JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 17 (1), JANUARI 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2023.v17.i01.p04

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740

OPTIMASI SUHU PENYIMPANAN SAMPEL URIN TERHADAP ANALISIS KANDUNGAN METAMFETAMIN SERTA METABOLITNYA DENGAN GC-MS

I. Mahmudi1, N. M Suaniti2* dan N. P Diantariani2

1Program Magister Kimia Terapan, Fakultas Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Suhu penyimpanan sangat mempengaruhi hasil analisis sampel metamfetamin menggunakan kromatografi gas dan spektroskopi massa. Optimasi suhu penyimpanan terhadap analisis metamfetamin serta metabolitnya dengan kromatografi gas dan spektroskopi massa telah dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan hasil pembacaan dan kadar senyawa metamfetamin pada sampel urin yang berbeda. Sampel urin normal, sampel urin normal yang ditambahkan sabu-sabu, dan sampel urin pengguna masing-masing dikumpulkan sebanyak 60 mL. Hasil uji pendahuluan menunjukkan sampel urin normal negatif MA, sampel urin normal yang ditambahkan sabu-sabu dan sampel urin pengguna sabu-sabu positif MA, kemudian masing-masing sampel dibagi tiga kelompok untuk analisis langsung dan disimpan dalam suhu 4 dan 25oC selama 14 hari. Hasil analisis dengan kromatogarfi gas, pada kromatogram sampel urin normal tidak terdeteksi adanya serapan senyawa MA maupun metabolitnya hanya muncul serapan seperti 9-octadecenamide, hexadecanamide, dodecanamide, dan tetradecanamide yang merupakan puncak serapan dari lemak essensial. Sementara pada kromatogram sampel urin normal yang ditambahkan sabu-sabu dan sampel urin pengguna muncul puncak senyawa MA pada Rt 5,27-5,28 tetapi metabolit MA yaitu amfetamin hanya muncul pada kromatogram sampel urin pengguna yaitu pada Rt 5,07-5,08. Data hasil analisis kromatografi gas didukung oleh data pecahan m/z 44, 58, 91, dan 134 yang merupakan pecahan khas senyawa MA dan m/z 44, 65, 91, dan 120 yang menunjukkan pecahan khas amfetamin. Suhu 4oC merupakan suhu optimum dalam penyimpanan sampel urin pengguna sabu-sabu area tidak terjadi penurunan kadar MA yang signifikan.

Kata kunci: amfetamin, gas kromatografi, metamfetamin, sampel urin, spektroskopi massa.

ABSTRACT

The storage temperature of the methamphetamine samples has significantly influenced the analysis results of the samples using gas chromatography and mass spectroscopy. Optimization of the storage temperature for analysis of the methamphetamine and its metabolites by gas chromatography and mass spectroscopy has been done aiming to compare the level of methamphetamine compound in different urine samples. Normal urine samples, normal urine samples added with methamphetamine, and urine samples of the methamphetamine users were each collected as much as 60 mL. The result of the methamphetamine-screening test showed that the normal urine samples were negative but the normal urine samples added with methamphetamine and urine samples of the methamphetamine users were positive. Each sample was then divided into three groups for direct analysis and stored at 4 and 25 oC for 14 days. The methamphetamine analysis using gas chromatography showed that the chromatogram of the normal urine samples did not show any absorption of methamphetamine or its metabolites. Still, the absorption of 9-octadecenamide, hexadecanamide, dodecanamide, and tetradecanamide was detected, which were the absorption peaks of essential fats. Meanwhile, the chromatogram of the normal urine added with methamphetamine and the urine samples of the methamphetamine users indicated the peak of methamphetamine compound detected at Rt 5.27-5.28, however, the amphetamine (methamphetamine’s metabolite) peak was only detected at the chromatogram of the urine samples of the methamphetamine user, which was at Rt 5.07-5.08. The data of the gas chromatography analysis were supported by the fraction of m/z 44, 58, 91, dan 134 which were typical fractions of methamphetamine, and m/z 44, 65, 91, dan 120 were typical fractions of amphetamine. The results showed that the temperature of 4 oC was the optimum temperature for storing urine samples of methamphetamine users because there was no significant decrease in methamphetamine levels.

Keywords: amphetamine, gas chromatography, mass spectroscopy, methamphetamine, urine sample.

PENDAHULUAN

Metamfetamin (MA) sering juga disebut sabu-sabu merupakan jenis senyawa narkotika yang mampu memberikan efek stimulan terhadap tubuh dan memiliki kecendrungan yang sangat besar untuk menyebabkan kecanduan, merusak susunan saraf pusat dan bahkan menyebabkan kematian sehingga dilarang penggunaannya. Dalam menjaring penyalahgunaan narkotika terdapat banyak kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum khususnya di kepolisian selaku penyidik untuk pembuktian bagi pelaku baik sebagai pengedar, pembuat, pemasok, maupun pengguna. Selain pembuktian metamfetamin melalui alat bukti yang dikumpulkan berupa tablet atau serbuk, juga diperlukan pembuktian melalui cairan tubuh berupa darah atau urin sebagai hasil yang diekskresikan (Indrati, 2015). Pemeriksaan obat-obatan terlarang di dalam urin lebih umum dilakukan dibandingkan di dalam darah karena pengambilan urin lebih mudah dan kadar senyawa obat di urin cukup tinggi (Ganjar dan Abdul, 2014). Kelemahan pemeriksaan urin adalah mudahnya dilakukan pemalsuan dengan cara menambahkan bahan narkotika atau bahan lain yang memiliki struktur yang hampir mirip dengan senyawa narkotika sehingga dapat mengacaukan hasil pemeriksaan (Dalimunthe dkk. 2019).

Pada sampel urin hal yang perlu diperhatikan adalah penyimpanan sampel urin pada waktu pengiriman hingga sampai diterima dilaboratorium serta prosedur pemeriksaan urin di laboratorium. Hal ini penting karena setiap obat memiliki stabilitas yang berbeda-beda sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil analisis (David, 2005). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, senyawa metamfetamin dalam sampel urin yang disimpan pada suhu 25oC mengalami degradasi yang signifikan setelah 7 hari penyimpanan ditandai dengan menurunnya kadar metamfetamin (Manuela dkk., 2017). Penelitian lain yang dilakukan oleh Kei Zaitsu, dkk (2008) menyebutkan degradasi metamfetamin dapat dicegah dengan penambahan NaN3 sebagai bahan pengawet sehingga urin dapat disimpan pada suhu penyimpanan 25oC hasil dari penelitian ini menunjukkan penambahan zat berupa pengawet dapat mencegah kerusakan matrik

urin sehingga puncak kromatogram metamfetamin yang muncul dapat dianalisis tanpa adanya puncak kromatogram reference, penelitian ini juga membandingkan dengan sampel urin disimpan pada suhu 4oC tanpa penambahan apapun, menunjukkan hasil tidak adanya degradasi metamfetamin secara signifikan ditandai dengan kadar metamfetamin yang tidak mengalami penurunan yang drastis.

Dalam tubuh beberapa senyawa obat dapat mengalami biotransformasi menjadi metabolitnya seperti halnya senyawa metamfetamin dalam tubuh sangat mudah mengalami biotransformasi menjadi beberapa metabolitnya, sekitar 70% dari metamfetamin yang diekskresikan melalui urin akan dikeluarkan dalam bentuk utuhnya, sedangkan sekitar 30% akan diekskresikan dalam bentuk metabolit mayornya yaitu amfetamin, 4-hidroksi metamfetamin ataupun metabolit lainnya (Kunalan, 2009). Urin normal (urin negatip narkotika), urin normal yang ditambahkan metamfetamin di luar tubuh memiliki perbedaan hasil analisis dengan urin pengguna metamfetamin, pada urin yang ditambahkan metamfetamin saat analisis dengan GC (Gas Chromatography) tidak akan memunculkan puncak kromatogram dari metabolit mayornya sebab tidak adanya proses biotransformasi, selain itu senyawa metamfetamin serta metabolitnya yang dari hasil pemeriksaa memiliki hasil dan karateristik dari pecahan MS (Mass Spectrometry) yang berbeda serta kadar yang lebih tinggi dibandingkan kadar metamfetamin pada urin pengguna metamfetamin (Mei dkk, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan optimasi suhu penyimpanan pada suhu penyimpanan 25oC dan 4oC selama 14 hari, hal ini berguna untuk menemukan suhu optimal penyimpanan sampel urin agar tidak mempengaruhi hasil analisis kandungan metamfetamin serta metabolitnya dalam urin normal, urin normal yang sengaja ditambahkan MA secara langsung dan urin pengguna sabu-sabu dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry serta kadar metamfetamin pada urin pengguna sabu-sabu dan urin normal yang sengaja ditambahkan MA dengan Gas Chromatography.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu sampel urin normal, urin normal yang ditambahkan metamfetamin, dan urin pengguna sabu-sabu yang didapat dari hasil pengumpulan oleh penyidik Narkoba dan jajaran SatRes Narkoba Polda Bali, test kit MA yang digunakan untuk uji pendahuluan terhadap sampel urin yang didapat dari PT Rasani Medika, serta NaOH 2N, kertas pH, kloroform p.a, metanol p.a, exterlude silika gel.

Peralatan

Peralatan kulkas bersuhu 4 dan 25oC. Sementara untuk ekstraksi sampel urin antara lain gelas beker ukuran 50 mL, pipet tetes, tabung (catridge) SPE, rak tabung SPE, gelas beker ukuran 50 mL, spatula, pinset, lemari asam, pipet mikro, tabung centrifuge, dan alat centrifuge. Instrumen analisis yaitu GC-MS Aligent seri 7890 A dengan tipe kolom HP5-MS dengan panjang kolom 30 meter dengan diameter 0,25 mm, fase gerak berupa gas He. Kondisi GC-MS suhu injector dan suhu interfase 250oC, suhu ion source 230oC, laju alir 1,3 mL/min, splitless, solven delay 3 menit, mass scanning 30 to 600, volume injector 1μL, suhu awal oven 70oC ditahan selama 3 menit, kenaikan suhu 60oC/min sampai 280oC ditahan selama 4 menit.

Cara Kerja

Pengumpulan dan uji pendahuluan sampel urin

Sampel urin yang digunakan yaitu sampel urin yang berasal dari 2 kelompok yaitu orang normal dan pengguna sabu-sabu. Kelompok satu berisi 3 orang normal yang akan diambil urinnya sebanyak 120 mL masing-masing orang, setelah itu urin ini akan dibagi menjadi 2 kelompok urin normal yang akan diberi kode UN dan urin yang ditambahkan metamfetamin sebanyak 0,001 gram yang akan diberi kode UN+MA. Sementara kelompok dua merupakan sampel urin sebanyak masing-masing 60 mL yang berasal dari pengguna sabu-sabu dengan kode UP1, UP2, dan UP3. Semua kelompok sampel urin yang telah dikumpulkan tersebut diuji pendahuluan terlebih dahulu menggunakan test kit MA. Sampel urin pada masing-masing

kelompok dibagi menjadi 3 untuk selanjutnya masing-masing disimpan pada suhu yang berbeda yaitu suhu 4 dan 250C selama 14 hari dan ada pula yang langsung diekstraksi dan dianalisis dengan GC-MS.

Uji konfirmasi sampel urin

Ekstraksi sampel urin dilakukan dengan perlakuan yang sama menggunakan metode ekstraksi padat-cair. Masing-masing urin pada tiap kelompok dimasukkan ke dalam tabung SPE, dan dibiarkan beberapa menit agar seluruh urin membasahi exterlude (silika gel) dalam tabung, kemudian ditambahkan 20 mL kloroform ke dalam tabung, filtrat yang di dapat ditampung dalam gelas beker, untuk selanjutnya diuapkan. Setelah seluruh kloroform menguap ke dalam gelas beker (1) ditambahkan sekitar ±175 μL metanol sambil sesekali gelas beker digoyangkan, kemudian ekstrak dipindahkan ke dalam tabung centrifuge. Selanjutnya sampel di sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan dianalisis puncak kromatrogam dan pecahan ion MS yang mengidentifikasikan keberadaan senyawa MA serta metabolitnya.

Validasi metode

Linieritas dan Uji Kadar MA dalam Sampel Urin

Larutan standar MA dibuat pada konsentrasi 50, 40, 20, 10, 8, 4, dan 2 ppm, kemudian masing-masing    diinjeksikan

sebanyak 1,0 μL ke dalam injektor kromatografi gas. Data luas area puncak dibuat regresi linier y = bx + a dan ditentukan koefisien determinasinya, r2 ≥  0,95 maka

metode tersebut memenuhi parameter linieritas (Suaniti, 2011). Luas area puncak MA dalam sampel urin diinterpolasikan ke dalam persamaan regresi linier pada kurva standar.

Uji Akurasi  dengan persen  perolehan

kembali (%recorvery)

Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode adisi dengan menambahkan sejumlah larutan standar MA masing-masing ke dalam sampel urin pengguna narkotika. Kemudian diinjeksikan ke dalam injektor dan dihitung %recorvery dengan persamaan berikut

%recorvery = (cp Ca) x 100%      (1)

^a

Uji Presisi

Uji presisi dilakukan melalui uji perolehan kembali dengan tiga kali ulangan menggunakan standar MA 10 ppm. Standar diinjeksikan ke dalam GS. Uji presisi dilihat dari nilai RSD, syarat RSD ≤ 2% (). Nilai SD dan RSD dihitung dengan persamaan berikut.

sd=JREF2         (2)

RSD= jfx 100%          (3)

Batas Deteksi (LOD) dan Batas Penetapan (LOQ)

Batas deteksi (LOD) dihitung sebesar tiga kali standar deviasi dibagi nilai slope. Batas penetapan (LOQ) dihitung sebesar sepuluh kali standar deviasi dibagi slope.

LOD = 3^       (4)

b

LOQ = 10÷p       (5)

Selektifitas

Dalam kromatografi gas (GC) selektivitas dapat dihitung sebagai resolusi (Rs) yaitu perbedaan antara waktu retensi 2 puncak yang saling berdekatan. Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (base line resolution) (Raharjo, 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji pendahuluan sampel urin

Uji pendahuluan sampel urin dilakukan dengan test kit khusus senyawa metamfetamin. Sampel urin normal (UN) menunjukkan dua garis merah pada test kit sehingga dapat dijadikan kontrol negatif, sampel urin normal ditambahkan MA (UN+MA) dan urin pengguna sabu-sabu (UP) menunjukkan satu garis merah yang menyatakan kedua sampel tersebut positif MA.

Uji konfirmasi sampel urin

Sampel urin normal

Berdasarkan data kromatogram sampel urin normal yang diberi kode UN pada hari pertama tanpa penyimpanan menunjukan tidak adanya puncak serapan dari MA maupun metabolitnya melainkan munculnya puncak kromatogram dari senyawa 9-octadecenamide, hexadecanamide,     dodecanamide,     dan

tetradecanamide yang merupakan senyawa hasil biotransformasi dari lemak esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh melainkan didapatkan dari makanan yang mengandung minyak nabati dan hewani, seperti asam lemak linoleat dan asam lemak oleamide (Hiley dan Pui, 2007).

Rs =


(Wl + W,)


(6)


Abundance

Gambar 1. Kromatogram sampel urin normal dengan kode (UN X)


Urin normal yang ditambahkan MA

Ketiga sampel urin normal dengan kode UN ditambahkan MA sebanyak 0,001 g. Berdasarkan hasil yang didapat, pada kromatogram ketiga urin normal setelah ditambahkan MA, muncul puncak serapan baru pada waktu retensi 5,27-5,28 menit yang merupakan puncak serapan senyawa metamfetamin. Puncak serapan MA tetap muncul pada kromatogram sampel urin yang

disimpan selama 14 hari pada suhu 4 dan 25oC, tetapi dengan intensitas yang berbeda-beda.

Pada kromatogram ketiga sampel urin baik yang diperiksa langsung (hari 1) maupun yang disimpan selama 14 hari pada suhu yang berbeda tidak menunjukkan puncak serapan yang menandakan adanya metabolit mayor dari senyawa MA yaitu amfetamin atau 4-hidroksimetamfetamin hal ini dikarenakan senyawa MA tidak melalui metabolisme dalam tubuh menjadi metabolitnya.


Gambar 2. Kromatogram sampel urin normal + MA dengan kode (UN + MA) hari-1 (a), kromatogram sampel urin normal + MA (UN + MA) hari ke-14 pada suhu 40C (b), dan kromatogram sampel urin normal + MA (UN + MA) hari ke-14 pada suhu 250C (c).

Sampel urin pengguna sabu-sabu

Sampel urin pengguna sabu-sabu dengan kode UP bukan hanya muncul puncak kromatogram dari senyawa metamfetamin pada waktu retensi 5,27-5,28 menit muncul pula puncak kromatogram dari metabolit MA yaitu amfetamin yaitu pada waktu retensi 5,09-

5,11 menit. dalam suhu penyimpanan yang berbeda baik senyawa MA maupun amfetamin mengalami penurunan puncak kromatogram, hal ini diperkirakan terjadi karena masih ada proses degradasi di luar tubuh terhadap senyawa MA maupum amfetamin sebagai metabolitnya oleh enzim.


Gambar 3. Kromatogram sampel urin pengguna dengan kode UP hari-1 (a), kromatogram sampel urin pengguna (UP) hari ke-14 pada suhu 40C (b), dan kromatogram sampel urin pengguna (UP) hari ke-14 pada suhu 250C (c).

Pecahan spektroskopi massa MA dan metabolitnya

Berdasarkan hasil kromatogram sampel urin pengguna sabu-sabu dan urin normal yang ditambahkan MA, spektra massa untuk MA dalam sampel urin yang diinjeksikan pada GC-MS mode full scan


terlihat pada m/z 44, 58, 91, dan 134. Sementara spektra massa untuk amfetamin dalam sampel urin yang diinjeksikan pada GC-MS mode full scan terlihat pada m/z 44, 65, 91, dan 120.



Gambar 4 (a) Fragmen ion Metamfetamin (mode full scan) m/z 44, 58, 91, dan 134 dan (b) Fragmen ion amfetamin (mode full scan) m/z 44, 65, 91, dan 120

Uji kadar metamfetamin dalam sampel urin

Urin normal yang ditambahkan kadar urin berubah-ubah baik pada analisis pada hari pertama maupun anaisis pada hari ke-14 dengan suhu penyimpanan 4 dan 25oC hal ini disebabkan sabu-sabu yang dicampurkan ke dalam sampel urin tidak homogen sehingga

menghasilkan pengukuran kadar yang berbeda-beda pada tiap perlakuannya. Berbeda dengan sampel urin pengguna sabu-sabu yang menunjukkan penurunan kadar MA pada hari dan suhu penyimpanan sampel urin yang berbeda.

Tabel 1. Hasil Perhitungan Kadar MA pada Sampel UN + MA dan UP di Berbagai Suhu Penyimpanan

Sampel

Kondisi Penyimpanan

Hasil uji pendahuluan dan konfirmasi GCMS

Area

Kadar MA

UN

Tanpa penyimpanan

Negatif

0

0

Suhu 4oC selama 14 hari

Negatif

0

0

Suhu 25oC selama 14 hari

Negatif

0

0

UN + MA

Tanpa penyimpanan

Positif

35688515

37,3089

Suhu 4oC selama 14 hari

Positif

19075848

20,0971

Suhu 25oC selama 14 hari

Positif

67659478

70,4327

UP

Tanpa penyimpanan

Positif

49136967

51,2423

Suhu 4oC selama 14 hari

Positif

45587591

47,5649

Suhu 25oC selama 14 hari

Positif

36979653

38,6466


Berdasarkan hasil analisis kadar MA dalam sampel urin utamanya urin pengguna sabu-sabu masih memberikan hasil yang baik walaupun sampel urin disimpan dalam suhu 4 maupun 25oC.

Validasi metode

Selektivitas

Hasil perhitungan nilai resulosi puncak kromatogram larutan standar metamfetamin dan MDMA menunjukkan nilai Rs sebesar 5,423. Nilai Rs yang didapat memenuhi syarat yaitu Rs ≥ 1,5 (Raharjo, 2013). Melalui data tersebut efisiensi kolom dikatakan baik karena dapat memisahkan suatu campuran dengan baik.

Linieritas

Terdapat korelasi linier antara konsentrasi dan luas area puncak, karena persamaan regresi linier pada analisis tersebut memiliki nilai korelasi linier (r) ≤ 1 yaitu sebesar r = 0,9964.

Ketelitian

Ketelitian ditentukan dengan menghitung harga simpangan baku (SD) dan simpangan baku standar relatif (RSD). Nilai simpangan baku standar relatif (RSD) menunjukkan suatu ketidaktelitian pengukuran. Simpangan baku standar reatif (RSD) untuk analisis mode ion extraction sebesar 0,0285%, nilai RSD senyawa standar telah memenuhi syarat yaitu ≤ 2% (Suaniti, 2011).

Batas deteksi (LoD) dan batas kuantisasi (LoQ)

Analisis dengan GC-MS mode ion chromatography memiliki nilai LoD dan LoQ yang lebih rendah, hal ini disebabkan mode ion chromatography pada GC-MS hanya merekam sinyal karakteristik dari ion-ion senyawa MA.

Recovery

Hasil persentase perolehan kembali senyawa MA pada sampel urin adalah 101,83% nilai tini memenuhi syarat ketentuan persen recovery yaitu sebesar 97-103% (Raharjo, 2013) sehingga metode pemeriksaan yang digunakan memiliki akurasi yang baik

SIMPULAN

Hasil pengujian dari ketiga sampel urin yaitu urin normal, urin normal ditambahkan MA, dan urin pengguna sabu-sabu, dapat disimpulkan bahwa hanya urin normal yang ditambahkan MA dan urin pengguna sabu-sabu yang menunjukkan puncak kromatogram dari senyawa metamfetamin, perbedaannya pada sampel urin pengguna kemunculan puncak kromatogram dari senyawa metamfetamin juga disertai dengan munculnya puncak dari amfetamin sebagai metabolit mayornya. Metamfetamin merupakan senyawa yang tergolong stabil sehingga mudah untuk mendetiksinya dalam urin, tetapi melalui penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kadar kandungan metamfetamin dalam urin yang disimpan pada suhu yang berbeda. Kadar metamfetamin mengalami penurunan yang

signifikan ketika sampem urin disimpan pada suhu 250C dibandingkan pada sampel urin yang disimpan pada suhu 40C. Sehingga suhu 40C merupakan suhu optimum penyimpanan sampel urin agar tidak mempengaruhi kadar metamfetamin yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Z., Harlem M., dan Muhammad T. 2017. Analisis Cepat Metamfetamin pada Rambut Pengguna Sabu-Sabu Menggunakan Kromatografi Gas Spektroskopi Massa. Jurnal STIKNA. 1:22-25.

Allen, A dan R. Elly. 2009. Synthetic Methods for Amphetamine. Colorado: Array BioPharma Inc.

Bidang Laboratorium Forensik. 2021. Data Kasus dan Jumlah Barang Bukti Tahun 2017-2020. Denpasar: Laboratorium Narkoba BIDLABFOR Polda Bali.

Dalimunthe, N. A., Alfian, Z., Wijosentono, B., dan Eddyanto, E. 2019. Analisa Kualitatif Kandungan Senyawa Metamfetamin dalam Rambut Pengguna Sabu-Sabu dengan Metode Ekstraksi Fase Padat (SPE) Menggunakan Adsorben Zeolit Serulla. Ready Star. 2(1). Hal 130-134.

David, G. W. 2005. Analisis Farmasi. Jakarta: EGC.

Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2014. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hiley, C. R. dan Pui M. H. 2007. Oliamide: A Fatty Acid Amide Signaling Molecule in the Cardiovaskular System. Cardiovasc Drug Rev. 25(1). Hal 4660.

Indrati, A. R. 2015. Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik Narkoba.     Bandung:     Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Kunalan, N. D. N., Kerr W. J. 2009. Characterization of Route Specific Impurities Found in Methamphetamine Synthesized by the Leuckart and Reductive Amination Methods. Anal Chem. 81: 17-21.

Manuela, P., Graziano S., Mastrobattista L., Minutillo A., Busardò F. dan S. of A. Gianfranco. 2017. Stability of Drugs in Urine Samples at Room T.emperature by Use of a Salts Mixture. Current Pharmaceutical       Biotechnology.

19(10): 123-127.

Mei-Chich HSU, D. Chen, dan Ray H. L. 2009. Detection of Abused Drugs in Urine by GC-MS. Journal of Food and Drugs Analysis. 4(17): 12-16.

Raharjo, T. J., Bambang S., Mai A., dan Nurul H. A. 2013. Validasi Metode Analisis Multiresidu Pestisida Organoklor dalam     Salak     Menggunakan

Kromatografi Gas-Detektor Penangkap Elektron. Agritech. 33(2): 192-197.

Suaniti, N. M. 2011. Aldehid Dehidrogenase dalam Tikus Wistar Sebagai Biomarker Awal Konsumsi Alkohol Secara Akut. Jurnal Biologi. Vol 5(1). Hal 6-8.

Zaitsu, K., Akihiro M., Munehiro K., Hitoshi T. 2007. Long-term Stability of Various Drugs and Metabolites in Urine and Preventive Measures Against Their Decomposition with Special Attention to Filtration Sterilization. Forensic Science International. 174: 120-123.

32