujuan pada penelitian ini adalah membandingkan prosentase kelimpahan asam lemak di dalam bubuk kopi melalui perbandingan metode ekstraksi. Perhitungan yang dilakukan diantaranya adalah %rendemen, %Asam lemak bebas (ALB). Sedangkan karakterisasi produk hasil ekstraksi dilakukan dengan analisis KLT, spektroskopi FTIR serta analisis GC-MS. Hasil rendemen yang didapatkan pada sampel S (sokletasi ampas kopi), M1 (maserasi ampas kopi , dan M2 (maserasi bubuk kopi) berurutan adalah 18,69%; 5,62%; 5,95%. Sedangkan hasil analisis GC-MS didapatkan % kelimpahan asam lemak oleat dan palmitat secara berurutan pada sampel M1 adalah 18%; 82%. Untuk sampel M2 adalah 71,7%; 16,6%. Untuk sampel S adalah 54,6%; 45,4%. Sedangkan %ALB pada sampel M1, M2, dan S secara berturut adalah 29,3%; 1,1%; 3,2%. Karakterisasi FTIR menunjukkan interaksi vibrasi yang muncul pada semua sampel adalah vibrasi tekuk ikatan C=C alkena (722 cm-1), vibrasi Streching ikatan C-O alkohol tersier (1163 cm-1), vibrasi tekuk ikatan CH alkana (1460 cm-1), vibrasi Streching ikatan C=O karboksilat (1744 cm-1), vibrasi Streching ikatan CH alkana (2926 cm-1), dan vibrasi Streching ikatan O-H asam karboksilat (3007 cm-1).
Kata Kunci: ekstraksi, bubuk kopi, GC-MS, maserasi, soklet.
ABSTRACT
In this study, the extraction of fatty acids in coffee powder by soxhlet (S) and maceration (M) methods was carried out to produce coffee oil. The purpose of this study was to compare the percentage of fatty acid abundance in coffee grounds through a comparison of extraction methods. The calculations performed including % yield and % free fatty acids (ALB). Meanwhile, the characterization of the extracted product was carried out by TLC analysis, FTIR spectroscopy, and GC-MS analysis. The yield obtained for the samples S, M1, and M2 was 18.69%; 5.62%; 5.95%, respectively. The GC-MS analysis results showed that the percentage of abundance of the oleic and palmitic fatty acids in the sample M1 was 18% and 82%, in the sample M2 was 71.7% and 16.6%, as well as in the sample S was 54.6% and 45.4% , respectively. While the percentage of ALB on samples M1, M2, and S was 29.3%; 1.1%; 3.2%, respectively. FTIR characterization showed that the vibrational interaction appeared in all samples were the bending vibration of the C=C alkene bond (722 cm-1), the stretching vibration of the tertiary CO alcohol bond (1163 cm-1), the bending vibration of the CH alkane bond (1460 cm-1), the stretching vibration of the C=O carboxylate bond (1744 cm-1), the stretching vibration of the CH alkane bond (2926 cm-1), and the stretching vibration of the OH bond of the carboxylic acid (3007 cm-1).
Keywords: extraction, coffee powder, GC-MS, maceration, soxhlet.
PENDAHULUAN
Kopi merupakan salah satu produk pertanian yang paling banyak dikonsumsi di dunia. (Delgado dkk, 2008) Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ke-4 di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia dengan jumlah hasil sekitar 689.
460 ton pada tahun 2017 (Indonesia Investment, 2017. Kopi yang diproduksi di Indonesia lebih dominan kopi Arabica dan Robusta. Menurut data International Coffee Organization (ICO) tahun 2017, Indonesia masuk dalam daftar negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia, yaitu peringkat 6. Salah satu penyebab tingginya konsumsi kopi di
Indonesia adalah karena di era ini minum kopi sudah menjadi gaya hidup dan trend masyarakat. Indonesia (Frascareli et al., 2012). Dari jumlah konsumsi yang besar, limbah ampas kopi di Indonesia masih kurang dimanfaatkan dan terbuang begitu saja. Ampas kopi adalah limbah yang dihasilkan sesaat setelah diseduh kopi dengan ukuran partikel halus dengan tingkat kelembaban tinggi (8085%) dan bersifat asam yang diperoleh selama pengolahan ampas kopi mentah dengan air panas atau uap pada pengolahan kopi instan (Hanif dan Utami, 2019). Ampas kopi mengandung sekitar 15-25% minyak yang dapat digunakan untuk bahan dasar biodiesel (Yuwanti et al., 2016). Pemanfaatan lainnya adalah sebagai biolubrican oleh Unugul, dkk 2020. Sebagai bio-sorben oleh Marian pada tahun 2021 serta potensi lainnya adalah sebagai bahan baku non-edible untuk produksi biodiesel oleh Mueanmas dkk, 2019 dengan mengevaluasi proses ekstraksi dan esterifikasi. Banyaknya manfaat yang dapat di peroleh dari minyak ampas kopi maka perlu dilakukan kajian metode ekstraksi yang optimum.
Kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang terdapat pada ekstrak ampas kopi antara lain asam stearat, asam palmitat, oleat, asam linolenat (Kobelnilk et al., 2014) dan (Romano et al., 2014). Kandungan terbesar adalah asam palmitat sebesar 44,5% (Azis et al., 2009). Keberadaan asam lemak tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel (Oliviera et al., 2008) dan (Simbolon et al., 2013). Selain kandungan asam lemak, penelitian yang dilakukan oleh Ryan et al. (2004), menemukan beberapa senyawa seperti keton, pirazin, furan, fenol, dan pirol sebagai senyawa utama yang bertanggung jawab terhadap aroma biji kopi. Untuk dapat mengekstraksi minyaknya dapat dilakukan dengan metode Soxhlet dan maserasi (Sitepu, 2015). Pelarut yang digunakan adalah n-heksana hal ini dikarenakan penggunaannya yang sangat efektif dan efisien berdasarkan kesamaan karakteristik sifat kepolaran dari asam lemak yang ingin diekstraksi dengan pelarut (Abdullah et al., 2013). Selain metode soxhlet, juga dilakukan ekstraksi menggunakan metode ultrasonik, sedangkan Benavides et al. (2016) menggunakan metode ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis (SC-CO2). Berbagai pendekatan metode ekstraksi menjadikan landasan pada penelitian
ini untuk melakukan perbandingan metode dalam ekstraksi yang bertujuan untuk menghasilkan persentase ekstraksi asam lemak yang maksimal pada sampel ampas kopi.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ampas kopi robusta, larutan teknis heksana, larutan teknis etil asetat, larutan isopropanol p.a, larutan indikator fenolftalein, aquades, padatan teknis NaOH, serbuk asam oksalat, silika gel GF60 untuk kolom kromatografi. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gelas kimia, erlenmeyer, batang pengaduk, spatula, pengaduk magnet, kertas pH, gelas ukur, labu ukur, botol kaca (Duran), vial, corong, kertas saring, labu leher tiga, wadah kaca. rangkaian maserasi, bejana soxhlet, corong dan labu Buchner, kondensor, kertas timah, corong pisah, rangkaian kromatografi vakum cari (KVC), termometer air raksa, penetes, labu evaporasi, buret, penjepit, dan dudukan, kaca arloji, lampu UV (Analitik Jena UVP UVGL-55), pelat TLC, hotplate (Thermo ilmiah), bejana TLC, oven (redLINE by BINDER RF 115), neraca analitik (OHAUS PA214), rotary evaporator (Heidolph), pendingin evaporator (LAUDA RA8).
Karakterisasi
Analisis FTIR dilakukan dengan Spektrometer FTIR ThermoFisher Scientific NicoletTM iSTM 5. Analisis GCMS dilakukan dengan ThermoFisher Scientific 1300/1310 ISQ.
Experimen
Sokletasi
Sebanyak 10 gram sampel ditimbang lalu dimasukkan ke dalam bejana soklet dengan pelarut n-heksana 250 mL. Proses sokhletasi dilakukan pada suhu ±60℃ selama 6 jam setelah pelarut mulai menguap ke bejana sokhlet. Setelah sokhletasi selesai, hasil sokhletasi didestilasi dengan rotary evaporator pada suhu 40℃ hingga pelarut hilang. Berikutnya hasil destilasi ditimbang untuk mencari persen rendemen. Setelah itu ekstrak kopi disimpan pada wadah tertutup.
Maserasi.
Sejumlah sampel ampas kopi ditimbang lalu dimasukkan pada wadah maserasi. Lalu sejumlah pelarut n-heksan ditambahkan ke dalam wadah maserasi hingga sampel terendam sempurna dengan pelarut sambil diaduk setelah itu tutup rapat wadah maserasi. Proses maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam dengan setiap 24 jam, filtrat diambil dan pelarut baru ditambahkan kembali hingga sampel terendam. Setelah proses maserasi berjalan 3 x 24 jam, semua hasil maserasi disaring. Kemudian hasil filtrat dilakukan destilasi menggunakan rotary evaporator pada suhu 40°Chingga pelarut hilang. Setelah itu, hasil destilasi ditimbang dan disimpan. Kedua produk hasil ekstraksi kemudian dilakukan pengujian/analisis kuantitatif dan kualitatif serta karakterisasi FTIR dan GC-MS.
HASIL DAN DISKUSI
Ekstraksi Asam Lemak dari Sampel Kopi (Ampas [S dan M1] dan Bubuk [M2]) dengan Metode Soxhlet dan Maserasi
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi asam lemak dari ampas kopi menggunakan metode soxhlet dan maserasi. Pada metode soxhlet, sampel terlebih dahulu dibungkus dengan kertas saring (timbal) agar pada saat proses penghilangan pelarut, ampas kopi tidak tercampur ke dalam labu pelarut sehingga mengganggu proses ekstraksi. Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan mengekstraksi sampel dengan aliran pelarut hangat yang terus menerus.
Sedangkan prinsip kerja maserasi adalah mengekstrak sampel berdasarkan perbedaan konsentrasi antara pelarut dan analit dalam sel sampel. Jika kesetimbangan telah terjadi, maka proses ekstraksi selesai. Kemudian hasil ekstraksi diuapkan dengan rotary evaporator yang bertujuan untuk memisahkan pelarut dari asam lemak berdasarkan perbedaan titik didih dan rendemen yang dapat ditimbang. Berikut ekstrak kopi yang dihasilkan dari kedua metode tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 1. Ekstrak kopi dari (a) Soxhlet ampas kopi (S), (b) Maserasi ampas kopi (M1), dan (c) Maserasi kopi sebelum diseduh/bubuk kopi (M2)
Setelah mendapatkan bobot ekstrak kopi yang telah diuapkan dengan rotary evaporator, maka dapat dilakukan perhitungan % yield untuk mengetahui seberapa efisien jumlah ekstrak kopi yang dihasilkan dari masing-masing metode ekstraksi. Berikut adalah hasil % rendemen yang dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil perolehan (% hasil)
Sampel |
Massa sampel (g) |
Masa akhir (g) |
%Yield |
S |
10,0530 |
1,8789 |
18,69 |
M1 |
504,69 |
28,3412 |
5,62 |
M2 |
996,0286 |
59,27 |
5,95 |
Catatan: S: Soxhlet; M1= Maserasi 1; M2= Maserasi 2
Dari hasil tabel di atas terlihat bahwa % rendemen metode soxhlet cenderung lebih besar dibandingkan dengan metode maserasi yaitu 18,69% sedangkan metode maserasi hanya mendapatkan hasil 5,62% dan 5,95%. Hal ini disebabkan karena pemanasan soxhlet dapat mempengaruhi laju reaksi proses pengambilan senyawa dalam sampel (Dewi dkk, 2020).
Selain itu, metode soxhlet juga memiliki keunggulan pada proses ekstraksi
kontinyu dan sampel diekstraksi dengan pelarut segar dari hasil kondensasi sehingga rendemen yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan metode maserasi. Namun disisi lain metode maserasi memiliki kelebihan yaitu ekstrak yang dihasilkan memiliki variasi senyawa yang lebih luas karena proses ekstraksinya tidak menggunakan panas sehingga senyawa yang stabil atau tidak stabil secara termal juga dapat diekstraksi.
Pemurnian Ekstrak Kopi dengan Kromatografi Vakum Cair (KVC)
Setelah berhasil mengekstrak asam lemak pada ampas kopi, ternyata ekstrak kopi memiliki warna yang gelap seperti yang terlihat pada Gambar 2. di atas. Hal ini dikarenakan adanya pewarna alami pada kopi. Oleh karena itu, ekstrak kopi dimurnikan dengan kromatografi vakum cair (KVC) dengan tujuan agar silika gel dapat menangkap zat warna sehingga warna ekstrak kopi menjadi lebih jernih. Ekstrak kopi yang dimurnikan kali ini hanya ekstrak kopi M2 (gambar 2.c) karena jumlah rendemen yang tersedia masih cukup besar. Pertama, ekstrak kopi diimpregnasi ke dalam silika gel tipe 1.07733 yang berukuran 0,2-0,5 mm. Ekstrak kopi yang diimpregnasi dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Proses impregnasi ekstrak kopi
Impregnasi ini bertujuan untuk mengikat senyawa yang ada dalam sampel sehingga senyawa yang sulit larut dalam eluen tertentu menjadi lebih tertahan pada silika gel dan eluat menjadi lebih murni. Penggunaan vakum pada metode KVC bertujuan untuk mempercepat proses elusi karena senyawa pada hasil impregnasi lebih sulit dihilangkan sehingga membutuhkan daya vakum untuk menyedot analit lebih kuat. Berikut Gambar 3 proses elusi pada metode KVC.
Selain menggunakan eluen heksana, pemurnian ini juga menggunakan eluen campuran berupa heksana:etil asetat (9:1) yang merupakan fase gerak dan bertujuan untuk memberikan sedikit kepolaran pada eluen sehingga senyawa menjadi lebih mudah terelusi. untuk senyawa yang masih sedikit terikat pada silika yang diresapi. Selain itu, silika gel juga merupakan fase diam yang lebih polar dibandingkan dengan eluen heksana.
Gambar 4 berikut adalah eluat dari masing-masing eluen heksana dan campuran heksana: etil asetat (9:1).
Gambar 3. Proses elusi pada metode KVC.
Gambar 4. Eluat dari eluen a) heksana, dan b) heksana: etil asetat
Setelah itu, masing-masing eluat diuapkan dengan rotary evaporator untuk memisahkan pelarut dari asam lemak berdasarkan perbedaan titik didihnya. Kemudian masing-masing ekstrak kopi yang telah dimurnikan ditimbang dan disimpan. Hasil pemurnian ekstrak kopi dari masing-masing eluen dapat dilihat pada Gambar 5. Terlihat bahwa warna ekstrak yang dimurnikan menjadi lebih jernih (Gambar 5) yang sebelum pemurnian sangat gelap (Gambar 1. c). Dengan demikian metode pemurnian KVC pada ekstrak kopi berhasil memisahkan zat warna pada sampel sehingga menjadi lebih jernih.
Gambar 5. Ekstrak sampel ampas kopi dari eluen (a) heksana (KA), dan (b) heksana: etil asetat (9:1) (KB)
Kemudian dari hasil penimbangan masing-masing ekstrak kopi KA dan KB didapatkan bobot masing-masing sebesar 0,3794 g dan 14,5009 g. Hasil penimbangan KB lebih besar dari KA menunjukkan bahwa analit telah terimpregnasi cukup kuat pada silika gel yang lebih polar, sehingga diperlukan eluen yang sedikit lebih polar untuk melepaskan analit yang masih terikat setelah dielusi dengan eluen heksana. Namun, bobot ekstrak kopi KA yang rendah menunjukkan bahwa senyawa yang diambil lebih selektif dan murni dibandingkan sebelum dilakukan pemurnian. Hal ini terlihat dari hasil uji KLT yang dilakukan.
Hasil uji KLT yang dilakukan pada sampel ekstrak kopi S, M1, M2, KA, dan KB,
menunjukkan adanya perbedaan jarak noda. Khusus untuk sampel KA, jarak noda yang dihasilkan lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang diambil pada proses setelah pemurnian lebih selektif. Sedangkan sampel ekstrak KB menunjukkan noda yang tidak jauh berbeda dengan sampel ekstrak sebelum pemurnian. Selain faktor polaritas, hal ini juga disebabkan karena senyawa selektif diambil terlebih dahulu dari eluat dengan elusi heksana. Berikut (Gambar 6) hasil pengujian KLT pada masing-masing ekstrak kopi.
Gambar 6. Hasil uji KLT pada M1, M2, S, KA, dan KB dari ekstrak ampas kopi
Karakterisasi ekstrak sampel kopi (ampas dan bubuk) dengan FTIR
Analisis FTIR pada sampel ekstrak ampas kopi bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada sampel dan juga dapat mengetahui kelimpahan senyawa dari puncak serapan gugus fungsi senyawa tersebut. Metode yang digunakan untuk analisis FTIR pada ekstrak kopi adalah metode disk KBr. Gambar 7 menunjukkan hasil perbandingan spektrum ekstrak kopi S dan M2. Sedangkan hasil perbandingan spektrum sampel M1 dan M2 dapat dilihat pada Gambar 8. Setelah didapatkan spektrum FTIR untuk setiap sampel, dapat dilihat gugus fungsi yang muncul pada setiap sampel. Tabel 2 menunjukkan data kemunculan gugus fungsi yang dihasilkan pada setiap sampel.
Setelah hasil analisis FTIR diamati, hampir seluruh spektrum pada semua sampel memiliki lokasi dan magnitudo puncak yang hampir sama. Dapat disimpulkan bahwa secara umum, semua sampel ekstrak kopi mengandung senyawa yang secara kualitatif serupa.
Gambar 7. Spektrum FTIR ekstrak ampas kopi S (metode soklet) dan M2 (ampas kopi metode maserasi).
Gambar 8. Spektrum FTIR Sampel M1 dan M2.
Tabel 2. Data dari analisis spektrum FTIR untuk setiap sampel
Vibrasi gugus fungsi |
Bilangan gelombang (cm-1) |
Referensi* (Mulana, dkk 2018) | ||
M1 (Ampas Kopi) |
M2 (Bubuk Kopi) |
S (Ampas Kopi) | ||
Tekuk C=C alkena cis |
721,43 |
721,98 |
722,16 |
- |
Ulur C-O alcohol tersier |
1165,75 |
1163,65 |
1163,71 |
- |
Tekuk CH alkana |
1460,41 |
1460,81 |
1460,88 |
1480-1460 |
Ulur C=O asam karboksilat |
1743,55 |
1745,34 |
1744,95 |
1755-1730 |
Ulur C-H alkana |
2927, 76 |
2925,99 |
2925,3 |
2905-2875 |
Ulur OH asam karboksilat |
3007,72 |
3007,32 |
3007,41 |
3300-3000 |
Karakterisasi Ekstrak Kopi dengan GC-MS
Analisis GC-MS bertujuan untuk mengetahui kandungan asam lemak ekstrak kopi. Asam lemak yang terbaca pada spektrum hanya asam lemak dominan pada ekstrak kopi,
yaitu asam oleat, asam palmitat, dan asam linoleat. Sedangkan dari data kromatogram GC-MS, informasi tentang komposisi asam lemak dirangkum dalam Tabel 3.
Gambar 9. Perbandingan Kromatogram GC-MS Sampel Ekstrak Maserasi dan Sokhlet
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak dalam GC-MS. kromatogram
Waktu retensi (menit) |
Senyawa asam lemak |
Rumus molekul |
12,58 |
Oleic acid (cis) |
C18:1 |
15,82 |
Oleic acid (trans) |
C18:1 |
19,24 |
Palmitate acid |
C16:0 |
24,73 |
Linoleat acid |
C16:1 |
Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (%ALB)
Analisis %ALB adalah pembacaan asam lemak bebas dalam sampel asam lemak. Pembacaan %ALB kali ini mengikuti cara kerja menurut ASTM D-5555. Analisis ini sangat penting karena semakin tinggi kandungan asam lemak bebas, semakin rendah kualitas sampel minyak. Analisis %ALB dilakukan dengan metode titrasi asam basa menggunakan larutan NaOH terstandar. Asam lemak bebas akan bereaksi dengan NaOH dan akan berubah warna menjadi merah muda terang setelah terjadi titik ekivalen karena bantuan indikator PP. Perhitungan persen ALB menggunakan rumus berdasarkan ASTM D-5555 di bawah ini. Data yang dihitung dirangkum dalam Tabel 4.
Volume titrasi (ml) × Normalitas NaOH × 28,2
persen ALB — ---------------------——----------- Deratsampel (g)
Gambar 10. Perubahan warna saat titik ekivalen terjadi
Table 4. Data analysis %ALB (Asam Lemak Bebas)
Sampel |
Massa sampel (g) |
Volume Titran (ml) |
Konsentrasi asam lemak (M) |
%ALB |
Rata-rata %ALB |
M1 |
0,477 |
5,6 |
25,6 |
32,047 |
32,3 |
0,4794 |
5,7 |
32,456 | |||
M2 |
0,4749 |
0,2 |
1,15 |
1,1 | |
0,4773 |
0,2 |
28,2 |
1,144 | ||
S |
0,4747 |
0,5 |
2,875 |
3,2 | |
0,475 |
0,6 |
3,448 |
Dari data di atas diketahui bahwa %ALB sampel M1, M2, dan S berturut-turut adalah 32,3%, 1,1%, dan 3,2%. Dapat dilihat bahwa %ALB tertinggi dari sampel M1 adalah karena sampel M1 telah teroksidasi. Menurut Derlean, 2016, laju reaksi oksidasi akan berlipat ganda untuk setiap kenaikan suhu 10℃.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada tugas akhir ini dapat disimpulkan bahwa persen rendemen yang diperoleh untuk masing-masing sampel minyak kopi S, M1, dan M2 masing-masing adalah 18,69%, 5,62%, dan 5,95%. Dari hasil identifikasi FTIR dapat disimpulkan bahwa semua sampel memiliki interaksi vibrasi molekuler pada bilangan gelombang yang mewakili senyawa asam karboksilat, yaitu vibrasi tekuk OH karboksilat (1460 cm-1), regangan C=O karboksilat (1745 cm-1), dan regangan OH karboksilat (3007 cm-1). Hasil persentase ALB yang diperoleh dari sampel M1, M2, dan S berturut-turut adalah 32,3%, 1,1%, dan 3,2%. Hasil GC-MS menunjukkan bahwa persentase asam palmitat terbesar diperoleh dari proses soxhlet.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya mengucapkan terima kasih kepada Universitas Pertamina yang telah mendanai Hibah Tahunan Dosen.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., & Koc, A. B. 2013. Oil removal from waste coffee grounds using two-phase solvent extraction enhanced with
ultrasonication. Renewable Energy,
50:965-970.
ASTM D-5555. 2001. “Standard Test Method for determination of the Moisture and Other Volatile Matter Contained in Fats and Oils Used in Fat Liquors. 95: 1–2,
Aziz, T., KN, R. C., & Fresca, A. 2009. Pengaruh pelarut heksana dan etanol, volume pelarut, dan waktu ekstraksi terhadap hasil ekstraksi minyak kopi. Jurnal Teknik Kimia. 16(1): 1-8.
Delgado, P. A., Vignoli, J. A., Siika-aho, M., & Franco, T. T. 2008. Sediments in coffee extracts: Composition and control by enzymatic hydrolysis. Food Chemistry. 110(1): 168-176.
Derlean, A. 2016. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap kerusakan minyak kelapa. BIMAFIKA: Jurnal MIPA, Kependidikan dan Terapan. 1(1).
Dewi, I. P., Maisaroh, S., & Verawaty, V. 2020. Perbandingan Metode Sokletasi dengan Maserasi terhadap Daya Aktivitas Antioksidan Bunga Tasbih (Canna hybrida Hort.). Jurnal Farmasi Higea. 12(1): 48-54.
Frascareli, E. C., Silva, V. M., Tonon, R. V., & Hubinger, M. D. 2012. Effect of process conditions on the
microencapsulation of coffee oil by spray drying. Food and bioproducts processing. 90(3): 413-424.
Hanif, M., & Utami, H. 2019. Variasi Waktu dan Massa Ampas Kopi Pada Leaching Minyak Dari Residu Kopi Instan. Inovasi Pembangunan-Jurnal
Kelitbangan. 7(1): 49-60.
Hurtado-Benavides, A., Dorado, D., & del Pilar Sánchez-Camargo, A. 2016. Study of
the fatty acid profile and the aroma composition of oil obtained from roasted Colombian coffee beans by supercritical fluid extraction. The Journal of Supercritical Fluid. 113: 4452.
Kobelnilk, M., Fontanari, G. G., Cassimiro, D. L., Ribeiro, C. A., & Crespi, M. S. 2014. Thermal behavior of coffee oil (Robusta and Arabica species). Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. 115(3): 2045-2052.
KOPI. 2017. INDONESIA INVESTMENTS. https://www.indonesiainvestments.co m/id/bisnis/komoditas/kopi/item186.( accessed Dec. 20, 2020).
Mariana, M., Mulana, F., Juniar, L., Fathira, D., Safitri, R., Muchtar, S. & Huda, N. (2021). Development of biosorbent derived from the endocarp waste of Gayo coffee for lead removal in liquid wastewater effects of chemical activators. Sustainability. 13(6): 3050.
Mueanmas, C., Nikhom, R., Petchkaew, A., Iewkittayakorn, J., & Prasertsit, K.
2019. Extraction and esterification of waste coffee grounds oil as non-edible feedstock for biodiesel production. Renewable Energy. 133: 1414-1425.
Mulana, F., Ismail, T. A., & Hafdiansyah, M. F. 2018. Activation and characterization of waste coffee grounds as bio-sorbent. In IOP conference series: materials science and engineering. 334(1):
012029. IOP Publishing.
Oliveira, L. S., Franca, A. S., Camargos, R. R., & Ferraz, V. P. 2008. Coffee oil as a potential feedstock for biodiesel production. Bioresource Technology. 99(8): 3244-3250.
Romano, R., Santini, A., Le Grottaglie, L., Manzo, N., Visconti, A., & Ritieni, A. 2014. Identification markers based on fatty acid composition to differentiate between roasted Arabica and Canephora (Robusta) coffee varieties in mixtures. Journal of Food Composition and Analysis. 35(1): 1-9.
Ryan, D., Shellie, R., Tranchida, P., Casilli, A., Mondello, L., & Marriott, P. 2004. Analysis of roasted coffee bean volatiles by using comprehensive twodimensional gas chromatography–time-of-flight mass spectrometry. Journal of chromatography A. 1054(1-2): 57-65.
Simbolon, B., Pakpahan, K., & Siswarni, M. Z. 2013. Kajian Pemanfaatan Biji Kopi (Arabika) sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia USU. 2(3): 44-50.
Sitepu, J. S. G. 2010. Pengaruh Variasi Metode Ekstraksi Secara Maserasi Dan Dengan Alat Soxhlet Terhadap Kandungan Kurkuminoid Dan Minyak Atsiri Dalam Ekstrak Etanolik Kunyit (Curcuma Domestica Val.). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Unugul, T., Kutluk, T., Gürkaya Kutluk, B., & Kapucu, N. (2020). Environmentally friendly processes from coffee wastes to trimethylolpropane esters to be considered biolubricants. Journal of the Air & Waste Management Association. 70(11): 1198-1215.
Yuwanti, S., Yusianto, and T. C. Nugraha, 2016. Karakteristik Minyak Kopi Yang Dihasilkan Dari Berbagai Suhu Penyangraian,” Pros. Semin. Nas. Apta. 157–160.
48
Discussion and feedback