The Effect of Glutaraldehyde Crosslinking on the Morphology of PVA/Chitosan/ ……..

(Ria Yuliani, dkk)

Pengaruh Ikat Silang Glutaraldehid Terhadap Morfologi Nanofiber Komposit PVA/Chitosan/Kolagen

The Effect of Glutaraldehyde Crosslinking on the Morphology of PVA/Chitosan/Collagen Composite Nanofibers

Ria Yuliani1, Dewa Ayu Sukma Pranastia1, N. N. Rupiasih1*, I Wayan Supardi1, K. N. Suarbawa1

1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361

Email: [email protected], [email protected], *[email protected], supardi@unud. ac.id, [email protected]

Abstrak Salah satu teknik untuk meningkatkan stabilitas nanofiber komposit PVA/kitosan/kolagen (PChK) dalam air adalah dapat dilakukan melalui ikatan silang dengan glutaraldehid (GA). Berkaitan dengan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ikatan silang GA terhadap morfologi nanofiber komposit PChK. Nanofiber komposit yang digunakan adalah P8Ch2K2, P8Ch2K4, dan P8Ch2K8. Larutan yang digunakan dalam ikatan silang ini adalah larutan Aseton:GA:HCl dengan rasio 9:1:0,01 dan waktu reaksi ±4 jam. Karakterisasi nanofiber dilakukan dengan SEM dan dianalisis menggunakan ImageJ dan Origin. Diperoleh bahwa nanofiber ikat silang GA memiliki diameter serat rata-rata lebih besar yaitu dengan peningkatan rata-rata 7,54% dan panjang serat lebih kontinu yaitu dengan peningkatan panjang rata-rata 42,06%, dibandingkan dengan nanofibers tanpa ikat silang GA.

Kata kunci: Kitosan; kolagen; serat nano komposit; glutaraldehid; ikat silang.

Abstract One technique to increase the stability of PVA/chitosan/collagen (PChK) composite nanofibers in water is through cross-linking with glutaraldehyde (GA). In this regard, the aim of this research is to determine the effect of GA cross-linking on the morphology of PChK composite nanofibers. The composite nanofibers used are P8Ch2K2, P8Ch2K4, and P8Ch2K8. The solution used for cross-linking is an Acetone:GA:HCl solution with a ratio of 9:1:0.01 and a reaction time of ±4 hours. Nanofiber characterization was carried out using SEM and analyzed using ImageJ and Origin. It was found that GA cross-linked nanofibers had a larger average fiber diameter, namely with an average increase of 7.54% and more continuous fiber length, namely with an average length increase of 42.06%, compared to nanofibers without GA cross-linking.

Keywords: Chitosan; collagen; composite nanofibers; glutaraldehyde; crosslinking.

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekeragaman hayati yang sangat tinggi sehingga disebut sebagai negara megabiodiversitas. Dilihat dari jumlah spesies dan keanekaragaman hayatinya, Indonesia menempati posisi kedua di dunia setelah Brazil. Dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan teknologi nano. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknologi nano dapat meningkatkan sifat mekanik, kimia, dan fisik dari suatu material. Adapun salah satu teknologi nano yang sedang dikembangkan saat ini adalah serat nano [1-4].

Serat nano adalah serat yang mempunyai diameter kurang dari 500 nm. Keunggulan serat nano dibandingkan dengan serat konvensional adalah mempunyai permukaan yang sangat luas, sangat ringan, bentuk yang fleksibel, mampu menembus batas kinerja optimum material konvensional, serta mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Serat nano mempunyai potensi aplikasi dalam bidang energi, medis/kedokteran, bioteknologi, pemurnian air dan lain-lain. Adapun salah satu biopolimer yang dapat diaplikasikan sebagai serat nano adalah kitosan [4, 5].

Kitosan merupakan bahan yang diperoleh dari deasetilasi kitin (proses penghilangan gugus asetil dengan cara penambahan larutan alkali). Pembuatan serat nano kitosan tanpa penambahan bahan atau

polimer lain menghasilkan serat yang mudah putus dan sering terdapat gumpalan-gumpalan (beads) di dalam serat yang terbentuk. PVA dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan dalam aplikasi kitosan sebagai serat nano. PVA dapat mengurangi gaya tolak menolak antar muatan pada larutan polimer alam sehingga serat dapat dipintal [5-7].

Kitosan dan derivatnya memiliki gugus amino bebas sehingga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Kolagen merupakan salah satu jenis protein yang mempunyai struktur berbentuk serat, yang apabila dimodifikasi dengan kitosan salah satunya dalam bentuk serat nano, tidak hanya efektif sebagai antibakteri, namun juga baik digunakan sebagai pembalut luka. Hal ini karena jumlah pembentukan fibroblast yang terus meningkat dengan adanya penambahan kolagen, sehingga jaringan baru pada bagian yang luka akan lebih cepat terbentuk [8, 9].

Berdasarkan sifat fisikokimianya, PVA memiliki sifat yang mudah larut di dalam air. Selain PVA, kolagen juga merupakan salah satu polimer yang mudah dilarutkan dalam air. Kelarutan yang tinggi dalam air dapat mempengaruhi PVA dan kolagen dalam aplikasi sebagai pembalut luka. Kitosan dapat melengkapi kekurangan sifat kelarutan dari PVA maupun kolagen, namun campuran fisika sederhana memiliki stabilitas dan kekuatan mekanik yang rendah. Oleh karena itu, metode seperti ikatan silang kovalen antara molekul polimer diperlukan untuk menambah stabilitas polimer dalam air. Adapun salah satu bahan yang dapat digunakan untuk ikatan silang antara PVA, kitosan, dan kolagen adalah glutaraldehid (GA). GA pada umum nya digunakan sebagai pengikat silang karena mudah ditemukan dan efektif dalam proses ikat silang. GA dapat membentuk ikat silang dengan gugus asam amino rantai polipeptida dan meningkatkan interaksi antar molekul pada polimer [10-12].

Penelitian mengenai ikatan silang kovalen antara molekul polimer menggunakan GA telah banyak dilakukan. Diantaranya, Hulupi dan Haryadi (2018) telah melakukan penelitian mengenai sintesis dan karakterisasi serat nano PVA yang diikat silang dengan GA untuk aplikasi pembalut luka [4]. Diperoleh bahwa ikatan silang dengan GA mempengaruhi morfologi serat nano PVA, dimana dihasilkan sifat permukaan serat berbentuk halus dan berbentuk bulat dengan diameter rata-rata yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan serat nano PVA yang tidak diikat silang. Tang, dkk. (2010) telah melakukan penelitian tentang ikatan silang in situ serat nano PVA dengan GA dan HCl. Diperoleh bahwa reaksi ikat silang menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap morfologi serat nano PVA, dimana terjadi transisi dari serat dengan beads menjadi serat yang uniform (seragam) [13].

Berdasarkan latar belakang di atas, maka telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ikat silang GA terhadap morfologi serat nano PVA/chitosan/kolagen. Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh ikat silang GA dengan komposisi atau rasio tertentu terhadap morfologi serat nano PVA/chitosan/kolagen. Dari ikat silang GA tersebut diharapkan dapat dihasilkan serat yang tahan terhadap lingkungan berair sehingga dapat diaplikasikan salah satunya sebagai pembalut luka.

  • 2.    Metoda Penelitian

Pada penelitian ini digunakan serat nano komposit PVA/chitosan/kolagen (PChK) yaitu P8Ch2K2, P8Ch2K4, dan P8Ch2K8. Penamaan sampel, sebagai contoh P8Ch2K2 adalah sesuai dengan rasio material pembuatnya, PVA (P):chitosan (Ch):kolagen (K) yaitu 8:2:2. Bahan-bahan yang digunakan diantaranya aquadest, GA, HCl, dan Aseton. Masing-masing sampel serat nano dipotong berbentuk persegi empat dengan ukuran ±2,0 cm2. Kemudian, serat nano direndam dalam larutan Aseton:GA:HCl=9:1:0,01 selama ±4 jam. Selanjutnya sampel dikeringkan dan dikarakterisasi menggunakan SEM. Dari hasil SEM dilakukan pengukuran diameter dan panjang serat menggunakan aplikasi Origin dan ImageJ. Kemudian, hasil analisis SEM dari kedua kelompok serat tersebut (serat nano ikat silang GA dan serat nano tanpa ikat silang GA) dibandingkan untuk mengetahui dampak ikat silang dengan GA terhadap morfologi serat nano PVA/chitosan/kolagen.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Karakterisasi serat nano menggunakan SEM

Hasil karakterisasi SEM masing-masing serat nano seperti tampak pada Gambar 1. Dari gambar yang diperoleh dapat dianalisis morfologi dan ukuran serat sebagai berikut.

  • A.    Morfologi serat nano

Karakterisasi dengan menggunakan SEM adalah bertujuan untuk mengetahui pengaruh ikat silang GA terhadap morfologi dari serat nano, diantaranya kekontinuan serat, terbentuknya beads, dan diameter

rata-rata serat. Hasil karakterisasi dengan SEM seperti diperlihatkan pada Gambar 1.

M⅛W'≡≡ feW⅜^W ⅛sSMw¾M f⅛ SVtViiiu UΛL*∕⅛∙⅛⅛>⅛⅛


a2)


a1)

⅛⅛⅛


*t*⅛.⅛zsγa⅛

WW


b1)

SSWA1Wii

>**■* '⅜∙'⅛ ∕¾*l'

& Λ⅛L'√ ^ ⅛⅛⅛, 'W* ⅛¾⅛x ’, <

c1)


b2)

tΛ⅞kV

c2)


Gambar 1. Gambar SEM serat nano a) P8/Ch2/C2, b) P8/Ch2/C4, dan c) P8/Ch2/C8: tanpa ikat silang dengan GA (a1, b1, dan c1) dan ikat silang dengan GA (a2, b2, dan c2).

Gambar 1 memperlihatkan bahwa ikat silang dengan GA dihasilkan perubahan morfologi yang cukup signifikan pada masing-masing serat nano. Dari serat nano yang terbentuk masih tampak adanya beads dengan ukuran yang lebih besar. Beads disebabkan adanya medan listrik dan tegangan permukaan yang menyebabkan rantai polimer pecah menjadi fragmen-fragmen kecil sebelum mencapai kolektor, sehingga menjadi faktor pembentukan beads. Namun, hasil ikat silang dengan GA menunjukkan serat yang lebih seragam dengan jumlah tetesan larutan yang lebih sedikit. Peningkatan keseragaman serat ini mengindikasikan adanya peningkatan ikatan molekul dan massa molekul akibat peran dari GA sebagai agen ikat silang [14].

  • B.    Ukuran diameter rata-rata serat nano

Dari Gambar 1 selanjutnya diukur diameter rata-rata serat dengan menggunakan ImageJ. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ikat silang GA terhadap ukuran diameter rata-rata masing-masing

serat nano. Grafik distribusi diameter masing-masing serat nano diperlihatkan pada Gambar 2. Hasil analisis diameter serat nano selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

0


35

30

25

20

15

10

5

50   100   150   200   250   300   350   400   450   500

Diameter serat (nm)



a1)                                                    a2)


b1)

b2)

c1)

c2)


Gambar 2. Grafik distribusi diameter serat a) P8/Ch2/C2, b) P8/Ch2/C4, dan c) P8/Ch2/C8: tanpa ikat silang dengan GA (a1, b1, dan c1) dan ikat silang dengan GA (a2, b2, dan c2).

Tabel 1. Diameter serat rata-rata dari serat nano P8/Ch2/C0, P8/Ch2/C2, P8/Ch2/C4, dan P8/Ch2/C8: tanpa dan ikat silang dengan GA.

No.

Serat nano

Diameter serat rata-rata (nm)

Persentase kenaikan (%)

Persentase kenaikan rata-rata (%)

Tanpa ikat silang

Ikat silang

1

P8/Ch2/C2

145,55±8,64

173,44±7,15

19,16

2

P8/Ch2/C4

218,58±6,64

221,57±9,05

1,37

7,54

3

P8/Ch2/C8

234,43±8,94

239,30±24,54

2,08

Tabel 1 menunjukkan bahwa ikat silang GA menyebabkan peningkatan diameter rata-rata serat nano dengan persentase kenaikan rata-rata sebesar 7,54%. Diameter rata-rata serat nano yang dihasilkan masih dalam rentang diameter rata-rata serat nano yang dipersyaratkan. Serat nano yang telah diproduksi dan diperdagangkan mempunyai diameter rata-rata antara 50 sampai 300 nm. Juga diperoleh serat nano PVA/chitosan/kolagen dengan diameter rata-rata serat paling kecil yaitu serat nano P8/Ch2/C2 [5].

  • C.    Penentuan kontinuitas serat nano

Dari Gambar 1 juga dapat ditentukan kontinuitas dari serat nano yang terbentuk. Dengan menggunakan aplikasi Origin dapat digambarkan grafik distribusi panjang serat seperti tampak pada Gambar 3. Hasil analisis panjang rata-rata serat seperti tampak pada Tabel 2.

10     15     20     25     30     35     40     45                 5     10     15     20     25     30     35     40     45

Panjang serat (µm )                                                   Panjang serat (µm)


a1)

b1)


a2)

16

14

12

10

8

6

4

2

0

5      10      15     20     25     30     35     40

Panjang serat (µm)


5      10      15      20      25      30      35      40

Panjang serat (µm)

c1)


b2)

Panjang serat (µm)

c2)


Gambar 3. Grafik distribusi panjang serat nano a) P8/Ch2/C2, b) P8/Ch2/C4, dan c) P8/Ch2/C8: tanpa ikatan silang dengan GA (a1, b1, dan c1) dan ikat silang dengan GA (a2, b2, dan c2).

Tabel 2 menunjukkan bahwa ikat silang GA menyebabkan peningkatan panjang serat nano dengan persentase kenaikan rata-rata yang cukup tinggi yaitu sebesar 42,09%. Hal ini menunjukkan bahwa ikat silang dengan GA menyebabkan peningkatan kontinuitas serat nano. Juga diperoleh rasio serat nano PVA/chitosan/kolagen yang paling kontinu di antara serat nano lainnya yaitu P8/Ch2/C2.

Tabel 2. Panjang serat rata-rata P8/Ch2/C0, P8/Ch2/C2, P8/Ch2/C4, dan P8/Ch2/C8: tanpa dan ikat silang dengan GA.

No.

Serat Nano

Panjang serat rata-rata (µm)

Persentase kenaikan (%)

Persentase kenaikan rata-rata (%)

Tanpa ikat silang

Ikat silang

1

P8/Ch2/C2

19,55±0,71

25,65±1,37

31,20

2

P8/Ch2/C4

13,77±1,05

19,41±1,11

40,96

42,09

3

P8/Ch2/C8

11,11±0,26

17,12±0,66

54,10

  • 4.    Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian tentang bagaimana dampak ikat silang GA terhadap morfologi serat nano PVA/chitosan/kolagen. Dari hasil karakterisasi SEM dapat disimpulkan bahwa nanofibers ikat silang GA memiliki diameter serat rata-rata lebih besar yaitu dengan peningkatan rata-rata 7,54% dan panjang serat lebih kontinu yaitu dengan peningkatan panjang rata-rata 42,06%, dibandingkan dengan nanofibers tanpa ikat silang GA.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh staff dosen Program Studi Fisika, FMIPA, UNUD atas bimbingan yang telah diberikan.

Pustaka

  • [1]    A. Suryawan and J. Kinho, Diversity Species of Eboni (Diospyros Spp.) Tulabolo-Pinoguresort, Boganinani Wartabone National Park, North Sulawesi, Widyariset, vol. 15, no. 2, pp. 2012, 117126.

  • [2]    F.M. Muhammadi, Teknologi Nano di Indonesia, White Paper Perhimpunan Pelajar Indonesia SeDunia. 2020.

  • [3]    Kurniawan dan J. William, Perkembangan dan aplikasi teknologi nano pada industri konstruksi di Indonesia, Tugas Akhir, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

  • [4]    M. Hulupi dan Haryadi, Sintesis dan Karakterisasi Serat Nano Polivinil Alkohol yang Diikat Silang dengan Glutaraldehid untuk Aplikasi Pembalut Luka, Chimica et Natura Acta, vol. 6, no. 3, 2018, pp. 101-105.

  • [5]    M. Darmawan, Syamdidi, Y. Yennie dan S. Wibowo, Karakteristik Serat Nano Komposit Chitosan-Polivinil Alkohol (PVA) dari Cangkang Rajungan melalui Proses Electrospinning, JPB Kelautan dan Perikhanyan, vol. 11, no. 2, 2016, pp. 213-222.

  • [6]    A.Y. Nuryantini, M.M. Munir, T. Suciati dan Khairurrijal, Pembuatan Serat Nano PVA/Chitosan dengan Penambahan Sodium Tripolifosfat (STTP) sebagai Agen Ikatan Sambung Silang, Seminar Nasional Material 2013, Institut Teknologi Bandung.

  • [7]    T. Mutia, E. Novarini dan R.R.S. Gustiani, Preparasi dan Karakterisasi Membran Serat Nano Polivinil Alkohol/Gelatin dengan Antibiotika Topikal Menggunakan Metode Electrospinning, Arena Tekstil, vol. 35, no. 2, 2020, pp. 95-106.

  • [8]    A. Octavian, Kajian Sifat Fisik-Mekanik dan Antibakteri Plastik Chitosan Termodifikasi Kolagen Limbah Sisik Ikan Kakap Merah, Tugas Akhir, Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2015.

  • [9]    A.S. Katili, Struktur dan Fungsi Protein Kolagen, Jurnal Pelangi, vol. 2 no.5, 2009, pp. 19-29.

  • [10]    P.F.L. Ramadhan, Karakterisasi In Vitro dan In Vivo Komposit Alginat-Poli Vinil Alkohol-ZnO Nano sebagai Wound Dressing Antibakteri, Tugas Akhir, Universitas Airlangga, Surabaya 2012.

  • [11]    I. Hartati dan L. Kurniasari, Kajian Produksi Kolagen dari Limbah Sisik Ikan secara Ekstraksi Enzimatis, Momentum, vol. 6, no.1, 2010, pp. 33-35.

  • [12]    N. Hamzah, M. Fadhlurrahman, S. Ningsi dan Haeria, Profil Indeks Pengembangan Ikatan-Silang Gelatin-Chitosan, Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 2 no. 2, 2019, pp. 77-87.

  • [13]    C. Tang, C.D. Saquing, J.R. Harding and S.A. Khan, In Situ Cross-Linking of Electrospun Poly (vinyl alcohol) Nanofibers, Macromoleculs, vol. 43 no. 2, 2010, pp. 630-637.

  • [14]    A. Hidayati and E. Cahyono, Matrix Composition Effect on the Characteristics of Isopulegol Nanofibers Fabrication by Electrospinning Method, Indonesian Journal of Chemical Science, vol. 10, no.1, 2021, pp. 49-58.

62