ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.01,JANUARI, 2022

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2020-12-15Revisi: 2021-01-19 Accepted: 2022-01-15

KARAKTERISTIK PENDERITA EPILEPSI RAWAT JALAN DI RSUD BALI MANDARA BULAN JANUARI – DESEMBER TAHUN 2019

Putu Dewinadya Saraswati1, Dewa Putu Gde Purwa Samatra2, I Komang Arimbawa2, I Putu Eka Widyadharma2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen/KSM Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Denpasar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi kronis yang cukup sering ditemukan kasusnya. Epilepsi masih menjadi suatu isu kesehatan global yang memengaruhi 50 juta orang diseluruh dunia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita epilepsi rawat jalan di RSUD Bali Mandara pada bulan Januari-Desember tahun 2019. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif potong-lintang dengan menggunakan data sekunder berupa penelusuran rekam medis dari penderita epilepsi rawat jalan. Diperoleh data yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 149. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 20. Hasil: Kategori umur yang paling banyak terjadi pada kelompok umur 0-17 tahun sebesar 57%, lebih dominan terjadi pada jenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 51%, etiologi yang dominan yakni idiopatik sebesar 65,8%, jenis bangkitan yang paling banyak terjadi bangkitan umum yaitu sebesar 69,8%, obat anti epilepsi yang paling banyak diterima pasien dalam bentuk monoterapi sebesar 50,3%. Simpulan: Kategori umur yang paling banyak terjadi yaitu pada kelompok usia 0-17 tahun, jenis kelamin laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan, etiologi idiopatik lebih sering kejadiannya, jenis bangkitan yang paling banyak adalah bangkitan umum, obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi hampir sama tetapi yang paling banyak diterima pasien terutama dalam bentuk monoterapi.

Kata kunci: epilepsi, karakteristik, obat anti epilepsi

ABSTRACT

Background: Epilepsy is one of the chronic neurologic disease that often found the cases. Epilepsy is a global health issue that affected 50 million people around the world Objective: This study aims to determine the characteristics of epilepsy outpatients in Bali Mandara Regional Hospital in January-December 2019. Method: The method used in this study was a cross-sectional descriptive study using secondary data of patient medical records. Obtained data that met the inclusion criteria was 149. Data analyzed by using SPSS 20 program. Results: The most frequent age category is 0-17 years about 57%, more often in male about 51%, dominant etiology is idiopathic about 65,8%, the most common type of seizure was generalize about 69.8%, anti-epileptic drugs that frequently used was carried out in the form of monotherapy about 50,3%. Conclusion: The most common age category is 0-17 years, male slightly more than female, idiopathic epilepsy is more frequently happened, most common type of seizure was generalized, monotherapy and polytherapy anti-epileptic drugs is almost the same but primarily in the form of monotherapy is the most received by the patients

Keywords: epilepsy, characteristics, anti-epileptic drug

KARAKTERISTIK PENDERITA EPILEPSI RAWAT JALAN DI RSUD BALI MANDARA BULAN JANUARI – DESEMBER., Putu Dewinadya Saraswati1, Dewa Putu Gde Purwa Samatra2, I Komang Arimbawa2, I Putu Eka Widyadharma2

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi kronis yang cukup sering ditemukan kasusnya.1 Epilepsi atau yang masyarakat awam kenal dengan ayan atau sawan masih menjadi suatu hal yang tabu di kalangan masyarakat. Epilepsi membawa stigma yang besar sebagai kutukan, karena adanya salah pengertian dan adanya mitos di kalangan masyarakat yang belum mengerti mengenai epilepsi.2 Orang dengan epilepsi rentan mendapatkan stigma yang negatif dan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya yang dapat memengaruhi kualitas hidup penderita.3 Dampak Epilepsi pada manusia dikatakan membahayakan dan dapat menjadi pemicu beberapa penyakit jika tidak ditangani dengan baik karena Epilepsi bisa menjadi tanda berbagai macam penyakit berbahaya seperti misalnya tumor otak, radang selaput otak, serta penyakit lainnya yang berhubungan dengan otak ataupun sistem saraf.4

Epilepsi masih menjadi suatu isu kesehatan global yang memengaruhi 50 juta orang diseluruh dunia dengan Insidens Epilepsi di negara berkembang 100 per 100.000 ribu penduduk, sedangkan di negara maju berkisar 50 per 100.000 penduduk.2 Populasi di Asia terdapat 4 miliar orang atau 50% dari populasi dunia dan terdapat 23 juta kasus pasien terdiagnosa epilepsi.3 Setiap tahun di Indonesia terdapat paling sedikit 700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar 70.000 kasus baru.5 Di Bali epilepsi termasuk dalam peringkat 10 besar diagnosa rawat jalan tingkat lanjutan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Program JKN.6

Dalam upaya penanganan epilepsi secara menyeluruh dan tepat sasaran, penentuan diagnosis yang tepat sangat diperlukan mengingat cukup krusialnya masalah epilepsi yang terjadi di masyarakat dan dapat berakibat fatal apabila tidak dipahami dan ditangani dengan baik. Data demografi penyebaran penyakit di suatu wilayah merupakan salah satu alat pendukung yang bisa digunakan dalam penegakkan diagnosis yang tepat serta dapat membantu klinisi menentukan penanganan yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu untuk dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita epilepsi rawat jalan khususnya di Bali pada Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan daerah di Bali sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dan diharapkan kasus epilepsi dapat ditangani dengan lebih baik

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian berupa penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat karakteristik penderita epilepsi rawat jalan dengan mengambil tempat di Instalasi Rekam Medis RSUD Bali Mandara. Rancangan penelitiannya yakni potong-lintang serta dilakukan dalam rentang waktu antara bulan Oktober hingga November 2020. Sampel penelitian https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2022.V11.i01.P05

yang ditetapkan sebesar jumlah populasi yang ada atau total sampling dengan minimal 53 sampel dihitung dengan rumus penelitian deskriptif Lemeshow. Kriteria inklusi pada penelitian ini ialah Penderita Epilepsi yang memiliki rekam medis di RSUD Bali Mandara pada periode 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2019 yang rutin berobat dengan data rekam medis yang lengkap. Sedangkan kriteria eksklusi dari penelitian adalah penderita epilepsi rawat jalan yang baru berobat pertama kali berobat di Poliklinik Saraf RSUD Bali Mandara bulan Januari – Desember 2019 serta penderita epilepsi rawat jalan yang rutin berobat dengan salah satu dari data Umur, Jenis Kelamin, Etiologi, Jenis bangkitan epilepsi, dan Jenis Obat Anti Epilepsi yang tidak tercantum dalam rekam medis. Variabel penelitian ini berupa kategori umur, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, dan jenis OAE.

Surat keterangan kelayakan etik bernomor 016/EA/KEPK.RSBM.DISKES/2020 tertanggal 20 November 2020 telah diterbitkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan UPTD. RSUD Bali Mandara Provinsi Bali untuk penelitian ini.

Instrumen penelitian yang digunakan berupa rekam medis yang mencantumkan informasi subjek penelitian yakni epilepsi, umur, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, jenis OAE serta Microsoft Excel 2016 untuk mencatat data yang didapat. Data dikumpulkan dan dilakukan analisis univariat memakai perangkat lunak SPSS 20. Data tersebut diolah serta ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi penderita epilepsi dan dirawat jalan di Poliklinik Saraf RSUD Bali Mandara pada Bulan Januari sampai dengan Desember 2019 berdasarkan kategori umur, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, dan jenis OAE.

HASIL

Penelitian ini didapatkan dari data rekam medis penderita epilepsi di RSUD Bali Mandara pada bulan Januari hingga Desember tahun 2019. Sampel total yang dikumpulkan berjumlah 167 data, namun yang telah memenuhi kriteria inklusi yakni 149 data yaitu sebesar 89,2% dari total data keseluruhan. Keseluruhan sampel tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap variabelnya. Banyak data yang diekslusi terutama karena penderita datang dari rujukan rumah sakit lain untuk pemeriksaan EEG jadi kurangnya informasi mengenai detail karakteristik penyakit serta obat anti epilepsi yang hanya dituliskan mengikuti terapi dari rujukan sebelumnya tanpa keterangan detail yang jelas. Keseluruhan sampel diteliti karakteristiknya berupa umur, jenis kelamin, etiologi epilepsi, jenis bangkitan epilepsi, dan jenis obat anti epilepsi

yang digunakan. Adapun hasil dari penelitian dilampirkan pada tabel distribusi.

Tabel 1. Karakteristik penderita epilepsi rawat jalan di RSUD Bali Mandara pada bulan januari – desember 2019 (N=149)

Karakteristik

N (%)

Umur

Anak di bawah umur (0-17 tahun)

85 (57,0)

Dewasa (18-65 tahun)

59 (39,6)

Setengah baya (66-79 tahun)

5 (3,4)

Jenis Kelamin

Laki-laki

76 (51,0)

Perempuan

73 (49,0)

Etiologi

Idiopatik

98 (65,8)

Simtomatik

51 (34,2)

Jenis Bangkitan

Fokal

39 (26,2)

Umum

104 (69,8)

Tidak diketahui

6 (4,0)

Jenis OAE

Monoterapi

75 (50,3)

Politerapi

74 (49,7)

EEG = electroencephalogram; OAE = obat anti epilepsi

PEMBAHASAN

Berdasarkan karakteristik umur dari hasil penelitian didapatkan karakteristik penderita epilepsi didapatkan data terbanyak yakni pada kelompok umur 0-17 tahun yang masuk kategori anak di bawah umur yakni sebanyak 85 orang (57%). Sedangkan pada kategori umur dewasa yaitu 18-65 tahun didapatkan 59 orang (39,6%). Serta hanya 5 orang (3,4%) yang berasal dari kelompok umur setengah baya yakni 66-79 tahun. Hasil ini sebanding dengan penelitian di RSUD Al-Ihsan Bandung yang disebutkan bahwa kategori umur terbanyak yakni dari kelompok umur <17 tahun yaitu 47,14% yakni 33 orang.7 Dominasi distribusi umur yakni kelompok usia <65 tahun yang meliputi anak dibawah umur dan dewasa lebih sering yakni 51%.8 Dalam penelitian di Swedia juga didapatkan sekitar 60.000 orang atau 0,7% dari populasi di Swedia yang merupakan dari kelompok umur anak di bawah umur dan dewasa memiliki epilepsi yang aktif.9 Karakteristik umur yang terjadi banyak terjadi pada kelompok di bawah umur diperkirakan karena saat terjadi kejang pada anak, bagi orang tua merupakan hal yang tidak biasa sehingga anak langsung diperiksakan ke rumah sakit sehingga epilepsi dapat terdiagnosis lebih dini. Beda halnya dengan kejang https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2022.V11.i01.P05

pada orang lanjut usia masih dianggap hal yang biasa sehingga tidak diperiksakan ke rumah sakit yang berakibat terjadinya epilepsi tidak diketahui. Hal ini menyebabkan kesan penderita epilepsi yang rawat jalan di RSUD Bali Mandara banyak berasal dari kategori anak di bawah umur.

Dapat dilihat dari karakteristik jenis kelamin didapatkan hasil bahwa penderita epilepsi yang rawat jalan di RSUD Bali Mandara lebih banyak laki-laki yang terkena epilepsi dibandingkan wanita walaupun tidak berbeda jauh yakni untuk laki-laki ada sebanyak 76 orang (51%) sedangkan perempuan ada sebanyak 73 orang (49%). Hal ini sama dengan penelitian penderita epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah bulan Januari – Desember tahun 2016 lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 55,7%.10 Dalam penelitian di RS Harapan Kita Jakarta juga ditemukan 54,6% dari 141 pasien adalah laki-laki.11 Hasil penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang juga didapatkan hasil penderita epilepsi lebih banyak laki-laki yakni 60% yaitu 39 orang.12 Meski penyebab pastinya belum diketahui, namun perbedaan ini diperkirakan karena hormon memiliki hubungan dengan epilepsi. Hormon seks pada perempuan yaitu estrogen dan progesteron memengaruhi ambang kejang sampai batas tertentu sehingga laki-laki lebih mudah terjangkit epilepsi.5

Distribusi karakteristik epilepsi berdasarkan etiologi yang terjadi pada pasien rawat jalan di RSUD Bali Mandara didominasi oleh epilepsi idiopatik sebanyak 98 pasien (65,8%), sedangkan sisanya 51 orang (34,2%) memiliki etiologi yang simptomatik oleh karena penyakit lainnya beberapa diantaranya adalah epilepsi post-stroke, stroke non-hemorragik, trauma pada kepala, dan tumor. Hasil tersebut menunjukkan kesesuaian dengan hasil penelitian sebelumnya di RS Harapan Kita Jakarta yakni sebanyak 53,1% dari 141 pasien dengan etiologi idiopatik.11 Dalam penelitian sebelumnya juga ditemukan bahwa etiologi idiopatik mendominasi karakteristik etiologi yakni 71,2% yaitu 74 orang.13 Penelitian di RSUP Sanglah ditemukan hasil terbanyak dengan etiologi idiopatik yaitu 74,3% yakni 205 penderita epilepsi.14 Hasil penelitian didapatkan epilepsi idiopatik lebih banyak diperkirakan karena penderita epilepsi yang berobat ke RSUD Bali Mandara banyak dari kategori umur anak dibawah umur (017 tahun) hal ini karena epilepsi idiopatik umumnya dimulai dari masa kanak-kanak sampai remaja, meskipun dapat tidak terdiagnosis sampai dewasa.15

Karakteristik jenis bangkitan epilepsi dari hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa jenis bangkitan epilepsi yang paling banyak adalah bangkitan umum

Putu Dewinadya Saraswati1, Dewa Putu Gde Purwa Samatra2, I Komang Arimbawa2, I Putu Eka Widyadharma2

sebanyak 104 orang (69,8%), diikuti dengan bangkitan fokal sebanyak 39 orang (26,2%) serta hanya 6 orang (4%) yang bangkitannya tidak diketahui. Jenis bangkitan yang paling banyak ini juga sebanding dengan penelitian penderita epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah periode Januari – Desember 2016 lebih banyak bangkitan umum yaitu sebanyak 33 orang (47,1%).10 Pada penelitian di Nigeria juga didapatkan dominasi pada bangkitan umum yakni 41,9% dari 4.576 subjek.16 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian di Rumah Sakit Kota Jambi yakni jenis bangkitan umum mendominasi sebanyak 61,3% dari 103 pasien.17 Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Bali Mandara ini dominasi epilepsi bangkitan umum dikarenakan terjadi diperkirakan karena jenis epilepsi fokal banyak yang tidak disadari oleh penderita epilepsi sehingga dianggap hal biasa. Lain halnya dengan epilepsi bangkitan umum yang menyebabkan penderita pasti memeriksakan dirinya sehingga diagnosis epilepsi jenis umum lebih banyak terdeteksi. Epilepsi bangkitan umum memiliki karakteristik yakni widespread generalized spike and waves atau polyspike waves pada elektroensefalografi.18

Berdasarkan karakteristik jenis obat anti epilepsi antara monoterapi dan politerapi penggunaannya hampir sama hanya berbeda 1 data lebih banyak untuk penggunaan monoterapi yakni sebanyak 75 orang (51%) sedangkan 74 orang (49%) menggunakan politerapi. Hasil ini sebanding dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Turki didapatkan hasil 75% penderita epilepsi dari 4093 subjek menggunakan monoterapi.19 Pada penelitian di RSUP Haji Adam Malik pada 2016 juga mengatakan penggunaan monoterapi juga paling banyak yakni 66.3% 59 orang.20 Dalam penelitian di RSUP Sanglah tahun 2016 didapatkan penggunaan monoterapi lebih dominan daripada politerapi yakni 85,5% dari 59 orang.21 Monoterapi lebih direkomendasikan untuk pasien dengan epilepsi dikarenakan kelebihan monoterapi antara lain efektif sebagai pengobatan awal, tidak terjadi interaksi obat, toksisitas minimum, analisis keberhasilan lebih mudah.22

SIMPULAN DAN SARAN

Penderita epilepsi rawat jalan di RSUD Bali Mandara pada bulan Januari sampai dengan Desember 2019 banyak terjadi di kelompok umur anak di bawah umur (0 sampai 17 tahun) dan didominasi dengan pasien yang berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar pasien memiliki etiologi idiopatik, jenis bangkitan umum, dan jenis obat anti epilepsi monoterapi sedikit lebih banyak digunakan daripada politerapi.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yakni keterbatasan lokasi penelitian hanya pada satu rumah sakit dikarenakan penelitian dilaksanakan saat pandemi COVID-19 yang mengakibatkan sulit untuk dilaksanakan penelitian di beberapa rumah sakit, hal ini menyebabkan karakteristik hanya terbatas satu rumah sakit yang kurang bisa merepresentasikan suatu wilayah dalam hal ini Provinsi Bali. Serta keterbatasan penelitian ini pada karakteristik yang diteliti kurang detail karena keterbatasan informasi yang tersedia di rekam medis sehingga data karakteristik yang digunakan adalah data secara umum, adapun hal ini dapat memengaruhi memengaruhi hasil dari data karakteristik penderita epilepsi rawat jalan.

Adapun dari keterbatasan tersebut diperlukan adanya penelitian analitik lanjutan untuk mengetahui hubungan antara usia dengan angka kejadian epilepsi, penelitian terkait hubungan dari karakteristik antara jenis kelamin dengan risiko epilepsi, serta penelitian terkait prevalensi jenis OAE yang paling efektif digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Jovel, Camilo Espinosa, dkk. Epidemiological profile of epilepsy in low income populations. European Journal of Epilepsy. 2018. Volume 56, Hal. 67–72.

  • 2.    World Health Organization. Epilepsy. Tersedia di: https://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en. 2016.

  • 3.    Trinka, Eugen, dkk. Epilepsi in Asia: Disease burden, management barriers, and challenges. European Journal of Epilepsy. 2018. Volume 60, pages 7-21.

  • 4.    Baker, John, dkk. The prevalence and clinical features of epileptic seizures in a memory clinic population. European Journal of Epilepsy. 2019. Volume 71, Hal 83–92.

  • 5.    Lukas, A., Harsono, & Astuti. Gangguan Kognitif pada Epilepsi. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. 2016. 1(2): 146.

  • 6.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2019.Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2018.

  • 7.    Deirfana R, Andriane Y, Sastranigardja HS, Tursina A, Nurimaba N. Karakteristik Penderita Epilepsi dan Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi di Rsud Al-Ihsan Bandung Periode 2015-2017. Prosiding Pendidikan Dokter; Vol 4, No 1, Prosiding Pendidikan Dokter (Agustus, 2018); 216-225 [Internet]. 2019 Sep 13

[cited      2020      Nov      23];      Available

from:http://repository.unisba.ac.id:8080/xmlui/handle/ 123456789/26269

  • 8.    Suller Marti A, Bellosta Diago E, Vinueza Buitron P, Velázquez Benito A, Santos Lasaosa S, Mauri Llerda JÁ. Epilepsy in elderly patients: does age of onset

10.1016/j.nrl.2019.03.001

  • 9.    Forsgren L, Sundelin H, Sveinsson O. [Epilepsy: incidens, prevalens and causes]. Lakartidningen. 2018 21;115.

  • 10.    Maryam IS, Wijayanti, IAS, Tini K. Karakteristik Klinis Pasien Epilepsi di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Periode Januari–Desember 2016. Callosum Neurology. 2018;1(3):90.

  • 11.    Tjandrajani A, Widjaja JA, Dewanti A, Burhany AA. 2012. Karakteristik Kasus Epilepsi di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita pada Tahun 2008-2010. Sari Pediatr 2012;14(3):145.

  • 12.    Khairin K, Zeffira L, Malik R. Karakteristik Penderita Epilepsi di Bangsal Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2018. Health and Medical Journal. 2020 Jul 26;2(2):17–26.

  • 13.    Setiawan I, Harsono H, Asmedi A. Eeg Awal Terapi Sebagai Prediktor Kekambuhan Pada Penderita Epilepsi Yang Mendapat Terapi Obat Antiepilepsi. Biomedika. 2018 Mar 8;10(1):15-19–19.

  • 14.    Suwarba IGNM. Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada Anak. Sari Pediatr. 2016;13(2):123.

  • 15.    Wahyuni KD, Was’an M, Rusdi I. Korelasi antara durasi terapi obat antiepilepsi generasi pertama dengan kadar profil   lipid epilepsi   idiopatik. Berkala

NeuroSains. 2020 Apr 29;15(1):32–9.

  • 16.    Assadeck H, Toudou-Daouda M, Mamadou Z,

Moussa-Konate M, Hassane-Djibo F, Douma-Maiga D. Clinical and Etiological Characteristics of Epilepsy in the Elderly: A Hospital-Based Study from a Tertiary Care Referral Center of Niamey, Niger. J Neurosci Rural Pract. 2019 Oct;10(4):571–5.

  • 17.    Ekaputri TW, Larassati L, Verbty NA, Kusdyah E. Karakteristik Pasien Epilepsi Di Rumah Sakit Kota Jambi Periode Januari Sampai Desember 2018. Jurnal Medika Malahayati [Internet]. 2020 Jun 30 [cited 2020 Nov        23];4(2).        Available        from:

http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/medika/article /view/2759

  • 18.    Liu F, Wang Y, Li M, Wang W, Li R, Zhang Z, et al. Dynamic functional network connectivity in idiopathic generalized epilepsy with generalized tonic–clonic seizure. Human Brain Mapping. 2017;38(2):957–73.

  • 19.    Kocatürk, İdris, Özdemir, Gökhan. A Study on the Prevalance of Epilepsy in the Provincial Center of Erzurum [Internet]. 2019 [cited 2020 Nov 23]. Available                from:                http://e-

resources.perpusnas.go.id:2087/eds/detail/detail?vid=2 &sid=6311d70f-7b55-4454-a963-

812b07ccf93a%40sessionmgr4008&bdata=JnNpdGU9 ZWRzLWxpdmU%3d#AN=135314543&db=edb

  • 20.    Rajandran M. Gambaran Karakteristik Pada Pasien Epilepsi di RSUP Haji Adam Malik Pada Tahun 2016. 2017 [cited 2020 Nov 23];  Available  from:

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3861

  • 21.    Chintia NP, Wijayanti IAS, Mahalini DS. Hubungan terapi obat antiepilepsi terhadap fungsi kognitif pada pasien epilepsi anak di rumah sakit umum pusat sanglah periode maret 2016 – november 2016.

2020;VOL. 9 NO.7:6.

  • 22.    Khairani AF, Sejahtera DP, Fauzal IA. Strategi pengobatan epilepsi: monoterapi dan politerapi. Berkala NeuroSains. 2020 Mar 24;18(3):115–9.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i01.P05

29