JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 18 (1), JANUARI 2024 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2024.v18.i01.p07

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740


FITOREMEDIASI TANAH PERTANIAN TERCEMAR LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DENGAN TANAMAN GUMITIR (Tagetes erecta L)

I M. Siaka*, I. A. G. S. Wijayanthi, O. Ratnayani

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali

Email: [email protected]

ABSTRAK

Logam berat Cu merupakan polutan yang umum ditemukan pada tanah pertanian dan mencemari tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Salah satu cara untuk mengurangi kandungan cemaran logam berat tersebut pada tanah pertanian adalah melalui fitoremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kandungan logam Cu pada tanah pertanian yang tercemar dan menetapkan nilai bioconcentration factor (BCF) berdasarkan kandungan Cu dalam tanaman gumitir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode remediasi dengan tanaman gumitir (Tagetes erecta L.) sebagai fitoremediator pada tanah percobaan yang tercemar logam Cu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kandungan Cu dalam tanah tersebut yang diremediasi selama 20, 40, dan 60 hari berturut-turut sebesar 8,1582 mg/kg; 16,4048 mg/kg; dan 1,4583 mg/kg, sedangkan rata-rata kandungan Cu pada tanaman gumitir yg tumbuh pada tanah tercemar tersebut selama 20, 40, dan 60 hari berturut-turut sebesar 11,8407 mg/kg; 15,7741 mg/kg; dan 15.3062 mg/kg. Tanaman gumitir tergolong kurang efektif dalam menyerap logam Cu yang ditunjukkan oleh nilai efektivitasnya tertinggi pada saat tanaman tumbuh selama 40 hari yaitu sebesar 13,82% (<50%). Berdasarkan perbandingan kandungan logam Cu dalam tanaman dengan kandungannya dalam tanah yaitu 0,11-0,14, nilai BCFnya <1 yang artinya tanaman gumitir merupakan tanaman metal excluder, kurang cocok sebagai fitoremediator. Dengan demikian, tanaman gumitir tidak direkomendasikan untuk fitoremediasi pada tanah tercemar Cu.

Kata kunci: fitoremediasi, logam Cu, tanah tercemar, tanaman gumitir.

ABSTRACT

The heavy metal Cu is a common pollutant found in agricultural soils and it contaminates the plants growing on the soils. One technique to reduce the content of heavy metal contamination in agricultural soil is through phytoremediation. The purpose of this study was to reduce the Cu content in the agricultural soil contaminated with Cu and determine the value of the bioconcentration factor (BCF) based on the Cu content in the marigold plants. The method used in this study was the remediation technique with the use of marigold plants (Tagetes erecta L.) as a phytoremediator cultivated in Cu-contaminated soil. The results showed that the reduction in Cu content in the soil which was remediated for 20, 40, and 60 days was 8.1582, 16.4048, and 1.4583 mg/kg, while the average Cu content in marigold plants grown on the polluted soil for 20, 40 and 60 days was 11.8407, 15.7741, and 15.3062 mg/kg, respectively. Based on the results, marigold plant was classified as less effective in absorbing Cu metal which was indicated by the highest effectiveness value found when the plants grew for 40 days i.e. 13.82% (<50%). Based on the ratio of Cu metal content in the plant to its content in soil, namely 0.110.14, so the BCF value was <1, which means that the marigold plants were metal excluder plants, less suitable as a phytoremediator. Therefore, It is not recommended that the marigold plants do not use for phytoremediation in the soil contaminated by Cu.

Keywords: Contaminated soil, Cu metal, marigold plants, phytoremediation

PENDAHULUAN

Tanah merupakan faktor terpenting dalam kehidupan makhluk hidup dan merupakan sumber utama dalam bidang pertanian. Kualitas tanah sangat menentukan tingkat kehidupan ekosistem. Oleh karena itu,

kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebaiknya tidak mengakibatkan pencemaran air, udara dan juga tanah. Pencemaran tanah terjadi akibat kontaminasi komponen fisik dan biologis dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang menyebabkan kualitas tanah tersebut terganggu. Salah satu jenis cemaran yang terdapat dalam

tanah adalah cemaran logam berat. Sumber pencemar logam berat tersebut umumnya dari kegiatan pertanian yaitu penggunaan bahan-bahan penyubur tanah (pupuk anorganik dan organik) dan pengendali hama. Bahan-bahan tersebut meliputi pupuk anorganik, limbah cair (sewage sludge), pupuk kandang, kompos, dan pestisida dengan kandungan logam berat dalam bahan tersebut berturut-turut: Cd, Cr, Pb yang merupakan unsur ikutan (impurities); Cd, Ni, Cu, Pb; Cu, Zn, As; Cd, Cu, Ni, Pb; dan Cu, As, Hg, Pb (Mulyadi, 2013). Tanah yang tercemar akibat dampak dari penggunaan bahan agrokimia (pupuk anorganik dan pestisida sintetis) biasanya mengandung logam Pb, Cd, Cu, Hg, Cn, dan As (Amir dan Rossyda, 2019).

Logam berat yang ada pada tanah tidak hanya dapat membahayakan biota tanah saja, namun dapat mengontaminasi tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut (Khairuddin et al., 2018). Logam berat dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari logam tersebut terkait dalam tubuh dan besar dosis paparannya. Efek toksik dari logam berat dapat menghalangi kerja enzim yang menyebabkan terganggunya metabolisme di dalam tubuh.

Berbagai jenis logam berat telah dilaporkan terakumulasi di tanah salah satu diantaranya adalah logam Cu yang dapat berasal dari pupuk anorganik, pupuk organik, dan pestisida (Hindarwati et al., 2023). Logam Cu dikenal sebagai salah satu jenis logam berat esensial yang dapat bersifat racun jika melebihi nilai toksisitasnya, yakni ambang batasnya 0,02-100 mg/kg. Logam ini dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit, seperti mual dan muntah, sakit perut, hemolisis, netrofisis, kejang, hingga kematian (Darmono, 1995).

Logam berat yang ada dalam tanah akan sulit terdegradasi, sehingga diperlukan suatu tehknik untuk mengurangi atau menurunkan kandungan logam berat tersebut. Salah satu cara yang sedang dikembangkan dan dipelajari oleh peneliti adalah fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan akumulasi logam berat dalam tanah dengan menggunakan tanaman sebagai fitoremediator terutama tanaman yang berifat akumulator, yaitu tanaman yang memiliki kemampuan untuk mengonsentrasikan logam di dalam biomassanya (Mazumdar dan Das, 2015). Metode fitoremediasi memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode remediasi

lainnya, yaitu dapat dilakukan secara in-situ dan ex-situ, dapat bekerja pada senyawa organik dan anorganik, mudah diterapkan dan biayanya murah. Teknologi ramah lingkungan seperti ini juga bersifat mampu menghadirkan nilai estetika bagi lingkungan, dan mampu mereduksi kontaminan dalam jumlah besar (Frutos et al. 2012; Putri, 2021).

Tanaman yang dapat digunakan sebagai fitoremediator adalah tanaman yang tidak menghasilkan bahan pangan atau menghasilkan bagian yang dapat dikonsumsi (edible part), walaupun tanaman tersebut memiliki kemampuan menyerap logam berat dari tanah sangat kuat dan mengakumulasi dalam edible partnya. Dengan demikian, tanaman yang cocok digunakan sebagai fitoremediasi adalah tanaman liar dan tanaman hias. Beberapa tanaman hias dan tanaman liar telah dilaporkan sebagai fitoakumulator adalah tumbuhan jeruju, kenikir, pacar air, eceng gondok, jengger ayam, hanjuang, sambang dara, aglonema lipstik, sri rezeki, pucuk merah, aglonema merah, puring, lidah mertua, dan gumitir (Haryanti et al., 2013; Apsari, 2015; Djo et al., 2017; Ratnawati dan Fatmasari, 2018; Hernahadini et al., 2020; Andiarna et al., 2022; Dewi et al., 2022).

Salah satu tanaman hias yang berpotensi dimanfaatkn sebagai fitoremediator pada tanah tercemar logam Cu adalah tanaman gumitir (Tagetes erecta L.). Tanaman ini merupakan tanaman yang dibudidaya secara besar-besaran di Bali karena bunga dari tanaman gumitir ini dimanfaatkan sebagai sarana upacara agama Hindu dan pelengkap dekorasi-dekorasi untuk budaya Bali. Disamping ketersediaannya sangat melimpah, tanaman gumitir memiliki cabang, daun, dan akar yang sangat banyak, sehingga diharapkan memiliki kemampuan yang relatif besar dalan menyerap logam Cu yang terakumulasi dalam tanah pertanian. Dewi at al. (2022) melaporkan bahwa tanaman gumitir sebagai fitoremediator mampu menyerap logam Pb dengan efektivitas 41,62%.

Pada penelitian ini, tanaman gumitir (Tagetes erecta L.) dipilih sebagai fitoremediator dikarenakan tanaman tersebut merupakan jenis tanaman liar yang dibudidayakan dan bunganya dimanfaatkan sebagai sarana upacara dan bahan penghias dekorasi. Produk dari tanaman ini tidak dikonsumsi oleh manusia maupun hewan ternak, sehingga tanaman tersebut sangat cocok digunakan sebagai fitoremediator. Tanaman gumitir merupakan tanaman tropis sehingga

mudah beradaptasi pada kondisi tanah di Indonesia yang bermusim tropis. Selain itu, tanaman tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi sehingga perawatannya mudah dan lebih efisien terhadap waktu penelitian.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini: HNO3, CuSO4.5H2O, HCl, H2O2, akuades, tanaman gumitir, dan tanah pertanian. Semua bahan kimia yang digunakan memiliki derajat kemurnian proanalisis.

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari : Neraca analitik, sendok polietilen, spatula, labu ukur, gelas ukur, gelas Beaker, Erlenmeyer, gelas arloji, polybag, plastik klip, mortar, oven, cawan, ayakan 63 µm, botol semprot, ultrasonic bath, pipet volume, pipet takar, pipet tetes, aluminium foil, corong, termometer, pemanas listrik,      dan      Atomic      Absorption

Spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA-7000.

Cara Kerja

Rancangan dan Perlakuan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, observasi pre dan post perlakuan dengan membuat tiga kali ulangan. Sampel tanah pertanian yang diambil dari wilayah Tembuku, Bangli dicampur CuSO4.5H2O untuk membuat tanah tercemar logam Cu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam polybag. Disiapkan polybag sebanyak 12 buah, 9 buah diisi tanah yang dicampur Cu sebanyak 4 kg dengan konsentrasi Cu tambahan sebesar 100 mg/kg dan 3 buah polybag diisi tanah tanpa campuran Cu masing-masing 4 kg (sebagai kontrol). Ketebalan tanah pada polybag kurang lebih 20 cm. Tanah yang ditambahkan pencemar Cu diberi kode T+Cu-1, T+Cu-2, dan T+Cu-3, sedangkan pada tanah yang tidak ditambahkan Cu (kontrol) diberi kode T(K). Masing-masing perlakuan dibuat 3 kali ulangan. Setelah ditentukan kadar Cu pada tanah, selanjutnya di tanami tanaman gumitir.

Perlakuan sampel tanah

Sebanyak 50 g tanah diambil dari masing-masing polybag (Sampling I) untuk

dianalisis, lalu tanah dalam polybag ditanami tanaman gumitir. Sampling II dilakukan setelah tanaman berumur 20, 40 dan 60 hari pada tanah percobaan atau saat panen.

Penanaman dan penyiraman

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 3 batang dengan 3 kali pengulangan dalam pengambilan sampel 20 hari sekali selama 60 hari, sehingga total tanaman yang digunakan adalah 12 batang, 3 diantaranya ditanam di tanah kontrol. Bibit gumitir yang ditanam pada setiap polybag adalah bibit yang berumur 22 hari. Masing – masing polybag ditanami 1 tanaman gumitir. Semua perlakuan disiram 2 kali sehari.

Preparasi sampel tanah

Sebanayak 50 g sampel tanah yang diambil menggunakan sendok polietilen yang bebas kontaminan dari masing-masing polybag. Sampel yang telah terkumpul dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC hingga diperoleh berat konstan (Siaka et al., 2014). Sampel kemudian digerus hingga diperoleh partikel semula dan diayak menggunakan ayakan 63 µm. Sampel yang sudah diayak disimpan dalam plastik klip kering untuk dianalisis lebih lanjut.

Preparasi sampel tanaman

Sampel tanaman gumitir (Tagetes erecta L) yang tumbuh pada tanah selama 20, 40 dan 60 hari dicabut dan dipisahkan dari tanah kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, lalu dibilas dengan akuades. Selanjutnya, digabungkan bagian akar, daun, dan batang. Sampel yang terkumpul dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC sampai diperoleh berat konstan (Siaka, et al, 2014), kemudian sampel diblender hingga halus dan dimasukkan ke dalam plastik klip dan disimpan untuk analisis lebih lanjut.

Penentuan kadar logam Cu dalam sampel tanah

Ditimbang dengan teliti sebnyak 1 gram sampel tanah kering dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 mL lalu ditambahkan 10 mL campuran HNO3-HCl pekat (3:1) kemudian ditutup dengan kaca arloji. Selanjutnya campuran didigesti dalam ultrasonic bath pada suhu 60oC selama 45 menit, lalu dipanaskan kembali pada hotplate selama 45 menit pada suhu 140oC (Siaka et al., 1998). Larutan yang

diperoleh disaring dan filtrat yang dihasilkan ditampung pada labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Larutan tersebut diukur absorbansinya dengan AAS pada panjang gelombang 324,7 nm.

Penentuan kadar logam Cu pada sampel tanaman

Ditimbang dengan teliti 1 gram sampel tanaman gumitir yang sudah halus kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan 10 mL larutan HNO3 lalu ditutup dengan kaca arloji. Selanjutnya, campuran dipanaskan menggunakan hotplate pada suhu 80oC-90oC selama kurang lebih 90 menit, lalu dinaikkan suhunya menjadi 150oC. Larutan ditambahkan HNO3 dan H2O2 30% masing-masing 6-10 mL sampai campuran mendidih dan larutan menjadi bening (Siaka, 2016). Larutan bening kemudian disaring dan filtratnya ditampung dalam labu ukur 50 mL, lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Larutan yang diperoleh diukur absorbansinya dengan AAS pada panjang gelombang 324,7 nm.

Evektivitas penyerapan logam Cu

Efektivitas penyerapan logam Cu ditentukan berdasarkan persentase penurunan kadar pencemar, apabila nilainya diatas 50% maka suatu system remediasi dengan tanaman tersebut efektif dalam penurunan kadar beban pencemar. Efektivitas penyerapan logam Cu ditentukan berdasarkan konsentrasi Cu yang terdapat dalam tanaman dan media tanah sebelum ditanami tanaman gumitir (Nababan et al, 2017).

Efektivitas Penyerapan (%) =             (1)

Keterangan :

TT : Konsentrasi Cu pada tanaman

Sb : Konsentrasi total Cu dalam tanah sebelum ditanami Gumitir (mg/kg)

Faktor biokonsentrasi

Logam Cu dan Cr yang terakumulasi dalam tanaman akan dianalisis dengan nilai

biokonsentrasi (BCF) yang dapat diketahui oleh rasio logam di seluruh tanaman dengan yang berada di tanah (Ramesh et al., 2010).

BCF =


[M] pada tanaman [M]t pada tanah (awal)

(2)


Keterangan:

[M] = konsentrasi logam;

[M]t = konsentrasi logam total

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Logam Cu Pada Tanah Sebelum dan Saat Panen Gumitir

Selisish konsentrasi Cu antara sebelum dan saat panen gumitir dapat memberikan informasi kemampuan tanaman gumitir dalam menyerap Cu selama waktu tertentu dalam kapasitasnya sebagai fitoremediator. Konsentrasi logam Cu pada tanah sebelum ditanami gumitir dan saat panen dalam berbagai waktu disajikan pada Tabel 1, serta persentase penurunan kadar Cu setelah remediasi ditunjukkan sebagai persen Cu sisa dalam tanah masing-masing perlakuan (Gambar 1).

Tabel 1 menunjukkan bahwa tanah pertanian yang diambil di daerah Tembuku telah mengandung Cu pada kisaran 18,0188 mg/kg hingga21,6896 mg/kg. Akan tetapi, tanah pertanian tersebut masih tergolong tidak tercemar menurut nilai the farmer Greater London Council, yaitu berkisar 0-100 mg/kg (Alloway, 1995). Oleh karena itu, tanah tersebut perlu ditambahkan pencemar untuk mengetahui apakah tanaman gumitir mampu meremediasi kondisi tanah yang tercemar Cu. Dengan demikian, penambahan Cu pada tanah dengan perlakuan T+Cu sebelum penanaman gumitir konsentrasi Cu totalnya menjadi 109,9013115,3652 mg/kg. Kedaan ini menunjukkan bahwa tanah percobaan tersebut dikategorikan sudah tercemar. Untuk melihat perubahan kandungan Cu dalam tanah selama proses remediasi, dimana terjadi penurunan kandungan logam Cu dalam tanah pada berbagai umur tanam fitoremediator seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.

Tabel 1. Konsentrasi Logam Cu pada Tanah

Perlakuan

[Cu]S (mg/kg)

[Cu]P(mg/kg)

T(K-1)

18,0188±2,7902

15,4596±1,4389

T(K-2)

21,6896±2,2738

17,4840±3,3770

T(K-3)

20,4175±2.0910

16,5554±2,0938

T+Cu-1

109,9013±2,3475

101,7431±3,3157

T+Cu-2

114, 0874± 4,6978

97,6826±4,9357

T+Cu-3

115,3652±5,3370

97.7554±2.6386

Keterangan :S = Tanah sebelum penenaman gumitir; P = Tanah saat penen gumitir; T(K) = Tanah Kontrol (tanpa penambahan Cu); (T+Cu) = Tanah degan penambahan Cu; 1,2, dan 3 = masa panen gumitir: 20, 40, dan 60 hari.

100

T(K)       T+Cu

92,58

’m

U    80

Ko

70

20 hr              40 hr              60 hr

Umur Tanam Fitoremediator


60


Gambar 1. Konsentrasi Cu sisa dalam tanah selama berbagai waktu remediasi (Keterangan: T(K) = Tanah Kontrol (tanpa cemaran Cu); T+Cu = Tanah dengan penambahan cemaran Cu)

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola penurunan Cu baik pada tanah kontrol maupun tanah tercemar hampir sama. Secara umum dapat dilihat bahwa semakin kecil kandungan Cu dalam tanah sebelum diremediasi, semakin besar persentase penurunan kadar Cu yang terjadi. Temuan ini sesuai denga hasil penelitian Dewi et al. (2022) yang melaporkan bahwa persentase efektivitas penyerapan logam Pb pada tanah dengan konsentrasi awal 100, 200, dan 400 mg/kg berturut-turut 41,62, 28,04, dan 18,71%. Oleh karena penelitian ini fokus pada remediasi tanah tercemar Cu menggunakan tanaman gumitir, maka diskusinya dibatasi pada remediasi tanah tercemar Cu.

Persentase penurunan Cu paling besar ditemukan pada tanah tercemar (T+Cu) saat umur tanaman gumitir pada tanah percobaan selama 40 hari, sedangkan penurunan terkecil ditemukan pada saat umur tanaman 20 hari. Kandungan Cu dalam tanah saat umur tanaman 60 hari pada tanah percobaan lebih kecil dibanding saat berumur 40 hari. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman gumitir tidak dapat menyerap logam Cu lebih banyak lagi

pada saat umurnya di atas 40 hari. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Narka (2016) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman gumitir (Tagetas erecta L.) nampak pesat sampai umur 35 hari, setelah itu mulai agak pelan, karena pertumbuhan sudah mengarah ke pertumbuhan generatif, sudah mulai kelihatan calon bunga. Pada penelitian ini trend penyerapannya terlihat mengalami kenaikan seiring dengan lamanya masa penyerapan, proses penyerapan ini sesuai degan teori absorpsi yaitu penyerapan masuk ke seluruh bagian material penyerap (Rosita, 2016), namun pada saat tanaman berumur 60 hari pada tanah percobaan, kemampuannya menyerap Cu semakin menurun. Disamping itu, penurunan penyerapan Cu dapat terjadi karena adanya kompetisi antara bahan organik yang ada dalam tanah dengan akar tanaman saat berinteraksi dengan logam Cu yang tersedia (bioavailable), dimana afinitas Cu terhadap bahan organik sangat besar sehingga Cu bioavailable semakin sedikit karena terikat dengan bahan organik menjadi Cu yang berpotensi bioavailable (Siaka et al., 2019).

Kandungan Cu dalam Tanaman Gumitir pada Berbagai Waktu Remediasi

Kandungan logam Cu dalam tanaman gumitir disajikan pada Tabel 2. Pada tabel ini terlihat bahwa kandungan Cu tertinggi ditemukan pada tanaman gumitir yang ditanam selama 40 hari baik pada tanah kontrol (T-T(K)) maupun pada tanah yang tercemar Cu (T-T+Cu). Berkurangnya kemampuan penyerapan Cu oleh tanaman gumitir saat umurnya di atas 40 hari mungkin disebabkan karena tanaman gumitir sudah mulai mengarah ke pertumbuhan generatif (Narka, 2016) atau disebabkan karena adanya akumulasi logam Cu yang cukup besar, mengakibatkan tumbuhan mengalami keracunan sehingga zat pengkhelat tidak diproduksi lagi karena enzim untuk pembentukan zat ini sudah mengalami perubahan oleh adanya logam Cu tersebut (Elawati et al., 2015). Menurut Aprilia dan Purwani (2013) pembentukan senyawa kelat pada tanaman dapat memacu ketersediaan dan transfer logam dari akar ke seluruh bagian tanaman, dengan perkiraan mekanisme yaitu unsur logam diserap tanaman akan membentuk ikatan sulfida pada sistein dan membentuk senyawa kompleks, sehingga logam lebih mudah diserap oleh akar dan di translokasikan ke seluruh bagian tanaman melalui sel jaringan xylem. Selain itu, faktor pendukung yang menyebabkan penyerapan logam berat Cu oleh tanaman gumitir pada tanah kontrol dan tanah tercemar saat panen (60 hari) menurun adalah terdapatnya beberapa mikroorganisme yang dapat berinteraksi dengan logam Cu sehingga terjadi kompetisi dengan tanaman gumitir dalam penyerapan Cu. Pada Tabel 2 terlihat bahwa kandungan Cu dalam tanaman gumitir pada tanah kontrol selama 60 hari jauh lebih rendah dibanding pada tanaman 40 hari, sedangkan dalam tanaman pada tanah tercemar hanya sedikit lebih rendah. Hal ini terjadi akibat konsentrasi logam Cu pada tanah sebelum diremediasi sangat berbeda konsentrasinya. Perpindahan Cu dengan konsentrasi yang relatif tinggi ditentukan oleh jumlah bahan organik yang ada di dalam tanah (Siaka et al., 2021). Disamping itu, bahan organik yang ada di dalam tanah lebih banyak mengikat logam Cu karena Cu memiliki afinitas yang tinggi terhadap organik, sehingga penurunan penyerapan logam Cu pada perlakuan T-T(K) lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan T-T+Cu. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa rata-rata

penyerapan logam Cu tertinggi adalah pada saat tanaman yang tumbuh pada tanah selama 40 hari yaitu sebesar 15,7741 mg/kg. Ini mengindikasikan bahwa penyerapan logam berat oleh tanaman dipengaruhi oleh usia tanaman. Semakin tua umur tanaman semakin bertambah kemampuannya mengakumulasi Cu, namun pada tanaman gumitir yang tumbuh pada tanah tercemar selama 60 hari justru mengalami penurunan daya serapnya. Hal ini dikarenakan saat usia tanaman gumitir melebihi usia 35 hari, tanaman tersebut sudah mulai berkurang kemampuan menyerap logam berat (Narka, 2016).

Efektivitas penyerapan (EP) Logam Cu

Efektivitas penyerapan logam berat oleh tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: iklim, kesuburan tanah, kesehatan tanaman, dan lamanya waktu perlakuan (Mutmainnah et al., 2015). Nilai efektivitas penyerapan dalam fitoremediasi merupakan tingkat keberhasilan penurunan kandungan logam berat dalam tanah tercemar dengan melihat persentase penurunan kadar logam berat tersebut. Apabila nilai efektivitasnya di atas 50%, maka sistem fitoremediasi yang dilakukan dapat dikatakan efektif dalam menurunkan kadar logam berat (Malik dan Biswas, 2012). Efektivitas penyerapan tertinggi pada tanaman gumitir yang meremediasi selama 40 hari yaitu sebesar 13,82 %, kemudian diikuti tanaman yang meremediasi selama 60 hari dan 20 hari secara berturut-turut yaitu 13,26% dan 10,77% (Tabel 3). Penyebab efektivitas tertinggi pada tanaman yang meremediasi selama 40 hari didukung dengan total akumulasi logam Cu yang tinggi pada tanaman gumitir yang meremediasi selama waktu tersebut. Seperti yang dijelaskan pada akumulasi logam Cu bahwa tanaman gumitir hanya mampu menyerap logam berat sampai pada umur 35 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Oktaviani et al. (2020) bahwa turunnya persentase efektivitas penyerapan logam berat disebabkan oleh tanaman yang sudah jenuh terhadap ion logam. Pada tanaman yang meremediasi selama 20 hari memperoleh efektivitas paling rendah dikarenakan waktu kontak dengan logam pada tanah sangat singkat dan berpengaruh terhadap situs aktif pada tumbuhan yang akan mengikat logam (Mohamad, 2013).

Berdasarkan nilai efektivitas penyerapan logam Cu tersebut maka nilai

efektivitasnya berada jauh di bawah 50%, sehingga dapat dikatakan bahwa tanaman gumitir kurang efektif dalam menurunkan kadar Cu pada tanah yang tercemar logam Cu. Tanaman gumitir juga kurang efektif dalam menurunkan kadar logam Pb dalam tanah tercemar dengan persentase efektivitasnya kurang dari 50% seperti yang dilaporkan oleh Dewi et al., 2022. Efektivitas penyerapan tanaman gumitir masih tergolong rendah jika dibanding tanaman lain dalam menyerap logam berat, seperti efektivitas tanaman lidah mertua dalam menyerap Cd hingga 92,93% dan Pb hingga 91,10% (Putri, 2021). Perbedaan efektivitas ini dapat terjadi karena setiap tanaman memiliki sifat akumulator yang berbeda dan setiap logam berat (esensial atau non esensial) memiliki faktor-faktor yang berpengaruh terhadap logam itu sendiri saat diserap.

Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Dewi et al. (2022) bahwa efektivitas penyerapan logam Pb oleh tanaman gumitir sebesar 41,62% jauh berbeda dengan efektivitas penyerapan logam Cu yang nilai aktivitasnya hanya 13,82%, maka dapat dijeaskan bahwa logam Cu memiliki afinitas terhadap bahan organik lebih tinggi dibandingkan logam Pb,

sehingga bahan organik di dalam tanah lebih banyak mengikat logam Cu daripada logam Pb (Siaka et al., 2019). Disamping itu, logam berat Cu di dalam tanah dapat membentuk senyawa stabil yaitu berupa sulfat, sulfida, garam-garam sulfo, karbonat dan senyawa-senyawa lainnya, serta logam berat Cu dapat membentuk kompleks kuat dengan organik sehingga fraksi ion Cu dalam larutan tanah sangat sedikit (Wuana dan Okieumen, 2011). Selain itu Logam Cu merupakan hara mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis dan pembentukan klorofil, sehingga logam Cu yang terakumulasi ke tanaman sedikit (Siaka et al., 2021).

Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Analisis BCF bertujuan untuk mengetahui kesesuaian potensi tanaman gumitir dalam menyerap logam Cu. Nilai faktor biokonsentrasi pada tanaman gumitir merupakan persentase perbandingan konsentrasi logam Cu dalam seluruh bagian tanaman dengan konsentrasi logam Cu dalam tanah sebelum penanaman fitoremediator. Tabel 4 menunjukkan nilai BCF tanaman gumitir sebagai fitoremediator.

abel 2. Konsentrasi Cu dalam Tanaman Gumitir pada Berbagai Waktu Remediasi

Perlakuan

Tanaman Gumitir pada Waktu Remediasi (hari) (mg/kg)

20

40

60

T-T(K)

4,9234±0,1372

8,5126±0,4332

6,9851±0,7311

T-T+Cu

11,8407±1,0106

15,7741± 0,4272

15,3062±0,8471

Keterangan: T-T(K) = Tanaman gumitir pada tanah kontrol T-T+Cu = Tanaman pada tanah tercemar Cu


Tabel 3. Efetivitas Penyerapan Logam Cu pada Berbagai Waktu Remediasi

Perlakuan

% EP Logam Cu

T+Cu-1

T+Cu-2

T+Cu-3

10,77 %

13,82 %

13,26 %

Keterangan : T+Cu-1= Tanah dengan Cu masa panen 20 hari;

T+Cu-2 = Tanah dnegan Cu masa panen 40 hari;

T+Cu-3 = Tanah dengan Cu masa panen 60 hari.


Tabel 4. Nilai Faktor Biokonsentrasi dalam Tanaman Gumitir

Perlakuan                BFC

T+Cu-1                0.1077

T+Cu-2                0,1382

T+Cu-3                0,1326

Keterangan: BCF = Faktor Biokonsentrasi;

T+Cu-1, T+Cu, T+Cu-3 = Tanah tercemar dengan masa panen 20, 40, dan 60 hari.


Faktor Biokonsentrasi (BCF) merupakan penentu besarnya kemampuan tumbuhan dalam menyerap dan mengakumulasi logam berat dari tanah menuju ke seluruh bagian tanaman (Rames et al., 2010). Berdasarkan nilai-nilai BCF tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) bila nilai BCF > 1, tanaman merupakan metal accumulator yaitu tanaman dapat menimbun logam dalam konsentrasi yang tinggi pada jaringan tanamannya bahkan melebihi konsentrasi di dalam tanah; (2) bila BCF <1, tanaman merupakan metal excluder yang artinya tanaman secara efektif mencegah logam berat memasuki area bagian atas tanaman namun konsentrasi logam di area perakaran masih tinggi; dan (3) bila BCF mendekati 1, tanaman merupakan metal indicator yaitu tanaman mentoleransi keberadaan logam berat pada konsentrasi tertentu dengan menghasilkan senyawa pengikat logam atau mengubah susunan logam dengan menyimpan logam pada bagian yang tidak sensitif (Sari et al., 2019). Berdasarkan informasi dari nlai BCF tersebut, tanaman gumitir yang meremediasi tanah tercemar selama 20 - 60 hari dikatakan bersifat metal excluder karena nilai yang diperoleh < 1. Dengan nilai-nilai BCF dan efektivitas yang ditunjukkan oleh tanaman gumitir pada penelitian ini, maka tanaman gumitir tidak direkomendasikan sebagai fitoremediator untuk tanah tercemar logam Cu.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penurunan kandungan Cu dalam tanah pertanian yang tercemar Cu menggunakan tanaman gumitir (Tagetes erecta L.) sebagai fitoremediator selama 20, 40, dan 60 hari berturut-turut sebesar 8,1582 mg/kg; 16,4048 mg/kg; dan 1,4583 mg/kg, sedangkan rata-rata kandungan Cu pada tanaman gumitir yg tumbuh pada tanah tercemar tersebut selama 20, 40, dan 60 hari berturut-turut sebesar 11,8407 mg/kg; 15,7741 mg/kg; dan 15.3062 mg/kg. Tanaman gumitir tergolong kurang efektif dalam menyerap logam Cu yang ditunjukkan oleh nilai efektivitasnya tertinggi pada saat tanaman meremediasi selama 40 hari yaitu sebesar 13,82% (<50%). Berdasarkan perbandingan kandungan logam Cu dalam tanaman dengan kandungannya dalam tanah yaitu 0,11-0,14, nilai BCFnya <1 yang artinya

tanaman gumitir merupakan tanaman metal excluder, kurang cocok sebagai fitoremediator.

DAFTAR PUSTAKA

Alloway, B.J.1995. Heavy Metals in Soil. 2nd Ed. Grasgow. London: Blackie

Amir, H dan Rossyda, P. 2019. Remediasi Tanah Tercemar Logam Berat. Cetakan Pertama. UNITRI Press. Malang.

Andiarna, F., Agustina, E., Hadi, M. I., Rahayu, F. R., dan  Hidayati,   I. 2022.

Kemampuan   Tumbuhan Jeruju

(Acanthus      ilicifolius)      dalam

Mengadsorpsi     LAS     (Linear

Alkylbenzene Sulfonate) dalam Zat Pencemar yang Mengandung Logam Berat. Jurnal Kimia. 16(2): 244-249.

Aprilia, A. A., dan Purwani, K. I. 2013. Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum Terhadap Akumulasi Logam Timbal (Pb) pada Tanaman Euphobia milii. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(1).

Apsari, L. P. 2015. Perbandingan Efisiensi Penurunan Logam Berat Pb Pada Tanah dengan Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Kenikir (Tagetes patula) dan Tanaman   Pacar Air (Impatiens

balsamina L.). Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia. Jakarta.

Dewi, I G. A. K. S. P., Sunariani, N. L. G. A., dan Suprihatin, I. E. 2022. Penyerapan Kadar Timbal (Pb) Tanah Tercemar dan Akumulasinya Pada Tanaman Gumitir (Tagetes erecta L) dengan Remediasi. Jurnal Kimia. 16(2): 162167.

Djo,Y. H.W., Suastuti, D. A., Suprihatin, I. E., dan Sulihingtyas, W. D. 2017. Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) untuk menurunkan COD dan Kandungan Cu dan Cr Limbah Cair Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Cakra Kimia (Indonesian EJournal of Applied Chemistry) 5(2):137-144

Elawati, Novri Y. Kandowangko, Djuna Lamondo. 2015. Efesiensi Penyerapan Logam Berat Tembaga (Cu) Oleh

Tumbuhan Kangkung Air (ipomoea aquatica Froks) Dengan Waktu Kontak yang Berbeda. Jurnal peradaban sains, rekayasa dan teknologi Sekolah Tinggi Teknik (STITEK) Bina Taruna Gorontalo 6 (2) Edisi Revisi. Alfabeta. Bandung.

Frutos, F.J.G., Pe´rez, R., Escolano, O., Rubio, A., Gimeno, A., Fernandez, M.D., Carbonell, G., Perucha, C., and Laguna, J. 2012. Remediation trials for hydrocarbon-contaminated sludge from a soil washing process: evaluation of bioremediation technologies. J. Hazard Mater 199: 262–271.

Haryanti, D., Budianta, D., dan Salni. 2013. Potensi Beberapa Jenis Tanaman Hias sebagai Fitoremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah. Jurnal Penelitian Sains. 16(2): 52-58.

Hernahadini, N., Hastiani, L., dan Arifina, N. 2020. Uji Kemampuan Daya Serap Hanjuang (Cordyline fruticosa) sebagai Agen Fitoremediasi Logam Pb pada Media Tanah. Jurnal Bioteknol Biosains Indones. 7(1): 114-120.

Hindarwati, Y., Soeprobowati, T. R., Izzati, M., dan Hadiyanto. 2023. Kontaminan Logam Berat (Pb, Cd, dan Cu) pada Tanah dari Pemupukan Berbasis Jerami Padi. Jurnal Ilmu Lingkungan. 21(1): 814.

Khairuddin., Yamin, M., dan Syukur, A. 2018. Analisis Kandungan Logam Berat pada Tumbuhan Mangrove    sebagai

Bioindikator di Teluk Bima. Jurnal Biologi Tropis. 18(1): 69-79.

Malik, N. dan Biswas, A.K., 2012. Role of Hoger Plants In Remediation of Metal Contaminated Sites. Scientific Review and Chemical Communication. 2 (2): 141-146

Mazumdar, K., Das, S. 2015. Phytoremediation of Pb, Zn, Fe, and Mg with 25 Wetland Plan Species from a Paper Mill Contaminated Site in North East India. Environ Sci Pollut Res, 22(4): 701-710.

Mohamad, E. 2013. Pengaruh variasi waktu kontak tanaman bayam duri terhadap adsorpsi logam berat kadmium (Cd). Jurnal Entropi. 8(1): 562-571

Mulyadi, 2013. Logam Berat Pb pada Tanah Sawah dan Gabah di SUB-DAS Juwana

Jawa Tengah. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Agrogolia 2 (2): 95-101.

Mutmainnah, F., Arinafril., dan Suheryanto. 2015. Fitoremediasi Logam Berat Timbal (Pb) dengan Menggunakan Hydrilla verticillata dan Najas indica. Jurnal Penelitian Sains. 17(3): 112

120.

Nababan, W., Jati, W.N., dan Murwati, 1. 2017. Efektivitas Penyerapan Logam Berat Cd (Kadmium) oleh Tumbuhan Ketul (Biden Pilosa L) dengan Penambahan Mikroriza dan EDTA. Jurnal Teknologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. pp. 1-14

Narka, I W. 2016. Pemberian Kombinasi Dosis Pupuk Hayati Evagrow dan Pupuk Kimia NPK terhadap Pertumbuhan Tanaman Bunga Gumitir. (Laporan Hasil Penelitian Mandiri. Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Udayana 2016). p. 20. diakses pada 24 Februari 2023 pukul 17.17 WITA. Tersedia pada situs web: https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_p enelitian_1_dir/ f7085e19daba2fdf8f1d111260a6c603.p df.

Nurlela., Sari, N.E.P., dan Wardoyo, S.E. 2019. Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Cd dengan Menggunakan Tanaman    Hanjuang    (Ciryline

Fruticosa). Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa, 9 (2), 57-65.

Oktaviani, L., Nilandita, W., dan Suprayogi, D. 2020. Fitoremediasi Tanaman Apu-Apu (Pistia Stratiotes) terhadap Kadar Logam Zn Berdasarkan Variasi Jumlah Tanaman. Jurnal Teknik Lingkungan. 6(1): 44-52.

Putri, A. D. 2021. Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Timbal dan Kadmium dengan Tumbuhan Lidah Mertua pada Media Tanah Berkompos. Skripsi.       Universitas

Hasanuddin

Ramesh, S., Singh, D.P., Kumar, N., Bhargava, S.K., dan Barman S.C. 2010. Accumulation and Translocation of Heavy Metals in Soil and Plants from Fly Ash Contaminated Area. Journal of Environmental Biology. 31: 421-430.

Ratnawati, R. dan Fatmasari, R. D. 2018. Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Timbal (Pb) Menggunakan Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) dan Jengger Ayam (Celosia plumosa). Al ARD: Jurnal Teknik Lingkungan. 3(2): 62-69.

Rosita, N., Wati, A.L., Fauzi, A.A., Prayogi, D.S., dan Aji, M.P. 2016. Pemanfaatan Limbah Daun sebagai Lightweight Expanded Carbon Aggregate (LECA) untuk Media Tanam Hidroponik. Journal of Creativity Students 1(2): 1-5

Sari, N. E. P., Nurlela, dan Wardoyo, S. E. 2019. Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Cd dengan Menggunakan Tanaman Hanjuang (Cordyline fruticosa). Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa. 9(2): 57-65.

Siaka, M., Owens, C. M., and Birch, G. F. 1998. Evaluation of Some Digestion Methods for the Determination of Heavy Metals in Sediment Samples by Flame-AAS. Analitical Letters. 31(4): 703-718.

Siaka, I M., Utama, I M. S., Manuaba, I. B.P, and Adnyana, I M. 2014. Heavy Mentals Contents in the Edible Parts

of Some Vegetables Grown in Candi Kuning, Bali and their Predicted Pollution in the Cultivated Soil. Jurnal Of Environmental and Earth Science. 4(23): 78-83

Siaka, I M. 2016. Spesiasi dan Bioavailabilitas Logam Berat dalam Tanah dan Akumulasinya dalam Sayuran sebagai Dasar Penentuan Tingkat Aman Konsumsi. Disertasi. Universitas Udayana. Denpasar.

Siaka, I M. Nurcahyani, H. Manuaba, P B I., 2019, Spesiasi dan Bioavailabilitas Pb dan Cu dalam Tanah Pertanian Organik di Bedugul serta KandunganLogam Totalnya dalam Sayur Brokoli. Jurnal Kimia. 13(2): 145-152.

Siaka I M, P. D. S. Udayani, dan I W. B. Suyasa. 2021. Bioavailabilitas dan Kandungan Pb, Cu pada Tanah dan Sawi Putih di Desa Baturiti. Jurnal Kimia (Journal of Chemistry). 15(1): 20-28.

Wuana, R. A. dan Okieimen, F. E. 2011.

Heavy Metals in Contaminated Soils: A Review of Sources, Chemistry, Risk and Best Available Stategies for Remediation. ISRN Ecology. pp. 1-20.

50