STUDI FOTODEGRADASI CONGO RED MENGGUNAKAN UV/ZnO/REAGEN FENTON
on
JURNAL KIMIA 7 (1), JANUARI 2013 : 82-90
STUDI FOTODEGRADASI CONGO RED MENGGUNAKAN UV/ZnO/REAGEN FENTON
Ni Luh Putu Widiantini1), James Sibarani2), dan Manuntun Manurung2)
1)Magister Kimia Terapan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar-Bali, Indonesia
2)Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit jimbaran
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai Fotodegradasi Congo Red dengan sinar UV, katalis ZnO, H2O2 , Fe2+. Penelitian ini meliputi penentuan jumlah ZnO optimum, H2O2 optimum , FeSO4 optimum, pH optimum dan penentuan efektifitas fotodegradasi pada kondisi optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum yang diperoleh untuk mendegradasi larutan Congo Red 100 ppm yaitu 60mg ZnO, 0.0392 mol H2O2, 20mg FeSO4 dan pH 5. Persentase degradasi tertinggi diperoleh pada sistem ZnO/H2O2 /Fe2+ yaitu 93,6093 + 0,12 % dalam waktu degradasi selama 5 jam. Dalam proses fotodegradasi Congo Red jumlah ZnO, H2O2, Fe2+, pH dan waktu radiasi sangat berperan dalam meningkatkan persentasi degradasi.
Kata kunci : Fotodegradasi, Congo Red, katalis ZnO, Reagen Fenton
ABSTRACT
The study of photodegradation of Congo Red using UV light, with addition ZnO catalyst, H2O2 and Fe2+ has been carried out. This study included the determination of optimum amount of ZnO, H2O2, Fe2+, pH optimum and the determination of system which shows the most effective in Congo Red photodegradation. The results showed that the optimum conditions to degradate 100 ppm of Congo Red solution were 60 mg of ZnO, 4 ml of H2O2 (0,0392 mol), 20 mg FeSO4 (0,0013 mol) and pH 5. The highest percentage of degradation was 93,6093 + 0,12 % reached using UV/ZnO/H2O2/ Fe2+ system at 5 hour photodegradation time. In this processes addition of ZnO, H2O2, and FeSO4, and pH were important parameters to increase the percentage of photodegradation.
Keywords : Photodegradation, Congo Red, ZnO catalyst, Fenton Reagen
PENDAHULUAN
Industri tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu bidang yang sangat berkembang di Indonesia (Achmad, 2004). Perkembangan industri ini dapat dilihat dari nilai ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang terus meningkat. Dengan semakin meningkatnya nilai ekspor TPT dari tahun ke tahun menjadikan industri ini sebagai sumber devisa negara yang penting. Semakin banyak industri tekstil yang
berkembang saat ini, semakin banyak pula limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut. Industri tekstil ini menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan terutama masalah yang diakibatkan oleh limbah cair yang dihasilkan. Industri tekstil mengeluarkan limbah dengan parameter BOD, COD, padatan tersuspensi yang tinggi dan air yang berwarna. Limbah cair ini dapat pula mengandung logam berat yang bergantung pada zat warna yang digunakan.
Penelitian mengenai metoda penghilangan zat warna dan senyawa organik yang ada dalam limbah cair industri tekstil telah banyak dilakukan misalnya dengan cara kimia menggunakan koagulan. Penghilangan warna secara kimia menggunakan koagulan akan menghasilkan lumpur (sludge) dalam jumlah yang relatif besar. Lumpur yang dihasilkan ini akhirnya akan menimbulkan masalah baru bagi unit pengolahan limbah. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1994, lumpur yang dihasilkan industri tekstil diklasifikasikan sebagai limbah B3, sehingga membutuhkan pengolahan limbah lebih lanjut terhadap lumpur yang terbentuk. Dengan adanya penanganan lanjutan ini akan menaikkan biaya operasional unit pengolahan limbah. Sedangkan penggunaan karbon aktif untuk menghilangkan warna juga memerlukan biaya yang cukup tinggi karena harga karbon aktif relatif mahal. Pengolahan limbah cair dengan menggunakan proses biologi juga banyak diterapkan untuk mereduksi senyawa organik dari limbah cair industri tekstil. Namun efisiensi penghilangan warna melalui proses biologi belum maksimal, karena zat warna mempunyai sifat tahan terhadap degradasi oleh mikroorganisme. Sebagai alternatif dikembangkan metode fotodegradasi dengan menggunakan bahan fotokatalis dan radiasi sinar ultraviolet yang energinya sesuai atau lebih besar dari energi band gap fotokatalis tersebut. Dengan metode fotodegradasi ini, zat warna akan diurai menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana yang lebih aman untuk lingkungan (Colton, et al., 1999; Fox dan Dulay, 1993; dan Gunlazuardi, 2000).
Penelitian Rusmidah dan Ooi (2006) tentang fotodegradasi zat warna New Methylene
Blue N yang menggunakan ZnO dan TiO2 sebagai fotokatalis dengan perbandingan (17 : 3) menghasilkan persentase degradasi zat warna sebesar 96,97%. Perbandingan kedua fotokatalis tersebut merupakan perbandingan ZnO dan TiO2 yang paling optimum. ZnO yang juga merupakan salah satu katalis dipandang sebagai alternatif yang tepat untuk menggantikan TiO2 karena memiliki kesamaan mekanisme fotodegradasi dan harganya relatif lebih murah dibandingkan TiO2.
Hidrogen peroksida merupakan oksidator kuat, tetapi pada konsentrasi rendah 0.1 % kinetika reaksinya terlalu lambat untuk mendegradasi kontaminan. Sehingga perlu penambahan Fe2+ untuk meningkatkan kekuatan oksidasi peroksida hingga dihasilkan radikal baru. Hal lain yang perlu dipelajari pada proses fotodegradasi adalah pengaruh waktu radiasi oleh sinar UV, karena waktu radiasi sangat berpengaruh terhadap hasil degradasi (Riswiyanto, et al., 2005).
Dalam penelitian ini, dijelaskan penggunaan metode fotodegradasi untuk mendegradasi zat warna Cong Red menggunakan sistem UV/ZnO/H2O2/Fe2+. Zat warna ini dipilih karena dipandang cukup mewakili zat warna industri tekstil. Di lingkungan senyawa Congo Red dapat mengalami fotodegradasi secara alami oleh adanya cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif lambat, karena intensitas cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga akumulasi Congo Red ke dasar perairan atau tanah lebih cepat daripada proses fotodegradasinya (Gunlazuardi,2001; Lachheb,et al., 2002 dan Wijaya, et al., 2006).
Gambar 1. Struktur Congo Red
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkualitas pro analisis (p.a) dan dibeli dari MERCK. Bahan yang digunakan yaitu : zat warna Congo Red (C32H22N6Na2O6S2), seng oksida (ZnO), FeSO4 (besi (II) klorida, natrium hidroksida (NaOH), hidrogen peroksida 30% (H2O2), asam klorida (HCl).
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : alat-alat gelas, timbangan analitik, pH meter, pengaduk magnetik, pemanas, plastik hitam, kotak radiasi dan lampu UV-C (15 watt panjang gelombang 100 sampai 200nm) dipasang dengan ketinggian 20 cm dari sampel, Centrifuge IEC HN-SII, dan spektrofotometer UV-Vis MerkGenesys 10S.
Cara Kerja
Reagen Fenton dibuat dengan Hidrogen peroksida yang diberikan ion besi Fe2+. Pewarna yang digunakan dalam penelitian ini adalah Congo Red. Larutan pewarna dibuat dengan melarutkan bahan pewarna dengan berat tertentu ke dalam akuadest. Konsentrasi dari larutan zat warna yang digunakan adalah 100 ppm. Zat warna ini kemudian didegradasi dalam tiga sistem. Sistem I yaitu dengan UV/ZnO, sistem II yaitu UV/ZnO/H2O2 dan sistem III yaitu UV/ZnO/Fe2+.Waktu degradasi yang digunakan adalah selama 5 jam. Dalam penelitian ini ditentukan jumlah ZnO optimum, H2O2 optimum, FeSO4 optimum dan pH optimum dalam mendegradasi zat warna Congo Red. Untuk mengatur pH menjadi asam ditambahkan beberapa tetes larutan HCl sedangkan untuk mengatur pH dalam suasana basa maka ditambahkan larutan NaOH. Untuk mengetahi persentasi degradasi, nilai absorbansi dimasukan ke dalam rumus:
Persentase Degradasi (%D) =
C -C
Co -Ct x100%
Keterangan :
C = konsentrasi awal Congo Red (sebelum radiasi)
C = konsentrasi Congo Red setelah radiasi selama 5 jam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengukuran, dapat diketahui panjang gelombang maksimum untuk larutan Congo red adalah 499 nm. Selanjutnya panjang gelombang maksimum tersebut digunakan untuk pembuatan kurva kalibrasi.
Penentuan ZnO Optimum
Penentuan berat ZnO optimum yang diperlukan untuk mengkatalisis proses fotodegradasi Congo red dilakukan dengan memvariasikan berat ZnO.
Pada proses tersebut, radiasi sinar UV terhadap ZnO mengakibatkan elektron pada ZnO tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi. Eksitasi elektron tersebut akan meninggalkan hole pada pita valensi (hvb+) sehingga hole pada pita valensi bereaksi dengan ion hidroksi (OH-) membentuk radikal hidroksi (∙OH), sedangkan elektron pada pita konduksi (ecb-) bereaksi dengan oksigen membentuk ion superoksida. Radikal hidroksi dan ion superoksida ini yang akan mendegradasi zat warna Congo red tersebut. Mekanismenya secara umum adalah sebagai berikut (Rusmidah dan Ooi, 2006):
-
1. Proses pembentukan lubang elektron pada ZnO
ZnO + hυ → ZnO* (hvb + + ecb-)
-
2. Proses pembentukan radikal hidroksi
-
H2O ----► H+ + OH-
-
hvb+ + OH- -----► ∙OH
-
3. Proses terbentuknya ion superoksida
-
ecb- + O2 ------► ∙O2
Gambar 2 menunjukkan bahwa persentase degradasi paling besar adalah pada penambahan katalis sebanyak 60 miligram. Artinya, pada konsentrasi Congo Red 100 ppm, berat katalis ZnO yang efektif untuk mendegradasi Congo Red tersebut adalah 60 miligram dengan persentase degradasi sebesar 34.02%.
Gambar 2. Pengaruh penambahan jumlah ZnO terhadap persentase degradasi (%D) Congo Red 100 ppm
Penentuan Konsentrasi H2O2 Optimum
Penentuan konsentrasi H2O2 optimum dalam proses fotodegradasi dilakukan pada larutan Congo Red yang telah ditambahkan katalis ZnO optimum sebanyak 60 mg. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa H2O2 mampu meningkatkan jumlah persentase degradasi (Gambar 3). Persentase degradasi optimum meningkat dari 33,90 % tanpa penambahan H2O2 hingga mencapai 87,81% dengan penambahan H2O2. Molekul H2O2 tidak stabil sehingga pada saat proses degradasi berlangsung, dua molekul H2O2 terdekomposisi menghasilkan satu molekul oksigen dan dua molekul air. Reaksinya sebagai berikut (Madhu, et al., 2007):
2H2O2 (l) 2H2O (l) + O2(g)
H2O2 sendiri yang merupakan oksidator kuat dapat mengoksidasi zat warna Congo Red disamping dapat menambah jumlah oksigen (dari hasil dekomposisi) yang digunakan oleh UV/ZnO untuk membentuk ion superoksida (∙O2) yang berperan penting untuk mendegradasi zat warna Congo Red tersebut. Pada penambahan H2O2 sebanyak 1 mL persentase degradasi Congo Red meningkat secara signifikan menjadi 52,75% dibandingkan dengan pada proses fotodegradasi yang hanya menggunakan UV/ZnO dengan %D sebesar 33,90%. Persentase degradasi paling tinggi terjadi pada saat penambahan H2O2 sebanyak 4 mL yaitu sebesar 87,81%. Dengan demikian, volume optimum H2O2 yang efektif mendegradasi senyawa congo red 100 ppm adalah 4 mL (0,0392 mol).
Gambar 3. Pengaruh penambahan H2O2 terhadap persentase degradasi larutan Congo Red 100 pm yang telah dimasukkan 60 mg ZnO
Gambar 4. Pengaruh penambahan Fe2+ ke dalam larutan Congo Red 100 ppm yang telah berisi 60 mg ZnO dan 4 mL H2O2 terhadap persen degradasi Congo Red
Penentuan Jumlah Fe2+ Optimum
Penentuan Fe2+ optimum yang diperlukan untuk mengkatalisis proses fotodegradasi Congo red dilakukan dengan memvariasikan berat FeSO4 seperti terlihat pada Gambar 4.
Persentase degradasi meningkat pada penambahan FeSO4 sebanyak 20 mg menghasilkan persentase degradasi optimum sebesar 90,46%. Fe2+ berfungsi sebagai katalis untuk dekomposisi H2O2 karena pada suhu ruang dekomposisi H2O2 berjalan lambat dan akan berjalan cepat pada suhu yang lebih tinggi. Untuk mempercepat laju dekomposisi ini pada suhu kamar ditambahkan katalis Fe2+. Mekanisme reaksi lengkap untuk fotodegradasi menggunakan reagen Fenton sebagai berikut (Huling, et al., 2000; 2001) :
H2O2 + Fe2+ —► Fe3+ + ∙OH + OH-
H2O2+ Fe3+ —* Fe2+ + ∙O2- + 2H+
∙O2- + Fe3+ —* Fe2+ + O2 (g) + 2H+
∙OH + Kontaminan ----► Hasil samping ∙OH + H2O2 —► ∙HO2 + H2O
Hal ini menunjukkan bahwa FeSO4 optimum untuk mendegradasi Congo Red adalah sebanyak 20 mg ( 0,0013 mol).
Penentuan pH Optimum
Pada fotodegradasi Congo Red ini dipelajari pengaruh pH terhadap persentase degradasinya pada rentang pH 4 sampai 8 seperti terlihat pada Gambar 5. Hasil penelitian menunjukkan Congo Red lebih baik terdegradasi dalam pH asam. Hal yang sama juga didapatkan oleh Wijaya, et al.,(2006) yang menunjukkan bahwa fotodegradasi congo red terjadi dalam suasana asam.
Gambar 5. Pengaruh pH pada fotodegradasi larutan Congo Red 100 ppm yang telah ditambahkan 60 mg ZnO, 4 mL H2O2, dan 20 mg FeSO4 terhadap persentase degradasi Congo Red
Secara teori permukaan ZnO dalam pH basa (kondisi alkali) akan bermuatan negatif (Ali and Siew, 2008) sementara Congo Red merupakan salah satu zat warna yang bermuatan negatif (zat warna anionik). Hal inilah yang menyebabkan Congo Red tidak efektif terdegradasi dalam suasana basa karena muatan negatif yang berasal dari pH basa tersebut tidak akan teradsorpsi pada permukaan ZnO yang bermuatan sama (negatif), sehingga permukaan ZnO lebih teradsorpsi pada muatan positif yaitu dalam suasana asam. Selain itu, proses dekomposisi H2O2 juga mempengaruhi kenaikan persentase degradasi pada pH asam. (Huling dkk., 2000; 2001) :
H2O2 + Fe2+ —► Fe3+ + ∙OH + OH-
Proses dekomposisi H2O2 pada pH asam, OH- akan berikatan dengan H+ sehingga radikal hidroksi (∙OH) yang dihasilkan akan semakin banyak. Semakin banyak jumlah radikal hidroksi, maka semakin banyak zat warna yang terdegradasi.
Untuk mengetahui efektifitas terhadap proses fotodegradasi maka dilakukan variasi waktu dari 1 sampai 6 jam. Efektifitas
fotodegradasi dilakukan pada tiga kondisi yaitu: (i) sinar UV/ZnO, (ii) sinar UV/ZnO/H2O2, (iii) sinar UV/ ZnO/H2O2/ Fe2+ seperti terlihat pada Gambar 6.
Semakin lama waktu radiasi sinar UV, maka semakin banyak foton mengenai ZnO sehingga persentase degradasi yang diperoleh semakin besar. Hal yang sama juga ditemukan oleh Attia, et al. (2007) yang menyatakan bahwa semakin meningkat waktu radiasi maka persentase degradasi semakin besar. Persentase degradasi Congo Red pada kondisi optimum ini menunjukkan bahwa system UV/ZnO/H2O2/Fe2+ paling efektif dalam menurunkan kadar zat warna Congo Red dibandingkan pada sistem I ( UV/ZnO ) dan sistem II (UV/ZnO/H2O2).
Degradasi Zat Warna Pada Limbah Tekstil
Setelah mengetahui kondisi optimum, maka selanjutnya dilakukan degradasi langsung dalam limbah tekstil. Kondisi optimum katalis ZnO 60 mg, H2O2 4 mL (0,0392 mol)., dan FeSO4 20 mg (0,0013 mol) digunakan untuk mendegradasi sampel limbah tekstil. Hasil fotodegradasi zat warna pada limbah tekstil tersebut diperlihatkan pada Gambar 7.
Gambar 6. Pengaruh lama irradiasi terhadap persentase degradasi Congo Red pada 3 sistem yang berbeda.
A
B
Gambar 7. Perubahan intensitas warna limbah sebelum (A) dan setelah (B) fotodegradasi pada kondisi optimum.
Absorbansi pada limbah tekstil sebelum degradasi yang diukur pada panjang gelombang maksimum Congo Red yaitu 499 nm adalah sebesar 1,5620. Setelah proses fotodegradasi absorbansi tersebut berkurang menjadi 0,6420 sehingga persentase degradasi yang dihasilkan sebesar 78,07%. Persentase degradasi ini lebih rendah dibandingkan degradasi pada larutan Congo Red yaitu sebesar 93,74%. Hal ini disebabkan panjang gelombang maksimal yang dipakai untuk mengukur absorbansi limbah tekstil adalah panjang gelombang Congo Red, mengingat warna air limbah didominasi oleh warna merah. Seharusnya panjang gelombang maksimal yang dipakai adalah panjang gelombang air limbah yang bersangkutan, sehingga hasil absorbansi lebih mewakili nilai yang sebenarnya.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh simpulan bahwa persentase fotodegradasi terbesar didapatkan pada penambahan berat ZnO sebanyak 60 mg, H2O2 sebanyak 4 ml (0,0392 mol ), FeSO4 sebanyak 20 mg (0,0013 mol), pH 5 dan waktu radiasi selama 5 jam. Fotodegradasi dengan sinar UV/ZnO/OH/H2O2/Fe2+ pada kondisi optimum sangat efektif dengan persentase degradasi sebesar 93,6093± 0,1214 %
UCAPAN TERIMA KASIH
Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, Andi, Yogyakarta
Attia, A. J., Kadhim, S. H., and Hussen, F. H., 2007, Phoyocataliytc Degradation of Textile Dyeing Wastewater Using Titanium Dioxide and Zinc Oxide, EJournal of Chemistry, 2 : 219-223
Colton, F. A., Wilkinson, G., and Gaus, P. L., 1999, Basic Inorganic Chemistry, John Wiley and Sons, Inc., New York.
Fox, M. A. and Dulay, M. T., 1993,
Heterogenous Photocatalysis, Chem. Rev., 93 : 341-357
Gunlazuardi, J., 2000, Fotoelektrokatalisis untuk Detoksifikasi Air, Prosiding, Seminar Nasional Elektrokimia, 1-21
Gunlazuardi, J., 2001. Fotokatalisis Pada
Permukaan TiO2 : Aspek Fundamental dan Aplikasinya, Seminar Nasional Kimia Fisika II, Jakarta, 14-15 Juni, 2001.
Huling, S. G., R. G. Arnold, P. K. Jones, and R. A. Sierka, 2000. Predicting the Rate of Fenton-Driven 2-Chlorophenol
Transformation Using a Contaminant Analog. Journal of Environmental Engineering, 126 (4) : 348–353
Huling, S. G., R. G. Arnold, R .A. Sierka, and M. A. Miller, 2001, Influence of Peat on
Fenton Oxidation, Water Research, 35
(7) : 1687–1694
Lachheb, H., Puzenat, E., Houas, A., Khisbi, M., Elaloui, E., guillard, C., and Hermann, J.M., 2002, Photocatalytic Degradation of Various Types of dyes (Congo Red, Crocein Orange G, Methyl Red, Congo Red, methylene Blue) in Water by UV-Irradiated Titania, Appl. Catal. B. Environ., 39 : 15-90
Madhu, G. M., Lourdu, Vasanta, Kumar, and Rao, S., 2007, Photodegradation of
methylene bluedye using UV/BaTiO3, UV/H2O2 and UV/H2O2/BaTiO3, Indian Journal of Chemical Teknologi, 14 :
139-144.
Riswiyanto, S., Bakri, R., and Prawira, B. R., 2005, Studi Degradasi Zat Warna Tekstil (Alizarin Red-Direct Red 81) Menggunakan Metode Fotokatalitik dengan Suspensi TiO2 dan Sinar UV C, Sains Indonesia, 10 : 14-21
Rusmidah, A. and Ooi, 2006, Photodegradation Of New Methylene Blue N in Aqueous Solution Using Zinc Oxide And Titanium Dioxide as Catalyst; Malaysia journal of Teknologi: 31-42
Wijaya, K., Sugiharto, E., Fatimah, I., Sudiono, S., dan Kurniaysih, D., 2006, Utilisasi TiO2-Zeolit Dan Sinar UV Untuk
Fotodegradasi Zat Warna Congo Red, Berkala MIPA, 3 : 27-35
90
Discussion and feedback