KANDUNGAN LOGAM Cu DAN Pb DALAM TANAMAN BAYAM DAN BIOAVAILABILITASNYA DALAM TANAH PERTANIAN DENGAN PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 15 (1), JANUARI 2021 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2021.v15.i01.p11
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
KANDUNGAN LOGAM Cu DAN Pb DALAM TANAMAN BAYAM DAN BIOAVAILABILITASNYA DALAM TANAH PERTANIAN DENGAN PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI
I M. Siaka*, I W. Bayu Arimbawa dan I W. Sudiarta
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali *Email: [email protected]
ABSTRAK
Cemaran logam berat pada tanah pertanian dapat berdampak pada kualitas tanaman hasil pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pupuk kandang sapi terhadap tingkat bioavailabilitas logam Cu dan Pb dalam tanah pertanian serta kandungan logam berat tersebut dalam tanaman bayam yang dihasilkan dari tanah tersebut. Kandungan logam diperoleh melalui metode ekstraksi bertahap dan digesti basah serta pengukuran konsentrasi logam dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) Shimadzu A 7000. Pada penelitian ini diperoleh bahwa kandungan logam Cu dan Pb dalam tanaman bayam yang tanahnya diberi pupuk kandang sapi lebih rendah dibandingkan dengan tanah tanpa pupuk tersebut. Rata-rata kandungan Cu dan Pb dalam seluruh bagian tanaman bayam tanpa pemberian pupuk sebesar 53,5985 ± 0,3943 dan 59,7982 ± 2,8389 mg/kg, sedangkan yang dengan pemberian pupuk berturut-turut 41,7626 ± 1,3590 dan 52,4335 ± 0,8434 mg/kg. Tingkat bioavailabilitas Cu dan Pb juga mengalami penurunan dengan penambahan pupuk kandang sapi. Logam Cu dan Pb yang bioavailable mengalami penurunan, sedangkan yang berpotensi bioavailable kedua logam tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. Dengan demikian pemberian pupuk kandang sapi dapat menurunkan bioavailabilitas logam Cu dan Pb, dan akumulasinya di dalam tanaman bayam.
Kata kunci: bioavailabilitas, logam berat, pupuk kandang.
ABSTRACT
Contamination of heavy metals on agricultural soil can have an impact on the quality of agricultural crops. This study aimed to determine the effect of the addition of cow manure on the bioavailability of heavy metals, Cu and Pb in agricultural soil and the content of those metals in spinach plants produced from the soil. The metals contents were obtained through the sequential extraction and wet digestion methods, followed by the measurement of metal concentration using an AAS tool (Shimadzu A 7000). In this study, it was found that the metal content of Cu and Pb in spinach plants whose soil was given fertilizer of cow manure was lower than that of the soil without fertilizer. The average content of Cu and Pb in all parts of the spinach plant without fertilizer application was 53.5985 ± 0.3943 and 59.7982 ± 2.8389 mg/kg, while those given the fertilizer were 41.7626 ± 1.3590 and 52.4335 ± 0.8434 mg/kg, respectively. The level of Cu and Pb bioavailabilities also decreased with the addition of the fertilizer. The number of Cu and Pb metals being bioavailable have decreased, while the metals which were potentially bioavailable have increased significantly. Therefore, the application of cow manure as fertilizer to the agricultural soil could reduce the bioavailability of Cu and Pb metals, and their accumulation in spinach plants, as well.
Keywords: bioavailability, cow manure, heavy metals.
PENDAHULUAN
Tanah merupakan salah satu komponen penting bagi makhluk hidup salah satunya tumbuhan. Tanah menyediakan senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tumbuhan (Wijayanti, 2018). Tanah media tumbuhan untuk tumbuh perlu diperhatikan kualitasnya terlebih
lagi pada bidang pertanian. Tanaman yang menjadi komoditi pertanian salah satunya tanaman bayam, karena memiliki nilai komersial yang baik dan mudah untuk dikembangkan (Edi, dkk., 2010).
Pencemaran pada tanah pertanian dapat memberikan dampak terhadap kualitas hasil pertanian. Pencemaran yang terjadi pada tanah
pertanian salah satunya cemaran logam berat, akibat dari penggunaan bahan-bahan agrokimia dalam proses produksi pertanian sehingga dapat meninggalkan residu logam berat pada tanah. Logam berat yang dapat ditemukan pada bahan agrokimia meliputi: Cu, As, Co, Cr, Mn, Fe, Ni, Zn, Cd, Pb, dan Hg (Alloway, 1995). Keberadaan logam seperti Cu dan Pb dalam tanah pertanian dapat terserap dan terakumulasi dalam tanaman (Siaka, 2016). Logam – logam yang dapat terserap oleh tanaman merupakan logam yang tersedia bagi organisme (bioavailable), karena sifatnya yang labil sehingga dapat dengan mudah terlepas dan terserap oleh organisme (Siaka, 2016). Keberadaan logam yang bioavailable dapat berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (berpotensi bioavailable), akibat terikat oleh senyawa organik membentuk senyawa organokompleks yang dapat menyebabkan logam tersebut sulit diserap oleh tanaman atau organisme lainnya.
Senyawa organik yang mampu mengikat logam yang bioavailable adalah asam-asam organik seperti misalnya asam humat dan asam fulvat. Asam humat dan asam fulvat memiliki kemampuan untuk mengikat logam – logam dalam bentuk ion atau logam yang bioavailable dalam tanah karena asam-asam tersebut memiliki gugus – gugus fungsional seperti gugus –COOH, -OH, dan fenolat (Wijayanti, 2018). Senyawa humat dapat ditemukan pada bahan organik seperti pupuk kandang sapi. Kandungan asam humat dan asam fulvat dalam pupuk kandang sapi berturut – turut 4,72 % dan 17, 13 % (Rif’an dkk., 2012). Oleh karena kandungan kedua asam tersebut cukup tinggi, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh asam humat dan fulvat dari pupuk kandang sapi terhadap bioavailabilitas logam Cu dan Pb serta tingkat penyerapan logam-logam berat tersebut oleh tanaman seperti tanaman bayam dengan menentukan kandungan Cu dan Pb yang terakumulasi dalam tanaman tersebut.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel tanah pertanian, sayur bayam, pupuk kandang sapi, HNO3, HCl, Pb(NO3)2, CuSO4.5H2O, CH3COONH4,
CH3COOH, NH2OH.HCl, H2O2, akuades dan kertas saring.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sendok polietilen, zip lock plastic, labu ukur, gelas ukur, pipet volume, gelas beaker, labu erlenmeyer, kaca arloji, corong, botol semprot, pipet tetes, mortar, botol vial, pH meter, ultrasonic bath, penggojog, neraca analitik, termometer, pemanas listrik, sentrifugasi, oven, blender, ayakan 63 µm dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) Shimadzu A 7000.
Cara Kerja
Rancangan Penelitian
Sampel tanah yang diuji berasal dari persawahan di kawasan Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra Klungkung. Disiapkan 12 buah polybag dan masing-masing polybag diisi dengan tanah sebanyak 5 kg dengan ketebalan tanah pada polybag kurang lebih 25 cm kemudian diberi kode yang menunjukkan perlakuannya masing-masing sebagai berikut:
T0 : hanya diberi tanah pertanian.
T1 : tanah pertanian diberi pupuk kandang sapi.
T2 : tanah pertanian hanya ditanami bayam.
T3 : tanah pertanian diberi pupuk kandang sapi dan ditanami bayam. Semua perlakuan tanah diberi cemaran standar logam Cu dan Pb masing – masing 10 mg/kg. Pupuk kandang sapi yang digunakan diperoleh dari SIMANTRI 096 Blangsinga Gianyar. Pupuk kandang sapi yang ditambahkan sebanyak 55,33 g/kg tanah pada setiap polybag
Pengambilan Sampel
Sampel tanah dan pupuk diambil masing – masing 200 g. Sampel tanah diambil mulai dari kedalaman 0 – 20 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan sebelum penanaman dan setelah panen bayam. Sampel dimasukkan ke zip lock plastic, lalu dibawa ke laboratorium untuk diuji lebih lanjut.
Tanaman bayam yang sudah melewati masa penanaman dicabut kemudian dibersihkan, setelah itu dipisahkan bagian akar, batang dan daun. Sampel lalu dimasukkan ke zip lock plastic lalu dibawa ke laboratorium untuk diuji lebih lanjut.
Preparasi Sampel
Sampel tanah, pupuk kandang sapi dan bayam dikeringkan terlebih dahulu dalam oven
pada suhu 60oC hingga berat konstan. Selanjutnya, sampel dihaluskan dan diayak dengan ayakan 63 µm, lalu ditempatkan dalam wadah yang kering dan disimpan untuk analisis selanjutnya.
Ekstraksi Bertahap
Tahap pertama (fraksi EFLE)
Ditimbang 1 gram sampel tanah kering, kemudian ditambahkan 40 mL CH3COOH 0,1 M lalu digojog selama 2 jam, setelah itu sampel disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Sentrifugat disaring dan filtrat yang dihasilkan diencerkan dalam labu ukur 50 mL sampai tanda batas menggunakan HNO3 0,01 M.
Tahap kedua (fraksi Mn/Fe oksida)
Residu hasil dari tahap pertama ditambah 40 mL NH2OH.HCl 0,1 M dan diatur keasamannya dengan HNO3 hingga pH 2, kemudian digojog selama 2 jam. Setelah itu sampel disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Dengan cara yang sama seperti tahap pertama, filtrat yang dihasilkan diencerkan dalam labu ukur 50 mL sampai tanda batas menggunakan HNO3 0,01 M.
Tahap ketiga (fraksi organik/sulfida)
Residu dari tahap kedua ditambah 10 mL larutan H2O2 8,8 M lalu ditutup dan didiamkan selama 1 jam, kemudian dipanaskan selama 1 jam pada penangas air pada 85oC. Selanjutnya ditambahkan kembali 10 mL larutan H2O2 8,8 M dan dipanaskan selama 1 jam. Setelah itu, campuran didinginkan, lalu ditambahkan 20 mL CH3COONH4 1 M dan diatur keasamannya hingga pH 2 dengan HNO3. Setelah itu campuran digojog selama 2 jam, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Filtrat yang dihasilkan diencerkan dalam labu ukur 50 mL menggunakan HNO3 0,01 M.
Tahap keempat (fraksi resistant)
Tahap keempat mengikuti prosedur digestion method (Siaka et al., 1998). Kedalam residu dari tahap ketiga ditambahkan campuran HCl pekat dan HNO3 pekat (1 : 3), kemudian didigesti dengan ultrasonic bath pada 60oC selama 45 menit, setelah itu dipanaskan pada hotplate selama 45 menit pada 140oC. Campuran lalu disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Sentrifugat disaring dan filtrat yang dihasilkan diencerkan dalam labu ukur 50 mL menggunakan akuades.
Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh penambahan pupuk kandang sapi terhadap bioavailabilitas logam Cu dan Pb dalam tanah pertanian yang diberi perlakuan, dilakukan analisis data secara statistik dengan Anova, yang ditentukan melalui analisis perbedaan mean konsentrasi logam Cu dan Pb pada tingkat kemaknaan α = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesiasi dan Bioavailabilitas Logam Cu dan Pb
Melalui ekstraksi bertahap diperoleh kandungan logam Cu dan Pb pada empat fraksi berdasarkan stabilitas ikatannya. Data kandungan kedua logam berat tersebut disajikan pada Tabel 1 dan 2. Keempat fraksi tersebut adalah: fraksi EFLE merupakan fraksi dengan logam yang bersifat labil atau bioavailable, fraksi Fe/Mn Oksida dan Fraksi Organik, logam yang lebih stabil dan digolongkan sebagai logam yang berpotensi bioavailable serta fraksi resistant yaitu fraksi yang logamnya terikat paling stabil sehingga digolongkan sebagai non bioavailable.
Spesies – spesies logam Cu pada tanah perlakuan T0 tidak mengalami perubahan konsentrasi baik pada sebelum masa penanaman bayam maupun saat masa panen bayam. Hal ini terjadi karena pada tanah perlakuan T0 tidak ada input pupuk kandang sapi dan tidak ada tanaman bayam, sehingga tidak terjadi penyerapan Cu oleh tanaman maupun penambahan Cu dari input yang dapat menyebabkan perubahan komposisi masing – masing fraksi.
Fraksi I dari tanah perlakuan T1 mengalami penurunan konsentrasi logam Cu sebesar ± 4,5 mg/kg tanah dari sebelum penanaman hingga setelah panen bayam. Kondisi ini diakibatkan oleh pupuk kandang sapi yang ditambahkan ke tanah mampu mengikat ion Cu. Ini terbukti dengan adanya peningkatan kandungan logam Cu ± 5 mg/kg pada fraksi III (fraksi organik) dari tanah sebelum penanaman hingga setelah panen bayam. Hal ini disebabkan oleh pupuk kandang sapi dengan kandungan asam humat dan asam fulvatnya yang mampu mengikat ion logam Cu membentuk senyawa kompleks (Sarifuddin dkk., 2017).
Berbeda dengan perlakuan T2, dari tanah sebelum penanaman dengan tanah setelah panen, logam Cu pada fraksi EFLE mengalami penurunan sekitar 8 mg/kg, tetapi peningkatan Cu pada fraksi III (fraksi organik) sekitar 1 mg/kg.
Tabel 1. Spesiasi Logam Cu Dalam Tanah
Perlakuan |
Fraksi |
Sebelum penanaman bayam (mg/kg) |
Setelah panen bayam (mg/kg) |
I |
13,5618 ± 0,8012 |
13,3908 ± 0,2369 | |
T0 |
II |
28,1894 ± 0,3739 |
28,2154 ± 0,7587 |
III |
11,0168 ± 0,3754 |
11,7804 ± 0,7197 | |
IV |
43,6438 ± 0,6613 |
43,6525 ± 0,9416 | |
T1 |
I |
13,2198 ± 0,5833 |
8,7744 ± 0,1185 |
II |
28,3022 ± 0,4772 |
27,4865 ± 0,3544 | |
III |
12,6829 ± 0,3124 |
18,5748 ± 0,1694 | |
IV |
43,9215 ± 0,3607 |
44,2599 ± 0,4693 | |
T2 |
I |
13,2540 ± 0,3078 |
4,9703 ± 0,1539 |
II |
27,5039 ± 0,3544 |
27,6774 ± 0,7158 | |
III |
11,6069 ± 0,2405 |
12,6221 ± 0,1772 | |
IV |
42,1166 ± 0,5137 |
42,2468 ± 0,7406 | |
T3 |
I |
13,5618 ± 0,1777 |
3,0981 ± 0,1428 |
II |
29,2393 ± 0,4165 |
29,9682 ±1,1513 | |
III |
12,3011 ± 0,573 |
17,2645 ± 0,2755 | |
IV |
43,4876 ± 1,2542 |
43,5223 ± 0,8303 |
Keterangan : T0 = tanah tanpa pupuk
T1 = tanah ditambah pupuk
Hal ini disebabkan karena pada perlakuan ini, tanah ditanami tanaman bayam tanpa penambahan pupuk kandang sapi. Tanaman bayam yang ditanam pada perlakuan ini menyerap sebagian besar logam Cu yang bioavailable (fraksi EFLE). Tanah perlakuan T3 juga mengalami perubahan dari tanah sebelum penanaman ke tanah setelah panen bayam, dimana kandungan Cu pada fraksi EFLE menurun ± 9,5 mg/kg, sedangkan logam Cu pada fraksi organik meningkat sebesar ± 5 mg/kg. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi dan tanaman bayam pada tanah perlakuan ini mampu menurunkan jumlah logam Cu yang bioavailable. Penambahan pupuk kandang sapi dengan kandungan asam humat dan asam fulvat di dalamnya tentunya menyebabkan penurunan logam Cu yang labil menjadi bentuk yang lebih stabil.
Spesiasi logam Pb pada tanah perlakuan T0 menunjukkan bahwa logam pada fraksi I (EFLE) mengalami penurunan sekitar 14 mg/kg antara sebelum penanaman dan setelah panen bayam, serta terjadi peningkatan kandungan logam Pb pada fraksi II dan fraksi III yaitu sekitar 3 mg/kg dan 11 mg/kg.
Pola perubahan yang sama juga terjadi pada spesies – spesies logam Pb pada perlakuan T1. Logam Pb pada fraksi I mengalami penurunan sekitar 22 mg/kg dari tanah sebelum penanaman
T2 = tanah ditanami bayam
T3 = tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
ke setelah panen bayam sedangkan kandungan logam Pb fraksi II dan III meningkat. Peningkatan kandungan logam Pb pada fraksi II dan III dari tanah dengan perlakuan T0 dan T1 karena adanya sejumlah logam Pb yang labil diikat oleh Fe/Mn oksida maupun bahan organik yang terdapat pada tanah. Pada perlakuan T1 peningkatan logam Pb pada fraksi III lebih tinggi dibandingkan dengan tanah perlakuan T0. Hal ini terjadi karena pada tanah T1 dilakukan penambahan pupuk kandang sapi yang memiliki kandungan bahan organik seperti asam humat dan asam fulvat yang mampu mengikat ion logam (Rif’an dkk., 2012). Dengan adanya penambahan bahan organik pada tanah perlakuan T1 maka logam yang mungkin terikat oleh bahan organik lebih banyak, dan ini terbukti dengan peningkatan Pb pada fraksi III (fraksi organik) lebih tinggi dibandingkan tanah T0 yang tanpa diberi pupuk kandang sapi.
Perlakuan T2 dari tanah sebelum penanaman dengan tanah setelah panen, menunjukkan bahwa logam Pb pada fraksi EFLE mengalami penurunan sekitar 18,5 mg/kg, tetapi terjadi peningkatan Pb pada fraksi II dan III (fraksi organik) secara berurutan sekitar 2 mg/kg dan 4 mg/kg. Jumlah logam Pb yang berkurang dari fraksi EFLE tidak sebanding dengan peningkatan kandungan logam Pb pada fraksi II dan III. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut, tanah hanya ditanami tanaman bayam
tanpa penambahan pupuk kandang sapi. Tanaman bayam yang ditanam pada perlakuan ini menyerap
sebagian besar logam Pb yang ada pada fraksi EFLE.
Tabel 2. Spesiasi Logam Pb Dalam Tanah
Perlakuan |
Fraksi |
Sebelum penanaman bayam (mg/kg) |
Setelah panen bayam (mg/kg) |
I |
25,0560 ± 0,4853 |
11,2472 ± 1,1157 | |
T0 |
II |
5,3634 ± 0,4853 |
8,1252 ± 0,4546 |
III |
15,2498 ± 0,8659 |
26,2168 ± 0,8687 | |
IV |
19,9328 ± 0,8659 |
20,1729 ± 0,9066 | |
T1 |
I |
28,5383 ± 0,9012 |
5,5636 ± 0,4999 |
II |
6,0839 ± 0,4546 |
10,8870 ± 0,4217 | |
III |
17,2911 ± 0,9378 |
34,6622 ± 1,8998 | |
IV |
21,1335 ± 0,8659 |
21,2136 ± 1,0070 | |
T2 |
I |
25,1361 ± 0,7238 |
6,7243 ± 0,2402 |
II |
5,5235 ± 0,5503 |
7,4448 ± 0,6354 | |
III |
15,2498 ± 0,4329 |
18,9721 ± 0,7499 | |
IV |
19,7326 ± 0,7813 |
19,7326 ± 1,1349 | |
T3 |
I |
29,2587 ± 0,4853 |
4,4428 ± 0,4329 |
II |
5,9638 ± 0,3668 |
9,8463 ± 0,8405 | |
III |
17,3311 ± 0,2500 |
28,0580 ± 0,1834 | |
IV |
19,0122 ± 0,4546 |
19,0522 ± 0,7995 |
Keterangan : T0 = tanah tanpa pupuk
T1 = tanah ditambah pupuk
T2 = tanah ditanami bayam
T3 = tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
Tabel 3. Bioavailabilitas Logam Cu
Perlakuan |
Fraksi |
Sebelum penanaman bayam | |
mg/kg |
% | ||
Bioavailbale |
13,5618 |
14,07 | |
T0 |
Berpotensi Bioavailable |
39,2062 |
40,67 |
Non Bioavailable |
43,6438 |
45,27 | |
T1 |
Bioavailbale |
13,2198 |
13,47 |
Berpotensi Bioavailable |
40,9851 |
41,77 | |
Non Bioavailable |
43,9215 |
44,76 | |
T2 |
Bioavailbale |
13,254 |
14,03 |
Berpotensi Bioavailable |
39,1108 |
41,40 | |
Non Bioavailable |
42,1166 |
44,58 | |
T3 |
Bioavailbale |
13,5618 |
13,76 |
Berpotensi Bioavailable |
41,5404 |
42,13 | |
Non Bioavailable |
43,4876 |
44,11 | |
Keterangan : T0 |
tanah tanpa pupuk |
T2 = tanah ditanami bayam | |
T1 |
= tanah ditambah pupuk |
T3 = tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam | |
Untuk perlakuan T3 juga terjadi perubahan dari |
menunjukkan pola perubahan kandungan logam | ||
tanah sebelum penanaman ke tanah setelah panen |
pada setiap fraksi yang sama dengan tanah | ||
bayam. Kandungan |
Pb pada fraksi EFLE |
perlakuan T2. Akan tetapi terjadi perbedaan pada | |
mengalami penurunan ± 25 mg/kg, sedangkan |
jumlah logam yang terikat pada fraksi organik, | ||
logam Pb pada fraksi II mengalami peningkatan ± |
dimana tanah |
perlakuan T3 mengalami | |
4 mg/kg dan fraksi |
III (organik) mengalami |
peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan T2. | |
peningkatan sebesar |
± 5 mg/kg. Hal ini |
Ini menunjukkan |
bahwa penambahan pupuk |
kandang sapi dengan kandungan senyawa organik di dalamnya menyebabkan penurunan logam Pb yang labil menjadi bentuk yang lebih stabil.
Tabel 3. Menunjukkan logam Cu yang bioavailable pada tanah percobaan relatif lebih rendah dibandingkan logam Cu yang berpotensi
dan non bioavailable, karena residu Cu dalam tanah cenderung terikat oleh bahan organik yang ada dalam tanah. Begitu juga logam Cu termasuk sebagai unsur mikro yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga jumlah Cu yang bioavailable relatif rendah. Keberadaan Cu yang berpotensi
Tabel 4. Bioavailabilitas Logam Pb
Perlakuan |
Fraksi |
Sebelum penanaman bayam | |
mg/kg |
% | ||
Bioavailbale |
25,056 |
38,19 | |
T0 |
Berpotensi Bioavailable |
20,6132 |
31,42 |
Non Bioavailable |
19,9328 |
30,38 | |
T1 |
Bioavailbale |
28,5383 |
39,07 |
Berpotensi Bioavailable |
23,375 |
32,00 | |
Non Bioavailable |
21,1335 |
28,93 | |
T2 |
Bioavailbale |
25,1361 |
38,29 |
Berpotensi Bioavailable |
20,7733 |
31,65 | |
Non Bioavailable |
19,7326 |
30,06 | |
T3 |
Bioavailbale |
29,2587 |
40,88 |
Berpotensi Bioavailable |
23,2949 |
32,55 | |
Non Bioavailable |
19,0122 |
26,57 |
Keterangan : T0 = tanah tanpa pupuk
T1 = tanah ditambah pupuk
bioavailable dalam tanah percobaan cukup tinggi, namun akan sulit untuk terdegradasi menjadi logam Cu yang bioavailable karena logam Cu memiliki afinitas yang tinggi/kuat terhadap bahan organik yang terdapat dalam tanah (Reichman, 2002), hal tersebut menyebabkan logam Cu sulit lepas menjadi bentuk bebasnya atau available bagi makhluk hidup. Logam Cu paling tinggi pada tanah percobaan berupa logam non bioavailable, dan ini tentunya tidak memberikan pengaruh bagi tanaman yang tumbuh pada tanah percobaan, karena logam yang terikat kuat pada mineral atau silikat memiliki ikatan paling stabil dan sulit terlepas menjadi bioavailable.
Bioavailabilitas logam Pb pada tanah percobaan dapat dilihat pada Tabel 4. Keberadaan cemaran logam Pb pada tanah pertanian cenderung bersumber dari aktivitas manusia seperti penggunaan bahan agrokimia dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan (Siaka, 2016), sehingga meningkatkan cemaran logam Pb yang terdapat pada tanah pertanian. Pada semua perlakuan diperoleh pola tingkatan kandungan logam Pb yang bioavaialable, berpotensi bioavailable dan non bioavailable yang sama. Logam Pb yang terdapat pada tanah percobaan paling tinggi merupakan logam yang bersifat bioavailable, kemudian berpotensi
T2 = tanah ditanami bayam
T3 = tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
bioavailable dan paling kecil merupakan logam yang non bioavailable. Pola bioavailabiltas pada penelitian ini sangat berbeda dengan yang dilaporkan oleh Siaka et al. (2016), dimana Pb yang ada dalam tanah pertanian di Bedugul didominasi oleh Pb yang berpotensi bioavailable. Ini menunjukkan bahwa, tingginya bahan organik yang ada dalam tanah di Bedugul menyebabkan Pb lebih banyak terikat sebagai logam yang berpotensi bioavailable. Dengan tingginya persentase Pb pada penelitian ini, memungkinkan terjadinya cemaran Pb yang cenderung tinggi pada tanaman bayam yang tumbuh pada tanah percobaan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar logam Pb dalam bentuk yang bioavailable atau dapat langsung terserap oleh tanaman.
Logam Pb yang berpotensi bioavailable terdapat pada tanah percobaan berkisar 31,42 – 32,55 %. Logam yang terikat di dalam tanah dalam bentuk berpotensi bioavailable tidak akan terserap oleh tanaman maupun organisme lainnya jika tidak ada reduktor maupun oksidator kuat dalam tanah yang mampu mendegradasi ikatan logam tersebut dalam bahan organik maupun Fe/Mn oksida hingga logam tersebut lepas dan bebas (Gasparatos et al., 2005). Logam Pb yang non bioavailable berkisar 26,57 – 30,38 %, dan ini sulit untuk terdegradasasi menjadi Pb yang
bioavailable karena ikatannya yang cukup stabil (Gasparatos et al., 2005).
Bioavailabilitas logam Cu dan Pb setelah panen tidak dapat memberikan informasi dalam pembahasan mengenai keberadaan logam dalam tanaman setelah panen, akan tetapi dapat memberikan informasi apabila dilakukan penanaman kembali pada tanah percobaan yang
sama, untuk memperkirakan keberadaan logam berat pada tanaman pada periode penanaman berikutnya.
Kandungan Cu dan Pb dalam Tanaman Bayam
Tanaman bayam yang ditanam pada tanah perlakuan T2 dan T3 diukur kandungan
Tabel 5. Kandungan Logam Cu pada Bagian-Bagian Tanaman Bayam Sampel Konsentrasi Logam Cu (mg/kg)
Akar |
Batang |
Daun | |
T2 |
21,8462 ± 0,2755 |
12,6829 ± 0,5137 |
19,0694 ± 0,5510 |
T3 |
17,8199 ± 0,0601 |
8,6913 ± 0,6933 |
15,2514 ± 0,7388 |
Tabel 6. Kandungan Logam Pb pada Bagian-Bagian Tanaman Bayam Sampel Konsentrasi Logam Pb (mg/kg)
Akar |
Batang |
Daun | |
T2 |
19,6926 ± 1,6155 |
17,0909 ± 1,2839 |
23,0147 ± 1,2839 |
T3 |
17,5312 ± 1,1455 |
13,9289 ± 2,0140 |
20,9734 ± 0,4217 |
Keterangan : T2 = tanaman bayam pada perlakuan T2
T3 = tanaman bayam pada perlakuan T3
logam Cu dan Pb di dalamnya. Kandungan logam Cu dan Pb pada masing-masing bagian tanaman yaitu bagian akar, batang dan daun ditentukan secara terpisah. Ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan akumulasi logam Cu dan Pb pada bagian-bagian tanaman bayam. Kandungan logam Cu dan Pb dalam bagian-bagian tanaman bayam dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, semua bagian tanaman bayam yang ditanam pada tanah dengan perlakuan T2 maupun T3 mengandung logam Cu dan Pb. Kandungan logam Cu dan Pb yang ditemukan di dalam tanaman bayam ini tentunya dipengaruhi oleh kandungan logam Cu dan Pb di dalam tanah yang bersifat bioavaialable.
Kandungan logam Pb dan Cu dari seluruh bagian tanaman yang berdampak pada makhluk hidup adalah bagian yang dapat dikonsumsi dari tanaman bayam tersebut (bagian daun dan batang) atau disebut dengan edible part. Tanaman bayam pada tanah perlakuan T2 dan T3 memiliki persentase logam Cu pada edible part sebesar 59,24 % dan 57,33 %, sedangkan persentase logam Pb yang terkandung sebesar 67,06 % dan 66,56 %.
Secara umum kandungan logam Cu dan Pb pada edible part dari tanaman bayam telah melebihi ambang batas yang diijinkan. Berdasarkan Surat keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor :
03725/BSK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan batas kandungan logam Cu pada sayur dan hasil olahannya tidak melebihi 5,0 mg/kg sedangkan batas kandungan logam Pb diatur dalam peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018, cemaran Pb pada sayur tidak melebihi 0,2 mg/kg. Kandungan logam Cu dan Pb pada tanaman bayam dalam percobaan yang melebihi baku mutu untuk cemaran logam Cu dan Pb di dalam sayuran tidak sepenuhnya menunjukkan hasil produk pertanian yang ditanam pada lokasi pengambilan tanah, karena pada perlakuan yang dilakukan semua tanah percobaan telah diberi cemaran logam Cu dan Pb masing – masing sebanyak 10 mg/kg tanah.
Pengaruh Penambahan Pupuk Kandang Sapi terhadap Bioavailabilitas Logam Cu dan Pb dalam Tanah
Penambahan pupuk kandang sapi ke dalam tanah dapat meningkatkan kandungan unsur hara mikro dan makro pada tanah, selain mengandung unsur hara tersebut, di dalam pupuk kandang sapi juga terkandung senyawa-senyawa organik yang penting bagi tanah, salah satunya berkaitan dengan pengikatan logam-logam pencemar di dalam tanah. Senyawa organik yang terkandung di dalam pupuk kandang sapi misalnya asam humat dan asam fulvat (Nurlina dkk., 2018). Pengikatan logam berat di dalam
tanah oleh senyawa organik dapat membantu menurunkan jumlah logam yang bioavailable menjadi kurang biovailable atau berpotensi bioavailable dengan membentuk senyawa kompleks organologam (Sarifuddin dkk., 2017).
Senyawa organik pada pupuk yang ditambahkan ke tanah perlakuan tentunya akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah logam yang bioavailable dan meningkatkan fraksi logam organik dan sulfida. Penambahan pupuk kandang sapi ke sampel tanah T1 dan T3 dapat meningkatkan kandungan senyawa organik dalam tanah tersebut. Penambahan senyawa organik
tersebut dapat penurunan jumlah logam Cu dan Pb yang bioavailable. Logam Cu dan Pb pada sampel tanah yang diberi pupuk kandang sapi sebelum penanaman bayam mengalami penurunan kandungan logam Cu dan Pb yang bioavailable dan menunjukkan peningkatan jumlah logam yang terikat pada senyawa organik dalam tanah setelah panen bayam. Penurunan jumlah logam Cu dan Pb yang bioavailable dan meningkatnya jumlah logam pada fraksi organik dan sulfida juga terjadi pada sampel tanah yang tidak ditambahkan pupuk kandang sapi. Peningkatan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1.
T2 = tanah ditanami bayam
T3 = tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
Keterangan : T0 = tanah tanpa pupuk
T1 = tanah ditambah pupuk
Gambar 1. Peningkatan kandungan fraksi logam organik dan sulfida
Terjadinya penurunan kandungan logam yang Cu dan Pb yang bioavailable dan peningkatan logam Cu dan Pb yang berpotensi bioavailable pada tanah yang tidak ditambahkan pupuk kandang sapi dapat diakibatkan karena tanah yang diambil sebagai sampel sudah mengandung senyawa-senyawa organik di dalamnya. Untuk tanah yang diberi pupuk kandang sapi, dapat memberikan peningkatan logam yang terikat pada fraksi organik yang lebih besar. Hal tersebut terbukti dengan uji secara statistik. Perlakuan tanah T1 dan T3 mengalami peningkatan yang berbeda nyata terhadap kandungan logam Cu yang terikat pada senyawa organik/sulfida dibandingkan sampel tanah yang tidak ditambahkan pupuk kandang sapi. Peningkatan paling signifikan terjadi pada perlakuan T1. Perlakuan T1 memberikan hasil paling signifikan dibandingkan perlakuan T3. Hal
ini disebabkan karena tidak terjadi penyerapan logam oleh tanaman seperti yang terjadi pada perlakuan T3. Pola yang sama juga terjadi pada bioavailabilitas logam Pb. Perlakuan pada T1 memberikan peningkatan kandungan logam Pb yang terikat pada organik dan sulfida yang paling signifikan.
Penurunan logam yang bioavailable juga dapat dilihat dari kandungan logam Pb dan Cu pada tanaman bayam. Pada tanaman bayam yang ditanam pada tanah yang diberi pupuk kandang sapi memiliki kandungan logam Pb dan Cu yang lebih rendah, akibat dari logam yang bioavailable terikat oleh senyawa organik dibandingkan bayam yang ditanam pada tanah yang tidak diberi pupuk kandang sapi. Logam yang terikat pada fraksi organiknya lebih rendah dibandingkan sampel tanah yang diberi pupuk kandang sapi.
Senyawa organik (asam humat dan fulvat) yang terkandung pada pupuk kandang sapi memiliki kemampuan mengikat logam –logam pada tanah khususnya yang berada dalam bentuk ion-ionnya, akibat dari gugus-gugus fungsional yang dimiliki oleh asam humat dan fulvat seperti gugus -COOH, fenolat, maupun –OH (Wijayanti, 2018). Kemampuan pupuk organik dalam meremediasi media tanam tanaman secara kimia, fisik maupun biologis tidak berlangsung maksimal dalam jangka waktu singkat, dibutuhkan waktu dalam beberapa kali periode penanaman tanaman pada tanah untuk mengamati hasil yang maksimal dari penambahan pupuk organik ke dalam tanah (Hayati, 2010).
SIMPULAN
Rata-rata Cu dan Pb total pada bayam tanpa pemberian pupuk sebesar 53,5985 ± 0,3943 dan 59,7982 ± 2,8389 mg/kg, sedangkan yang diberi pupuk berturut – turut 41,7626 ± 1,3590 dan 52,4335 ± 0,8434 mg/kg.
Tingkat bioavailabilitas Cu dan Pb juga mengalami penurunan dengan penambahan pupuk kandang sapi. Logam Cu dan Pb yang bioavailable mengalami penurunan, sedangkan yang berpotensi bioavailable kedua logam tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. Dengan demikian pemberian pupuk kandang sapi dapat menurunkan akumulasi logam Cu dan Pb dalam tanaman bayam dan bioavailabilitasnya dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soil. Univ. of Sydney Library, Australia / Heavy Metals in Soils 2ndEd. Glasgow. London: Blackie.
Edi, S., Bobihoe, J. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Jambi.
Gasparatos, D., Haidouti, C., and Areta, O. 2005. Chemical Speciation ang Bioavailability of Cu, Zn and Pb in Soil From The Natural Garden of Athes , Proceeding : International Conference on
Environmental Science and
Thechnology , Rhodes Island, Greece.
Hayati, E. 2010. Pengaruh Pupuk Organik Dan Anorganik Terhadap Kandungan Logam Berat Dalam Tanah Dan Jaringan
Tanaman Selada. J. Floratek 5 : 113 – 123
Nurlina, Syhbanu, N., Tamnasi, M. M. 2018. Ekstraksi Dan Penentuan Gugus Fungsi Asam Humat Dari Pupuk Kotoran Sapi. Indo. J. Pure App. Chem. 1 (1), pp. 3038, 2018.
Reichman, S.M. 2002. The Responses of Plants to Metal Toxicity: A Review Focusing on Copper, Manganese, and Zinc. The Australian Minerals & Energy Environment Foundation. Melbourne, Australia.
Rif’an, M., Sunarminto, B. H., Hanudin, E., Notohadisuwarno, S., Setyorini, D. 2012. Pengaruh Jenis Asam Organik Dan Cara Asidulasi Batuan Fosfat Alam Terhadap Ketersediaan P Pada Pengujian Bahan Pupuk N Zeo Fosfat. Jurnal Pembangunan Pedesaan. Volume 12 Nomor 2 (2012).
Sarifuddinn, E., Patadungan, Y. S., Isrun. 2017. Pengaruh Asam Humat Dan Fulvat Ekstrak Kompos Thitonia Diversifolia Terhadap Hg Khelat, Ph Dan C-Organik Entisol Tercemar Merkuri. e-J. Agrotekbis 5 (3) : 284 - 290 Juni 2017.
Siaka, M., Owens, C. M., and Birch, G. F. 1998. Evaluation of Some Digestion Methods for the Determination of Heavy Metals in Sediment Samples by Flame-AAS. Analitical Letters. 31(4): 703-718.
Siaka, I M., Utama, I M.S., Manuaba, I. B. P,. and Adnyana, I M. 2016. Speciation and Bioavailability of Some Heavy Metals in Agricultural Soils Used for Cultivating Various Vegetables in Bedugul, Bali. AIP Conference Proceedings: 5th
International Conference and Workshop on Basic and Applied Sciences (ICOWOBAS 2015), 1718 pp. 050005-1050005-11.
Siaka, I.M. 2016. Spesiasi dan Bioavailabilitas Logam Berat dalam Tanah dan Akumulasinya dalam Sayuran Sebagai Dasar Penentuan Tingkat Aman Konsumsi, Disertasi, Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar Bali.
Wijayanti, A., Susatyo, E. B., Kurnawan, C., Sukarjo. 2018. Adsorpsi Logam Cr(VI) dan Cu(II) pada Tanah dan Pengaruh Penambahan Pupuk Organik. Indo. J. Chem. Sci 7 (3): 242-248.
82
Discussion and feedback