Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi dan Cabe – Tembakau di Subak Gde Sukawati Gianyar
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809
DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p60
Vol. 12, No. 1, Juli 2023
Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi dan Cabe – Tembakau di Subak Gde Sukawati Gianyar
PUTU UDAYANI WIJAYANTI*, KETUT BUDI SUSRUSA
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman-Denpasar, 80232, Bali
Email: *putuudayani@unud.ac.id
Abstract
Comparison of Farming Income Rice and Chili – Tobacco in Subak Gde Sukawati Gianyar
The sustainability or resilience of Subak appears to be under threat due to the rapid development of Bali tourism which has brought many changes in various aspects of Balinese life. Apart from the lack of interest among rural Balinese youth to work as farmers, another source of threat to the existence of subak is the rapid conversion of irrigated rice fields to uses other than agriculture. It seems that there are no definite figures regarding the area of rice fields that still exist today. However, sufficient information shows that in a period of 20 years around 15,000 ha of rice fields were lost because they were used for non-agricultural purposes. If the rice fields run out, the various benefits (multi-functional benefits) that can be achieved from the function of rice fields so far will disappear. The urgency of this research is to further understand decision making in situations of contradiction between the goal of maximizing income in one-crop farming and minimizing risk in farming with two crops on one paddy field. So it is deemed necessary to carry out this research regarding the sustainability of Subak in the future. The T test or T test is a statistical test used to test the truth or falsity of the null hypothesis which states that between two sample means taken randomly from the same population, there is no significant difference. From the results of the F table and T table, there are significant differences in the income from ricechili and tobacco farming.
Keywords: subak, sustainability, farmers, sukawati
Laju pertumbuhan demografi penduduk yang tinggi dan pembangunan yang semakin masif menyebabkan banyak lahan pertanian produktif beralih fungsi menjadi lahan pemukiman serta industri yang mengakibatkan penggunaan lahan untuk usahatani semakin lama semakin sempit. Sebagian besar petani sekarang hanya memiliki lahan pertanian dengan luasan kurang dari satu hektar yang sering disebut sebagai petani kecil.
Batasan petani kecil telah disepakati pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979 yang menetapkan bahwa yang dinamakan petani kecil salah satunya adalah petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani tersebut juga mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1 hektar di luar Jawa (Soekartawi dkk, 1984).
Dengan lahan yang sempit tersebut petani berupaya melakukan berbagai hal dalam usahatani agar dapat menambah produksi sehingga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan. Usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh petani ada yang dilakukan dengan usahatani pola monokultur dan pola diversifikasi, yaitu pola penanaman dengan pengusahaan satu jenis tanaman dan pola penanaman dengan dua jenis atau lebih tanaman dalam satu lahan.
Pembangunan pertanian sebagai salah satu pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanian. Pembangunan pertanian meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan atau pertanian dalam arti yang luas. Semua pembangunan pertanian tersebut perlu ditingkatkan melalui strategi intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi serta di dukung oleh berbagai faktor yang saling terkait (Soekartawi, 2002:162). Jika dipandang dari sudut petani sebagai produsen pembangunan pertanian maka kegiatan dengan pola tanam seperti itu diarahkan untuk mencapai tujuan peningkatan produksi dan sekaligus peningkatan pendapatan petani. Petani sebagai pengusaha dari lahan pertaniannya tentu mempertimbangkan agar mendapat manfaat dari usaha taninya. Oleh karena itu besarnya nilai produksi dan jumlah seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk proses produksi dalam usahatani tersebut selalu dipertimbangkan oleh petani agar dapat meningkatkankan jumlah produksi dan pendapatan petani.
Usahatani dengan mengusahakan berbagai jenis tanaman dalam satu lahan merupakan salah satu cara meningkatkan pembangunan pertanian melalui penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Mubyarto (1994:255) menyatakan bahwa “diversifikasi atau penganekaragaman pertanian adalah usaha untuk mengganti pertanian yang monokultur (satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur (banyak tanaman)”. Hal tersebut juga diperkuat oleh pendapat Hanafie yang menyatakan (2010:237) bahwa “diversifikasi merupakan usaha yang berkaitan dengan produksi, yang dalam hal ini harus ditumbuhkan kesediaan petani sebagai produsen untuk menanam berbagai tanaman di lahan yang dikuasainya dengan tetap memperhatikan prinsip keuntungan komparatif terhadap penggunaan sumber daya alam dan sosial ekonomi setempat”.
Keragaman tanaman tersebut memberikan dampak terhadap tambahan pendapatan dari berbagai macam atau jenis tanaman yang diusahakan. Petani yang tidak melakukan pola tanam yang beraneka ragam umumnya masih bersifat tradisional yang hanya menggunakan satu jenis tanaman pada usaha tani mereka. Sunaryono
(1990:7) menyatakan “monokultur merupakan sistem tanam yang menanam satu jenis tanaman pada satu lahan pada setiap periode tanamnya”. Dengan mereka menanam satu jenis tanaman dapat meningkatkan produksi mereka guna memaksimalkan pendapatan yang mereka dapatkan.
Sistem tanam satu tanaman lebih sederhana dibandingkan sistem tanam pada diversifikasi usahatani. Diversifikasi usahatani harus dapat mengatur pola tanam yakni memilih kombinasi jenis komoditi yang akan diusahakan pada lahan tertentu dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan resiko kegagalan panen. Hal tersebut berbeda dengan petani yang menggunakan sistem tanam satu tanaman, dimana petani hanya menggunakan sistem tanam yang sederhana yaitu satu tanaman pada setiap musim tanamnya sehingga menjadikan lebih mudah dalam melaksanakan usahatani mereka. Nazaruddin (2000:23) menyatakan “kelebihan pola monokultur adalah dari segi perawatan, jarak tanam yang teratur akan mempermudah pemupukan, penyiangan gulma, penyemprotan pestisida, dan pengontrolan”.
Subak tetap eksis sampai sekarang ini kiranya cukup membuktikan bahwa subak adalah lembaga yang viable atau tangguh. Namun dewasa ini kelestarian subak rupanya mulai terancam. Hal ini disebabkan oleh lingkungan strategis subak, yang sudah banyak berubah sebagai akibat dari gencarnya pelaksanaan program-program pembangunan di berbagai bidang beserta derasnya arus globalisasi yang kini sedang melanda hampir setiap penjuru dunia., utamanya pesatnya perkembangan pariwisata di Bali. Perubahan lingkungan strategis, internal maupun extenal, baik yang telah, sedang, maupun yang akan tejadi, tentunya merupakan tantangan-tantangan baru, bahkan ancaman bagi kelangsungan hidup subak. Karena ragam dan skala permasalahan serta tantangannya berbeda dengan yang dihadapi subak diwaktu-waktu lampau, maka sangat diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang kondusif untuk menjaga kelestarian subak. Subak harus dijaga kelestariannya dan lebih diberdayakan. Sebab apabila subak yang diyakini sebagai salah satu penyangga kebudayaan Bali sampai punah, maka kelestarian kebudayaan Bali akan terancam.
Patut diakui bahwa industri periwisata telah membawa dampak positif bagi perekonomian daerah Bali, seperti misalnya meningkatnya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, meningkatnya penerimaan devisa, memicu laju pertumbuhan ekonomi daerah Bali, mendorong upaya pelestarian kebudayaan Bali, berkembangnya fasilitas transportasi dan komunikasi serta fasilitas publik lainnya (Pitana 1999: 4354). Penduduk desa, khusunya kalangan muda, cenderung ingin mencari pekerjaan yang lebih bergengsi di sektor pariwisata dari pada tetap bertani, karena menjanjikan pendapatan yang lebih besar. Kalau generasi muda Bali tidak lagi mau bertani karena kesenjangan yang lebar antara sektor pertanian dan pariwisata, apakah para penggarap sawah atau petani nantinya juga bukan penduduk asli Bali?.
Kelestarian atau ketangguhan subak nampak mulai terancam akibat pesatnya perkembangan pariwisata Bali yang telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali.Selain kurang berminatnya para pemuda
pedesaan Bali untuk bekerja sebagai petani, sumber ancaman lainnya bagi eksistensi subak adalah pesatnya alih fungsi sawah beririgasi ke arah penggunaan lain di luar pertanian. Nampaknya belum ada angka-angka yang pasti mengenai luas sawah yang masih ada di dewasa ini. Namun informasi cukup menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun ada sekitar 15.000 ha sawah yang hilang karena digunakan untuk keperluan non pertanian. Seandainya sawah-sawah sampai habis maka lenyap pula berbagai manfaat (multi-fuctional benefits) yang bisa diraih dari fungsi lahan sawah selama ini.
Sehingga dalam hubungannya dengan kelestarian subak diperlukan penelitian tentang bagaimana perbandingan pendapatan usahatani pada lahan sawah yang mengusahakan padi dan cabe – tembakau. Potensi yang dihasilkan adalah melihat perbandingan pendapatan antara kedua pola tanam sehingga bisa dilihat apakah berpengaruh terhadap anggota subak itu sendiri dilihat dari aspek ekonominya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah melihat perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam yang berbeda. Pada era globalisasi sekarang subak menghadapi tantangan secara internal dan eksternal akan keberlanjutannya. Terkait dengan manfaat ekonomi, dimana pendapatan usahataninya berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anggota subak dan keluarganya. Fokus dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui perbandingan pendapatan usahatani di Subak Gde Sukawati.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah tujuan dari penelitian ini secara khusus adalah melihat perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam yang berbeda. Pada era globalisasi sekarang subak menghadapi tantangan secara internal dan eksternal akan keberlanjutannya. Terkait dengan manfaat ekonomi, dimana pendapatan usahataninya berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anggota subak dan keluarganya.
Penelitian ini dilakukan di Maret-Oktober 2021 terhitung dari pengumpulan data di lokasi penelitian hingga penyusunan hasil penelitian.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya melalui metode wawancara seperti demografi subak, pola tanam, penerimaan, biaya usahatani. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumbernya yang mampu memberikan informasi yang terkait dalam penelitian, seperti, profil subak serta data dari Biro Pusat Statistik Provinsi Bali.
Jenis data yang dicari dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yg dipaparkan dalam bentuk angka-angka. Misalnya adalah penerimaan dan biaya yang dikeluarkan anggota subak. Data kualitatif adalah jenis data yang tidak berbentuk dalam angka tetapi merupakan uraian atau penjelasan yang sifatnya menunjang. Misalnya adalah gambaran lokasi tempat penelitian, pola tanam, dan kehidupan petani di daerah tersebut.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang tergabung dalam Subak Gde Sukawati, dimana penentuan sampel secara sengaja (purposive), dimana syarat minimum untuk bisa dianalisis secara statistik adalah berjumlah 30 orang, sehingga ditentukan sampel petani adalah berjumlah 30 orang petani.
Uji T atau Test T adalah salah satu test statistik yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah mean sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama, tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Uji T Sampel Independen. Uji t untuk sampel independen merupakan prosedur uji t untuk sampel bebas dengan membandingkan rata-rata dua kelompok kasus. Kasus yang diuji bersifat acak. Pengujian hipotesis dengan distribusi t adalah pengujian hipotesis yang menggunakan distribusi t sebagai uji statistik.
Dependent sample t-test atau sering diistilahkan dengan Paired Sampel t-Test, adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup yang saling berpasangan. Sampel berpasangan dapat diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama namun mengalami 2 perlakuan atau pengukuran yang berbeda, yaitu pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan sebuah treatment. Syarat jenis uji ini adalah: (a) data berdistribusi normal; (b) kedua kelompok data adalah dependen (saling berhubungan/berpasangan); dan (c) jenis data yang digunakan adalah numeric dan kategorik (dua kelompok).
Keragaman tanaman tersebut memberikan dampak terhadap tambahan pendapatan dari berbagai macam atau jenis tanaman yang diusahakan. Meskipun demikian tidak semua petani melakukan diversifikasi usahatani. Petani yang tidak melakukan diversifikasi umumnya masih bersifat tradisional yang hanya menggunakan sistem monokultur (satu jenis tanaman) pada usaha tani mereka. Sunaryono (1990:7) menyatakan “monokultur merupakan sistem tanam yang menanam satu jenis tanaman pada satu lahan pada setiap periode tanamnya”. Petani
yang menggunakan sistem monokultur umumnya lebih bersifat komersialisasi. Dengan mereka menanam satu jenis tanaman dapat meningkatkan produksi mereka guna memaksimalkan pendapatan yang mereka dapatkan.
Sistem tanam monokultur (satu tanaman) lebih sederhana dibandingkan sistem tanam pada diversifikasi usahatani. Diversifikasi usahatani harus dapat mengatur pola tanam yakni memilih kombinasi jenis komoditi yang akan diusahakan pada lahan tertentu dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan resiko kegagalan panen.
Memahami lebih jauh pengambilan keputusan pada situasi kontradiksi antara tujuan memaksimumkan income pada usahatani monokultur dan meminimumkan risiko pada usahatani diversifikasi. Sehingga dipandang perlu untuk melakukan penelitian untuk menjawab seperti yang telah dipaparkan dalam tujuan penelitian ini terkait dengan keberlanjutan subak di masa mendatang.
Indikator keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh oleh petani. Usahatani dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan usahatani dalam penelitian ini terdiri dari pendapatan atas produksi, penerimaan dan total biaya produksi. Produksi merupakan besarnya hasil produksi yang diperoleh petani selama satu musim atau satu kali proses produksi. Produksi dari hasil penelitian ini artinya usahatani padi - cabai dan usahatani tembakau.
Tingginya pendapatan yang diterima usahatani tembakau dikarenakan rata-rata penerimaan usahatani tembakau lebih tinggi dibandingkan usahatani padi - cabai. Hal ini dikarenakan produksi usahatani yang dihasilkan dan harga jual tembakau lebih besar dibandingkan usahatani padi- cabai yang penjualannya menggunakan sistem tebasan dengan nilai jual perluas lahan.
Tabel 1.
F-Test Hasil Pendapatan Usahatani Padi-Cabai dan Tembakau
F-Test Two-Sample for Variances
PD+Cabe per ha Tembakau per ha | |
Mean |
7.3433 8.0340 |
Variance |
0.0367 0.0313 |
Observations |
25.0000 25.0000 |
df |
24.0000 24.0000 |
F P(F<=f) one-tail F Critical one-tail |
1.1700 0.3519 1.9838 |
F tabel = |
1.983759568 |
Tabel 2.
T-Test Hasil Pendapatan Usahatani Padi-Cabai dan Tembakau t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
PD+Cabe per ha |
Tembakau per ha | |
Mean |
7.3433 |
8.0340 |
Variance |
0.0367 |
0.0313 |
Observations |
25.0000 |
25.0000 |
Pooled Variance |
0.0340 | |
Hypothesized Mean Difference |
0.0000 | |
df |
48.0000 | |
t Stat |
-13.2422 | |
P(T<=t) one-tail |
0.0000 | |
t Critical one-tail |
1.6772 | |
P(T<=t) two-tail |
0.0000 | |
t Critical two-tail |
2.0106 | |
t tabel = |
2.0106 |
Terlihat dari hasil F-Test (tabel 1) dan T-Test (tabel 2) terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil pendapatan dari usahatani padi-cabai dan tembakau yaitu F tabel 1,983759568 dan T tabel 2,0106. Dimana hal ini terlihat dari dari data akumulasi pendapatan di lapangan, dari kesemua sampel petani diperoleh data pendapatan padi – cabai sebesar Rp 18.548.026,23 dan dari tembakau adalah Rp 29.230.675,38.
Terlihat dari hasil F tabel dan T tabel terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil pendapatan dari usahatani padi-cabai dan tembakau yaitu F tabel 1,983759568 dan T tabel 2,0106. Dimana hal ini terlihat dari dari data akumulasi pendapatan di lapangan, dari kesemua sampel petani diperoleh data pendapatan padi – cabai sebesar Rp 18.548.026,23 dan dari tembakau adalah Rp 29.230.675,38.
Pemerintah hendaknya berperan aktif dalam membina petani padi dan petani cabai rawit, baik dalam bentuk teknis budidaya maupun aspek ekonominya, sehingga petani bisa lebih sejahtera. Bagi petani yang ingin menggeluti usahatani padi dan cabai rawit hendaknya menguasai teknis dan budidaya, menguasai informasi pasar dan modal sehingga usahataninya memperoleh pendapatan yang lebih besar.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih diberikan kepada Pimpinan Universitas Udayana dan Pimpinan Fakultas Pertanian Udayana, atas bantuan pendanaan penelitian melalui anggaran PNBP Fakultas Pertanian Tahun 2021.
Daftar Pustaka
Dinas kebudayaan Provinsi Bali. 2002. Tuntunan Pembinaan dan Penilaian Subak. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
Eureka Pendidikan.2015.Definisi Sampling Serta Jenis Metode dan Teknik Sampling.http-://www.eurekapendidikan.com/2015/09/defenisi-sampling-dan-teknik-sampling.html.[internet]. Artikel Online diakses tanggal 18 Agustus 2016
Lansing, S.J. 1991. Priests and Programmers: Technologies of Power in Engineered Lanscape of Bali. Princeton: Princeton University Press
Lexy J., Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Supartini dan Karyati .2015. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik Kasus di Subak Wongaya Betan, Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. DwijenAgro Vol 5 No 2
Sutawan, N.,M. Swara, W. Windia, dan W Sudana. 1989. Laporan Akhir Pilot Proyek Pengembangan Sistem Irigasi yang Menggabungkan Beberapa Empelen Subak di Kabupaten Tabanan dan Kab. Buleleng, Kerjasama DPU Prop. Bali dan Univ Udayana, Denpasar
Sutawan, Nyoman. 2004. Subak Menghadapi tantangan Globalisasi: Perlu Upaya Pelestarian dan Pemberdayaan Secara Serius. Makalah Seminar tentang system subak di Bali Menghadapi Era Globalisasi
Suyatna. 1982. Ciri-ciri Kedinamisan Kelompok Sosial Tradisional di Bali, dan Peranannya dalam Pembangunan. Bogor: Disertasi. PPS-IPB
Windia, 2010. Subak Kearifan Adaptasi Teknologi/Internet. [Berita On-
line].http://tekno.kompas.com/read/2010/07/21/02094882/subak.kearifan.ada ptasi.teknologi.Diunduh tanggal 5 September 2015.
Windia, Sumiyati, dan Gede Sedana. 2015. Aspek Ritual pada Sistem Irigasi Subak sebagai Warisan Budaya Dunia.JURNAL KAJIAN BALI Volume 05, Nomor 01
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
665
Discussion and feedback