REVIEW KEMAMPUAN METODE GC-MS DALAM IDENTIFIKASI FLUNITRAZEPAM TERKAIT DENGAN ASPEK FORENSIK DAN KLINIK
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 15 (1), JANUARI 2021 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2021.v15.i01.p03
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
REVIEW KEMAMPUAN METODE GC-MS DALAM IDENTIFIKASIFLUNITRAZEPAM TERKAIT DENGAN ASPEK FORENSIK DAN KLINIK
I. D. A. A. D. Candraningrat*, A. A. G. J. Santika, I. A. M. S. Dharmayanti, P.W. Prayascita
Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Badung-Bali, 80361 *
Email: [email protected]
ABSTRAK
Review artikel ini bertujuan untuk menilai kemampuan metode GC-MS yang sudah dikembangkan pada penelitian sebelumnya untuk menentukan metode GC-MS yang paling efektif dalam mendeteksi flunitrazepam pada sampel darah, urin, dan cairan oral terkait dengan identifikasi forensik dalam kasus penyalahgunaan flunitrazepam. Metode yang digunakan dalam review artikel ini adalah dengan penelusuran data-data penelitian terkait identifikasi dan deteksi flunitrazepam dengan menggunakan metode GC-MS. Metode GC-MS ditinjau dari jenis sampel, metode ekstraksi, metode derivatisasi, dan optimasi kondisi GC-MS terhadap hasil yang diperoleh. Berdasarkan hasil lima pengembangan metode GC-MS pada penelitian sebelumnya, diperoleh satu metode yang paling efektif dilihat dari hasil validasi metode yang memenuhi persyaratan ICH dan waktu retensi yang singkat yakni 2,427 menit. Metode GC-MS tersebut yakni metode dengan perlakuan sampel yang diekstraksi dengan metode SPE, lalu diderivatisasi sililasi, dan terakhir diidentifikasi pada metode kromatografi gas dengan deteksi menggunakan NICI-MS. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metode GC-MS merupakan metode yang sensitif dan selektif yang dapat dijadikan acuan dalam analisis flunitrazepam terkait dengan identifikasi forensik. Namun untuk analisis forensik secara rutin dan mendesak, metode ini kurang efektif karena memerlukan persiapan sampel yang cukup panjang.
Kata kunci: derivatisasi, ekstraksi, flunitrazepam, GC-MS
ABSTRACT
The aim of this article review was to evaluate the ability of GC-MS method that had been developed in previous researchs in determining the GC-MS method which were the most effective method for detecting flunitrazepam in blood, urine, and oral fluid samples related to forensic identification in cases of flunitrazepam abuse. The method used in this article review was by searching for researchs data related to the identification and detection of flunitrazepam by the GC-MS method. The GC-MS method reviewed included the type of sample, the extraction method, the derivatization method, and the optimization of the GC-MS conditions on the results obtained. Based on the results of five GC-MS method developments in previous researchs, it was fiound that the most effective method was viewed from the results of the method validation which fulfilled the ICH requirements and the short retention time of 2.427 minutes. The GC-MS method required sample extraction by the SPE method, then derivatization by silylation, and finally identified by the gas chromatography and detection using NICI-MS. In conclution, GC-MS was a sensitive and selective method that could be used as reference in flunitrazepam analysis related to forensic identification. However, for routine and urgent forensic identification, this method was less effective because it required a quite long sample preparation.
Keywords: derivatization, extraction, flunitrazepam, GC-MS
PENDAHULUAN
Flunitrazepam merupakan obat golongan benzodiazepine yang termasuk dalam jenis psikotropika. Flunitrazepam biasanya digunakan dalam pengobatan jangka pendek untuk insomnia, sebagai obat sedativehypnotic dan agen pranestetik. Flunitrazepam
bekerja pada reseptor GABA A dan memiliki efek farmakologi yang mirip dengan benzodiazepine lainnya, dengan potensi sekitar 10 kali lipat diazepam. Pada beberapa kasus forensik, flunitrazepam sebagai obat penenang sering disalahgunakan seperti pada kasus-kasus yang melibatkan kekerasan seksual atau pemerkosaan. Laporan terbaru
telah ditemukan di Amerika Serikat terkait dengan meningkatnya penyalahgunaan dan penggunaan ilegal obat Flunitrazepam tersebut, sehingga diperlukan pengawasan yang ketat terkait penyalahgunaan dan penggunnan secara illegal obat Flunitazepam (Bylund, 2017).
Flunitrazepam memiliki rumus molekul C16H12FN3O3 dengan berat molekul 313,3g/mol. Flunitrazepam berupa kristal berwarna agak putih hingga kuning yang sangat larut dalam air, larut dalam 172 bagian etanol, larut dalam 3 bagian kloroform, dan dalam 100 bagian metanol. Flunitrazepam memiliki nilai pKa 1,8, nilai log P 2,1, serta titik leleh 170oC (Moffatet al., 2011). Struktur kimia dari flunitrazepam dapat dilihat pada Gambar 1.
Flunitrazepam merupakan kelompok benzodiazepine kuat, sehingga dengan dosis yang rendah sudah mampu memberikan efek yang sangat kuat (Tsai et al., 2017). Penggunaan dosis yang rendah menyebabkan kesulitan pendeteksian flunitrazepam setelah dikonsumsi. Oleh karena itu diperlukan metode yangmemiliki kemampuan yang sensitif untuk mendeteksi flunitazepamdalam dosis rendah pada pengawasan penyalahgunaan obat tersebut.
Gambar 1. Struktur kimia Flunitrazepam (Sampsonet al., 2013).
Sebuah metode sensitif dan selektifyang dapat dikembangkan dalam mendeteksi flunitrazepam yaitu kromatografi gas dengan detektor spektrometri massa (GC-MS). Metode GC-MS merupakan metode dengan mekanisme pemisahan sampel yang dilakukan dengan metode kromatografi gas sedangkan analisis menggunakan MS (Mass spectroscopy). Metode GC-MS memiliki sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan senyawa yang saling bercampur dan mampu menganalisa berbagai senyawa walaupun dalam kadar/ konsentrasi yang rendah
(Gandjar dan Rohman, 2012), yang mana hal ini sesuai dengan kriteria sampel yang sering ditemukan dalam kasus-kasus forensik seperti pada sampel darah dan urin yang berupa matriks yang kompleks.
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, sudah pernah dilakukan pengembangan metode GC-MS dalam mendeteksi beberapa golongan benzodiazepine secara simultan.Namun dari semua metode GC-MS yang sudah dikembangkan, perlu diketahui optimasi metode GC-MS yang paling efektif untuk mendeteksi flunitrazepamterkait dengan identifikasi forensik dalam kasus penyalahgunaan flunitrazepam. Oleh karena itu, review artikel ini bertujuan untuk menilai kemampuan metode GC-MS yang sudah dikembangkan sebelumnya untuk menentukan metode GC-MS yang paling efektif dalam mendeteksi flunitrazepam pada sampel darah, urin, dan cairan oral terkait dengan identifikasi forensik.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam review artikel ini adalah dengan penelusuran data-data penelitian terkait identifikasi dan deteksiflunitrazepam dengan menggunakan metode GC-MS terhadap beberapa kasus seperti penggunaan secara medis dan penyalahgunaan dari obat ini. Data penelitian yang digunakan diambil dari beberapa jurnal berbasis Pubmed, Scopus dan Google Schlorar dengan menggunakan kata kunci “GC-MS method for flunitrazepam identification”. Penelusuran data yang dilakukan tanpa ada membatasi index factor. Metode dari beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan dijabarkan berdasarkan jenis sampel, metode ekstraksi, metode derivatisasi, dan optimasi kondisi GC-MS seperti yang dijabarkan di bawah ini.
Jenis Sampel Forensik yang Biasa Digunakan untuk Analisis Flunitrazepam
Jenis sampel sangat menentukan cara perlakuan sampel forensik yang diduga telah melakukan penyalahgunaan dan penggunaan ilegal obat Flunitrazepam. Sampel yang sering digunakan yaitu sampel darah, urin, dan beberapa minuman yang diduga telah ditambahkan obat ini di dalamnya. Sampel
yang ditemukan juga bisa sangat sedikit dan dapat mengalami perubahan yang drastis pada perubahan kondisi lingkungan, seperti pada sampel flunitrazepam ini yang dapat mengalami proses fotodegradasi di TKP (Sampson et al. 2013).
Metode Ekstraksi
Liquid-liquid Extraction(LLE)
LLE atau ekstraksi cair-cair merupakan metode pemisahan yang memungkinkan transfer zat terlarut yang awalnya terkandung dalam fase cair ke fase cair lainnya yang tidak saling campur (Qriouetet al., 2019). LLE digunakan untuk keperluan pemisahan analitik seperti menghilangkan komponen pengganggu dalam analisis kimia, memekatkan analit (pra-konsentrasi) sebelum analisis, menghasilkan spesi terukur dalam suatu analisis (Leba, 2017).
Penelitian Papoutsis et al. (2010), menggunakan sampel darah dengan menggunakan teknik LLE untuk memisahkan beberapa golongan benzodiazepine secara simultan, yang mana salah satunya yakni flunitrazepam. Sampel darah sebanyak 1 mL ditambahkan standar internal oxazepam-d5 10 µg/mL sebanyak 50 µL dan 1 mL buffer fosfat (pH 9, 0,5M). Sampel kalibrasi dan kontrol disiapkan dengan menambahkan 50 µL larutan standar ujiflunitrazepam untuk darah 950 µL. Sampel diekstraksi dua kali dengan menambahkan 5 mL kloroform lalu divortex selama 5 menit. Fase organik dipisahkan dengan sentrifugasi pada 2500rpm selama 10 menit. Pelarut organik diuapkan di bawah aliran nitrogen lembut pada suhu 40oC. Residu dilarutkan dengan asetonitril 20 µL.
Penelitian Gautam et al. (2014) menggunakan sampel berupa minuman wine yang terdapat golongan benzodiazepine di dalamnya, salah satunya yaitu flunitrazepam. Pada penelitiannya, menggunakan standar internal diazepam-d5 yang ditambahkan ke minuman (0,5 mL alikuot), untuk memberikan konsentrasi akhir 25 µg/mL. LLE dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan kloroform: isopropanol (1:1 v/v, 100 mL). Setelah diekstraksi, fase organik (bawah) dikumpulkan dan dilakukan analisis.
Solid-phase Extraction(SPE)
SPE merupakan metode pemisahan padat cair yaitu analit ditahan pada medium SPE dengan melewatkan analit ke dalam
catridge dengan pelarut yang kekuatan elusinya rendah. Kemudian dicuci dengan pelarut lain yang kekuatan elusinya rendah dan terakhir dielusi dengan pelarut yang kuat dalam volume yang kecil (Sartika dkk., 2015). Terdapat 4 tahap utama dalam prosedur SPE, yaitu: Conditioning; Percolation of sample; Clean-up; dan Elution of the analyte (Shikuku, 2020).
Penelitian Karlonas et al. (2013) menggunakan sampel darah yang sudah ditambahkan standar internal dan terdapat beberapa obat benzodiazepine yang akan dianalisis, yang mana salah satunya adalah flunitrazepam. Sampel disiapkan lalu dilakukan pengasaman dengan 0,15 mL HCL 1,5 M, campuran diaduk dengan vortex dan diinkubasi selama 2 menit. Sampel dengan hasil pH 1, kemudian disentrifugasi pada 3500 rpm selama 5 menit, lalu supernatan yang diperoleh diambil dan dimurnikan kembali dengan SPE. SPE dilakukan menggunakan kolom Oasis MCX. Pengkondisian dilakukan dengan 1,0 mL Metanol dan diequilibrasi dengan 1,0 mL HCl 0,1 Mpada pH 1, dengan laju alir 1 mL/menit. Setelah itu, kolom segera dicuci sebanyak tiga kali dengan: (i) 1,5 mL HCl 0,1 M pada pH 1; (ii) 1,5 mL 1-PrOH dan air yang diasamkan pada campuran HCl 0,15 M (60:40 v/v) dan terakhir (iii) 1,0 mL asetonitril pada laju alir 1 mL/menit. Kolom dikeringkan selama 2 menit lalu dielusi dengan 2 mL NH4OH 5% dalam metanol pada laju alir 1 mL/menit. Ekstrak diuapkan sampai kering (35oC, N2).
Penelitian Arnhard et al. (2012) menggunakan sampel urin yang sudah ditambahkan standar internal dan terdapat beberapa obat benzodiazepine yang akan dianalisis, yang mana salah satunya adalah flunitrazepam.Sampel ditambahkan 1 ml buffer asetat 100 mM (pH 4,5) dan 200 μl enzim β-glukururididase, lalu diinkubasi selama 3 jam pada 65°C untuk memecah semua metabolit benzodiazepine terglikasi. Kemudian sampel disentrifugasi selama 10 menit pada 2.000 rpm. Selanjutnya, supernatan (3 ml) dimasukkan ke dalam kartrid SPE Oasis MCX, yang sebelumnya telah dikondisikan dengan 1,5 ml metanol dan 1,5 ml air deionisasi. Setelah sampel dimasukkan, dibilas sebanyak empat kali dengan (i) 3 ml air deionisasi, (ii) 1 ml asam asetat 100 mM, (iii) 3 ml asetonitril dan buffer fosfat 100 mM pH 6 (20:80, v/v), dan (iv) 2
ml n-heksana. Kolom dikeringkan di bawah vakum selama 5 menit, kemudian analit dielusi dengan 1,5 ml etil asetat dan n-heksana (50: 50, v/v) dan 1,5 ml diklorometana, 2-propanol, dan amonia (78:20:2, v/v/v).
Derivatisasi
Pada beberapa penelitian dilakukan derivatisasi terhadap sampel yang mengandung flunitrazepam, namun ada pula penelitian yang tidak melakukan derivatisasi. Penelitian Gautam et al. (2014) melakukan derivatisasi karena ketidakstabilan termal dari temazepam yang merupaka salah satu senyawa yang terdapat dalam campuran sampel benzodiazepine yang dianalisis. Derivatisasi dilakukan dengan menambahkan BSTFA:TCMS (40 mL, 99:1%) dan standar internal eicosane (20 µL, 100 µg/mL) dalam etil asetat dan dipanaskan hingga 70oC selama 15 menit. Sampel dianalisis segera setelah derivatisasi.
Pada penelitian Karlonas et al. (2013) melakukan derivatisasi sililasi dengan menambahkan 100 µL campuran MTBSTFA, asetonitril, dan etil asetat (20:40:40 v/v/v) pada 85oC selama 30 menit. Ini dilakukan dalam tabung gelas borosilikat khusus dan tertutup untuk menghindari penguapan alikuot.
Begitupula dengan penelitian Arnhard et al. (2012) yang melakukan derivatisasi sililasi dengan menambahkan etil asetat (50 µl) dan BSTFA + 1% TMCS (50 µl), sebagai pereaksi derivatisasi. Derivatisasi dilakukan pada 70 °C selama 30 menit. Setelah derivatisasi dilakukan pendinginan pada suhu kamar sebelum diinjeksikan ke sistem GC-MS.
Kondisi Kromatografi
Pada penelitian Sampson et al. (2013), menggunakan instrumen kromatografi gas TRACE GC Ultra 2.2, spektrometer massa ISQ 1.0 SP4, dan auto sampler TRIPLUS RSH 1.1. Fase diam berupa kolom kapiler (TR 5,7 m × 0,32 mm × 0,25 m). Suhu kolom diprogram dengan suhu awal pada 150°C dan ditahan selama 2 menit, kemudian ditingkatkan menjadi 225°C dengan kenaikan 15 °C per menit, dan pada suhu 225 °C tersebut ditahan selama 15 menit. Suhu injektor dengan mode split less diatur pada 250 °C. Gas pembawa yakni gas helium dengan kemurnian sangat tinggi pada laju alir
1 mL/menit.
Pada penelitian Papoutsis et al. (2010), analisis GC-MS dilakukan dengan instrumen Shimadzu 17AG dilengkapi dengan sistem autosampler Shimadzu AOC-20i dan dihubungkan dengan spektrometer massa Shimadzu QP 5000. Kondisi berikut diterapkan, yakni dengan fase diam kolom HP-5MS (30m × 0,25mm, ketebalan film 0,25 µm), gas pembawa: helium, laju alir: 1 mL/menit, suhu injektordiatur pada 300°C, dengan menggunakan suhu terprogram yakni 120 °Cditahan selama 1 menit, lalu meningkat menjadi 295°C dengan kenaikan 10°C/menit dan pada suhu tersebut ditahan selama 5 menit. Spektrometer massa (MS) dioperasikan pada mode ionisasi Electron Impact (EI, 70 eV) dan kisaran massa adalah 50-600 amu. Tiga ion dari masing-masing benzodiazepine dipilih untuk pemantauan ion pada mode akuisisi SIM dalam identifikasi dan kuantifikasi analit, yang mana ion konfirmasi untuk flunitrazepam yang digunakan adalah 286, 312, dan 313.
Penelitian Gautam et al. (2014) menggunakan kolom ZB1 (30m × 0,25mm, ketebalan 0,25 µm), dengan injeksi split (14:1) pada 250oC. Volume injeksi adalah 1 µL. Gas pembawa yang digunakan yaitu helium dengan laju alir 1,2 mL/menit,dengan menerapkan suhu terprogram yaknisuhu awal 150oC (ditahan 2 menit), lalu suhu ditingkatkan menjadi 280oC pada laju 20oC/menit dan ditahan pada 280oCditahan selama 5 menit. Spektrometer massa (MS) dioperasikan pada mode ionisasi Electron Impact (EI). Suhu sumber ion adalah 230oC dan suhu antarmuka 300oC.
Penelitian Karlonas et al. (2013) dilakukan dengan menggunakan instrumen kromatografi gas Agilent Technologies-7890A (Folsom, CA, USA) dengan detektor selektif massa (5975C NICI-MS). Sistem kromatografi menggunakan kolom kapiler DB-5HT (30 mx 0,320 mm, ketebalan film 0,10 µm). Injeksi dilakukan secara otomatis pada suhu injektor 250oC. Suhu terprogram diterapkan dengan suhu awal kolom yakni 180oC, dan secara bertahap meningkat 500C per menit hingga mencapai suhu 325oC dan pada suhu tersebut ditahan selama 1 menit. Gas helium (kemurnian 99,9996%) sebagai gas pembawa dan laju alir konstan pada 3,5 mL/menitdengan mode split-less (1 µL).
Sumber ion dioperasikan dalam mode ionisasi kimia dan metana (kemurnian 99,9995%) digunakan sebagai gas reagen dalam semua pengukuran MS. Pengontrol aliran metana diatur pada 2,50 mL/menit. Tegangan multiplier NICI-MS adalah 1625 ± 50 V, emisi: 49 ± 1 A, energi elektron: 149 ± 1 eV, repeller: 2,8 ± 0,2 V dan fokus ion: 130 ± 2 V. Temperaturtransfer line dari detektor spektrometer massadiatur pada suhu 300oC; MS quadrupole dan suhu sumber MS adalah 150oC. Semua analisis kuantitatif dilakukan dalam mode pemantauan ion yang dipilih (SIM), yang mana ion SIM karakteristik untuk flunitrazepam adalah 313.
Penelitian Arnhard et al. (2012), menggunakan instrumen Agilent 7890 GC yang beroperasi dalam mode splitless. Gas pembawa yang digunakan yakni Helium dengan laju alir konstan 1 ml/menit. Pemisahan dilakukan pada kolom VF-DA (12 m × 0,2 mm, 0,33 µm). Suhu bergradien diterapkan mulai dari 80 °C (ditahan 1 menit) hingga 330 °C (ditahan 1 menit) dengan laju peningkatan 30°C/menit. Suhu dari garis transfer adalah 225 °C dan suhu injektor diatur 280°C. Deteksi dilakukan dengan spektrometer massa TOF yang dioperasikan dalam mode ionisasi elektron (70 eV). Suhu sumber ion adalah 200°C, dengan waktu tunda pelarut diatur 3,5 menit, dan tegangan detektor 1,650 V.
Validasi Metode
Validasi metode hanya dilakukan pada penelitian Papoutsis et al. (2010), Gautam et al. (2014), Karlonas et al. (2013), dan Arnhard et al. (2012) sedangkan pada penelitian lainnya menggunakan metode GC-MS yang sudah dioptimasi dan divalidasi. Metode yang dikembangkan divalidasi menurut pedoman FDAdan ICH dengan menggunakan kriteria linieritas,batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ), presisi, dan akurasi.
HASIL dan PEMBAHASAN
Flunitrazepam (FNP) adalah senyawa golongan benzodiazepine yang dapat
memberikan efek sebagai obat penenang dengan cara menginduksi relaksasi otot, sehingga obat ini umumnya digunakan dalam terapi insomnia dan anastesi. Dosis terapeutik penggunaan flunitrazepam untuk orang dewasa yakni 0,5-1 mg per hari (Bylund, 2017). Flunitrazepam merupakan kelompok benzodiazepine kuat, sehingga dengan dosis yang rendah sudah mampu memberikan efek yang sangat kuat. Penggunaan flunitrazepam sebagai obat penenang sering di salah gunakan pada tindak kriminal. Penggunaan dosis yang rendah menyebabkan kesulitan pendeteksian flunitrazepam setelah dikonsumsi.
Metode GC-MS merupakan metode dengan mekanisme pemisahan sampel dilakukan menggunakan kromatografi gas yaitu pemisahan solut-solut yang mudah menguap sedangkan analisis menggunakan spektrofotometri massa. Prinsip dasar dari spektrofotometri massa adalah untuk menghasilkan ion baik dari senyawa anorganik atau organik dengan metode yang sesuai, untuk memisahkan ion-ion suatu senyawa dengan berdasarkan mass-to-charge (m/z) dan mendeteksinya secara kualitatif dan kuantitatif dengan m/z dari masing-masing senyawa dan kelimpahannya (Gross, 2017).
Keunggulan metode GC-MS antara lain: efisien, resolusi tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisis partikel yang sangat kecil. Aliran gas sangat terkontrol dan kecepatannya tetap. Analisis cepat, biasanya hanya beberapa menit. Tidak merusak sampel. Sensitivitas tinggi, dapat memisahkan berbagai senyawa yang bercampur satu sama lain dan dapat menganalisis berbagai senyawa bahkandalam kadar/konsentrasi rendah (Hermanto, 2008).
Selain keunggulan metode GC-MS juga memiliki kekurangan antara lain: hanya untuk zat yang mudah menguap, tidak dapat memisahkan campuran dalam jumlah besar. Fase gerak tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat terlarut (Hermanto, 2008).
Tabel 1. Hasil Analisis Flunitrazepam dengan Metode GC-MS
Analit |
Matriks |
Metode Ekstraksi; Derivatiasi |
Kondisi GC |
Waktu Retensi |
Referensi | |
Kolom |
Deteksi | |||||
Flunitrazepam |
Darah |
(tidak tercantum) |
Kolom kapiler (TR 5,7 m × 0,32 mm × 0,25 m) |
MS |
13,1 menit |
(Sampsonet al., 2013) |
Benzodiazepin sejumlah 23 analit, yang salah satunya Flunitrazepam |
Darah |
LLE; tanpa derivatisasi |
Kolom Fused-silica (30 m × 0,25 mm, tebal film 0,25 µm) |
EI-MS |
17,83 menit |
(Papoutsiset al., 2010) |
Flunitrazepam, |
Cairan |
LLE; sililasi |
Kolom ZB1 (30 m × |
MS |
10,29 |
(Gautamet |
diazepam, dan temazepam |
Oral |
(70oC, 15 menit) |
0,25 mm, 0,25 µm) |
menit |
al., 2014) | |
Benzodiazepin |
Darah |
SPE, sililasi |
Kolom kapiler DB- |
NICI- |
2,427 |
(Karlonaset |
sejumlah 15 analit, yang salah satunya Flunitrazepam |
(85oC, 30 menit) |
5HT (30 m x 0,32 mm, tebal film 0,10 µm) |
MS |
menit |
al., 2013) | |
Benzodiazepin |
Urin |
SPE, sililasi |
Kolom Fused-silica |
TOF- |
7,43 |
Arnhardet al., |
sejumlah 35 analit, yang salah satunya Flunitrazepam |
(70oC, 30 menit) |
(12 m × 0,2 mm, tebal film 0,33 µm) |
MS |
menit |
2012 |
Untuk mendeteksi flunitrazepam dengan menggunakan metode GC-MS, perlu diperhatikan jenis matriks sampel yang digunakan dalam analisis, yang mana setiap metode terhadap matriks yang berbeda memiliki batas deteksi yang berbeda pula. Dengan meggunakan metode GC-MS dalam urin dan darah batas deteksi untuk metabolit flunitrazepam yakni <1 µg/L. Dalam
cairan oral, flunitrazepam memiliki batas deteksi masing-masing 0,1 µg/L (Moffat et al., 2011). Selain itu, dengan jenis matriks yang berbeda juga akan mempengaruhi proses ekstraksi yang dilakukan untuk sampel tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya metode ekstraksi yang umumnya digunakan yaitu LLE (liquidliquid extraction) dan SPE.
Tabel 2. Hasil Validasi Metode Analisis Flunitrazepam dengan Metode GC-MS
Analit |
Referensi |
Parameter Validasi | ||||
Linieritas (r2) |
LOD (ng/mL) |
LOQ (ng/mL) |
Presisi (%RSD) |
Akurasi (%Recovery) | ||
Flunitrazepam |
(Sampsonet al., 2013) |
- |
- |
- |
- |
- |
Benzodiazepin sejumlah 23 analit, yang salah satunya Flunitrazepam |
(Papoutsiset al., 2010) |
0,9992 |
0,52 |
1.58 |
Intraday: 1,3 dan Interday: 5,7 |
75% |
Flunitrazepam, diazepam, dan Temazepam |
(Gautamet al., 2014) |
0,983 |
0,714 |
1,286 |
- |
56–101% |
Benzodiazepin sejumlah 15 analit, yang salah satunya Flunitrazepam |
(Karlonaset al., 2013) |
0.9997 |
0.24 -0.62 |
0.72– 1.89 |
< 15% |
90.3-107.8% |
Benzodiazepin sejumlah 35 analit, yang salah satunya Flunitrazepam |
Arnhardet al., 2012 |
0.9998 |
7,3 |
10 |
1,37 |
100,13 % |
Metode ekstraksi yang dipilih akan mempengaruhi hasil yang diperoleh, terutama pada perolehan kembali dari analit tersebut.
Dilihat dari hasil perolehan kembali dari penelitian sebelumnya, metode ekstraksi dengan SPE menghasilkan % recovery yang
lebih tinggi dibandingkan dengan metode LLE. SPE dibandingkan LLE akan menghasilkan proses ekstraksi lebih sempurna dalam memisahkan analit dari pengganggu dan memerlukan pelarut yang lebih sedikit. SPE merupakan proses pemisahan yang efisien sehingga recovery yang tinggi (>99%) lebih mudah dicapai jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair (Rahmatia, 2016).
Selain itu, dari beberapa metode dalam penelitian sebelumnya, juga terdapat beberapa metode yang melakukan derivatisasi dalam analisis flunitrazepam. Metode derivatisasi yang digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya adalah sililasi. Sililasi adalah proses substitusi gugus silil ke dalam molekul. Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis sampel yang bersifat polar dan tidak mudah menguap (Gandjar dan Rohman, 2012). Hal ini sesuai dengan sifat fisika kimia dari flunitrazepam yang bersifat polar dan memiliki titik didih yang tinggi (Bylund, 2017). Hal ini juga akan mempengaruhi waktu retensi dari flunitrazepam. Berdasarkan hasil dari beberapa metode sebelumnya, dengan menerapkan derivatisasi silil terhadap sampel hasil ekstraksi mampu mempersingkat waktu retensi flunitrazepam yang dihasilkan, yang mana waktu retensi terendah diperoleh yaitu 2,427 menit.
Berdasarkan keseluruhan metode GC-MS yang sudah dikembangkan dalam penelitian sebelumnya, metode GC-MS dari penelitian Karlonas et al. (2013) memberikan hasil yang paling baik, dilihat dari hasil validasi metode dan waktu retensi yang ditunjukkan pada tabel 1 dan 2. Perbedaan yang paling mendasar dari metode ini, yakni metode deteksi yang digunakan. NICI-MS (Negative Ion Chemical Ionization- Mass Spectrometric) Penggunaan NICI-MS dapat meningkatkan sensitivitas bila dibandingkan dengan positive ion chemical ionization-MS atau deteksi EI-MS, terutama untuk penentuan senyawa dengan gugus elektronegatif, seperti atom halogen dan/atau nitro dari senyawa itu sendiri, atau setelah diderivatisasi (Karlonas et al., 2013).
Dilihat dari hasil validasi metode yang dikembangkan, linieritas yang diperoleh sudah memenuhi persyaratan ICH yakni dilihat dari nilai koefisien korelasi (r2) yang sudah di atas 0,997 (ICH, 2005). Dilihat dari presisi yang diperoleh, dengan nilai % RSD
kurang dari 15% menunjukkan metode yang dikembangkan sudah memiliki keterulangan atau preisis yang baik, yang mana persyaratan presisi untuk suatu residu suatu senyawa yakni <20% (SANTE, 2017). Dilihat dari nilai %recovery yang diperoleh, menunjukkan bahwa metode ini yang menghasilkan %recovery yang paling baik, yakni mendekati dan/atau berada pada rentang persyaratan ICH yakni 98-102% (ICH, 2005). Berdasarkan nilai LOD dan LOQ yang diperoleh, metode ini menunjukkan nilai LOD dan LOQ yang paling kecil. Nilai LOD dan LOQ yang semakin kecil menggambarkan semakin sensitif metode analisis yang digunakan.
Terakhir dilihat dari nilai waktu retensi yang diperoleh, metode ini menghasilkan waktu retensi yang paling singkat yakni 2,427 menit. Waktu retensi ini tergolong singkat, sehingga metode ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam analisis flunitrazepam terkait dengan identifikasi forensik dalam kasus penyalahgunaan flunitrazepam. Namun, untuk analisis forensik secara rutin dan dalam kondisi mendesak, metode GC-MS masih terdapat beberapa kekurangan yakni metode ini masih memerlukan tahap persiapan sampel yang cukup panjang, terutama pada beberapa senyawa yang bersifat tidak mudah menguap dan sangat polar, seperti pada beberapa golongan benzodiazepine yang salah satunya yaitu flunitrazepam (Qriouet et al., 2019).
KESIMPULAN
Flunitrazepam merupakan obat golongan benzodiazepine yang sering disalahgunakan dan sering ditemukan dalam beberapa kasus forensik. Metode GC-MS meupakan salah satu metode yang sensitif dan selektif dalam mengidentifikasi flunitrazepam pada beberapa identifikasi forensik, yang mana metode ini memerlukan perlakuan sampel yang khusus seperti dilakukan ekstraksi dengan SPE dan diderivatisasi silil untuk menghasilkan hasil yang optimal. Namun untuk analisis forensik secara rutin dan mendesak, metode ini kurang efektif karena memerlukan persiapan sampel yang cukup panjang pada senyawa yang tidak mudah menguap dan bersifat sangat polar.metode ini menghasilkan waktu retensi yang paling singkat yakni 2,427 menit. Waktu retensi ini tergolong singkat, sehingga metode ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam analisis flunitrazepam.
DAFTAR PUSTAKA
Arnhard, K., Schmid, R., Kobold, U., and Thiele, R., 2012, Rapid Detection and Quantification of 35 Benzodiazepines in Urine by GC-TOF-MS, Anal Bioanal Chem, 403: 755–768.
Bylund, F.B., 2017, Flunitrazepam,
Reference Module in Biomedical Sciences, United States.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2012, Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan Kromatografi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Gautam, L., Sharratt, S.D., and Cole, M.D., 2014, Drug Facilitated Sexual Assault: Detection and Stability of Benzodiazepines in Spiked Drinks Using Gas Chromatography-Mass Spectrometry, Plos One Journal, 9 (2): 1-7.
Gross, J.H., 2017, Mass Spectrometry A Textbook, Third Edition, Springer, New York.
Hermanto, 2008, Aplikasi Alat HPTLC dan GC-MS, Jakarta.
ICH, 2005, Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology Q2(R1).
Karlonas, N., Padarauskas, A., Ramanavicius, A., and Ramanaviciene, A., 2013, Mixed-mode SPE for a Multi-Residue Analysis of Benzodiazepines in Whole Blood Using Rapid GC with NegativeIon Chemical Ionization MS, J. Sep. Sci., 36: 1437-1445.
Leba, M. A. U., 2017, Buku Ajar Ekstraksi dan Real Kromatografi, Penerbit Deepublish, Yogyakarta.
Moffat, A.C., Osselton, M.D., and Widdop, B., 2011,Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons in Pharmaceuticals, Body Fluids, and Postmortem Material. Fourth Edition. Pharmaceutical Press, London.
Papoutsis, I.I., Athanaselis, S.A., Nikolaou, P.D., Pistos, C.M., Spiliopoulou, C.A., Maravelias, C.P., 2010, Development and Validation of an EI–GC–MS Method for The Determination of Benzodiazepine Drugs and Their Metabolites in Blood: Applications in Clinical and Forensic Toxicology, Journal of Pharmaceutical and
Biomedical Analysis, 52 (2010): 609614.
Qriouet, Z., Qmichou, Z., Bouchoutrouch, N., Hassan, M., Cherrah, Y., and Sefrioui, H., 2019, Analytical Methods Used for the Detection and Quantification of Benzodiazepines, Journal of Analytical Methods in Chemistry, 2019: 1-11.
Rahmatia, T.U., 2016, Metode SPE (Solid Phase Extraction) Sebagai Alternatif terbaru dalam Analisis dan Pemurnian Senyawa Obat, Farmaka, 14 (2): 151171.
Sampson, L., Wilson, B., and Hou, H.J.M., 2013, Gas Chromatography-Mass Spectrometric Analysis of Forensic Drug Flunitrazepam upon Exposure to UV Irradiation, Journal Forensic Research, 4 (3): 1-4.
SANTE/11813/2017, 2017, Guidance
Document on Analytical Quality Control and Method Validation Procedures for Pesticide Residues and Analysis in Food and Feed. European Commision Health and Consumer Protection Directorate- General.
Sartika, D., Wisnuwardhani, H.A., Rusdi, B., 2015, Optimasi Metode Ekstraksi Fase Padat dan KCKT untuk Analisis Kuantitatif Bahan Kimia Obat Parasetamol dan Deksametason dalam Jamu Pegal Linu, Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi), 1 (2): 451-458.
Shikuku, V., 2020, Effects of Emerging Chemical Contaminants on Water Resources and Environmental Health, Kaimosi Friends University College, Kenya.
Tsai, J.K., Yen, C.N., Chen, C.S., Hwang, T.J., Chen, S.T., Chen, T.T., Ko, C.H., Su PW, Chang YP, Lin JJ, and Yen C.F., 2017, Prevalence and Clinical Correlates of Flunitrazepam- Related Ccomplex Sleep Behaviors, Psychiatry and Clinical Neurosciences, 71: 198203.
19
Discussion and feedback