Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p59

Vol. 12, No. 1, Juli 2023

Pendapatan dan Studi Kelayakan Pertanian Kopi Arabika Kintamani di Kabupaten Bangli Bali

I DEWA AYU SRI YUDHARI*, I GUSTI AYU AGUNG LIES ANGGRENI

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232, Bali

Email: *sriyudhari@gmail.com liesanggreni2@gmail.com

Abstract

Income and Feasibility Study of Kintamani Arabica Coffee Farming in Bangli Regency, Bali

Plant characteristics in the plantation subsector are classified as perennial and annual crops. Coffee as a plantation commodity has an essential role in the Indonesian economy. Kintamani coffee is grown in a specific area at an elevation of more than 900 meters above sea level. The Kintamani Bali coffee agroecosystem is ideal for Arabica coffee plants and homogeneous farming systems. This study aims to determine how much income Arabica coffee farming generates and assess the feasibility of the business. The research was conducted in Catur Village, Kintamani District, Bangli Regency. The research location was determined by purposive sampling based on the consideration that Catur Village is the largest coffee center and has the largest Arabica coffee plant population in the Kintamani District, Bangli Regency. The respondents of this study were Arabica coffee farmers in Catur Village. The sample was selected by simple random or random sampling, with a sample size of 30 farmers. The results showed that the average income of Kintamani Arabica coffee farming in Bangli Regency was 17,508,497 IDR/year/ha or 1,459,041 IDR/month/ha. The feasibility analysis of Kintamani Arabica coffee farming shows that the R/C ratio was 4.40, the B/C ratio was 3.40, the production BEP was 96.81 kg/ha, and the price BEP was 980.001.20 IDR/year/ha. According to theese findings, Kintamani Arabica coffee farming in Bangli Regency is feasible because it has benefited farmers.

Keywords: consumer behavior, consumer characteristics, buying decision, structural equation modeling-partial least square

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Sebagai komoditas perkebunan dan ekspor, kopi memiliki peran vital dalam perekonomian Indonesia (Islami, Prasetyanto, & Setiawan, 2022). Kopi arabika adalah jenis kopi tertua yang dibudidayakan di seluruh dunia dengan varietasnya. Kopi

arabika dianggap paling enak, dengan rasa dan aroma yang khas (Muzaifa & Setiawan, 2016). Tanaman kopi arabika dapat tumbuh di Indonesia pada ketinggian 700-1700 mdpl dan suhu rata-rata 15-24°C (Siahaan, 2018). Kopi Kintamani di Kabupaten Bangli Bali telah mendapatkan reputasi tinggi sebagai salah satu kopi asli Indonesia (Suastuti, 2012). Kopi Kintamani ditanam di daerah tertentu pada ketinggian lebih dari 900 meter di atas permukaan laut (Mawardi, et al., 2005; Wahyudi dan Jati, 2012). Badan Pusat Statistik Bali (2020) menunjukkan data luas, produksi, dan jumlah petani di Kabupaten Bangli memiliki luas tanaman produktif tertinggi yaitu 5.640,43 ha dengan jumlah produksi 2.116,22 ton dan dengan jumlah petani terbanyak yaitu 7.440 orang. Pasalnya, Kabupaten Kintamani terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut dan sangat ideal untuk pertumbuhan tanaman kopi arabika karena iklimnya yang sejuk dan tanah yang subur. Kawasan Kintamani Bali memiliki potensi yang baik untuk pertanian kopi arabika dan merupakan salah satu mata pencaharian utama masyarakat setempat (Kartika et al., 2018). Diharapkan usahatani kopi dapat memberikan pendapatan yang tinggi dibandingkan dengan biaya produksi yang akan digunakan sehingga pendapatan yang diterima petani lebih tinggi (Ngabito et al., 2021). Oleh karena itu, perlu adanya kajian penelitian usahatani kopi dengan mempelajari “Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Kopi Arabika Kintamani di Kabupaten Bangli Bali”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pendapatan yang dihasilkan usahatani kopi arabika dan menilai kelayakan usahatani kopi arabika di Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.

  • 1.2    Tujuan Penelitian

  • 1.    Mengkaji seberapa besar pendapatan usahatani kopi Arabika di Kintamani kabupaten Bangli

  • 2.    Menganalisis kelayakan usahatani kopi Arabika di Kintamani Kabupaten Bangli Bali.

  • 1.3    Manfaat Penelitian

  • 1.    Hasil kajian ini diharapkan dapat ememberikan manfaat dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pengembangan usahatani yang dilakukan oleh para petani.

  • 2.    Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan kebijaksanaan pembangunan perkebunan di pedesaan, khususnya tanaman kopi.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Lokasi ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Desa Catur merupakan sentra kopi terbesar di Kintamani, dan populasi tanaman kopi arabika

terbesar ada di daerah tersebut. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2022 – April 2022.

  • 2.2.    Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan penelitian langsung dengan seluruh stakeholder dan petani kopi untuk mendapatkan data yang akurat dan konkrit. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka terhadap berbagai dokumen, artikel, buku, dan sumber lain, seperti data statistik dari BPS.

  • 2.3.    Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani yang membudidayakan kopi arabika di Desa Catur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli yang berjumlah 594 orang. Penelitian ini menggunakan metode Random Sampling. Responden ditentukan sebanyak 5% dari jumlah populasi yaitu 30 responden.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Identitas Responden

Pada penelitian ini terdapat 30 responden dengan identitas responden yang akan dikelompokkan ke dalam tujuh pengelompokkan, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, status kepemilikan tanah, luas tanam kopi arabika, dan jumlah tanaman kopi arabika.

Tabel 1.

Usia Petani Responden di Desa Catur

Umur (Tahun)

Jumlah (Orang)       Persentase (%)

25 – 31

32 – 38

39 – 45

46 – 52

53 – 59

60 – 65

4                   13.33

4                   13.33

8                  26.67

12                 36.67

0                   3.33

2                   6.67

Total

30                 100.00

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Berdasarkan Tabel 1 kelompok umur terbanyak adalah 46-52 tahun dengan persentase sebesar 36,67%. Mengacu pada rentang usia produktif yang dikemukakan Badan Pusat Statistik, seluruh responden berada pada kategori usia produktif. Hal ini menunjukkan bahwa semua responden masih memiliki kemampuan fisik yang lebih tinggi, ingatan yang lebih baik, dan lebih bersedia mengambil risiko dalam mengadopsi inovasi dan teknologi baru (Berkowsky et al., 2018). Dengan demikian, petani di Desa Catur dapat melakukan kegiatan bercocok tanam dengan lebih produktif untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Tabel 2.

Jenis Kelamin Petani Responden di Desa Catur

Jenis Kelamin

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Laki-laki

20

66.67

Perempuan

10

33.33

Total

30

100.00

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Tabel 2 menunjukkan bahwa petani laki-laki lebih banyak dibandingkan petani perempuan di Desa Catur, dengan persentase petani laki-laki mencapai 66,67%. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, khususnya pertanian kopi arabika, tetap menjadi sektor utama penopang ekonomi keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga.

Tabel 3.

Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Catur

Tingkat Pendidikan

Jumlah (Orang)      Persentase (%)

Tidak sekolah SD SMP SMA

Sarjana

1                    3.33

7                23.33

11                 36.67

8                26.67

3                  10.00

Total

30               100,00

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Tabel 3 menunjukkan bahwa pendidikan responden terakhir adalah setingkat SMP yaitu sebanyak 11 orang dengan persentase mencapai 36,67%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani semakin meningkat. Petani menjadi lebih melek akan informasi yang berdampak pada penggunaan teknik penyuluhan yang sudah bisa dilakukan secara online melalui website atau aplikasi teleconference (Kumar, 2020). Hanya satu dari 30 responden yang tidak bersekolah karena keadaan ekonomi yang buruk dan kesalahpahaman bahwa sekolah hanya untuk belajar membaca dan berhitung. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga akan lebih produktif.

Tabel 4.

Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa Catur

Jumlah tanggungan (Orang)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

2 – 4

27

90.00

5 – 8

3

10.00

Jumlah

30

100.00

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga terbanyak berada pada kisaran 2-4 orang dengan persentase mencapai 90,00%. Jumlah tanggungan dalam keluarga dapat mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga. Apabila jumlah tanggungan tidak seimbang dengan jumlah pendapatan maka akan mengakibatkan konsumsi berlebihan dan kebutuhan rumah tangga tidak mencukupi karena konsumsi melebihi pendapatan.

Tabel 5.

Status Kepemilikan Tanah Responden di Desa Catur

Kepemilikan lahan

Jumlah (orang)

Luas lahan (Ha)

Persentase (%)

Milik sendiri

25

21.28

83.52

Sewa

2

2.10

8.24

Bagi hasil

2

1.10

4.32

Milik sendiri dan bagi hasil

1

1.00

3.92

Jumlah

30

25.48

100.00

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa status kepemilikan tanah yang paling banyak adalah tanah milik, dengan persentase mencapai 83,52%. Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani responden adalah 0,85 Ha. Petani dengan status kepemilikan lahan milik sendiri mengeluarkan biaya lebih sedikit daripada status kepemilikan lainnya. Hal ini terkait dengan biaya yang dikeluarkan berupa pajak tanah dengan rata-rata Rp.107.597,-/ha/tahun. Rata-rata biaya sewa tanah di Desa Catur adalah Rp 40.000.000 – Rp 50.000.000/ha/musim tanam. Biaya sewa tanah tergantung pada lokasi tanah dan kesepakatan dengan pemilik tanah. Salah satu sistem bagi hasil yang diterapkan oleh petani responden adalah petani memberikan bagi hasil sebesar Rp 6.000.000 kepada pemilik lahan setiap tahunnya sejak pertama kali perkebunan kopi dapat menghasilkan biji kopi hingga tidak dapat menghasilkan sama sekali.

Tabel 6.

Luas Tanam Kopi Arabika di Desa Catur

Luas lahan (Ha)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

0 – 0.5

9

30.00

0.6 – 1

19

63.33

1.1 – 1.5

1

3.33

1.6 – 2

1

3.33

Total

30

100.00

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden membudidayakan kopi arabika pada luas tanam 0,6 - 1 Ha yaitu sebanyak 19 orang dengan persentase mencapai 63,33%. Jika membandingkan luas tanam kopi dengan luas tanam komoditi lain, petani responden di Desa Catur menggunakan sebagian besar lahannya untuk budidaya kopi arabika yaitu 23,30 Ha atau mencapai 91,44%. Sisanya (2,18 Ha) digunakan untuk membudidayakan komoditas lain atau dibiarkan tanpa ditanami komoditas apapun. Petani responden dengan luas tanam lebih dari 1 ha adalah petani dengan status kepemilikan tanah sewa, sedangkan tanah milik, bagi hasil, dan tanah campuran digarap kurang dari 1 ha.

Tabel 7.

Jumlah Tanaman Kopi Arabika per Petani di Desa Catur

Jumlah Tanaman Kopi (Pohon)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

150 – 465

9

30.00

466 – 781

5

16.67

782 – 1097

7

23.33

1098 – 1413

2

6.67

1414 – 1729

6

20.00

1730 – 2000

1

3.33

Total

30

100.00

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Jumlah tanaman terbesar yang dimiliki petani adalah 150 – 465 pohon (30,00%). Banyaknya tanaman kopi yang dimiliki petani tergantung pada beberapa faktor antara lain luas lahan, jarak tanam, ada tidaknya komoditas lain yang ditanam berdampingan dengan sistem tumpangsari, dan besarnya modal yang dimiliki petani untuk membeli bibit dan modal untuk membeli bibit. pemeliharaan tanaman kopi (Djufry et al., 2022). Produksi kopi di Desa Catur masih rendah karena masih ditanam di lahan kecil, 0,6 - 1 Ha, dengan hanya 150 - 465 pohon.

  • 3.2    Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika di Desa Catur

Analisis pendapatan usahatani kopi arabika menghitung biaya yang dikeluarkan dan besarnya pendapatan yang diperoleh. Pendapatan tersebut kemudian dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan total pendapatan pertanian (Veronica et al., 2020). Berdasarkan wawancara dengan responden, kopi arabika di Desa Catur mulai berproduksi pada tahun ke-4 hingga ke-15. Setelah umur 15 tahun tanaman kopi dianggap tua karena biaya pemeliharaan kopi akan lebih besar dari pendapatan sehingga dilakukan pemangkasan dan penggantian. Umur tanaman kopi pada saat pengambilan data berkisar antara 4-5 tahun.

  • 3.2.1    Biaya tetap usahatani kopi arabika di Desa Catur

Biaya tetap usahatani kopi arabika terdiri dari biaya tetap tunai dan biaya tetap non tunai (Tenriawaru et al., 2020). Biaya tunai tetap termasuk pajak tanah, bunga

pinjaman, dan biaya subak. Biaya tetap non tunai terdiri dari biaya penyusutan alat dan mesin pertanian yang tidak dikeluarkan secara tunai tetapi tetap diperhitungkan sebagai biaya dalam usaha tani. Rincian biaya tetap usahatani kopi arabika di Desa Catur disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8.

Biaya Tetap Usahatani Kopi Arabika

No

Biaya Tetap

Jumlah (Rupiah/tahun/ha)

1.

Pajak lahan

107.597

2.

Bunga pinjaman

51.502

3.

Biaya Subak

60.086

4.

Penyusutan mesin

572.061

Total biaya tetap

791.246

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Biaya tetap tertinggi dikeluarkan untuk penyusutan mesin dan peralatan dengan nilai Rp 572.061/tahun/ha, mencapai 72,30% dari total biaya tetap. Alat dan mesin pertanian yang digunakan berupa bangunan yaitu pondok berupa mesin atau peralatan antara lain cangkul, garu, arit, penyemprot, dan mesin pemotong rumput. Beban penyusutan dapat dipengaruhi oleh jumlah mesin yang dimiliki, harga mesin, dan umur mesin. Semakin banyak mesin maka semakin tinggi harganya, dan semakin lama umur mesin maka semakin tinggi pula biaya penyusutan yang harus diperhitungkan. Apabila mesin tersebut telah melewati usia ekonomisnya, maka peralatan tersebut tidak dapat lagi memberikan manfaat yang optimal bagi petani dan harus diganti dengan yang baru. Biaya subak yang harus dibayar petani tergantung pada awig-awig atau aturan yang berlaku di masing-masing subak. Biaya ini dibayarkan setiap bulan atau setiap dua tahun sebelum upacara keagamaan di Pura Bedugul. Jumlah biaya subak berkisar antara Rp40.000 hingga Rp60.000/tahun untuk setiap petani, dengan nilai rata-rata Rp60.086/tahun/ha.

  • 3.2.2    Biaya variabel usahatani kopi arabika di Desa Catur

Biaya variabel usahatani kopi arabika dalam penelitian ini meliputi biaya variabel tunai dan non tunai. Rincian biaya variabel usahatani kopi arabika di Desa Catur disajikan pada Tabel 9.

Biaya variabel tertinggi yang dikeluarkan untuk pembelian sarana produksi adalah pupuk dengan nilai Rp 1.454.220/ha/tahun. Rata-rata penggunaan pupuk kandang adalah 151 kg/ha/tahun, dimana pemupukan dilakukan sekali atau dua kali dalam setahun, tergantung keputusan petani. Tenaga kerja dalam keluarga meliputi istri, anak, dan kerabat yang pada umumnya tidak dibayar secara tunai tetapi tetap dihitung dengan mengalikan HOK dengan upah yang berlaku di Desa Catur. Kisarannya antara Rp70.000 hingga Rp80.000/HOK untuk pekerja laki-laki dewasa dan Rp60.000 hingga Rp75.000/HOK untuk pekerja perempuan dewasa. Tenaga kerja

dari dalam keluarga lebih banyak digunakan daripada di luar keluarga untuk mengurangi biaya tenaga kerja.

Tabel 9.

Biaya Variabel Usahatani Kopi Arabika

No

Biaya Variabel

Jumlah (rupiah/tahun/ha)

1.

Tenaga kerja luar keluarga

371.187

2.

Tenaga kerja dalam keluarga

1.298.169

3.

Fasilitas produkdi

1.897.854

- sewa tanah

86.123

- bagi hasil

51.502

- benih

106.009

- pupuk kandang dan NPK

1.454.220

4.

Pupuk kandang dari peternakan sendiri

798.283

Total Biaya Variabel

4.365.494

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

  • 3.2.3    Pendapatan pertanian kopi arabika di Desa Catur

Pendapatan usahatani kopi arabika terdiri dari pendapatan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai diperoleh dengan mengalikan total produksi kopi dengan harga jual kopi saat ini. Rata-rata harga jual kopi di Desa Catur adalah Rp. 10.136/kg dengan produksi kopi rata-rata 2.223 kg/tahun/ha. Panen kopi dilakukan 2-5 kali dalam setahun, tergantung jumlah biji kopi merah yang tersedia. Rincian pendapatan usahatani kopi arabika di Desa Catur disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10.

Pendapatan dari Usahatani Kopi Arabika

No

Penerimaan

Jumlah (rupiah/tahun/ha)

1.

Penerimaan tunai

22.326.180

2.

Penerimaan Non tunai

339.056

Total Penerimaan

22.665.236

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Pendapatan terbesar petani kopi arabika di Desa Catur berasal dari penerimaan kas sebesar Rp.22.326.180/tahun/ha. Kopi yang dipanen tidak dijual seluruhnya. Beberapa petani menyisihkan biji kopinya untuk dikonsumsi, disimpan, dan diolah menjadi produk lain, menjadi pendapatan non tunai. Pendapatan non-tunai juga dapat berasal dari inisiatif bantuan pemerintah, seperti bantuan dalam mendistribusikan benih kopi.

  • 3.2.4    Pendapatan usahatani kopi arabika di Desa Catur

Pendapatan usahatani kopi arabika di Desa Catur diperoleh dari pengurangan pendapatan dengan biaya tetap dan variabel. Rincian pendapatan rata-rata usahatani kopi arabika di Desa Catur disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11.

Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kopi Arabika di Desa Catur

No

Keterangan

Unit

Jumlah

1.

Penerimaan

  • a.    Produksi kopi Arabika

  • b.    Harga jual

  • c.    Penerimaan tunai

  • d.    Penerimaan non tunai

Kg/tahun/ha rupiah/kg rupiah/tahun/ha rupiah/tahun/ha

2.223

10.137

22.326.180

339.056

Total Penerimaan

Rp/tahun/ha

22.665.236

2.

Fixed Cost

  • a.    Pajak tanah

  • b.    Bunga pinjaman

  • c.    Biaya Subak

  • d.    Penyusutan mesin

rupiah/tahun/ha rupiah/tahun/ha rupiah/tahun/ha rupiah/tahun/ha

107.597

51.502

60.086

572.061

Total Fixed Cost

Rp/tahun/ha

791.246

3.

Variable Cost

  • a.  Tenaga kerja luar keluarga

  • b.  Tenaga kerja luar keluarga

  • c.  Fasilitas produksi

  • d.    Pupuk    kandang    dari

peternakan sendiri

Rupiah/tahun/ha

Rupiah/tahun/ha

Rupiah/tahun/ha

Rupiah/tahun/ha

371.187

1.298.169

1.897.854

798.283

Total Variable Cost

Rupiah/tahun/ha

4.365.494

Total Cost

Rupiah/tahun/ha

5.156.739

Pendapatan

Rupiah/tahun/ha

17.508.497

Pendapatan

Rupiah/tahun/ha

1.459.041

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Produksi kopi arabika sebanyak 2.223 kg/tahun dengan harga jual rata-rata Rp10.137/kg. Pendapatan rata-rata petani kopi di Desa Catur adalah Rp.17.508.497/tahun/ha atau Rp.1.459.041/bulan/ha. Jika dibandingkan dengan penelitian Susanti (2021) tentang pendapatan dan kelayakan usahatani kopi arabika di Desa Potokullin Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang, pendapatan petani kopi arabika di Desa Catur lebih rendah. Dengan harga jual Rp 15.000/kg dan total produksi kopi arabika 2.565/kg/tahun, pendapatan petani dari usahatani kopi arabika di Desa Potokullin mencapai Rp 28.622.625/tahun. Hal ini mungkin disebabkan karena harga jual kopi dan jumlah produksi kopi di Desa Potokullin lebih tinggi dibandingkan di Desa Catur. Rendahnya produksi kopi di Desa Catur dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel, antara lain usia kopi yang masih muda, yang berarti produksi kopi masih

rendah; harga jual rendah; dan penggunaan pupuk yang rendah sehingga produktivitas tidak optimal.

  • 3.3    Analisis Kelayakan Usahatani Kopi Arabika di Desa Catur

Analisis kelayakan usahatani diperlukan untuk menentukan apakah usahatani tersebut layak atau tidak. Pada penelitian ini analisis kelayakan usaha tani dapat dilihat dengan menganalisis R/C ratio, B/C ratio, dan BEP.

  • 3.3.1    Analisis kelayakan rasio R/C dan rasio B/C

Analisis kelayakan rasio R/C diperoleh dengan membandingkan total pendapatan dengan total biaya. Analisis kelayakan rasio B/C diperoleh dengan membandingkan total manfaat dengan total biaya. Rincian analisis kelayakan R/C ratio dan B/C ratio usahatani kopi arabika di Desa Catur disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12.

Analisis Kelayakan R/C Ratio dan B/C Ratio Usahatani Kopi Arabika di Desa Catur Kintamani

No         Keterangan             Jumlah

  • 1.           R/C Ratio                 4.40

  • 2.           B/C Ratio                 3.40

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Rasio R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani kopi arabika di Desa Catur layak dilakukan karena setiap tambahan biaya Rp1.000, petani akan memperoleh tambahan pendapatan Rp4.400. Jika dilihat dari nilai B/C ratio maka nilai B/C ratio adalah 3,40. Nilai B/C ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani kopi arabika di Desa Catur layak dilakukan karena setiap tambahan biaya Rp1.000, petani akan mendapatkan tambahan pendapatan Rp3.400. Dapat disimpulkan bahwa usahatani kopi arabika di Desa Catur sangat layak untuk dibudidayakan karena kegiatan budidaya tersebut dapat memberikan manfaat positif bagi petani.

  • 3.3.2    Analisis Break Event Point (BEP)

Analisis Break Even Point (BEP) dilakukan untuk mengetahui nilai impas dimana usahatani kopi arabika tidak menguntungkan dan tidak mengalami kerugian. Dengan mengetahui nilai BEP, petani harus menjual produk di atas nilai BEP untuk mendapatkan keuntungan. BEP atau titik impas diperoleh dari total pendapatan dengan kondisi yang sama dengan total biaya yang dikatakan impas (Susanti, 2021). Rincian analisis BEP usahatani kopi arabika di Desa Catur disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13.

Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Kopi Arabika di Desa Catur

No

Keterangan

Jumlah

1

Total Fixed Cost (rupiah/tahun/ha)

791,245.66

2

Total Variable Cost (rupiah/tahun/ha)

4,365,493.56

3

Total Cost (rupiah/tahun/ha)

5,156,739.22

4

Total Revenue (rupiah/tahun/ha)

22,665,236.05

5

Total Income (rupiah/tahun/ha)

17,508,496.83

6

Total Income (rupiah/bulan/ha)

1,459,041.40

7

Variable Cost/Unit (rupiah/bulan/ha)

1,963.63

8

Total Produksi(kg/ha)

2,223.18

9

Nilai produksi (rupiah/kg)

10,136.67

10

BEP unit (kg/ha)

96.81

11

BEP harga (rupiah/tahun/ha)

980,001.20

Sumber: Hasil olahan data primer, 2022

Berdasarkan data pada Tabel 13 terlihat bahwa nilai BEP produksi usahatani kopi arabika di Desa Catur sebesar 96,81 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani dikatakan mencapai titik impas jika menjual kopi sebanyak 96,81 kg/ha. Jika petani menjual lebih dari nilai tersebut maka petani akan mendapat untung. Sebaliknya, jika petani menjual kurang dari jumlah tersebut maka petani akan mengalami kerugian. Harga BEP dari pertanian kopi arabika di Desa Catur adalah Rp980.001,20/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani dikatakan impas jika menerima pendapatan sebesar Rp980.001,20/tahun. Petani akan mendapatkan keuntungan jika pendapatan petani lebih dari Rp 980.001,20/tahun. Sebaliknya, jika petani menerima lebih rendah dari ini, maka petani akan mengalami kerugian. Petani kopi arabika di Desa Catur telah menjual sebanyak 2.223,18 kg/ha dengan total pendapatan Rp.22.665.236,05/tahun/ha. Dengan demikian, petani telah melewati titik impas dan dapat memperoleh keuntungan dari usaha taninya.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1.   Kesimpulan

Analisis pendapatan usahatani kopi arabika Kintamani menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata dari usahatani kopi di Kabupaten Bangli dengan total luas tanam 23,30 ha adalah Rp.17.508.497,-/tahun/ha atau Rp.1.459.041,-/bulan/ha. Analisis kelayakan usahatani kopi arabika Kintamani menunjukkan bahwa R/C rasio 4,40, B/C rasio 3,40, BEP produksi 96,81 kg/ha, dan harga BEP Rp 980.001,20/tahun/ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahatani kopi arabika Kintamani di Kabupaten Bangli layak dilakukan karena menguntungkan petani.

  • 4.2.    Saran

Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan analisis kelayakan usahatani kopi arabika Kintamani, petani perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kopi arabika. Dukungan dari pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memberikan

pelatihan dan penyuluhan terkait peningkatan produktivitas kopi arabika dan usaha pengolahan kopi agar petani dapat meningkatkan nilai tambah produknya. Petani diharapkan dapat langsung mengolah biji kopi merah menjadi kopi bubuk arabika spesialti untuk meningkatkan harga jual dan pendapatan.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Bali. 2020. Statistik Provinsi Bali. Bali: BPS- Provinsi Bali. https://banglikab.bps.go.id/subject/53/tanaman-pangan.html.

Berkowsky, R. W., Sharit, J., dan Czaja, S. J. 2018. Faktor Memprediksi Keputusan Tentang Adopsi Teknologi Di Kalangan Orang Dewasa Tua. Inovasi dalam Penuaan 2018, 1–12. doi:10.1093/geroni/igy002.

Djufry, F., Wulandari, S., dan Villano, R. Implementasi Pertanian Cerdas Iklim pada Petani Kopi di Indonesia dan Strategi Percepatannya. Tanah,11,1112: 1-21. https://doi.org/10.3390/land11071112.

Islami, F.S., Prasetyanto, P.K., dan Setiawan, A.Z. 2022. Analisis Faktor Penentu Ekspor Kopi di Indonesia. INOVASI: Jurnal Ekonomi, Keuangan dan Manajemen, 18: 61–67. DOI: 10.29264/jinv.v18i0.11239.

Kartika, I.M., Suwandana, I.M.A, dan Indah, L.P.V. 2018. Peran Supply Chain Management Dalam Sistem Produksi Kopi Kintamani Di Kabupaten Bangli Bali. Kemajuan Ekonomi

Kumar, P. 2020. Wbl Untuk Mempromosikan Pembelajaran Seumur Hidup Di Antara Petani Dari Negara Berkembang: Strategi Utama. Jurnal Pendidikan Jarak Jauh-TOJDE 11(1): 1302-6488.

Mawardi, S., Avelino, J., Sallee, B., Perriot, J.J., Sautier, D., Lelong, C., Jacquet, M., Ribbeyre, F., and Keller, V. 2005. Pengembangan Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia: Kopi Arabika Bali Kintamani sebagai Kasus Pendahuluan. 2005. Presentasi pada “Seminar Indikasi Geografis: Tanah Peluang”, Hanoi (Vietnam).

Muzaifa, M., dan Setiawan, D. 2016. Studi Eksplorasi Senyawa Kimia Kopi Khas Gayo (Coffea Arabica L.), Profil Sensorik dan Penampakan Fisik. Jurnal Nutrisi Pakistan, 15(15): 486–491. DOI: 10.3923/pjn.2016.486.491.

Ngabito, A., Baruwadi, M., dan Indriani, R. 2021. Analisis Pendapatan Petani Kopi Di Pinogu Bone Bolango. Jurnal Riset dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan 6(1): 56-63.

Siahaan, A. 2018. Identifikasi Produksi Kopi Arabika di Dataran Tinggi Lintong Ni Huta Humbang Hasundutan. Jurnal Internasional Lingkungan, Pertanian, dan Bioteknologi (IJEAB) 3(1): 249–255. DOI: 10.22161/ijeab/3.1.31.

Suastuti, N.L. 2012. Kepuasan Wisatawan Terhadap Kopi Arabika Di Desa Catur Kintamani Bangli – Bali. Kemajuan Riset Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, Atlantis Press 11: 85-89.

Susanti M. 2021. “Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Kopi Arabika di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu, Kabupaten Enrekang.” Skripsi. Fakultas    Pertanian,    Universitas    Muhammadiyah    Makassar.

https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/18654-Full_Text.pdf (diakses pada 30 Juni 2022)

Tenriawaru, A. N., Summase, I., Rukka, R. M., Viantika, N. M., Arsyad, M., Amiruddin, A., and Hadman, A. B. 2020. Agribisnis Kopi dan Pendapatan

Petani. Konferensi TIO Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 486, 012023 Penerbitan IOP. doi:10.1088/1755-1315/486/1/012023.

Veronica, E., Ayu, S.F., dan Rahmanta. 2020. Analisis risiko pendapatan penggunaan kredit pada tanaman kopi arabika di Sumatera Utara. Konferensi TIO Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 454, 012018 Penerbitan IOP. doi:10.1088/1755-1315/454/1/012018.

Wahyudi, T., dan Jati, M. 2012. Tantangan Sertifikasi Kopi Berkelanjutan di Indonesia. Seminar Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Sertifikasi pada Rantai Pasokan Kopi, INTERNATIONAL COFFEE COUNCIL Sesi ke-109, London, Inggris Raya 25 September 2012.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

657