Efektivitas Triamcinolone Acetonide dan Virgin Coconut Oil untuk Mencegah Terjadinya Adhesi Intraperitoneal Pasca Laparotomi Pada Tikus
on

Efektivitas Triamcinolone Acetonide dan Virgin Coconut Oil untuk Mencegah
Terjadinya Adhesi Intraperitoneal Pasca Laparotomi Pada Tikus
Alva H. Senjaya1*, Ishak Lahunduitan2, Toar Mambu3, Fima L. F. G. Langi4
-
1 Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS-I) Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
2 Staf Pengajar Ilmu Bedah Divisi Bedah Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
3 Staf Pengajar Ilmu Bedah Divisi Bedah Digestif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
4 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
*Penulis korespondensi: alva1302@gmail.com.
ABSTRAK
Tujuan: Penggunaan triamcinolone acetonide (TCA) dan virgin coconut oil (VCO) dianggap dapat menghambat inflamasi sehingga akan diuji efektivitasnya dalam mencegah adhesi peritoneum. Metode: Penelitian ini merupakan analisis data sekunder atas dua studi eksperimental sebelumnya yang menggunakan tikus sebagai hewan percobaan dengan membandingkan efektivitas VCO dengan TCA dalam mencegah adhesi peritoneal. Hasil: Terdapat empat judul penelitian yang dianalisa. Saharui, dkk. tidak menemukan hubungan adhesi intraperitoneal dengan pemberian TCA. Erwin, dkk. menemukan penurunan adhesi dari 80% menjadi 40% pada kelompok VCO 1 ml, sedangkan pemberian 2-4 ml meningkatkan adhesi. Panelewen, dkk. menunjukkan potensi VCO mengurangi adhesi dengan menurunkan ekspresi gen TIMP-1, meningkatkan ekspresi gen MMP-8. Ayawaila, dkk. mendapatkan penurunan fibrosis dari 100% menjadi 20% pada penerima VCO (p = 0,001) dan 40% pada penerima TCA (p = 0,001). Diskusi: VCO 1 ml mengurangi insiden adhesi peritoneal dengan menghambat fibrogenesis, anti-inflamasi dan pembentukan matriks ekstraseluler, sedangkan peningkatan dosis menyebabkan perlambatan absorbsi, mengaktivasi makrofag dan meningkatkan adhesi peritoneal. VCO juga berkaitan dengans penurunan ekspresi TIMP-1, dan peningkatan ekspresi gen MMP-8. Simpulan: Tampak potensi pemberian VCO dalam menurunkan adhesi, namun terdapat sensitivitas dosis pemberian dimana pemberian VCO 2-4 ml meningkatkan abses intraperitoneal (makroskopis) dan adhesi peritoneal (mikroskopik). Sedangkan TCA masih menunjukan hasil yang inkonklusif.
Kata kunci: triamcinolone acetonide, virgin coconut oil, adhesi intraperitoneal.
DOI: https://doi.org/10.24843/JBN.2023.v07.i02.p02
ABSTRACT
Aim: The use of triamcinolone acetonide (TCA) and virgin coconut oil (VCO) considered in inhibit inflammatory reaction, and we will test its effectivity in preventing peritoneal adhesion Method: This study analyzes secondary data in previous experimental studies by comparing the effectiveness of VCO compared to TCA in preventing peritoneal adhesion. Results: There were four research analyzes. Saharui et al did not find any intraperitoneal adhesion relationship with TCA administration. Erwin et al found a reduction in peritoneal adhesion from 80% to 40% in the 1 ml VCO administered group, whereas administration of 2-4 ml increased adhesion. Panelewen et al addressed the potential of VCO to reduce adhesion by decreasing TIMP-1 gene expression and increasing MMP-8 gene expression. Ayawaila et al received a reduction in fibrosis from 100% to 20% in VCO recipients (p = 0.001) and 40% in TCA recipients (p = 0.001). Discussion: 1 ml VCO reduces the incidence of peritoneal adhesion by inhibiting fibrogenesis, anti-inflammation, and formation of extracellular matrix. While by increasing the dose, it slows absorption, activates macrophages and increases peritoneal adhesion. In specific doses, it also decreased TIMP-1 expression, and increased MMP-8
gene expression. Conclusion: There is a potential for VCO to reduce adhesion, but it has sensitive dose of administration where administration of 2-4 ml VCO actually increases intraperitoneal abscesses (macroscopically) and peritoneal adhesions (microscopically). Whereas TCA still shows inconclusive results.
Keywords: triamcinolone acetonide, virgin coconut oil, intraperitoneal adhesion.
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Pembedahan laparotomi saat ini banyak berkembang untuk penanganan berbagai gangguan. Tindakan ini tetap memiliki komplikasi pasca pembedahan seperti adhesi peritoneum. Adhesi peritoneum meningkat seiring meningkatnya pembedahan abdomen dan pelvis. Terjadinya adhesi peritoneum menyebabkan perlunya operasi ulang, dengan komplikasi perdarahan, obstruksi usus, perforasi usus, dan meningkatkan mortalitas; selanjutnya meningkatkan lama perawatan dan biaya.1
Pembedahan intra abdomen merusak lapisan mesotelial peritoneum yang menjadi awal terjadinya pembentukan adhesi. Pada kondisi normal akan terjadi deposit fibrin dan regenerasi komplit, namun pada kondisi adhesi tampak terjadi penurunan kapasitas fibrinolisis peritoneal sehingga terdapat matriks fibrin persisten. Dukungan mediator atau sitokin proinflamasi dan makrofag yang nantinya mempengaruhi fibroblas akan menyebabkan matriks fibrin tersebut lebih menonjol dan terbentuk adhesi.2
Adhesi setelah operasi abdomen atau pelvis mencapai prevalensi 65% hingga 95%. Obstruksi usus adhesif terjadi pada 15% pasien dan sepertiganya membutuhkan operasi ulang. Adhesi bertanggung jawab hingga 20% dari kasus infertilitas. Efek samping umum operasi pelvis berupa nyeri kronis diduga disebabkan oleh adhesi.3
Berbagai usaha dilakukan untuk menurunkan adhesi, seperti penggunaan barrier antara permukaan jaringan (galaktolipid, pospatidilkolin, spingolipid) dan pemberian agen farmakologi (aspirin, kortikosteroid, heparin, paclitaxel) namun
angka kejadian adhesi intraperitoneal pasca pembedahan masih cukup tinggi.3 Kortikosteroid, misalnya triamcinolone acetonide memiliki efek antiinflamasi poten yang mungkin dapat berperan dalam pencegahan adhesi pasca pembedahan. Kortikosteroid memiliki efek antiinflamasi dengan mengurangi sintesis kolagen, produksi glikosaminoglikan, proliferasi fibroblas, dan degenerasi kolagen serta induksi vasokonstriksi.4 Penggunaan terapi berbahan alami yang bersifat anti-inflamasi dan mencegah pembentukan adhesi juga mulai dilirik dalam penanganan adhesi intraperitoneal.5
Indonesia, negara beriklim tropis dengan curah hujan dan kelembaban tinggi, cahaya matahari, serta komposisi tanah yang sesuai dapat dijadikan negara budidaya kelapa. Indonesia memproduksi sekitar 14,4 mn ton kelapa dari 2,7 mn hektar tanah. Kelapa dapat diolah untuk menghasilkan minyak kelapa. Salah satu produk olahan minyak dari kelapa yang diusung memiliki banyak manfaat untuk kesehatan adalah virgin coconut oil (VCO).6 Diproduksi dari daging kelapa tanpa proses perebusan, VCO dapat meningkatkan respon imunitas dan menurunkan produksi sitokin proinflamasi secara in vivo, antitrombotik dan antioksidan. Kandungan VCO dipercaya dapat memodulasi sel imun adalah asam laurat. Sistem imun ini berperan dalam inflamasi, termasuk dalam penyembuhan luka dan pembentukan adhesi peritoneal pasca laparotomi.7
Triamcinolone acetonide (TCA) merupakan bentuk garam acetonide dari triamcinolone, glukokortikosteroid sintetik dengan aktivitas imunosupresif dan antiinflamasi. TCA berikatan dengan reseptor
glukokortikoid sitosol, berinteraksi dengan reseptor glukokortikoid pada DNA dan mengubah ekspresi gen. Hal ini menghasilkan induksi sintesis protein anti-inflamasi dan menghambat sintesis mediator inflamasi, sehingga mengurangi keseluruhan inflamasi dalam peradangan kronis.3,4
METODE
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari dua studi eksperimen sebelumnya, yang menggunakan tikus sebagai hewan percobaan. Eksperimen pertama meneliti efek virgin coconut oil (VCO) dengan variasi dosis antara 1 hingga 4 cc terhadap adhesi peritoneal. Eksperimen kedua juga menggunakan outcome yang sama, namun perlakuan yang dipilih adalah triamcinolone acetonide (TCA) 1 mg, 3 mg, dan 5 mg. Tikus kontrol pada kedua penelitian pendahulu tersebut menerima manipulasi usus yang sama yakni abrasi sekum namun proses penyembuhannya dibiarkan berlangsung secara alamiah (primer) tanpa tambahan VCO ataupun TCA. Penilaian tingkat adhesi peritoneal samasama dilakukan melalui re-laparatomi pada hari ke-14 pasca operasi pertama.
Penelitian pendahulu dilakukan oleh tim peneliti Bagian Bedah Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou (RSUP) Manado pada bulan Desember 2015 dan Agustus 2016 di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Penulis mengakses dan mengekstraksi hasil kedua penelitian pendahulu dengan persetujuan semua anggota peneliti asal. Pengumpulan dan pengolahan data dari penelitian ini berlangsung sejak bulan Januari 2020 hingga Mei 2020. Kedua studi asal menggunakan tikus jantan dari spesies Rattus norvegicus strain Wistar, dengan keadaan sehat dan memiliki berat ± 175 hingga 200 gram saat pelaksanaan eksperimen. Subjek yang sakit, mati saat
percobaan, dan memiliki adhesi intraperitoneal sebelum perlakuan dieksklusi dari sampel penelitian. Eksperimen TCA melibatkan 32 tikus di mana 24 ekor di antaranya menerima TCA dosis bervariasi dan sisanya kontrol. Penelitian VCO berhasil mengumpulkan data dari 20 tikus percobaan dan 5 tikus kontrol.
Efektivitas VCO dan TCA dalam pencegahan adhesi intraperitoneal pasca laparatomi dikuantifikasi melalui regresi poisson. Hasil pemodelan regresi dilaporkan sebagai risiko relatif (relative risk/RR), subjek dengan adhesi intraperitoneal derajat lebih tinggi pada kelompok perlakuan dan kontrol ataupun kelompok pembanding, batas bawah dan atas dari interval kepercayaan 95%, dan nilai p.
Data entry menggunakan Microsoft Excel dilanjutkan dengan pengolahan data dan analisis menggunakan perangkat software statistik R versi 3.6.3. Versi R yang digunakan dalam penelitian memiliki sejumlah prosedur rutin untuk tabulasi deskriptif dan pemodelan regresi.
Penulis melakukan perbandingan silang antara efektivitas VCO dan TCA dalam mempengaruhi perjalanan alamiah adhesi peritoneal pasca laparatomi pada tikus-tikus percobaan. Selain itu, analisis penelitian ini mengkuantifikasi kekuatan hubungan antara VCO dan TCA dengan tingkat adhesi peritoneal.
HASIL
Terdapat empat tulisan utama yang selanjutnya akan dibahas dalam penelitian, yakni penelitian oleh Erwin, dkk8, Saharui AGB, dkk9, Panelewen J, dkk10, dan Ayawaila M, dkk11. Keempatnya membahas mengenai penggunaan PCO dan triamsinolon dalam pencegahan adhesi peritoneal dan merupakan penelitian eksperimental terhadap hewan tikus dengan distribusi derajat adhesi sesuai Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi derajat adhesi berdasarkan makroskopik Zuhlke dan Mikroskopik Yilmanz
Peneliti Terdahulu |
Group |
Grade adhesi makroskopik zuhlke | |||||
Grade 0 |
Grade 1 |
Grade 2 |
Grade 3 |
Grade 4 |
Adhesi (%) | ||
Kontrol |
0 |
0 |
2 |
6 |
0 |
8(100) | |
Saharui |
TCA 0,1 mg |
5 |
0 |
1 |
2 |
0 |
3(37,5) |
AGB, |
TCA 0,3 mg |
6 |
2 |
0 |
0 |
0 |
2(25) |
dkk12 |
TCA 0,5 mg |
2 |
1 |
4 |
1 |
0 |
6(75) |
Kontrol |
0 |
2 |
2 |
1 |
0 |
5(100) | |
VCO 1 ml |
3 |
2 |
0 |
0 |
0 |
2(40) | |
VCO 2 ml |
0 |
2 |
1 |
2 |
0 |
5(100) | |
Erwin, |
VCO 3 ml |
0 |
0 |
1 |
4 |
0 |
5(100) |
dkk5 |
VCO 4 ml |
0 |
0 |
0 |
5 |
0 |
5(100) |
Kontrol |
0 |
0 |
6 |
3 |
1 |
10(100) | |
Ayawaila, |
TCA |
6 |
3 |
1 |
0 |
0 |
4(40) |
dkk11 |
VCO |
8 |
2 |
0 |
0 |
0 |
2(20) |
Grade adhesi mikroskopik Yilmaz | |||||||
Peneliti |
Group |
Grade |
Grade |
Grade |
Grade |
Adhesi | |
Terdahulu |
0 |
1 |
2 |
3 |
(%) | ||
VCO |
8 |
2 |
0 |
0 |
2(20) | ||
Saharui |
TCA 0,1 mg |
5 |
3 |
0 |
0 |
3(8) | |
AGB, |
TCA 0,3 mg |
7 |
1 |
0 |
0 |
1(12,5) | |
dkk12 |
TCA 0,5 mg |
6 |
2 |
0 |
0 |
2(25) | |
Kontrol |
1 |
1 |
3 |
0 |
4(80) | ||
VCO 1 ml |
3 |
2 |
0 |
0 |
2(40) | ||
VCO 2 ml |
0 |
2 |
1 |
2 |
5(100) | ||
Erwin, |
VCO 3 ml |
0 |
0 |
2 |
3 |
5(100) | |
dkk5 |
VCO 4 ml |
0 |
0 |
1 |
4 |
5(100) | |
Kontrol |
0 |
10 |
0 |
0 |
10(100) | ||
Ayawaila, |
TCA |
6 |
4 |
0 |
0 |
4(40) | |
dkk11 |
VCO |
8 |
2 |
0 |
0 |
2(20) |
Saharui AGB, dkk (2016) membahas administrasi TCA dalam berbagai dosis terhadap pembentukan adhesi intraperitoneal pasca laparotomi (abrasi caecum) pada tikus. Penelitian membagi 32 tikus jantan sehat (berat badan yang sama) kedalam kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan TCA sebanyak 0,1 mg, 0,3 mg, dan 0,5 mg pasca laparotomi. Adhesinya dinilai pada hari ke-14 setelah laparotomi.12
Tidak ditemukan perbedaan bermakna kejadian adhesi intraperitoneal makroskopis dengan dosis TCA yang diberikan (p > 0,05), perbedaan bermakna terjadi dalam pembentukan adhesi intraperitoneal makroskopis antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan TCA (p = 0,001). Secara mikroskopis, hanya ditemukan adhesi derajat 0 (tidak ada) dan derajat 1 dengan adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan (p < 0,05). Sedangkan pada kelompok antar perlakuan, tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam pembentukan adhesi intraperitoneal secara mikroskopis. Hasil ini sejalan dengan aktivitas anti-inflamasi TCA yang dapat menghambat pembentukan fibrosis yang melibatkan berbagai sitokin pro-inflamasi seperti TNF-alfa dan Interleukin-6 serta merangsang terjadinya fibrinolisis, meskipun tidak mencapai 100% yang menunjukkan TCA belum merupakan anti-adhesive yang ideal.12
Studi oleh Erwin, dkk (2016) mengenai pengaruh dosis VCO terhadap adhesi intraperitoneal menggunakan 25 tikus dalam lima kelompok: kontrol, VCO 1 cc, VCO 2 cc, VCO 3 cc, dan VCO 4 cc. Secara makroskopis ditemukan adhesi pada seluruh kelompok kontrol, VCO 2 cc, VCO 3 cc, dan VCO 4 cc. Adhesi makroskopik 40% pada kelompok VCO 1 cc, tetapi tidak berbeda bermakna secara statistik dibanding kontrol. Juga ditemukan bahwa secara makroskopik, tidak ada perbedaan bermakna antara kontrol dengan semua dosis VCO. Secara mikroskopik, kejadian adhesi adalah 100% pada kelompok VCO 2 cc, 3cc dan 4 cc sedangkan pada kelompok VCO 1 cc sebesar 40% dan kontrol sebesar 80%. Secara statistik juga tidak bermakna (p>0,05). Ditemukan 2 tikus percobaan VCO 4 cc yang mengalami abses intraperitoneal.5
Studi lain oleh Ayawaila, dkk (2019) membahas tentang efektivitas TCA dan VCO dalam mencegah adhesi intraperitoneal pasca
laparotomi pada Menggunakan 30 dibagi menjadi perlakuan dengan
hewan coba tikus.11 ekor tikus. Kemudian 3 kelompok, kontrol, TCA, dan perlakuan
dengan VCO. Kemudian insiden adhesi diamati setelah 14 hari. kelompok kontrol semuanya mengalami fibrosis sekalipun
dalam kategori paling rendah derajat 1. Hanya 20% tikus yang menerima VCO mengalami adhesi peritoneal derajat Zuhlke 1 dan 2, sementara keadaan yang sama tampak
pada 40% tikus VCO dan TCA terjadinya adhesi menurut Zuhlke
dengan TCA. Efektivitas dalam mengurangi risiko peritoneal derajat tinggi sangat bermakna bila
dibandingkan dengan kontrol (Model 1; p = 0,001). Namun secara statistik VCO tidak memberikan perbedaan yang bermakna dibanding TCA.
Gambar 1 dan gambar 2 memperlihatkan distribusi adhesi peritoneal pada tikus-tikus percobaan dengan penilaian histopatologi didasarkan pada derajat mikroskopik dari Yilmaz. Secara umum, distribusi pada kelompok kontrol didominasi oleh adhesi peritoneal grade 1 (fibrosis ringan dan tipis) dengan frekuensi grade 2 (fibrosis cukup luas dan vaskularisasi) yang juga tidak sedikit. Sebaliknya, tikus-tikus dengan TCA memperlihatkan kecenderungan tanpa jaringan fibrosis (grade 0) ataupun adhesi grade 1. Hal yang cukup di luar harapan terlihat pada tikus-tikus yang mendapat VCO. Penyebaran adhesi peritoneal grade 1 dan 2 cukup menonjol, dan bahkan grade 3 (fibrosis luas) mendominasi distribusinya.

Gambar 1. Distribusi Adhesi Peritoneal menurut Kelompok Perlakuan pada Tikus-tikus Percobaan

Gambar 2. Distribusi Adhesi Peritoneal menurut Kelompok dan Kategori Perlakuan pada Tikus-tikus Percobaan
Gambar 2 lebih memperjelas dosis-dosis mana dalam masing-masing grup yang bertanggung jawab terhadap tingkat adhesi yang lebih baik ataupun lebih buruk. Pada pemberian TCA, peningkatan dosis terlihat cukup memperbaiki keadaan dimana adhesi grade dominan di semua dosis. Hal yang berbeda terjadi pada pemberian VCO. Dosis terendah yakni 1 cc tampak jelas memberikan hasil terbaik; Peningkatan dosis sama sekali tidak memperbaiki keadaan adhesi, tapi bahkan memperburuknya.
Tabel 2 mengkonfirmasi apa yang secara visual telah tampak pada grafik di gambar 1 dan gambar 2. Pada perbandingan antar group, pemberian TCA secara signifikan mencegah terjadinya adhesi peritoneal yang lebih buruk; reduksi risiko kurang lebih 78% (RR 0,22; p = 0,002). Sementara itu nilai RR VCO tampak lebih dari satu, menandakan adanya peningkatan risiko sekalipun efek ini tidak cukup bermakna.
Pada penilaian dosis, efek perburukan adhesi peritoneal pada pemberian VCO jelas mulai dari dosis 2 cc. Pada dosis tersebut risiko adhesi peritoneal yang lebih buruk telah meningkat lima kali lipat (p 0,038). Bila dosis dinaikkan ke 3-4 cc, kenaikan risiko
melonjak hingga 6,75 kali lipat (p = 0,009). Perubahan dosis pada TCA terlihat tidak mempengaruhi hasil. Dosis lebih tinggi tampaknya dapat menurunkan risiko lebih jauh dibandingkan pemberian 1 mg. Penurunan risiko pada 5 mg bahkan mencapai 1-0,67 atau 33%, tetapi angka p tidak menunjukkan bahwa hasil tersebut signifikan
Tabel 2. Model Regresi Poisson Grade Adhesi Peritoneal menurut Penilaian Mikroskopik Yilmaz
Variabel |
Odds Grade Lebih Tinggi | |
RR (95% CI) |
p | |
Group Kontrol (ref.) TCA |
0,22 (0,08 ; 0,56) |
0,002 |
VCO Dosis VCO |
1,69 (0,93 ; 3,06) |
0,084 |
|
5,00 (1,10 ; 22,82) |
0,038 |
3-4 cc Dosis TCA |
6,75 (1,60 ; 28,39) |
0,009 |
1 mg (ref.) 3 mg |
0,33 (0,04 ; 3,21) |
0,341 |
5 mg |
0,67 (0,11 ; 3,99) |
0,657 |
CATATAN: RR relative rasio, CI confidence interval, TCA triamcinolone acetonide, VCO virgin coconut oil.
DISKUSI
Adhesi merupakan ikatan fibrosa abnormal antar permukaan jaringan. Zuhle mengelompokan adhesi secara makroskopik kedalam lima kelompok: Grade 0 (tanpa adhesi), Grade 1 (adhesi ringan dan tipis, fibrin dapat dilepas secara tumpul), Grade 2 (adhesi lebih kuat, dapat dilepas secara tumpul, sebagian memerlukan diseksi tajam, terdapat vaskularisasi ringan), Grade 3 (adhesi kuat, dilepas secara tajam, vaskularisasi jelas), dan Grade 4 (adhesi sangat kuat, fibrotik tebal seperti kalus, adhesiolisis secara tajam, melekat kuat ke organ sehingga dapat mencederai organ). Sedangkan secara mikroskopik adhesi dikelompokkan menjadi: Grade 0 (tidak terjadi fibrotik), Grade 1 (lapisan tipis sel fibrotik), Grade 2 (area fibrotik yang cukup luas, vaskularisasi kurang), Grade 3 (area fibrotik luas dengan lapisan kolagen yang tebal).
Secara mikroskopik dan makroskopik, dapat dilihat bahwa risiko adhesi berkurang pada kelompok VCO 1 cc dapat dijadikan landasan pemberian VCO 1 cc sebagai dosis optimal VCO pasca laparotomi untuk mengurangi kejadian adhesi. Hal ini dapat terjadi melalui mekanisme penghambatan fibrogenesis, anti-inflamasi, dan penghalang pembentukan matriks ekstraseluler. Insiden adhesi meningkat pada kelompok VCO 3 cc dan VCO 4 cc diperkirakan akibat dosis yang terlalu banyak menyebabkan perlambatan absorpsi dan menjadikan VCO dianggap sebagai benda asing yang mengaktivasi makrofag yang selanjutnya akan mensekresi sitokin dan faktor pertumbuhan yang memicu terjadinya fibrosis. Studi oleh Panelewen et al (2015) menyatakan bahwa VCO berpotensi mengurangi kejadian adhesi dengan mengurangi ekspresi gen TIMP-1 dan meningkatkan ekspresi gen MMP-8, meskipun hasilnya tidak signifikan.5
SIMPULAN
Dari studi yang ditemukan, secara makroskopik pada pemberian VCO 4 cc malah menimbulkan abses intraperitoneal. Pada TCA tidak ditemukan adanya komplikasi lain. Pada pemeriksaan secara mikroskopik, dari penilaian dosis, efek perburukan adhesi peritoneal pada pemberian VCO jelas mulai dari dosis 2 cc. Pada dosis tersebut risiko adhesi peritoneal yang lebih buruk telah meningkat lima kali lipat (p = 0,038). Bila dosis dinaikkan ke 3-4 cc, kenaikan risiko melonjak hingga 6,75 kali lipat (p = 0,009). Perubahan dosis pada TCA terlihat tidak mempengaruhi hasil.
Namun demikian, studi yang ditemukan masih sangat sedikit dan hanya merupakan eksperimen pada hewan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut baik pada hewan atau manusia, barulah dapat direkomendasikan untuk diaplikasikan secara klinis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga, pembimbing penelitian, dan semua yang berperan dalam penelitian ini
PERNYATAAN
Tidak ada konflik kepentingan dalam laporan ini
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Bruggmann D, Tchartchian G, Wallwiener M, dkk. Intraabdominal Adhesions. Dtsch Arztebl Int. 2010;107:769-75.
-
2. Maciver AH, McCall M, Shapiro AMJ. Intra-abdominal Adhesions: Cellular
Mechanisms and Strategies for Prevention. Int J Surg. 2011;9:589-94.
-
3. Tanaka T, Narazaki M, Kishimoto T. IL-6 in Inflammation, Immunity, and Disease.
Cold Spring Harb Perspect Biol. 2014;6:a016295.
-
4. Iyer SS, Cheng G. Role of Interleukin 10 Transcriptional Regulation in
Inflammation and Autoimmune Disease. Crit Rev Immunol. 2012;32:23-63.
-
5. Lee HJ, Jang YJ. Recent Understandings of Biology, Prophylaxis and Treatment Strategies for Hypertrophic Scars and Keloids. Int J Mol Sci. 2018;19:711.
-
6. Dumancas GG, Viswanath LC, de Leon AR, dkk. Health Benefits of Virgin Coconut Oil. Nova Science Publishers. 2016.
-
7. Intahphuak S, Khonsung P, Panthong A. Anti-Inflammatory, Analgesic, and Antipyretic Activities of Virgin Coconut Oil. Pharm Biol. 2010;48:151-7.
-
8. Erwin, Panelewen J, Lahunduitan I. Analisis Pengaruh Pemberian Dosis Virgin Coconut Oil (VCO) terhadap Adhesi Intraperitoneal. Jurnal Biomedik (JBM). 2016;8:S36-43.
-
9. Saharui A, Lahunduitan I, Kalitouw F. Peranan triamnicolone acetate terhadap
adhesi intraperitoneal pasca laparotomi. Jurnal Biomedik (JBM). 2017;9:S13-7.
-
10. Panelewen J, Pusponegoro AD, Labeda I, dkk. Analysis of expression of mRNA Matrix Metalloproteinase (MMP)-8 gene and Tissue Inhibitors of
Metalloproteinase (MMP)-1 in
Intraperitoneal Adhesion after Usage of Hyaluronate acid-
Carboxymethylcellulose (HA-CMC) or Virgin Coconut Oil (VCO). Am J Med Biol Res. 2015;3:113-6.
-
11. Ayawaila MS, Lahunduitan I, Tjandra F, dkk. Perbandingan efektivitas virgin coconut oil dan triamcinolon acetonide dalam pencegahan adhesi intraperitoneal pada hewan percobaan tikus. JBN (Jurnal Bedah Nasional). 2021;5:31-8.
-
12. Liakakos T, Thomakos N, Fine PM, dkk. Peritoneal Adhesions: Etiology,
Pathophysiology, and Clinical
Significance. Dig Surg. 2001;18:260-73.
52
Discussion and feedback