ISSN 1907-9850

PENINGKATAN AKTIVITAS SELULASE PADA TANAH HUTAN MANGROVE PANTAI SUWUNG BALI DENGAN PENGAYAAN SUBTRAT SELULOSA JANUR KELAPA (Cocos nucifera)

Ika Kurniawati(1), I Nengah Wirajana(2)*, dan I Gede Mahardika(3)

1)Program Studi Magister Kimia Terapan Universitas Udayana, Denpasar

(2) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran (3)Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

*Corresponding author : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengayaan substrat selulosa janur kelapa (Cocos nucifera) pada tanah hutan mangrove pantai Suwung Bali terhadap aktivitas selulase. Pengukuran aktivitas selulase dilakukan dengan metode CMC (Carboxymethyl Cellulose Assay) terhadap sampel tanah dengan dan tanpa pengayaan substrat janur kelapa pada waktu inkubasi selama 1, 2, 3, dan 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengayaan dengan subtrat janur kelapa pada tanah hutan mangrove dapat meningkatkan aktivitas selulase. Selain itu, aktivitas selulase yang terdeteksi pada sampel tanah semakin meningkat sebanding dengan lama waktu inkubasi.

Kata kunci : Selulase, hutan mangrove, Carboxymethyl Cellulose Assay

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the effect of coconut (Cocos nucifera) leaf enrichment to soil of mangrove forest of Bali Suwung coastal on the cellulase activity. The measurement of cellulase activity was conducted by CMC method (Carboxymethyl Cellulose Assay) on soil sample with and without enrichment of coconut leaf substrate in incubation time of 1, 2, 3, and 4 weeks. The results showed that the enrichment increased cellulase activity. In addition, cellulase activited the soil samples, increase with incubation times.

Keywords : Cellulase, mangrove soil, Carboxymethyl Cellulose Assay

PENDAHULUAN

Sumber enzim untuk kebutuhan industri sebagian besar berasal dari mikroorganisme. Selama bertahun-tahun eksplorasi enzim diperoleh dari mikroorganisme dari lingkungan yang dapat dikultivasi di laboratorium. Namun, cara kultivasi ini hanya memperoleh 1 % dari seluruh potensi mikroorganisme yang ada dari lingkungan. Untuk menggali potensi enzim yang

berasal dari 99% mikroorganisme yang belum dapat dikulturkan, maka dikembangkan pendekatan eksplorasi enzim secara metagenomik. Dengan menggunakan pendekatan metagenomik kita dapat mengisolasi mikroba langsung dari lingkungan sehingga menghasilkan konstruksi perpustakaan metagenomik yang mewakili genom dari seluruh mikroorganisme yang ada dalam sampel (Thorsten et al., 2004).

Ekplorasi enzim secara metagenomik dimulai dari isolasi DNA secara langsung dari lingkungan, pembuatan pustaka metagenom, dan ekspresi serta sekuensing gen fungsional dari pustaka metagenom (Rajendhran and Gunasekaran, 2008; Uchiyama and Miyazaki, 2009; Couto et al., 2010). Sebelum isolasi DNA metagenomik dalam eksplorasi enzim dilakukan, sebaiknya aktivitas enzim yang akan dicari diuji terlebih dahulu. Untuk pengujian enzim-enzim yang disekresikan dari mikroorganisme (enzim ekstraseluler), pada umumnya dapat diuji aktivitasnya secara langsung tanpa dilakukan lisis sel dan isolasi enzim terlebih dahulu. Misalnya eksplorasi enzim dari lingkungan tanah, maka terlebih dahulu dapat dilakukan pengujian aktivitas enzim yang ingin dicari dari sampel tanah.

Pengukuran aktivitas enzim secara langsung dari tanah cukup sulit dilakukan karena kemungkinan adanya inhibitor dan kondisi yang tidak sama dengan lingkungan enzim itu bekerja. Tanah mengandung enzim bebas, enzim ekstraseluler yang bergerak stabil dengan jaringan tiga dimensi makromolekul, dan enzim dalam sel mikroba. Enzim dalam tanah mirip dengan enzim dalam sistem lain, laju reaksinya tergantung pada pH, kekuatan ion, suhu, dan adanya atau tidak adanya inhibitor. Meskipun sebagian besar enzim yang ada dalam tanah bersifat tidak aktif, namun sebagian kecil protein enzim aktif dapat menjadi stabil dalam tanah. Studi kinetika menunjukkan bahwa aktivitas enzim yang terbentuk di dalam tanah akan berkurang, tetapi aktivitasnya tidak hilang sepenuhnya. (Nannipieri et al.,, 2002).

Berdasarkan penelitian kami sebelumnya (Wirajana dkk., 2012), telah ditemukan adanya aktivitas enzim selulase pada tanah hutan mangrove Pantai Suwung Kauh Bali. Untuk menggali potensi enzim pendegradasi selulosa dalam tanah hutan mangrove, akan dilakukan induksi ekspresi gen pengkode selulase. Gen pengkode enzim pada umumnya diinduksi oleh substrat enzim yang dibiosintesis, misalnya gen pengkode selulase diinduksi oleh selulosa. Substrat tersebut merupakan komponen penyusun dari dinding sel tanaman. Substrat selulosa yang digunakan dalam penelitian ini adalah selulosa yang berasal dari daun kelapa

(Cocos nucifera) muda atau janur. Penambahan substrat janur pada tanah kemungkinan dapat menginduksi ekspresi selulase yang terdapat pada tanah hutan mangrove, sehingga kemungkinan akan dapat meningkatkan aktivitas enzimnya. Dalam penelitian ini dilakukan uji aktivitas enzim selulase dengan dan tanpa pengayaan substrat janur kelapa dengan waktu inkubasi 1, 2, 3, dan 4 minggu.

MATERI DAN METODE

Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam True Experiment yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, yang terdiri dari 2 faktor yaitu faktor pertama adalah waktu inkubasi dan faktor kedua adalah pengayaan substrat janur dan tanpa pengayaan substrat janur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis anova factorial

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang diperoleh dari hutan mangrove pantai Suwung Kauh Denpasar Bali, dan serbuk janur yang berasal dari bekas canang sari. Bahan kimia yang digunakan adalah 3,5-dinitrosalicylic (DNS), NaOH, Na-K tartrat, fenol, Na-metabisulfit, Carboxymethyl Cellulose (CMC), larutan standar glukosa, dan buffer sitrat pH 4,8.

Peralatan

Peralatan yang digunakan meliputi botol polietilen steril, ayakan, gunting, pipet tetes, gelas piala (Beaker glass), Erlenmeyer, labu ukur, kuvet, batang pengaduk, botol semprot, spatula, alumunium voil, mikro pipet, tip mikro, stirer, termometer, pH meter, neraca analitik, autoklaf, vorteks, tabung mikro 1,5 m, penangas air, dan Spektrofotometer UV-Vis Thermo Scientific GENESYS 10S Series.

Cara Kerja

Preparasi substrat janur

Janur yang diperoleh dari canang dipisahkan dari tangkai anak daunnya, selanjutnya dipotong kecil-kecil dan dikeringkan

dengan cara diletakkan di tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Janur yang sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender dan diayak sampai menjadi serbuk.

Pengambilan sampel tanah hutan mangrove

Pengambilan sampel tanah hutan mangroove dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana. Pengambilan sampel tanah pada tiga titik yang kondisinya sama, kemudian tanah dari ketiga titik ini digabung menjadi satu dan dihomogenkan. Selanjutnya sampel dibagi menjadi dua, untuk perlakuan dengan dan tanpa pengayaan substrat janur kelapa, dan dari setiap perlakuan dilakukan pengulangan tiga kali. Masing-masing lokasi diukur terlebih dahulu pH tanah dan suhunya. Sampel diambil pada kedalaman 0-10 cm dan disimpan dalam botol plastik steril.

Inkubasi tanah dengan dan tampa Penambahan janur

Serbuk janur sebanyak 0,10 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit, kemudian setelah dingin ditambahi tanah hutan mangrove sebanyak 30,00 g dan diaduk merata. Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi pada suhu kamar berturut turut selama 1, 2, 3, dan 4 minggu. Hal yang sama dilakukan untuk inkubasi tanah tanpa penambahan janur.

Uji aktivitas selulase

Aktivitas selulase ditentukan dengan metode CMC (Ghose, 1987). Pengukuran aktivitas selulase menggunakan matriks yang sama dalam pengukuran sampel, blanko, dan standar. Aktivitas selulase ditentukan dengan mengukur kadar glukosa yang dihasilkan. Kadar glukosa diukur dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm. Penentuan standar glukosa dilakukan dengan menggunakan metode standar tunggal Pengukuran aktivitas selulase dengan

dan tanpa substrat janur dilakukan dengan menggunakan teknik standar internal.

Blanko terdiri atas 0,2 g tanah, 500 μL buffer sitrat pH 4,8 dan 500 μL H20 steril dan dicampur merata dengan vorteks selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 30 0C. Untuk standar terdiri atas 0,2 g tanah, 500 μL buffer sitrat pH 4,8, dan 500 μL glukosa dan dicampur merata dengan vorteks selanjutnya diinkubasi juga selama 30 menit pada suhu 300C. Pengukuran sampel t = 0, terdiri atas 0,2 g tanah, 500 μL CMC 1,4% (b/v) dalam buffer sitrat pH 4.8, dan 500 μL glukosa standar; selanjutnya dicampur merata dengan vorteks dan tidak diinkubasi. Pengukuran sampel t = 30 menit, terdiri atas 0,2 g tanah, 500 μL CMC 1,4% (b/v) dalam buffer sitrat pH 4.8, dan 500 μL glukosa standar; selanjutnya dicampur merata dengan vorteks dan diinkubasi pada suhu 30 0C selama 30 menit. Kemudian seluruh tabung blanko, standar glukosa, dan sampel ditambahi 200 μL DNS, lalu dipanaskan selama 10 menit pada suhu 100 0C dan selanjutnya didinginkan. Pengenceran dilakukan dengan penambahn 300 μL aquades dan disentrifugasi, kemudian supernatan yang berwarna kuning kecoklatan diukur absorbansinya pada λ 540 nm. Pengukuran aktivitas enzim dalam satuan unit per gram sampel (U/g) dilakukan tiga kali ulangan untuk masing-masing waktu inkubasi sehingga bisa ditentukan aktivitas selulase reratanya. 1 unit enzim didefinisikan sebagai banyaknya enzim yng dibutuhkan untuk melepas 1 µmol glukosa tiap menit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data absorbansi dari larutan standar glukosa dan sampel (t = 0 menit dan t = 30 menit) diperoleh data kadar glukosa, yang digunakan dalam perhitungan aktivitas selulase dari sampel tanah dengan dan tanpa pengayaan substrat janur. Data hasil perhitungan aktivitas selulase selanjutnya digunakan untuk analisis varian, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji aktivitas selulase pada tanah hutan mangrove dengan dan tanpa pengayaan substrat janur dengan metode CMC

Perlakuan

Waktu Inkubasi dan Aktivitas Selulase              Rata-rata

1 minggu   2 minggu   3 minggu   4 minggu

(U/g)        (U/g)        (U/g)        (U/g)            (U/g)

Tanpa Pengayaan

Dengan Pengayaan Rata-rata

41,45       42,47       45,25       59,88           47,26a

58,61        61,05        62,79        64,39            61,71b

50,03a       51,76a       54,02ab       62,13b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)


Gambar 1. Pengaruh lama inkubasi terhadap aktivitas enzim selulase dengan dan tanpa pengayaan substrat janur


Berdasarkan hasil pengolahan data dengan analisis varian pada Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan nyata antara aktivitas selulase dengan dan tanpa pengayaan substrat janur. Perlakuan dengan dan tanpa pengayaan substrat janur berpengaruh terhadap aktivitas selulase yang dihasilkan. Aktivitas selulase dengan pengayaan substrat janur lebih tinggi dibandingkan tanpa pengayaan substrat janur.

Pengayaan sampel tanah hutan mangrove dengan janur dalam penelitian ini diduga dapat menginduksi ekspresi gen-gen penyandi selulase, sehingga produksi selulase dari mikroorganisme selulolitik meningkat. Penelitian mengenai aktivitas selulase pernah dilakukan oleh Gilna et al (2011), yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas selulase yang berasal dari Aspergillus fumigatus

dari tanah hutan mangrove di India dengan substrat selulosa dan karboksimetilselulosa.

Untuk mengetahui pengaruh waktu inkubasi dengan dan tanpa pengayaan substrat janur, maka berdasarkan data aktivitas selulase yang didapatkan pada Tabel 1 di atas dibuat grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan aktivitas selulase. Data aktivitas selulase yang digunakan merupakan rata-rata dari tiga pengulangan. Grafik aktivitas selulase rata-rata ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan semakin lama waktu inkubasi, maka semakin tinggi aktivitas selulase yang dihasilkan. Pada umumnya, waktu inkubasi yang lebih lama dapat memberikan kesempatan kepada mikroorganisme yang ada dalam tanah untuk berkembang biak semakin banyak. Data penelitian ini mengindikasikan bahwa mikroorganisme yang bersifat selulolitik atau yang dapat memproduksi selulase pada tanah hutan mangrove tumbuh berbanding lurus dengan waktu inkubasi dan besarnya aktivitas selulase. Alasan ini yang menyebabkan dengan bertambahnya waktu inkubasi maka aktivitas enzim selulase juga meningkat, namun dalam penelitian ini belum sampai tercapainya waktu inkubasi optimum.

Seiring dengan lamanya waktu inkubasi, pertumbuhan mikroba selulotik semakin meningkat sehingga semakin banyak pula nutrien yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Nutrien tersebut dikonversi menjadi senyawa yang dapat digunakan oleh mikroba selulotik untuk metabolisme yang selanjutnya digunakan untuk pertumbuhannya.

Hasil pengolahan data dengan analisis varian menunjukkan tidak ada interaksi antara waktu dengan aktivitas selulase yang dihasilkan. Waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas selulase. Semakin lama waktu inkubasi aktivitas selulase yang dihasilkan meningkat.

Aktivitas selulase tanah hutan mangrove dengan waktu inkubasi 1-3 minggu tidak berbeda nyata sedangkan waktu inkubasi 4 minggu nyata meningkatkan aktivitas selulase tanah hutan mangrove (Gambar 1).

Untuk menjelaskan fenomena adanya peningkatan aktivitas selulase karena peningkatan waktu inkubasi tanah hutan mangrove pantai Suwung Bali dengan dan tanpa

pengayaan substrat janur, maka berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang kemungkinan dapat menjelaskan, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan dugaan ini. Pada minggu pertama aktivitas selulasenya masih lebih rendah dari pada minggu-minggu selanjutnya, karena saat tersebut terjadi fase pertumbuhan awal mikroorganisme selulolitik yang terdapat pada tanah hutan mangrove, yaitu mikroba tersebut membelah dengan kecepatan yang masih rendah. Sebelum terjadi fase pertumbuhan awal terjadi fase adaptasi. Pada fase ini mikroba pada umumnya menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya, serta belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah selnya kemungkinan tetap atau menurun, dan lama fase ini bervariasi dari setiap mikroorganisme. Medium, lingkungan pertumbuhan, dan jumlah mikroba akan mempengaruhi lama adaptasi. Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi. Tetapi jika nutrien yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-enzim tertentu untuk pertumbuhannya. (Sa’id, 1987; Kar, 2008).

Hasil penelitian ini menunjukkan, tanah hutan mangrove yang diperkaya dengan substrat janur memberikan aktivitas selulase yang lebih tinggi daripada yang tanpa pengayaan substrat janur. Adanya substrat janur yang mengandung selulosa menyebabkan mikroorganisme selulotik lebih dominan dapat berkembang biak dan menghasilkan selulase untuk mendegradasi selulosa menjadi sumber karbon atau sumber energi. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa medium sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi masa adaptasi mikroba, khususnya di sini medium yang mengandung selulosa (janur) akan menguntungkan bagi fase adaptasi dan fase pertumbuhan mikroorganisme selulolitik berikutnya dalam tanah hutan mangrove.

Pada minggu kedua, kemungkinan mikroorganisme selulolitik sudah lebih banyak mengalami fase pertumbuhan eksponensial atau fase log. Kondisi ini menyebabkan terjadinya

peningkatan aktivitas selulase, karena mikroba selulolitik semakin banyak dapat memproduksi selulase. Setelah mengalami waktu inkubasi selama 2 minggu baik pada perlakukan tanpa dan dengan pengayaan substrat janur, maka sel mikroba membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pertumbuhan mikroba dalam keadaan setimbang atau mantap dan terus menerus melakukan induksi ekspresi enzim pada fase ini. Kecepatan pertumbuhannya dipengaruhi oleh kondisi medium tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara (Sa’id, 1987; Kar, 2008).

Pada minggu ketiga dan keempat, aktivitas selulase tanah hutan mangrove dengan pengayaan janur tetap mengalami peningkatan, namun peningkatannya tidak sebesar peningkatan aktivitas selulase tanah hutan mangrove yang tanpa pengayaan janur (pada Gambar 1., grafiknya yang lebih curam). Fenomena ini terjadi diduga akibat pertumbuhan mikroorganisme selulolitik yang lebih lambat pada sampel tanah hutan mangrove dengan pengayaan janur. Perlambatan pertumbuhan belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Secara umum perlambatan pertumbuhan diduga disebabkan zat nutrien di dalam medium sudah sangat berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Adanya hambatan dari produk hasil hidrolisis selulosa janur seperti glukosa diduga dapat merepresi ekspresi gen selulase, sehingga hal ini mengakibatkan peningkatan aktivitas selulase semakin kecil.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tanah hutan mangrove yang diperkaya dengan substrat janur memberikan aktivitas selulase yang lebih tinggi daripada yang tanpa pengayaan substrat janur. Tidak ada interaksi antara waktu inkubasi dengan perlakuan tanpa dan dengan pengayaan substrat janur. Waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas selulase pada tanah tanpa dan dengan pengayaan

substrat janur, semakin lama waktu inkubasi aktivitas selulase yang dihasilkan meningkat.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui waktu optimum dengan dan tanpa pengayaan substrat janur terhadap aktivitas selulase yang dihasilkan. Fenomena peningkatan aktivitas selulase yang lebih rendah pada tanah yang diperkaya janur diduga akibat pertumbuhan mikroorganisme selulolitik yang lebih lambat belum diketahui penyebabnya dengan pasti, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala beserta Staf di : Lab. Marine Biology Universitas Udayana, Lab. Forensik Universitas Udayana, dan Lab. Analisis Pangan Universitas Udayana; atas fasilitas laboratorium yang diberikan; serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Couto, G. H., Glogauer, A., Faoro, H., Chubatsu, L. S., Souza, E. M., and Pedrosa, F. O., 2010, Isolation of a Novel Lipase From a Metagenomic Library Derived From Mangrove Sediment From the South Brazilian Coast, Genet. Mol. Res., 9 (1): 514-523

Ghose, T. K., 1987, Measurement of Cellulase Activities, Pure & Appl. Chem. 59: 257268

Kar, A. 2008. Pharmaceutical Microbiology.

New Delhi: New Age International Limited Publishers

Nannipieri, P., Kandeler, E., and Rugglero, P., 2002, Enzyme Activities and Microbiological and Biochemical Processes in Soil, Dalam: Burn, R.G. and Dick, R.P., 2002, Enzyme In the Environmental, Marcel Dekker Inc., USA

Rajendhran, J. and Gunasekaran, P., 2008,

Strategies for accessing soil

metagenome for desired applications, Biotechnology Advance , 26 : 576–590

Sa’id, E. G.,  1987. Bioindustri: Penerapan

Teknologi Fermentasi, PT. Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta

Thorsten Eggert1, Christian Leggewie1, Michael

Puls1, Wolfgang Streit2,Gertie Van

Pouderoyen3, Bauke W. Dijkstra3 And Karl-Erich Jaeger1, 2004, Novel

Biocatalysts by Identification and

Design,       Biocatalysis        and

Biotransformation Journal, Vol. 22

Uchiyama, T. and Miyazaki, K.,  2009,

Functional Metagenomics for Enzyme Discovery:  Challenges to Efficient

Screening, J.Biotech, 20 : 616–622

Wirajana, I N., Yuliana, D. A., dan Ratnayani, K., 2012, Skrining Selulase dari Tanah Hutan mangrove pantai Suwung Bali, J. Kimia. 5 (2)

81