ANALISIS KAFEIN DALAM KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) PADA BERBAGAI SUHU PENYANGRAIAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETER UV-VIS DAN GC-MS
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 16 (1), JANUARI 2022 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2022.v16.i01.p15
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
ANALISIS KAFEIN DALAM KOPI ARABIKA (Coffea Arabica L.) PADA BERBAGAI SUHU PENYANGRAIAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETER UV-VIS DAN GC-MS
N. M. Suaniti*, A. A. S. D. Saraswati dan A. A. B. Putra
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali *Email: [email protected]
ABSTRAK
Proses roasting (penyangraian) saat preparasi biji kopi menyebabkan perubahan pada kandungan kafein pada kopi sehingga dihasilkan kualitas kopi berbeda-beda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar kafein yang terdapat pada kopi pada berbagai suhu serta untuk menentukan gugus fungsi yang terkandung di dalam kopi. Kadar kafein pada sampel kopi arabika dari Desa Ulian Kintamani yang diproduksi dengan variasi suhu penyangraian dan dianalisis dengan spektrofotometri Ultra Violet-Visible (UV-Vis), sedangkan strukturnya dianalisis dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Sampel biji kopi tersebut memiliki variasi suhu penyangraian yaitu 195ᵒC, 205ᵒC, dan 215ᵒC. Kadar rata-rata kafein pada kopi pada suhu penyangraian 195ᵒC, 205ᵒC, dan 215ᵒC berturut-turut adalah 0,28 x 10-3; 0,13 x 10-3; dan 0,10 x 10-3 % (b/v). Data perhitungan tersebut menggambarkan penurunan pada kadar kafein seiring bertambahnya suhu sangrai. Namun struktur senyawa kafein tidak berubah dilihat dari hasil data GC-MS.
Kata Kunci: Kopi arabika, penyangrai, suhu, kadar kafein, struktur kafein.
ABSTRACT
Roasting process for the coffee beans preparation has changed the content of the caffeine in the coffee which influences the quality of the coffee. In this study, caffeine analysis at various roasting temperatures was carried out to determine the caffeine levels in the coffee and to know the functional groups contained in the coffee. Caffeine levels in Arabica coffee samples from Ulian Village, Kintamani was analyzed using UV-Vis spectrophotometry and the structure the structure of caffeine compounds by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). The samples of coffee beans roasted a variety of roasting temperatures, namely 1950C, 2050C, and 2150C. The mean levels of caffeine in coffee at the roasting temperatures of 1950C, 2050C, and 2150C, were 0,28 x 10-3; 0,13 x 10^3; and 0,10 x 10^3 % (w/v), respectively. The calculation data illustrated that the decrease in levels of caffeine with increasing the roasing temperature. However, the structure of the caffeine compound did not change as seen from the GC-MS data.
Keywords: Arabica coffee, roasting, temperature, caffeine content, caffeine structure.
PENDAHULUAN
Kopi adalah salah satu hasil perkebunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi diantara tanaman perkebunan lain di Indonesia. Salah satunya di Desa Ulian Kecamatan Kintamani.Sebagian masyarakat membeli kopi bubuk siap seduh yang dijual dipasar, contohnya jenis kopi arabika (Rahardjo, 2012). Kopi arabika menjadi salah satu jenis kopi favorit untuk dinikmati, hal ini dikarenakan kadar kafein yang terdapat pada kopi arabika yaitu 1,1-1,3%, jika
dibandingkan dengan robusta yaitu 2,4-2,5% dengan masing-masing penelitian massa sampel 100 gram (Naeli, 2016)
Sebelum kopi dihidangkan sebagai bahan minuman, terlebih daluhu dilakukan proses roasting, yang mengakibatkan kandungan air pada biji kopi berkurang, hal itu yang menyebabkan variasi kepahitan kopi berbeda-beda. Proses ini terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu penyangraian ringan kisaran suhu 193-1990C, penyangraian sedang kisaran suhu 2040C, dan penyangraian gelap kisaran suhu 213-2210C (Yusianto, 2014).
Dalam asupan harian disarankan tidak melebihi 100 mg kafein, hal tersebut dapat menyebabkan ketergantungan. Menurut SNI 01-3542-2004 batas makslimal kafein dikonsumsi dalam makanan dan miniman adalah 150mg/hari. Namun jika terdapat kandungan kafein pada kemasan 50 mg/sajian termasuk tinggi, hal ini dapat menyebabkan ketergantungan, maka dari itu, pemerintah tidak mengizinkan peredaran minuman dan makanan berkafein lebih dari aturan SNI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar kafein dalam kopi arabika pada berbagai variasi suhu penyangraian. Berdasarkan literatur lainnya, dapat diketahui bahwa terjadi perubahan kadar kafein dalam kopi selama pemanggangan tidak hanya bergantung pada fisik parameter pada fenomena proses pemanggangan itu sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut, pengaruh temperatur terhadap kandungan kafein diharapkan dapat menjadi acuan bagi industri kopi selama proses pengolahan kopi, khususnya pada saat proses roasting sesuai dengan standar kandungan kafein SNI.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: Kopi arabika bubuk pada berbagai suhu sangrai 195ᵒC, 205ᵒC, 215ᵒC, natrium karbonat (Na2CO3), kloroform (CHCl3), H2SO4, pH meter, akuades, benzene, metanol, standar kafein, kertas saring, es batu.
Alat
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: alat sangrai, grinder, gelas piala, Erlenmeyer, seperangkat alat spektrofotometri UV-Vis double beam shimadzu, seperangkat alat GCMS shimadzu, rotatory evaporator, neraca analitik, alat gelas kaca, batang pengaduk, corong kaca, corong pemisah, statif, klem, dan penangas air, cawan arloji, sendok plastik, botol plastik.
Cara kerja
Uji Organoleptik
Sampel bubuk kopi arabika berbagai suhu sangrai ditimbang sebanyak 8 g dan ditambah sebanyak 150 mL air dengan suhu 100ᵒC. Selanjutnya kopi didinginkan dan didiamkan selama 4 menit hingga ampas kopi
berada dibawah permukaan.Selanjutnya dilakukan 3 aspek penilaian: kesan rasa (after taste), keasaman (acidity), dan aroma.
Preparasi Sampel Kopi Arabika dengan UV-Vis
Sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) kawasan Desa Ulian, Kecamatan Kintamani diroasting dengan mesin sangrai pada berbagai suhu sangrai yaitu 195ᵒC (light roast), 205ᵒC (medium roast), dan 215ᵒC (dark roast), kemudian biji kopi dihaluskan menggunakan grinder agar menjadi bubuk. Ditimbang 20 gram dari masing-masing kopi serbuk kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker 600 mL. Ditambahkan 5,0 g Na2CO3 ke dalam gelas Beaker yang berisi serbuk kopi dan ditambahkan 100 mL akuades kemudian dipanaskan campuran tersebut selama 20 menit sambil diaduk secara perlahan. Larutan kopi tersebut disaring menggunakan corong kaca ke dalam Erlenmeyer, kemudian filtratnya ditampung pada gelas beaker.Filtrat dinetralkan secara hati-hati dengan larutan 10% H2SO4 diukur keasamannya dengan pH meter.Disaring larutan netral ini dengan corong Bunchner dan dicuci residu dengan 20 mL kloroform (CHCl3) hingga terbentuk 2 lapisan. Filtrat dua lapisan dipindahkan ke dalam corong pisah, kemudian lapisah bawah (lapisan organik) dipisahkan, sedangkan lapisan air diekstrak 2 kali dengan 20 mL kloroform (CHCl3). Kedua lapisan organik digabung, kemudian ekstrak kloroform (CHCl3) ini diuapkan dengan rotary evaporator hingga kloroform (CHCl3) menguap seluruhnya (Arwangga, 2016). Ekstrak kafein bebas pelarut kloroform, disublimasi untuk mendapatkan kristal kafein dengan menggunakan hot plate. Setelah didapat kristal kafein, kristal kafein dimurnikan dengan rekristalisasi menggunakan aseton panas pada beaker glass dan disaring menggunakan kertas saring. Lalu beaker glass dimasukkan kedalam wadah yang berisi es batu dan didalam beaker glass yang ditambahkan heksana lalu menguapkannya sehingga didapat kristal kafein murni.
Analisis Kadar Kafein Sampel Kopi Arabika dengan Uv-Vis
Kristal kafein murni dari masing-masing sampel kopi bebas pelarut, dilarutkan pada labu 10 mL. Kemudian dipipet sebanyak
0,1 mL ke dalam labu ukur 10 mL dan dilakukan pengenceran 1000 kali pada labu ukur 100 mL dengan akuades hingga garis tanda batas dan dihomogenkan, kemudian dicari panjang gelombang maksimumnya pada serapan 273 nm dan diukur kadar kafein pada sampel kopi dengan menggunakan persamaan regresi yang didapat dari pengukuran kosentrasi larutan standar kafein yang telah dicari (Fitri, 2008).
Preparasi Sampel Kopi Arabika dengan GC-MS
Sebanyak 1 g sampel kopi dihomogenkan dengan 100 mL akuades panas, lalu di pisahkan filtratnya dengan menggunakan kertas saring. Larutan kopi dibiarkan dingin pada suhu kamar, disesuaikan di pH 8 menggunakan pH meter dengan penambahan NaOH dan diencerkan 1 mg/L dalam metanol, lalu dianalisis dengan GC-MS
Analisis Struktur Senyawa Kafein Sampel Kopi Arabika dengan GC-MS
Sampel kopi yang sudah dipreparasi selanjutnya dianalisis dengan instrument GC-MS sebanyak 1 µL dengan syringe. Dengan jenis kolom HP-5MS 5% fenil 95% metilpolisiloksana, diameter kolom 0,240 mm, panjang kolom 30m, fase diam 0,35 µm, fase gerak berupa gas helium dengan laju alir 1,2 mL / menit. Suhu injektor yaitu 270ᵒC, suhu kolom sebesar 60ᵒC, waktu retensi 2123 menit.Kromatogram masing-masing sampel kopi yang didapat dibandingkan dengan kromatogram standar kafein untuk mengetahui komponen kafein pada masing-masing sampel kopi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter Sensori dan Uji Organoleptik
Karakter sensori yang dihasilkan pada proses roasting biji kopi arabika dengan suhu 195ᵒC, 205ᵒC, dan 215ᵒC mengalami perubahan warna. Warna yang ditimbulkan yaitu semakin gelap ketika suhu roasting ditingkatkan. Perubahan warna ini terjadi dikarenakan adanya reaksi milliard, yaitu reaksi pencoklatan non-enzimatis terjadi karena reaksi antara gula reduksi dalam asam amino atau protein dan gugus amina.
Uji Organoleptik menunjukkan hasil
pengecapan indra perasa antara lain; aroma, kesan rasa yang tertinggal (after taste), keasaman (acidity). Berikut pada Gambar 1, dari uji organoleptik yang melibatkan 10 panelis pemberian bobot nilai 0-10 dengan perhitungan yang telah dirata-ratakan.Berdasarkan penilaian dari 10 panelis kopi yang paling disenangi oleh panelis untuk kriteria dari aroma/bau, kesan rasa yang tertinggal, dan keasaman adalah kopi yang disangraipadasuhu 205°C. Hal ini dikarenakan memiliki kesan yang mudah diterima oleh indera penciuman panelis dari seduhan bubuk kopi dengan suhu sangrai 205°C.
Aroma After Taste Keasaman
Gambar 1. Diagram penilaian aroma, after taste, dan keasaman pada sampel kopi
Penentuan Kadar Kafein Pada Sampel Kopi
Uji kuantitatif berkaitan dengan jumlah kandungan kafein didalam sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) dengan variasi temperature sangrai yaitu, 195°C; 205°C; dan 215°C. Uji kuantitatif kafein dilakukan dengan metode ekstraksi menggunakan pelarut kloroform, dan dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visible. Analisis kuantatif dengan menggunakan kurva kalibrasi diperoleh dengan mengukur absorbansi sederetan konsentrasi larutan standar. Regresi linier yang didapat yaitu y = (5,2590 x 10-2 x) – (5,0314 x 10-3) dengan koefisien kolerasinya (r) = 0,9999. Dimasukkan nilai area (y) pada sampel untuk mendapatkan nilai x yang dicari.Diukur hasil larutan standar kafein menggunakan spektrofotometri UV-Visible
pada panjang gelombang 273 nm.Dari hasil regresi, maka dimasukkan absorbansi setiap sampel kopi arabika berbagai suhu sangrai dan diukur dengan spektrofotometri UV-Vis. Persentase (b/v) kadar kafein rata-rata pada kopi arabika pada suhu 195°C, 205°C, dan 215°C berturut-turut yaitu 0,28 x 10-3; 0,13 x 10-3; dan 0,10 x 10-3 %. Pada kadar rata-rata tersebut aman dikonsumsi masyarakat karena tidak melebihi SNI. Hasil penelitian Fajriani dan Fajriati (2018) terdapat perbedaan hasil sangrai pada berbagai suhu pada sampel kopi Arabika Sindoro, diantaranya pada suhu sangrai 194ᵒC, 204ᵒC, dan 214ᵒC didapat kadar kafein rata-rata berturut-turut adalah 0,0127 mg, 0,0123 mg, dan 0,0121 mg dalam masing-masing berat sampel 20 g. Menurut Buffo dan Cardelli (2004) dalam proses sangrai menyebabkan terlepasnya CO2, uap air, dan senyawa yang mudah menguap. Hasil rata-rata kadar kafein yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2.
0
0.003 0.0025
S 0.002 * 0.0015 5 0.001
re
0.0005

195ᵒC 205ᵒC 215ᵒC
Suhu Sangrai
Gambar 2.Diagram kadar kafein rata-rata (%) dalam serbuk kopi berbagai suhu sangrai
Struktur Senyawa Kafein Pada Sampel Kopi Dengan UV-Vis dan GC-MS
Pada hasil panjang gelombang UV-Vis, senyawa kafein terdapat pada panjang gelombang maksimum 273 nm. Pada serapan 273 nm kemungkinan disebabkan oleh terjadinya transisi elektron n → π* dari suatu kromofor C=O pada cincin benzene. Bentruk spektrum UV-Vis pada sampel kopi tersebut diduga menunjukkan rentang serapan senyawa alkaloid golongan alkaloid purin dengan rentang serapan sebesar 270-275 nm.
Hasil analisis menggunakan GC-MS didapat senyawa kafein di dalam sampel kopi 195ᵒC, 205ᵒC, dan 215ᵒC yang terlibah pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis komposisi senyawa kafein pada sampel kopi arabika berbagai suhu
Sampel |
Waktu Retensi (menit) |
Persentase (%) |
195ᵒC |
21.84 |
38.53 |
205ᵒC |
21.94 |
37.84 |
215ᵒC |
21.94 |
34.81 |
Hasil analisis GC-MS dengan penentuan struktur senyawa kafein dengan 3 sampel kopi arabika berbagai suhu, didapat hasil yang sama yaitu sama-sama mengandung senyawa kafein dan struktur kafein tersebut tidak berubah seiring adanya pemanasan dapat dilihat pada Gambar 3.
Massa molekul kafein pada kopi arabika yaitu 194 g/mol dilihat pada Gambar 3. Sebelum memecah struktur kafein, bisa digunakan tafsiran % isotop yang diperoleh dari data tersebut. Dari % isotop dapat di cari banyak atom C dari M+1, dan kemungkinan senyawa seperti S dan X dari M+2. Banyak atom C yang didapat dari M+1 di perkirakan C7, C8, dan C9. Senyawa S maupun X tidak terdapat pada perkiraan ini karena M+2 berjumlah genap. Selain itu untuk memperkuat hasil struktur senyawa kafein, pada tabel % isotop nilai M+1 yaitu 10,41 dan M+2 yaitu 0,89 sedangkan pada data hasil instrumen GC-MS didapat M+1 yaitu 10,40 dan M+2 yaitu 1,2 angka tersebut tidak begitu jauh. Untuk mengetahui berapa ikatan rangkap pada struktur bisa diperoleh dengan menghitung DBE, hasil perhitungan menunjukkan banyak ikatan rangkap pada senyawa kafein yaitu 2 yang terletak pada C=N dan C=C.
Pemecahan struktur senyawa kafein pada GC-MS dengan elektron berenergi tinggi agar dari senyawa kafein tersebut didapat pecahan-pecahan fragmen yang berbeda massanya. Dari pecahan fragmen tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik yang berbeda ketinggiannya berdasarkan dari jumlah massa yang ada pada fragmen tersebut. Jumlah massa pada fragmen dapat dihitung dengan cara menghitung berat molekul dari senyawa kafein. Dari data yang disajikan, dimana setiap fragmennya adalah hasil pengurangan antara fragmen paling
kanan dengan bilangan tertentu.Bilangan tertentu tersebut berasal dari senyawa yang massanya terpotong.Pada senyawa kafein ini ada 11 fragmen yang ditemukan dalam analisis GC-MS.
Data dari fragmen kafein ini menampilkan potongan-potongan dari massa kafein tersebut dimana ada fragmen m/z 165 yaitu 194-29 adalah pemecahan dari senyawa C7H7N3O2, pada m/z dari 150 yaitu 194-54 adalah pemecahan dari senyawa C6H4N3O2, pada m/z dari 137 yaitu 194-67 adalah pemecahan dari senyawa C6H6N3O2, pada m/z dari 122 yaitu 194-72 adalah pemecahan dari senyawa C6H9N2O, pada m/z dari 109
yaitu 194-85 adalah pemecahan dari senyawa C6H9N2, pada m/z dari 94 yaitu 194-100 adalah pemecahan dari senyawa C5H6N2, pada m/z dari 82 yaitu 194-112 adalah pemecahan dari senyawa C4H6N2, pada m/z dari 67 yaitu 194-127 adalah pemecahan dari senyawa C4H5N, pada m/z dari 55 yaitu 194139 adalah pemecahan dari senyawa C3H5N, pada m/z dari 41 yaitu 194-153 adalah pemecahan dari senyawa C3H5, pada m/z dari 27 yaitu 194-167 adalah pemecahan dari senyawa C2H3. Berikut adalah struktur senyawa kafein yang terdeteksi dengan Mr 194.
«T»n»
LMI HTar]inχSα*Sπ)MaM>N HrrModt ⅛J⅛ Jl KχiJ92) BvcfaMM I X7M1M)
BC Mode Now Oo^ I ■ Ewa 1

IO X K K KW X W W IOO 11« IX I» IW IK IW IX IK IK
Gambar 3.Hasil Spektrogram fragmentasi massa senyawa kafein pasa sampel kopi arabika
Gambar 4. Struktur senyawa kafein
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi suhu maka kadar kafein pada sampel kopi arabika menurun. Menurut penelitian Fajriani dan Fajriati (2018), bahwa jika suhu penyangraian meningkat maka kandungan kafein pada kopi arabika (Coffea arabica L.) akan menurun. Menurut Britta (2012), rongga dalam biji kopi lebih besar, sehingga kristal kafein lebih cenderung terpisah dari biji kopi selama proses penggilingan, dan pemanggangan akan meningkatkan kandungan kafein. Memanggang dengan suhu rendah atau
rendah akan meningkatkan kandungan kafeinnya. Suhu dan waktu proses roasting berhubungan dengan fenomena perpindahan panas biji kopi (Fadai et al., 2017).
Penurunan kadar kafein yang terjadi pada tiga tingkat kematangan disebabkan karena adanya proses sublimasi senyawa kafein pada suhu 178ᵒC. Dengan membuka rongga bagian dalam ini, kafein lebih mudah terpapar panas, yang menyebabkan kafein mulai menyublim. Membentuk komponen lain, sehingga semakin lama penyangraian kafein yang disublimkan akan semakin tinggi (Clarke &Vitzthum, 2001; Spiro & Selwood, 1984). Menurut Ciptadi dan Nasution (1985) sebagian kecil kafein akan menguap dan terbentuk komponen lain seperti aseton, fulfural, amonium, trimethlamine, asam formiat dan asam asetat.
Secara umum terdapat empat tahapan reaksi fisik dan kimiawi yang berjalan selama penyangraian yaitu; 1) Evaporasi air, proses penyanggrai diawali dengan evaporasi air
yang ada didalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang terjadi pada suhu 100-160°C sekitar 6 menit, 2) Reaksi Milliard, terjadi pada suhu 160-175°C pada waktu 7 menit. Pada fase I karamelisasi terjadi karena pemecahan senyawa protein menjadi asam amino. Pada saat bersamaan, karbohidrat sederhana dipecah menjadi monosakarida, glukosa, dan fruktosa. Pada fase II melibatkan sintesis senyawa asam amino alfa dan senyawa karbonil untuk menghasilkan senyawa volatil, termasuk senyawa pirazin dan piridin non volatil.Pyrazine memiliki ambang batas aroma paling rendah oleh karena itu berperan penting dalam pembentukan aroma, sehingga uap pirazin dapat dengan mudah dideteksi oleh indera penciuman. Pada saat yang sama, piridin bertindak sebagai senyawa yang berkontribusi pada rasa pahit. Warna biji kopi berubah menjadi coklat kekuningan.Fasa ke 3 merupakan tahap terakhir dari urutan reaksi Miliard, yaitu pembentukan senyawa melanin.Senyawa ini merupakan produk reaksi kondensasi dari beberapa produk reaksi Miliard II, yang berkontribusi pada pembentukan coklat tua dan rasa. 3) Karamelisasi dilakukan pada suhu 170-200°C selama 9 menit, bila digunakan dalam reaksi Milliard, reaksi dimulai ketika kandungan asam amino pada biji kopi menurun. Bila dipanaskan sampai suhu 170°C, senyawa gula (sukrosa) akan mengalami dehidrasi dan digabungkan menjadi senyawa karamel, sukrosa akan kehilangan molekul air dan menjadi senyawa karamel. Senyawa ini mengubah warna biji kopi menjadi coklat tua.4) Pirolisis Reaksi biasanya dilakukan pada suhu penyangraian 200-205 ° C. Senyawa organik kompleks dalam biji kopi terurai menjadi senyawa gas dan karbon padat sederhana pada suhu tinggi dan kondisi oksigen minimum. . Gas pirolisis disimpan di dinding sel biji kopi yang kuat dan kedap air.Dengan meningkatkan suhu dan waktu pemanggangan maka tekanan gas pirolisis meningkat, dan akhirnya dapat menguraikan dinding sel dan menghasilkan suara retak.Beberapa senyawa organik membentuk arang (senyawa karbon) lebih dalam dan tertutup oleh senyawa berminyak di permukaannya.Rasa biji kopi sangrai menjadi lebih pahit dan keasaman menurun (CCTCID, 2019).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis terjadi penurunan kadar kafein pada hasil sangrai pada suhu 195°C hingga 215°C. Dari data perhitungan tersebut menggambarkan penurunan pada kadar kafein seiring bertambahnya suhu sangrai. Namun struktur senyawa kafein tidak berubah dilihat dari hasil data GC-MS. Kadar kafein pada sampel kopi menurun dikarenakan terbukanya rongga internal pada biji kopi saat proses sangrai.
Saran
Saran untuk penelitian berikutnya yaitu perlu dilakukan analisis lanjut untuk mengetahui perubahan struktur yang terjadi pada senyawa kafein pada sampel kopi dengan meningkatkan suhu sangrai diatas 215°C pada sampel kopi.
DAFTAR PUSTAKA
Arwangga, A. F., I. A. R. A. Asih, dan I. W. Sudiarta. 2016. Analisis Kandungan Kafein pada Biji Kopi di Desa Sesaot Narmada Meggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Kimia. 10(1): 110-114.
Buffo, R. A., And Cardelli, F. C. 2004. Rasa Kopi: Ikhtisar. Jurnal Flavour And Fragrance. 19(2): 99-104.
Britta F. 2012. The Craft and Science of Coffee. Nestle Nespresso SA.
Switzerland.
CCTCID. 2019. Perubahan Fisis dan Kimiawi Biji Kopi Selama Penyangraian, Diakses dari https://www.cctcid.com/2019/07/22/peru bahan-fisis-dan-kimiawi-biji-kopi-selama-penyangraian/. Dieakses tanggal 16 April 2020.
Ciptadi, W., dan Nasution, M. Z. 1985. Pengolahan Kop., Fakultas Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor.
Clarke, R. J., and Vitzhum, O. G. 2001.
Coffee Recent Development. 1st edition Blackwell Science Ltd. Germany.
Fadai, N. T., Melrose, J., Please, C. P., Schulman, A., dan Van, G. R. A. 2017. A Heat And Mess Transfer Study Of Coffee Bean Roasting, International Journal of Heat and Mass Transfer. 104: 787-799
Fajriana, N. H., Fajriati, I. 2018. Analisis Kadar Kafein Kopi Arabika (Coffea arabica L.,) pada Variasi Temperature Sangrai Secara Spektrofotometri Ultra Violet, Analit: Analitycal and Enviromental Chemistry. 3(2): 148-162.
Naeli F., Muchtaridi. 2016. Tinjauan Kimia dan Aspek Farmakologi Senyawa Asam Klorogenat pada Biji Kopi: Review. Farmaka Suplemen. 14(1): 214-227.
Rahardjo., Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta.
SNI. 2004. Kopi Bubuk. 01-3542-2004. Badan Standarisasi Nasional.
Spiro, M., and Selwood, R. M. 1984. The Kinetic And Mechanism of Caffeine Infusion From Coffee: The Effect Of Particle Size, Journal of The Science of Food And Agriculture. 35(8): 915-924.
Yusianto., Dwi N. 2014. Mutu Fisik Citarasa Kopi Arabika yang Disimpan Buahnya Sebelum di-Pulping. Pelita Perkebunan. 30(2): 137-158.
121
Discussion and feedback