JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 15 (2), JULI 2021 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2021.v15.i02.p11

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740


EFEK EKSTRAK GLIKOSIDA FLAVONOID BUAH TERONG BELANDA TERHADAP AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE DAN KADAR MALONDIALDEHID PADA JARINGAN HATI TIKUS WISTAR DI BAWAH KONDISI STRES

I. A. R. A. Asih*, A. A. N. G. W. Pramantha, dan S. R. Santi

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana Jimbaran, Badung Bali, Indonesia

*Email: astiti_asih@unud.ac.id

ABSTRAK

Senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan semakin banyak dieksploitasi dan diteliti sebagai bahan obat-obatan. Terong belanda merupakan tanaman yang termasuk ke dalam keluarga Solanaceae, yang kaya nutrisi serta bermanfaat untuk membantu metabolisme seperti meningkatkan imunitas tubuh sehingga dapat mencegah stres oksidatif karena kandungan glikosida flavonoidnya. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Analisis in vivo menggunakan rancangan randomized post-test only control group design dengan 24 ekor tikus Wistar sebagai hewan uji. Hewan uji dibagi menjadi empat kelompok perlakuan, dan diberikan ekstrak dengan dosis 50 mg/kgBB setelah perenangan selama 90 menit. Hasil menunjukkan bahwa pemberian ekstrak glikosida flavonoid mampu mengobati stres oksidatif dengan menurunkan kadar malondialdehid (MDA) sebesar 14,71% lebih rendah dan meningkatkan aktivitas superoksida dismutase (SOD) sebesar 53,47% lebih tinggi pada jaringan hati tikus di bawah kondisi stres dibandingkan tanpa diberikan ekstrak glikosida secara signifikan (p<0,05).

Kata kunci : MDA, SOD, Solanum betaceum Cav, tikus Wistar

ABSTRACT

Chemical compounds produced by plants have been increasingly exploited and researched as medicinal ingredients. Terong belanda is a plant that belongs to the Solanaceae family, which is rich in nutrients and beneficial for supporting metabolism, such as increasing the body's immunity so that it can prevent oxidative stress, because it contains flavonoid glycoside. Extraction was done by maceration and fractionation. In vivo analysis used a randomized post-test only control group design with 24 Wistar rats as test animals. The test animals were divided into four treatment groups and given the glycoside extract at a dose of 50 mg/kg BW after swimming for 90 minutes. The results showed that the administration of flavonoid glycoside extract was able to treat oxidative stress by reducing malondialdehyde (MDA) levels by 14.71% lower and increasing superoxide dismutase (SOD) activity by 53.47% higher of the rat liver tissue under stress conditions than the one without significantly given the extract (p <0.05).

Keywords : MDA, SOD, Solanum betaceum Cav, Wistar rat

PENDAHULUAN

Radikal bebas dalam tubuh dapat ditangkap oleh antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan karena dapat menghambat reaksi oksidatif dalam tubuh yang merupakan penyebab berbagai penyakit (Adawiah dkk, 2015). Bahan makanan yang bersumber dari tumbuh-tumbuhanm mengandung komponen aktif tertentu terbukti memiliki efek antioksidan baik secara in vitro maupun in vivo melalui beberapa mekanisme

yang kebanyakan belum diketahui dan mampu mengobati penyakit yang diakibatkan oleh radikal bebas (Wahdaningsih dkk, 2011). Flavonoid dengan gugus hidroksilnya adalah antioksidan sekunder selain vitamin yang dapat menetralisir radikal bebas di dalam tubuh. Penelitian tentang flavonoid yang terkandung dalam buah terong belanda menarik perhatian banyak peneliti karena potensinya sebagai antioksidan dalam tubuh (Syariah dan Usmar, 2011).

Terong belanda (Solanum betaceum Cav.) termasuk ke dalam keluarga Solanaceae yang

merupakan tanaman asli dari pegunungan Andes di Amerika Selatan. Secara tradisional tanaman ini digunakan sebagai obat untuk sakit tenggorokan, amandel, gusi meradang, penyakit rematik, memperlancar air seni dan menurunkan kadar kolesterol. (Nascimento dkk, 2013; Asvita dan Berawi, 2016). Buahnya bermanfaat untuk memperlancar dan membantu metabolisme seperti meningkatkan imunitas dan kesegaran tubuh. Berdasarkan penggunaan tanaman terong belanda sebagai obat tradisional sehingga banyak dilakukan penelitian secara lebih mendalam tentang antioksidan. Penelitian yang dilakukan oleh Asih dkk (2015) melaporkan hasil uji aktivitas antioksidan pada ekstrak n-butanol daging buah terong belanda menghasilkan nilai IC50 sebesar 666 ppm.

Widayanti dkk (2016) melaporkan aktivitas antioksidan dari ekstrak n-butanol kulit terong belanda dengan nilai IC50 sebesar 69,89 mg/L. Penelitian yang dilakukan oleh Jeane dkk (2018) melaporkan bahwa peningkatkan aktivitas SOD darah tikus Wistar sebanyak 22,79% setelah diberikan glikosida flavonoid ekstrak n-butanol terong belanda. Penelitian yang dilakukan oleh Asih dkk (2018) melaporkan bahwa stres oksidatif dapat dicegah dengan asupan ekstrak n-butanol terong belanda. Adanya keterkaitan glikosida flavonoid sebagai antioksidan yang memiliki efek pada pencegahan stres oksidatif menjadi dasar pada penelitian ini. Penelitian ini akan mengkaji efek glikosida flavonoid terhadap aktivitas SOD dan MDA pada tikus Wistar di bawah kondisi stres.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain: buah terong belanda, etanol 70%, dietil eter, n-heksan, kloroform, n-butanol, SOD Kit (Biovision, K335-100), logam Magnesium, HCl pekat, NaOH 10%, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, amonia 10%, obat bius ketamin, larutan TCA (thricloroacetic), larutan TBA (thio barbituric acid), BHT (Butylated hydroxytoluene), tikus wistar jantan, pakan tikus standar dan akuades.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah corong pisah, tanur,

cawan porselen, timbangan, penguap vakum putar (rotary vacuum evaporator), oven, gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, pemanas air, alat sonde, centrifuge, pipet mikro, pipet volume, kuvet, timbangan, waterbath, dan spektrofotometer UV-Vis.

Cara kerja

Pembuatan ekstrak dan partisi ekstrak glikosida flavonoid

Buah terong belanda sebanyak 2 kg yang telah bersih diblender sehingga terbentuk bubur, kemudian diuji kadar air dan kadar abunya. Sampel selanjutnya dimaserasi dengan etanol 70% sebanyak 3x24 jam dan kemudian disaring. Filtratnya dievaporasi diperoleh ekstrak kental etanol (EEt). Lima puluh gram ekstrak kental ditambahkan dietil eter sehingga diperoleh endapan eter. Endapan eter dilarutkan dengan campuran etanol:air (7:3) kemudian dievaporasi sehingga diperoleh fraksi air. Fraksi air dipartisi secara bertahap dengan pelarut n-heksana, kloroform, dan n-butanol kemudian masing-masing pelarut dievaporasi sehingga diperoleh ekstrak n-heksana (EH), ekstrak kloroform (EK), dan ekstrak n-butanol (EB).Masing masing ekstrak kental selanjutnya diuji fitokimia dan glikosida.

Uji glikosida

Uji kandungan glikosida dengan pereaksi Borntrager. Tes Borntrager dilakukan sesuai dengan Singh dan Kumar (2017) dengan sedikit modifikasi. Beberapa miligram sampel dilarutkan dalam etanol kemudian ditambahkan beberapa mililiter H2SO4 pekat. Filtrat dipisahkan dan didiamkan hingga dingin kemudian ditambahkan 3 mL kloroform. Campuran dikocok kemudian ditambahkan larutan amonia 10%. Reaksi positif glikosida menunjukkan perubahan warna menjadi merah muda pada lapisan amonia.

Uji aktivitas SOD jaringan hati tikus Wistar

Aktivitas SOD dianalisis dengan metode kolorimetri menggunakan SOD Kit (Biovision, K335-100). Rumus perhitungan aktivitas SOD (%) sebagai berikut ini.

(A blanko 1 - A blanko 3) -(A sampel - A blanko 2)

(% inhibisi) =                                            ■ x 100%  (1)

x           '               (A blanko 1 - A blanko 3)                        v 7

Uji kadar malondialdehid (MDA) jaringan hati tikus

Analisis kadar MDA dilakukan dengan metode TBARS menggunakan larutan standard TEP. Hati dicacah kemudian disentrifugasi pada 4000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 0.5 mL Supernatan jernih ditambahkan 2 mL HCl dingin 0,25 N yang mengandung 0,38% TBA ,15% TCA, dan 0,5% BHT. Campuran disentrifugasi selama 10 menit pada 3500 rpm setelah dipanaskan pada suhu 80oC selama satu jam. Kadar MDA dihitung dengan membuat kurva kalibrasi TEP. (Jamil, 2012; Mudasir, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi dan fraksionasi ekstrak glikosida flavonoid

Maserasi 2 kg bubur buah terong belanda menghasilkan ekstak kental etanol (EEt) sebanyak 129,24 g berwana merah kecoklatan dengan rendemen sebesar 6,46 %. Ekstrak etanol sebanyak 50 g kemudian ditambah dietil eter agar diperoleh endapan eter dan diperoleh sebanyak 48,05 g berwarna coklat pucat. Endapan dilarutkan dengan campuran etanol-air kemudian fraksi air dipartisi dengan n-heksana, kloroform, dan n-butanol. Fraksi n-heksana, kloroform, dan n-butanol yang telah dievaporasi sehingga menghasilkan ekstrak n-heksana (EH) sebanyak 0,26 g, ekstrak kloroform (EK) sebanyak 1,13 g, dan ekstrak n-butanol (EB) sebanyak 2,20 g.

Hasil pengujian senyawa golongan flavonoid dan glikosida

Pada uji warna flavonoid keempat ekstrak yaitu, EEt, EH, EK, dan EB dengan pereaksi Willstater dan Bate-Smith Metacalfe menghasilkan berwarna merah muda hingga merah muda kecoklatan, dan pada pereaksi NaOH menghasilkan perubahan warna kuning tua hingga coklat yang mengindikasikan positif flavonoid. Uji Borntrager dilakukan pada keempat ekstrak kental. Hasil positif ditunjukkan pada EEt dan EB karena pada lapisan amonia menghasilkan warna merah muda, hal ini menunjukkan bahwa EEt dan EB

mengandung senyawa glikosida (Singh dan Kumar, 2017).

Aktivitas SOD jaringan hati tikus Wistar

Uji aktivitas SOD menggunakan kit superoksida dismutase ( Biovision K335-100). Analisis efek pada masing masing kelompok perlakuan diuji berdasarkan rerata SOD antar kelompok. Hasil uji one-way ANOVA terhadap rerata aktivitas SOD menunjukkan nilai p=0,001. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa keempat perlakuan yang diberikan terhadap tikus memberi pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Hasil analisis uji beda Duncan’s aktivitas SOD ditunjukkan pada Tabel 2.

Aktivitas SOD yang terendah ditunjukkan oleh kontrol positif (P1) dan tertinggi ditunjukkan oleh kontrol negative (Po). Kondisi stress pada kontrol positif menyebabkan penurunan aktivitas enzim SOD, sedangkan pada kontrol negatif tidak ada terbentuknya radikal bebas akibat tidak diberikannya perlakuan sehingga SOD masih bagus. Pada kelompok P3 memberikan hasil peningkatan SOD sebesar 108,04% atau 53,47% lebih tinggi dibandingkan P2 karena kandungan glikosida flavonoidnya.

Glikosida flavonoid dari ekstrak n-butanol lebih mampu meningkatkan aktivitas enzim SOD dibandingkan ekstrak etanol. Jain dan Singhai (2012) melaporkan bahwa asupan fraksi n-butanol daun Beta vulgaris L. lebih mampu meningkatkan aktivitas enzim SOD hati tikus dibandingkan dengan asupan ekstrak etanolnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena interaksi senyawa aktif dalam ekstrak etanol bersifat antagonis terhadap zat aktif sehingga mengurangi aktivitas dibandingkan dengan ekstrak n-butanol.

Senyawa glikosida flavonoid dalam ekstrak n butanol secara langsung dapat membantu kerja superoksida dismutase dalam tubuh dengan menangkal radikal bebas yang terbentuk akibat stres. Flavonoid adalah senyawa pereduksi yang mampu menghambat berbagai reaksi oksidasi sehingga jumlah ROS berkurang dan aktivitas enzim SOD meningkat (Asih dkk.,2018). Flavonoid secara tidak langsung juga mampu mengaktivasi Nrf2 sehingga terjadi peningkatan dalam sintesis enzim SOD (Sumardika dan Jawi, 2012).

Hasil pengujian kadar malondialdehid (MDA) jaringan hati tikus

Metode Thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) digunakan untuk

mengukur kadar MDA pada jaringan hati tikus. Kadar Malondehaldehid dinyatakan dalam nmol/g. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis kadar MDA jaringan hati tikus Wistar.

Tabel 2. Hasil analisis uji beda Duncan’s SOD dan MDA

Kelompok perlakuan

Jumlah hewan uji

Rata-rata aktivitas SOD ± SD

Rata-rata kadar MDA ± SD

Kontrol negatif (P0)

6

79,16 ± 4,09 b,c,d

1,67 ± 0,21 b,c,d

Kontrol positif (P1)

6

24,26 ± 2,75 a,c,d

8,77 ± 0,33 a,c,d

Asupan ekstrak etanol (P2)

6

37,50 ± 2,75 a,b,d

4,17 ± 0,32 a,b,d

Asupan ekstrak n-butanol (P3)

6

51,47 ± 2,63 a,b,c

2,88 ± 0,21 a,b,c

Keterangan:

SD = Standar deviasi ,

a,b,c,d = berbeda signifikan dengan kelompok P0, P1, P2 dan P3 nilai p<0,05

Kelompok Po digunakan sebagai parameter kadar MDA jaringan tikus dalam kondisi normal. Kelompok P1 digunakan sebagai pembanding karena mendapat perlakuan perenangan tanpa asupan glikosida flavonoid sehingga hewan coba mengalami peningkatan ROS yang memicu terjadinya peroksidasi lipid dan pada akhirnya meningkatkan kadar MDA dalam jaringan hati. Suarsana dkk (2013) melaporkan bahwa tikus yang diberikan aktivitas fisik maksimal tanpa diberi ekstrak mengalami peningkatan kadar MDA pada hati.

Perlakuan pemberian ekstrak etanol dan ekstrak n-butanol mampu menurunkan kadar MDA jaringan hati tikus di bawah kondisi stres. Pemberian ekstrak etanol bekerja baik dalam menurunkan kadar MDA tetapi tidak lebih baik dari ekstrak n-butanol yang memberikan hasil penurunan MDA sebesar 67,16% atau 14,71% lebih rendah dibandingkan ekstrak etanolnya, hal ini kemungkinan disebabkan karena interaksi senyawa glikosida flavonoid dalam ekstrak n-butanol. Pada penelitian Asih dkk (2018) menyatakan bahwa kandungan flavonoid yang terdapat pada ekstrak n-butanol merupakan jenis glikosida flavonoid antara lain kuersetin-3-O-ramnosida, rutin, dan kaemferol-3-O-rutinosida. Gugus hidroksil pada cincin B flavonoid merupakan penangkap radikal bebas yang paling signifikan karena kemampuannya untuk menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal hidroksil, peroksil dan peroksinitrit lalu membentuk radikal flavonoid kuinon yang lebih stabil (Celik and Kosar, 2012).

Radikal bebas berlebih yang tidak mampu dinetralisir enzim antioksidan akan menyerang membran lipid dan menyebabkan kondisi stres oksidatif karena tubuh kekurangan antioksidan untuk menetralkan radikal bebas sehingga memicu peroksidasi lipid di membran sel. Reactive Oxygen Species (ROS) yang berperan utama dalam peroksidasi lipid adalah radikal peroksil dan hidroperoksil. Radikal hidroksil yang bersifat reaktif cendrung menyerang sel-sel yang berada disekitar lokasi pembentukan radikal. Kemampuan glikosida flavonoid dalam ekstrak n-butanol menurunkan kadar MDA kemungkinan disebabkan oleh flavonoid yang membentuk khelat dengan logam transisi dan menangkap radikal bebas    (radical

scavenging). Sehingga reaksi    rantai

peroksidasi lipid terputus dan mengakibatkan penurunan kadar MDA. Penurunan kadar MDA juga disebabkan oleh tingginya aktivitas enzim antioksidan.

SIMPULAN

Pemberian glikosida flavonoid ekstrak n-butanol mampu mengobati stres oktidatif melalui peningkatkan aktivitas SOD sebesar 53,47% lebih tinggi dan menurunkan kadar MDA sebesar 14,71% lebih rendah dibandingkan ekstrak etanol.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, Sukandar, D., dan Muawanah, A.

2015. Aktivitas antioksidan dan

kandungan komponen bioaktif sari buah namnam. Jurnal kimia valensi. 1(2): 130-136.

Asih, I.A.R.A., Manuaba, I.B.P., Berata, K., Satriyasa, B.K., dan Tunas, I K. 2018. Intake Flavonoid Glicosides of Fruit Solanum betaceum in Its Activity as a Candidate of Anti-Stress Oxidative. International       Journal       of

Pharmaceutical                and

Phytopharmacological     Research

(eIJPPR). 8(6): 1-7.

Asih, I.A.R.A., Sudiarta, I W., dan Ade, A.W.S. 2015. Aktivitas antioksidan senyawa golongan flavonoid ekstrak etanol daging buah terong belanda (Solanum betaceum cav.). Jurnal Kimia. 9(1): 35-40.

Asvita, S.M. dan Berawi, N. K. 2016. Efektivitas ekstrak terong belanda untuk menurunkan kadar glukosa dan kolesterol LDL darah pada pasien obesitas. Medical Journal of Lampung University. 5(1): 102-106.

Celik. H. dan Kosar. M. 2012. Inhibitory Effects of Dietary Flavonoids on Purified Hepatic NADH-Cytochrome B5 Reductase:   Structure–Activity

Relationships.     Chemico-biological

interactions 197 (2): 103-109.

Dewi, N. W. O. A. C., Puspawati, N. M., Swantara I M. D., Asih I.A.R.A., dan Wiwik, S. R. 2014. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid Ekstrak Etanol Biji Terong Belanda (Solanum betaceum, Syn) Dalam Menghambat Reaksi Peroksidasi Lemak Pada Plasma Darah Tikus Wistar. Cakra Kimia (Indonesian EJournal of Apllied Chemistry). 2(1): 716.

Celik. H. dan Kosar. M. 2012. Inhibitory Effects of Dietary Flavonoids on Purified Hepatic NADH-Cytochrome B5 Reductase:   Structure–Activity

Relationships.     Chemico-biological

interactions. 197(2): 103-109.

Jeane, M., Asih, I. A. R. A., dan Bogoriani, N. W. 2018. Asupan Glikosida Flavonoid Terong Belanda (Solanum Betaceum Cav.) Terhadap Aktivitas Superoksida Dismutase Dan Kadar Malondialdehid

Tikus Wistar Yang Diberi Aktivitas Fisik Maksimal. Jurnal Media Sains. 2(1): 32-36.

Nascimento, G. E. do., Leticia, A. H., Cristiane, H. B., Maria, F, de P. W., Marcello, I., dan Lucimara, M. C. C. 2013.       Structure      of      a

galactoarabinoglucuronoxylan from tamarillo (Solanum betaceum) a tropical exotic fruit and its biological activity. Food Chemistry. 141: 510

516.

Singh, V. dan Kumar, R. 2017. Study of Phytochemical     Analysis     and

Antioxidant Activity of Allium sativum of Bendelkhand Region. Int. J. Life. Sci. Scienti. Res. 3(6):1451-1458.

Suarsana, I. N., Wresdiyati, T., dan Suprayogi, A. 2013. Respon Stres Oksidatif dan Pemberian Isoflavon terhadap Aktivitas     Enzim     Superoksida

Dismutase dan Peroksidasi Lipid pada Hati Tikus. J. ITV. 18(2):146-152.

Sumardika, I. W., dan Jawi, I.M. 2012. Ekstrak Air Daun Ubi Jalar Ungu Memperbaiki Profil Lipid dan Meningkatkan Kadar SOD Darah Tikus yang Diberi Makanan Tinggi Kolestrol. Jurnal Ilmiah Kedokteran Medicina. 43(2): 67-71.

Syariah, W. O. dan Usmar, S. R. 2011. Pengaruh Jus Buah Terong Belanda (Chyphomandra betacea) Terhadap Kadar Kolesterol Total Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 15(2): 9598.

Wahdaningsih, S., Setyowati, E. P., dan Wahyuono, S. 2011. Aktivitas Penangkap Radikal Bebas Dari Batang Pakis   (Alsophila   glauca J.Sm).

Majalah Obat Tradisional. 16(3): 156160.

Widayanti, N. P., Puspawati, N. M., Suarsana, I. N., Asih, I.A.R.A., dan Rita, W. S. 2016. Aktivitas Antioksidan Fraksi N-Butanol Ekstrak Kulit Terong Belanda (Solanum betaceum Cav.) Secara In Vitro   dan Identifikasi Senyawa

Golongan Flavonoidnya. Cakra Kimia. 4(1):                            30-37.

207