JURNAL KIMIA 7 (1), JANUARI 2013 : 64-74

EFEKTIFITAS PENGOLAHAN AIR EFFLUENT MENJADI AIR REKLAMASI DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUWUNG DENPASAR DITINJAU DARI KANDUNGAN KEKERUHAN, TOTAL ZAT TERLARUT (TDS), DAN TOTAL ZAT TERSUSPENSI (TSS)

Luh Putu Widya Kalfika Devi, K. G. Dharma Putra, dan A. A. Bawa Putra

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai aplikasi sistem reklamasi air limbah terhadap kandungan Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS) dan kekeruhan dalam pengolahan effluent Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Suwung Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pengolahan effluent IPAL pada sistem reklamasi air limbah berdasarkan parameter TSS, TDS, dan kekeruhan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tiap tahap pengolahan effluent IPAL pada sistem reklamasi dapat menurunkan kandungan TSS, TDS, dan kekeruhan dimana tahap I (sistem filtrasi biologis), persentase penurunan berturut-turut sebesar 85.60 %, 63.75 %, dan 62.78 %. Pada tahap II (sistem pre-ozonation) persentase penurunannya berturut-turut sebesar 63.82 %, 64.93 %, dan 73.78 % dan tahap III (sistem koagulasi dan membran) persentase penurunannya berturut-turut sebesar 60.58 %, 92.48 %, dan 74.58 %%. Secara keseluruhan tingkat efektivitas sistem reklamasi air limbah telah memenuhi baku mutu Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007, dimana persen efektivitas penurunan untuk konsentrasi TSS sebesar 97.94 %, TDS sebesar 99.04 %, dan kekeruhan sebesar 97.52 %.

Kata kunci : sistem reklamasi, efektivitas, effluent, air reklamasi, kualitas

ABSTRACT

The application of water reclamation system has been researched for the concentrations of Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS), and turbidity in the effluent of waste water treatment in Suwung Denpasar. The aims of the research are to determine the effect of each stage of water reclamation, to determine the effectiveness water reclamation system and to know the quality reclaimed water.

The results showed that each stage of water reclamation system can decrease the concentrations of TSS, TDS, and turbidity from effluent. The percentage of reduction of TSS, TDS, and turbidity in biological filtration system were 85.60 %, 63.75 %, and 62.78 % respectively. The pre-ozonation system were 63.82 %, 64.93 %, and 73.78 % respectively and the coagulation and membrane systems were 60.58 %, 92.48 %, dan 74.58 % respectively. The overall rate of effectivenes of waste water reclamation system was 97.94% for TSS, 99.04% for TDS and 97.52% for turbidity.

Keywords : reclamation system, effectiveness, effluent, reclaimed water, the quality

PENDAHULUAN

Pulau Bali merupakan daerah pariwisata, sebagai daerah tujuan pariwisata dunia membuat masyarakatnya sangat bergantung pada sektor pariwisata. Pesatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas industri pariwisata akan meningkatkan jumlah limbah sebagai akibat dari aktivitas tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan, Badan Layanan Umum Pengelolaan Air Limbah (BLUPAL) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Gubernur Bali, Walikota Denpasar, dan Bupati Badung tanggal 7 Desember 2006 (No 37 A Tahun 2006) membentuk suatu instalasi pengolahan limbah yang berada di daerah Suwung, Desa Pemogan, Denpasar yang mengolah limbah domestik yang berasal dari daerah Denpasar, Sanur, dan Kuta dengan kapasitas pengolahan 51.000 m3 perhari (BLUPAL, 2007).

Limbah yang diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung adalah limbah domestik. Limbah domestik merupakan limbah yang mencakup keseluruhan buangan ke dalam saluran pembuangan, diantaranya berasal dari rumah tangga, hotel, restoran, kegiatan perkantoran serta perdagangan. Slamet (1994) menyatakan bahwa yang termasuk dalam kategori limbah domestik adalah air bekas mandi, bekas cucian, serta bahan makanan. Selain itu, limbah domestik juga mengandung tinja dan urine manusia.

Menurut BLUPAL (2007) beberapa parameter pencemar dalam air limbah di IPAL Suwung adalah zat padat tersuspensi, zat padat terlarut, dan kekeruhan. Zat padat tersuspensi adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, dan fungi. Sedangkan kandungan padatan terlarut terdiri dari ion-ion terlarut seperti merkuri, timbal, arsenik, cadmium, kromium, nikel, serta garam magnesium dan kalsium. Sedangkan kekeruhan terdiri dari berbagai padatan terlarut dan tersuspensi yan dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya

matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan (Effendi, 2003).

Pada IPAL Suwung, Denpasar dilakukan dua proses pengolahan yaitu pengolahan secara primer dan pengolahan secara sekunder hingga dihasilkan air effluent. Berdasarkan data analisis BLUPAL terhadap air effluent, diketahui bahwa efektivitas sistem pengolahan air limbah yang dilakukan secara primer dan sekunder masih belum maksimal. Hal ini disebabkan waktu tinggal air limbah pada saat pengolahan sekunder hanya berlangsung selama 16 jam, sedangkan menurut Wahyuni (2010) waktu optimal untuk waktu tinggal air limbah adalah 5 hari. Dengan waktu tinggal air limbah yang hanya 16 jam kemungkinan masih banyak bahan pencemar yang ada dalam air effluent. Kurang maksimalnya pengolahan air limbah akan berpengaruh terhadap pencemaran ekosistem hutan mangrove sebagai badan air yang menerima hasil olahan dari IPAL Suwung.

Karena mengetahui sistem pengolahan di IPAL Suwung kurang optimal, maka BLUPAL menerapkan sistem pengolahan tersier (tertiary/advanced treatment) pada air effluent. Sistem pengolahan tersier yang diterapkan meliputi pengolahan secara fisik, kimia, dan biologi yaitu dengan metode filtrasi biologi, metode pre-ozonisasi, metode koagulasi-flokulasi dan filtrasi membran.

Untuk     mengetahui     tingkat

efektivitas pada sistem pengolahan air limbah di IPAL Suwung berdasarkan parameter fisik maka diukur kandungan zat padat tersuspensi, zat padat terlarut serta kekeruhan air effluent hingga menghasilkan air reklamasi, sehingga dapat diketahui efektivitas dari sistem pengolahan tersier yang telah diterapkan dan dapat menghasilkan air reklamasi sesuai dengan baku mutu Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air limbah dari

Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar dan aquades.

Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, desikator yang berisi silika gel, oven, timbangan analitik Galaxy 160 OH Aus, pipet volume 100 mL dan 10 mL, beaker glass, ball filler, erlenmeyer vakum, corong buchner, cawan penguapan, penjepit cawan, kaca arloji, pompa vakum, corong gelas, turbidimeter 2100 N, kuvet, kertas saring Whatman Grade 934 AH No. 12 dengan ukuran pori 0,45 μm, dan tanur.

Cara Kerja

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada IPAL Suwung Denpasar dilakukan pada empat lokasi yaitu air effluent (T1) IPAL, air setelah mengalami proses pengolahan secara biologi filtrasi (T2), air setelah mengalami proses ozonisasi (T3), dan air reklamasi (T4) yang telah mengalami proses koagulasi-flokulasi dan filtrasi membran. Pengambilan sampel disesuaikan dengan waktu tinggal air limbah di masing-masing lokasi sampling air limbah. Dalam satu kali pengambilan sampel, sampel diambil sebanyak 3 kali pada tiap lokasi pengolahan. Dilakukan perlakuan sebanyak tiga kali dengan selang waktu perlakuan selama 10 hari.

Penentuan Zat Padat Tersuspensi

Kertas saring dipanaskan di dalam oven pada suhu ± 105oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang segera dengan neraca analitik hingga didapatkan berat konstan (B). Sampel dikocok hingga homogen dan dipipet sebanyak 100 mL dan dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring kemudian disedot dengan vakum. Kemudian kertas saring di ambil dengan hati-hati dan diletakkan di atas cawan untuk dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang segera dengan neraca analitik hingga diperoleh berat konstan (A). Selanjutnya dihitung berat padatan tersuspensi yang didapat (Mahadmika, 2010).

Perhitungan: mg/L TSS = mL sampel

Keterangan :

A = Berat kertas saring berisi zat tersuspensi (mg)

B = Berat kertas saring kosong (mg)

Penentuan Zat Padat Terlarut

Cawan penguapan dibersihkan kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 550oC selama 1 jam kemudian dipindahkan kedalam oven dengan suhu 105C menggunakan penjepit cawan. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang segera saat akan digunakan. Untuk penentuan zat padat terlarut, sampel dikocok hingga homogen dan dipipet sebanyak 100 ml dan dilakukan penyaringan menggunakan vakum dan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan kedalam cawan penguap yang kemudian diuapkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105C sampai semua air menguap. Setelah itu cawan dikeluarkan dari oven menggunakan penjepit cawan untuk didinginkan dalam desikator dan ditimbang segera dengan neraca analitik hingga diperoleh berat konstan (Mahadmika, 2010).

Perhitungan: mg/L TDS =

mL sampel

Keterangan :

A = Berat cawan penguap berisi zat terlarut (mg)

B = Berat cawan penguap kosong (mg)

Penentuan Kandungan Kekeruhan

Untuk analisis kandungan kekeruhan digunakan alat turbidimeter 2100 N. Turbidimeter terlebih dahulu dihidupkan dengan menekan tombol switch on dibelakang alat hingga layar menunjukkan angka 2100 kemudian dikalibrasi. Setelah itu kuvet diisi dengan air sampel sampai tanda batas. Seluruh sisi dari kuvet dibersihkan dengan tissue sampai kering dan bersih. Kuvet sampel kemudian diletakkan ke dalam tempat sampel kemudian ditutup. Angka yang muncul pada layar kemudian dicatat. Agar hasil yang diperoleh memiliki ketelitian yang baik maka dilakukan

pengulangan hingga diperoleh nilai yang konstan.

Penentuan Kualitas Air Effluent IPAL

Untuk menentukan kualitas air effluent pada IPAL Suwung Denpasar dilakukan pengukuran parameter zat padat terlarut, zat padat tersuspensi dan kekeruhan pada air effluent (T1) IPAL. Pengambilan sampel untuk analisis zat tersuspensi (TDS), zat terlarut (TSS) dan kekeruhan ini dilakukan tiga kali perlakuan selama kurun waktu satu bulan. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan selang waktu perlakuan selama 10 hari.

Penentuan Kualitas Air Reklamasi IPAL

Untuk mengetahui kualitas air reklamasi pada IPAL Suwung Denpasar dilakukan pengukuran parameter zat tersuspensi (TSS), zat terlarut (TDS) dan kekeruhan dari ketiga lokasi yang telah ditentukan. Pengambilan sampel untuk analisis zat terlarut (TDS), zat tersuspensi (TSS), dan kekeruhan ini dilakukan tiga kali perlakuan selama kurun waktu satu bulan sehingga jumlah sampel yang ada adalah sebanyak tiga puluh enam sampel air. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan selang waktu perlakuan selama 10 hari.

Analisis Data

Untuk menjawab rumusan masalah dilakukan dengan cara rekapitulasi data hasil pemeriksaan laboratorium terhadap keadaan awal dan akhir dari air limbah. Data yang diperoleh dibuat grafik untuk masing-masing parameter zat terlarut (TDS), zat tersuspensi (TSS) dan kekeruhan kemudian dibandingkan dengan Baku Mutu Air berdasarkan kelas I s/d IV menurut Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007.

Selain itu juga dilakukan perhitungan % efektivitas untuk mengetahui efektivitas dari tiap-tiap lokasi sampling air limbah (T1 dengan T2, T2 dengan T3, T3 dengan T4 dan T1 dengan T4) untuk menurunkan kandungan zat terlarut (TDS), zat tersuspensi (TSS) dan kekeruhan. Rumus % efektivitas yaitu (Sugiarto, 1987):

% Efektifitas = ^-⅛100%

A

Keterangan :

A = kadar TSS effluent; kadar TDS effluent; kadar kekeruhan effluent

B = kadar TSS reklamasi; kadar TDS reklamasi; kadar kekeruhan reklamasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan TSS

Hasil analisis TSS IPAL Suwung Denpasar dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dalam satu kali sampling. Dilakukan tiga kali perlakuan dengan selang waktu perlakuan 10 hari. Hasil analisis kandungan TSS disajikan pada Tabel 1.

Pengolahan air effluent secara tersier telah menurunkan kandungan TSS dalam air effluent. Berikut adalah grafik perubahan kandungan TSS setelah melewati sistem biologi filtrasi, pre-ozonisasi, koagulasi-flokulasi dan filtrasi membran.

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan TSS yang paling signifikan yaitu setelah melewati pengolahan secara filtrasi biologi. Hal ini disebabkan karena pada tahap ini air effluent mengalami proses filtrasi menggunakan media antrasit sehingga penyebab tingginya kandungan TSS di perairan seperti pasir, lumpur, tanah liat dan berbagai komponen biotik menjadi berkurang. Ukuran dari berbagai padatan tersuspensi dalam air effluent memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran pori antrasit sehingga padatan tersuspensi menjadi tertahan di media antrasit (Karamah, et al, 2006). Setelah mengalami pengolahan secara filtrasi biologi, jumlah padatan tersuspensi menjadi sangat kecil sehingga setelah mengalami pengolahan lanjutan secara pre-ozonisasi, koagulasi-flokulasi dan filtrasi membran penurunannya tidak terlalu signifikan (Mahardani, et al, 2010).

Tabel 1. Hasil Analisis TSS Air Limbah

Kode Sampel

Parameter

Satuan

Perlakuan (10 kali)

I

(6 April 2012)

II (16 April 2012)

III (26 April 2012)

T1

TSS

mg/L

0,3225

0,3112

0,3459

T2

TSS

mg/L

0,0490

0,0410

0,0530

T3

TSS

mg/L

0,0170

0,0280

0,0160

T4

TSS

mg/L

0,0060

0,0090

0,0050


Gambar 1. Hasil analisis TSS pada lokasi T1, T2, T3 dan T4


Penentuan TDS

Hasil analisis TDS IPAL Suwung Denpasar dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dalam satu kali sampling. Dilakukan tiga kali perlakuan dengan selang waktu perlakuan 10 hari. Hasil analisis kandungan TDS disajikan pada Tabel 2.

Dari tabel diatas telah menunjukkan bahwa pengolahan air effluent secara tersier juga telah menurunkan kandungan TDS dalam air effluent. Berikut adalah grafik perubahan kandungan TDS setelah melewati sistem biologi filtrasi, pre-ozonisasi, koagulasi-flokulasi, dan filtrasi membran.

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa kandungan TDS mengalami penurunan yang

signifikan setelah melewati tahap pengolahan secara koagulasi-flokulasi dan filtrasi membran. Hal ini disebabkan karena pada tahap koagulasi-flokulasi pembentukan flok-flok menjadi lebih optimum dengan bantuan koagulan sehingga berbagai padatan terlarut seperti logam- logam berat akan mengendap di dasar bak pengendapan sedangkan padatan terlarut seperti koloid, virus, dan bakteri yang masih bisa lolos pada tahap koagulasi-flokulasi akan disaring lagi melalui filtrasi membran sehingga kandungan padatan terlarut dalam air reklamasi menjadi sangat kecil (Suyasa, et al, 2012).

Tabel 2. Hasil Analisis TDS Air Limbah

Kode Sampel

Parameter

Satuan

Perlakuan (10 kali)

I (6 April 2012)

II (16 April 2012)

III (26 April 2012)

T1

TDS

mg/L

7,912

8,897

8,325

T2

TDS

mg/L

2,736

3,297

3,079

T3

TDS

mg/L

1,093

1,118

0,985

T4

TDS

mg/L

0,064

0,094

0,082


Gambar 2. Hasil analisis TDS pada lokasi T1, T2, T3 dan T4


Penentuan kekeruhan

Hasil analisis kandungan kekeruhan IPAL Suwung Denpasar sebanyak tiga kali pengulangan dalam satu kali sampling. Dilakukan tiga kali perlakuan dengan selang waktu perlakuan selama 10 hari. Hasil analisis kekeruhan disajikan pada Tabel 3.

Pengolahan air effluent secara tersier juga menurunkan kandungan kekeruhan dalam air effluent. Berikut adalah grafik perubahan

kandungan kekeruhan setelah melewati sistem biologi filtrasi, pre-ozonisasi, koagulasi-flokulasi, dan filtrasi membran (Mahardani, et al, 2010.

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa penurunan nilai kekeruhan terjadi setelah melewati pengolahan secara pre-ozonisasi dan koagulasi-flokulasi serta filtrasi membran. Hal ini disebabkan karena suspensi yang menyebabkan tingginya kekeruhan diantaranya

bakteri, plankton, dan berbagai komponen biotik dan abiotik serta warna yang disebabkan oleh beberapa logam berat menjadi berkurang karena telah mengalami proses desinfeksi dan proses oksidasi senyawa organik-anorganik kembali. Selain itu, berkurangnya kandungan kekeruhan juga disebabkan karena pembentukan flok-flok dengan bantuan koagulan serta filtrasi membran sehingga kandungan kekeruhan setelah melewati ketiga sistem ini menjadi berkurang (Kalpikawati, 2006).

Efektivitas Sistem Reklamasi Air Limbah terhadap Kandungan TSS, TDS, dan Kekeruhan dalam Pengolahan Effluent IPAL serta Kualitas Air Hasil Reklamasi

Tingkat efektivitas tiap tahap pengolahan air limbah dari tahap I (T1 – T2), tahap II (T2 – T3), tahap III (T3 – T4) serta tahap awal sampai tahap akhit (T1 – T4) pada sistem reklamasi air limbah IPAL Suwung Denpasar tercantum pada Tabel 4, 5, 6, dan 7.

Tabel 3. Hasil Analisis Kekeruhan Air Limbah

Kode Sampel

Parameter

Satuan

Perlakuan (10 kali)

I (6 April 2012)

II (16 April 2012)

III (26 April 2012)

T1

Kekeruhan

NTU

29,30

31,80

32,08

T2

Kekeruhan

NTU

12,70

11,30

10,70

T3

Kekeruhan

NTU

2,64

3,12

3,35

T4

Kekeruhan

NTU

0,78

0,89

0,64

Tabel 4. Persen Efektivitas Perubahan Kualitas Air Sistem Reklamasi dalam Pengolahan Air Limbah

pada IPAL Suwung Denpasar Tahap I (T1 – T2)

No

Parameter

Nilai rata-rata (mg/L) (NTU)

% Efektivitas Penurunan

T1

T2

1

TSS

0,3265

0,047

85,60 % (-)

2

TDS

8,378

3,037

63,75 % (-)

3

Kekeruhan

31,06

11,56

62,78 % (-)

Tabel 5. Persen Efektivitas Perubahan Kualitas Air Sistem Reklamasi dalam Pengolahan Air Limbah

pada IPAL Suwung Denpasar Tahap II (T2 – T3)

No

Parameter

Nilai rata-rata (mg/L) (NTU)

% Efektivitas Penurunan

T1

T2

1

TSS

0,047

0,017

63,82 % (-)

2

TDS

3,037

1,065

64,93 % (-)

3

Kekeruhan

11,56

3,03

73,78 % (-)

Tabel 6.

Persen Efektivitas Perubahan Kualitas Air Sistem Reklamasi dalam Pengolahan Air Limbah pada IPAL Suwung Denpasar Tahap III (T3 – T4)

No

Parameter            Nilai rata-rata (mg/L) (NTU)          % Efektivitas Penurunan

T1               T2

1

2

3

TSS               0,017            0,0067              60,58 % (-)

TDS               1,065             0,08               92,48 % (-)

Kekeruhan            3,03              0,77               74,58 % (-)

Tabel 7. Persen Perubahan Kualitas Air Sistem Reklamasi dalam Pengolahan Air Limbah pada IPAL

Suwung Denpasar Tahap Awal (T1) Sampai Akhir (T4)

No

Parameter

Nilai rata-rata (mg/L) (NTU)

% Efektivitas Penurunan

T1

T2

1

TSS

0,3265

0,0067

97,94 % (-)

2

TDS

8,378

0,08

99,04 % (-)

3

Kekeruhan

31,06

0,77

97,52 % (-)

Tabel 8.  Status Mutu Kualitas Air Reklamasi IPAL Suwung Denpasar Menurut Sistem Nilai STORET

bagi peruntukan air kelas III Peraturan Gubernur Bali No.8 tahun 2007

No

Parameter

Baku Mutu (mg/L)

Hasil Pengukuran (mg/L)

Skor

Maksimum

Minimum

Rata-rata

1

TSS

400

0,0090

0,0050

0,0067

0

2

TDS

1000

0,064

0,094

0,080

0

3

Kekeruhan

5

0,64

0,89

0,77

0

Total Skor

0

Gambar 3. Hasil analisis kekeruhan pada lokasi T1, T2, T3 dan T4


Sistem pengolahan air reklamasi pada IPAL Suwung Denpasar memiliki efektivitas yang berbeda-beda pada setiap tahap pengolahannya. Nilai efektivitas dihitung dari persen penurunan kandungan TSS, TDS, dan kekeruhan pada air limbah hasil pengolahan. Pada sistem filtrasi biologis, diperoleh bahwa sistem pengolahan air limbah pada tahap ini (T1 ke T2) sudah berlangsung efektif seperti yang terlihat pada Tabel 4, dimana efektivitas penurunan konsentrasi ketiga parameter yang diuji sudah berada diatas 50%. Pada sistem selanjutnya yaitu sistem pre-ozonation, diperoleh bahwa sistem pengolahan air limbah pada tahap ini (T2 ke T3) juga telah terjadi dengan efektif atau dapat dikatakan efektivitasnya sudah tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 5. Begitu pula pada pengolahan di sistem koagulasi-flokulasi dan sistem membran (T3 ke T4) juga terjadi secara efektif seperti terlihat pada Tabel 6, dimana efektivitas penurunan konsentrasi ketiga parameter yang diuji berada diatas 50 % (Huda, 2009).

Secara keseluruhan sistem pengolahan air reklamasi pada IPAL Suwung Denpasar yang dimulai dari tahap awal (T1) sampai tahap akhir (T4) diperoleh persentase penurunan konsentrasi parameter TSS sebesar 97.94 %, TDS sebesar 99.04 %, dan kekeruhan sebesar 97.52 %. Hasil ini menunjukan bahwa secara keseluruhan sistem pengolahan air limbah menjadi air reklamasi telah terjadi secara efektif (Mulder, 1996).

Efektifnya sistem pengolahan air reklamasi yang terjadi di IPAL Suwung disebabkan karena air effluent telah mengalami beberapa proses pengolahan yang bertujuan untuk menurunkan kandungan pencemar yang masih lolos pada tahap pengolahan sekunder. Sistem pengolahan yang diterapkan meliputi pengolahan secara fisik, kimia, dan biologi yaitu dengan metode filtrasi biologi, metode pre-ozonisasi, metode koagulasi-flokulasi dan filtrasi membran. yang berguna untuk menghilangkan berbagai senyawa organik terlarut dengan berat molekul tinggi (protein, lemak, karbohidrat, amoniak, senyawa nitrit dan nitrat, asam-asam organik), senyawa anorganik (garam dan logam berat), koloid, mikroba, menurunkan kandungan padatan terlarut dan tersuspensi penyebab kekeruhan, menghilangkan warna, bau, dan rasa

pada air, dan sebagai desinfektan (BLUPAL, 2007; Suriawijaya, 2003).

Baku mutu untuk air reklamasi sampai saat ini belum ditentukan oleh pemerintah Indonesia ataupun pemerintah Bali khususnya karena sistem reklamasi air ini tergolong baru di Indonesia. IPAL Suwung sebagai salah satu instansi pengolahan air limbah domestik di Bali yang telah menggunakan sistem ini dalam skala pilot project, menargetkan air limbah hasil reklamasi dapat dimanfaatkan kembali namun bukan untuk bahan baku air (Waluyo, 2009). Oleh karena itu peneliti menganalisis mutu air reklamasi menggunakan metode STORET dengan membandingkan parameter yang diteliti menggunakan baku mutu air kelas III menurut Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007. Tabel 8 menunjukan hasil penentuan kualitas air reklamasi menggunakan metode STORET.

Pada Tabel 8 menunjukan skor total adalah 0, ini berarti air reklamasi IPAL Suwung Denpasar mempunyai mutu yang sangat baik untuk peruntukan air kelas III, dimana peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Peraturan Gubernur Bali No. 8 Thn 2007). Baku mutu ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu patokan oleh peneliti berikutnya atau pemerintah dalam menentukan baku mutu yang cocok untuk air reklamasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut:

  • 1.    Sistem filtrasi biologis menyebabkan terjadinya penurunan kandungan TSS, TDS dan kekeruhan  effluent  IPAL Suwung

Denpasar dengan persentase penurunan berturut-turut sebesar 85.60 %, 63.75 %, dan 62.78     %.     Sistem pre-ozonation

menyebabkan    terjadinya    penurunan

kandungan TSS, TDS dan kekeruhan air limbah hasil pengolahan sistem filtrasi

biologis dengan persentase penurunan berturut-turut sebesar 63.82 %, 64.93 % dan 73.78 % dan sistem koagulasi-flokulasi serta filtrasi membran menyebabkan terjadinya penurunan kandungan TSS, TDS dan kekeruhan air limbah hasil pengolahan sistem pre-ozonation dengan persentase penurunan berturut-turut sebesar 60.58 %, 92.48 % dan 74.58 %. Sistem pengolahan yang telah diterapkan di IPAL Suwung hingga menghasilkan air reklamasi menunjukkan penurunan yang signifikan untuk kandungan TSS, TDS, dan kekeruhan dengan nilai penurunan berturut-turut yaitu sebesar 97.94%, 99.04%, dan 97.52%.

  • 2.    Sistem pengolahan air reklamasi pada IPAL Suwung Denpasar untuk parameter TSS, TDS, dan kekeruhan secara keseluruhan memiliki efektivitas yang tinggi. Kualitas air reklamasi yang dihasilkan telah memiliki mutu yang baik bagi peruntukan kategori air kelas III menurut PerGub. Bali No. 8 Tahun 2007.

Saran

Pemerintah perlu menentukan baku mutu air reklamasi, agar dapat digunakan sebagai pedoman oleh instansi pengolahan air limbah atau instansi sejenisnya dalam proses produksi dan pemanfaatan air reklamasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

BLUPAL, 2007, Sinergi DSDP dan BLUPAL Dalam Sistem Pengolahan Air Limbah Bali, Departemen Pekerjaan Umum, Bali.

Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan  Perairan,  PT Kanisius,

Yogyakarta.

Huda, Thorikul. 2009. Hubungan Antara Total Suspended Solid dengan Turbiditri dan Disolved                     Oxygen.

<http://thorik.staff.uii.ac.id/2009/08/23/ hubungan-antara-total-suspended-solid-dengan-turbiditri-dan-disolved-oxygen/>, 28 Oktober 2011

Kalpikawati, I. A, 2006, Sistem Pengolahan dan Kualitas Air Limbah Domestik Di Bandar Udara Ngurah Rai Tuban Bali, Tesis, Universitas Udayana, Bali

Karamah, Eva Fathul., dan Andrie Oktafauzan Lubis., 2006, Pralakuan Koagulasi Dalam Proses Pengolahan Air Dengan Membran: Pengaruh Waktu Pengadukan Pelan Koagulan Aluminium Sulfat Terhadap     Kinerja     Membran,

J.Environment.Chem.

Mahadmika, 2010, Analisis Zat Terlarut. <http://www.scribd.com/doc/44879880/ Total-Padatan-Terlarut>, 28 Oktober 2011

Mahardani, Nila Sari., dan Ferdyan Hijrah Kusuma., 2010, Pengolahan Air baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Ozon dan Membran Ultrafiltrasi, J. Environment Chem, 10 : 6-17

Mulder, M., 1996, Basic Principles of Membran Technology,    Kluwer    Academic

Publisher, Netherlands

Slamet, J. S.,  1994, Kesehatan Lingkungan,

Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Sugiharto, 1987, Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah, UI-Press, Jakarta

Suriawijaya, U., 2003, Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara  Biologi,   Penerbit Alumni,

Bandung

Suyasa, Budiarsa., Made Arsawan., dan Wayan Suarna,  2012,  Pemanfaatan  Metode

Aerasi  Dalam  Pengolahan  Limbah

Berminyak, J.Environment.Chem., 7 : 616

Wahyuni, I.,   2010, Efektifitas Sistem       Waluyo, L., 2009, Mikrobiologi Lingkungan,

Pengolahan Instalasi Pengolahan Air              UMM Press, Malang

limbah Suwung Denpasar Terhadap

Kadar BOD, COD dan Amonia, Skripsi, Universitas Udayana, Bali.

74