Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Untuk Mencegah Dehisensi Luka Pada Fraktur Shaft Tibia Pasca Operasi dan Hubungannya Dengan IL-6
on
DIRECTORY OF
OPEN ACCESS
JOURNALS
Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Untuk Mencegah Dehisensi Luka Pada
Fraktur Shaft Tibia Pasca Operasi dan Hubungannya Dengan IL-6
Paulus Lukman1*, Mendy Hatibie Oley2, Djarot Noersasongko3, Fima L. F. G. Langi4
-
1 Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS-I) Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
2 Staf Pengajar Ilmu Bedah Divisi Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
3 Staf Pengajar Ilmu Bedah Divisi Bedah Orthopaedi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
4 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
*Penulis korespondensi: [email protected].
ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dan interleukin (IL) -6 terhadap penyembuhan luka setelah dilakukan operasi pada fraktur tibia. Metode: Penelitian ini merupakan randomized controlled trial yang membandingkan pasien dengan TOHB dan kontrol (tanpa TOHB). Semua pasien menjalani operasi reduksi terbuka dan fiksasi internal. Pasien dengan TOHB akan mendapatkan terapi oksigen hiperbarik. Luka operasi dan kadar IL-6 dievaluasi dua minggu pasca operasi untuk melihat ada tidaknya dehisensi. Hasil: Penelitian ini menemukan bahwa kadar faktor inflamasi jauh lebih rendah pada kelompok TOHB dibanding kontrol (31,1 vs 38,4 pg/mL; p = 0,003). Kadar IL-6 secara keseluruhan turun menjadi 20 pg/mL setelah terapi, dimana kelompok TOHB memiliki kadar IL-6 yang jauh lebih rendah dibandingkan kontrol (median 16,4 vs 35,4 pg/mL; p < 0,001). Pemberian oksigen hiperbarik berperan terhadap rerata penurunan IL-6 sebesar 11,07 pg/mL (IK 95% 7,80- 14,34 pg/mL; p <0,001) lebih tinggi pada mereka yang menerima terapi tersebut dibandingkan kontrol. Simpulan: TOHB dapat mencegah terjadinya dehisensi luka dengan mengurangi edema yang ditandai dengan penurunan kadar IL-6.
Kata kunci: hiperbarik, dehisensi, fraktur tibia, interleukin-6.
DOI: https://doi.org/10.24843/JBN.2022.v06.i02.p02
ABSTRACT
Aim: To determine the association between hyperbaric oxygen therapy (TOHB) and interleukin (IL)-6 on wound healing after surgery on tibia fractures. Methods: This study was a randomized controlled trial comparing patients with TOHB vs controls (without TOHB). All patients underwent open reduction and internal fixation surgery. Patients with TOHB will receive hyperbaric oxygen therapy. The surgical wound and IL-6 levels were evaluated two weeks postoperatively for dehiscence. Results: This study found that levels of inflammatory factors were much lower in the TOHB group than in the control group (31.1 vs 38.4 pg/mL; p = 0.003). Overall, IL-6 levels decreased to 20 pg/mL after procedure, whereas the TOHB group had significantly lower IL-6 levels than controls (median 16.4 vs 35.4 pg/mL; p < 0.001). The administration of hyperbaric oxygen contributed to decrease mean IL-6 of 11.07 pg/mL (95% CI 7.80-14.34 pg/mL; p < 0.001) which was higher in those receiving this therapy than the controls. Conclusion: TOHB can prevent the wound dehiscence by reducing edema characterized by a decrease in IL-6 levels.
Keywords: hyperbaric, dehiscence, tibia fracture, interleukin-6.
PENDAHULUAN Penyebab tersering dari fraktur ini adalah
Fraktur tibia merupakan fraktur yang trauma, baik karena kecelakaan lalu lintas paling sering dijumpai pada praktek orthopedi. maupun karena terjatuh.1 Tingkat keparahan
43 | JBN (Jurnal Bedah Nasional)
dipengaruhi oleh morfologi fraktur dan jaringan sekitar yang terlibat. National Center for Health Statistic (NCHS) melaporkan kejadian tahunan dari fraktur tibia sebesar 492.000 setiap tahunnya di Amerika. Total lama perawatan rumah sakit pasien dengan fraktur tibia adalah 569.000 hari setiap tahunnya.2-4 Angka kejadian fraktur ini lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rata-rata terjadi pada usia 37 tahun.5
Fraktur tibia rentan mengalami komplikasi. Kurangnya jaringan lunak yang menutupi di sekitar tulang membuat ujung tulang cenderung gagal mengalami penyembuhan (nonunion). Sekitar 50.000 orang Amerika Utara menderita komplikasi nonunion ini setiap tahun. Komplikasi lain termasuk infeksi, malunion, dan malalignment yang kadang memerlukan operasi tambahan. Strategi manajemen untuk meminimalkan komplikasi dan operasi kembali masih kontroversial. Selama 20 tahun terakhir, ahli bedah telah menggunakan empat pendekatan manajemen untuk fraktur tibia: fiksasi intramedullary nail, fiksasi plat, fiksasi eksternal dan casting atau bracing fungsional.3
Terapi pembedahan dan perawatan pasca operasi dari fraktur tibia merupakan sebuah tantangan karena penyembuhan tulang dan luka dapat menjadi kritis. Ketidakseimbangan pasokan darah intramedular menyebabkan penurunan pasokan darah pada tibia bagian distal. Jaringan lunak di sekitarnya rentan karena otot yang menutupi hilang, yang juga menyebabkan berkurangnya kapasitas penyembuhan tulang.6
Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) adalah penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang lebih tinggi dari pada tekanan atmosfer permukaan air laut, yaitu pada tekanan dua sampai tiga atmosphere absolute (ATA) di dalam ruang hiperbarik. Penelitian mengenai penggunaan TOHB sebagai modalitas terapi
tambahan telah dilakukan di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou selama periode tahun 20112016 pada 128 kasus. Penggunaan TOHB terbanyak dilaporkan untuk decompression sickness (46,87%), diikuti luka bakar termal (22,65%), ulkus diabetikum (14,84%), crush injury, skin graft dan pre-post amputation masing-masing sebanyak 6 kasus (4,68%) dan gas gangrene (1,56%).7-9
Berbagai laporan menyebutkan bahwa luka dapat disembuhkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan melibatkan serangkaian fase yang saling bertumpang tindih, yaitu inflamasi, epitelisasi, angiogenesis, dan deposit matriks.10 Hal ini mendorong peneliti ingin mengetahui apakah terdapat pengaruh dari terapi oksigen hiperbarik terhadap penyembuhan luka setelah dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal pada pasien dengan fraktur tibia.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan randomized controlled trial yang membandingkan dua kelompok perlakuan, yaitu pasien dengan terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dan kontrol (tanpa TOHB). Pengumpulan dan pengolahan data berpusat pada Bagian Bedah dari Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou (RSUP) Manado. Pemilihan sampel dan pengumpulan data penelitian berlangsung selama enam bulan hingga besar sampel minimal tercapai.
Besar sampel keseluruhan n = n1+n2 adalah 21 orang. Penderita mendapatkan penanganan luka untuk fraktur terbuka derajat I yang mencakup: debridemen, kontrol luka, kontrol mikrobiologi-kontrol infeksi, dan kontrol edukasi. Pasien dengan faktur tertutup mendapatkan penanganan berupa analgetik adekuat dan fiksasi sementara. Pasien kemudian menjalani operasi reduksi terbuka
dan fiksasi interna dengan menggunakan plate and screw. Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dengan pemberian inhalasi oksigen berkonsentrasi 100% pada tekanan 2,4 ATA dalam ruangan oksigen hiperbarik selama 60 menit yang dibagi dalam dua durasi masing-masing 30 menit dengan jeda 10 menit.
Pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar interleukin (IL)-6 dilakukan sehari sebelum dan sesudah perawatan luka pasca operasi pada pasien kontrol. Berbeda pada pasien perlakuan, pengambilan darah dilakukan sehari sebelum dan sesudah perawatan luka dan TOHB. Evaluasi luka pasca operasi dilakukan pada minggu pertama untuk menilai ada atau tidaknya dehisensi pada luka pasca operasi.
HASIL
Dua puluh pasien fraktur shaft tibia yang dirawat di RSUP Manado selama selang waktu penelitian memenuhi persyaratan sampel dan datanya diambil untuk analisis (Tabel 1). Alokasi sampel pada kedua kelompok seimbang (10 sampel kelompok kontrol dan 11 sampel kelompok TOHB). Rerata usia sampel penelitian secara keseluruhan adalah 40 tahun dengan deviasi cukup besar yakni hampir 20 tahun. Rerata usia pasien dalam kelompok TOHB kurang lebih tujuh tahun lebih muda daripada kontrol, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki (81%) dan tidak ada perbedaan signifikan dari proporsi jenis kelamin antara kedua kelompok.
Tabel 1. Karakteristik Pasien Fraktur Shaft Tibia
Karakteristik |
Total (n=21) |
Kontrol (n=10) |
TOHB (n=11) |
pa | |||
M (SD) |
Med (Q1-Q2) |
M (SD) |
Med (Q1-Q2) |
M (SD) |
Med (Q1-Q2) | ||
Usia (tahun) |
40,2 (19,6) |
* |
43,7 (16,4) |
* |
37,1 (22,4) |
* |
0,454 |
Jenis Kelamin, n(%) | |||||||
Wanita |
4 (19) |
* |
2 (20) |
* |
2 (8) |
* |
1,000 |
Pria |
17 (81) |
* |
8 (80) |
* |
9 (82) |
* | |
Interleukin-6 (pg/ml) | |||||||
Sebelum tindakan |
34,6 (6,0) |
* |
38,4 (5,6) |
* |
31,1 (4,0) |
* |
0,003 |
Sesudah tindakan |
* |
20,1 (16,4–33,5) |
* |
35,4 (32,5-38,8) |
* |
16,4 (15,5-17,6) |
<0,001 |
Sebelum-sesudah |
9,4 (6,6) |
* |
3,6 (2,7) |
* |
14,7 (4,2) |
* |
<0,001 |
Laboratorium Darahb |
* | ||||||
Hemoglobin |
11,5 (1,2) |
* |
11,6 (2,1) |
* |
11,4 (1,0) |
* |
0,869 |
Leukosit (x103) |
9,8 (4,0) |
* |
11,5 (6,5) |
* |
9,3 (3,7) |
* |
0,542 |
Hematokrit |
* |
32,6 (31,1-34,9) |
* |
35,0 (32,6-37,3) |
* |
32,6 (31,6 – 34,3) |
0,889 |
Trombosit |
368,9 (101,1) |
* |
352,5 (33,2) |
* |
374,3 (118,1) |
* |
0,814 |
Catatan: Med median, Q1 kuartil I, Q3 kuartil III, a uji T atau Mann-Whitney U berdasarkan normalitas distribusi
variabel numerik, uji Fisher Exact pada variabel kategori. b Data tersedia hanya pada 9 dari 21 pasien.
Rerata kadar IL-6 serum seluruh sampel sebelum menerima tindakan untuk fraktur shaft tibia adalah 35 pg/mL (SD ± 6 pg/mL). Nilai faktor inflamasi ini jauh lebih rendah pada kelompok TOHB dibanding kontrol (31,1 vs 38,4 pg/mL; p = 0,003). Kadar IL-6 sesudah tindakan tidak berdistribusi normal sehingga median dan jarak antar kuartil (IQR) yang ditampilkan. Rerata kadar IL-6 pada seluruh sampel turun ke 20 pg/mL, dimana kelompok TOHB tetap memiliki kadar interleukin yang jauh lebih rendah
dibandingkan kontrol (median 16,4 vs 35,4 pg/mL; p<0,001). Secara keseluruhan terjadi penurunan total IL-6 sebesar 9,4 pg/mL setelah menerima tindakan pengobatan fraktur shaft tibia. Penurunan yang dialami pasien dalam kelompok TOHB jauh lebih besar dibandingkan kelompok kontrol, yakni 14,7 vs 3,6 pg/mL (p<0,001) (Gambar 1).
Berdasarkan penilaian penyembuhan luka pasca operasi, tidak ditemukan pasien pada kelompok TOHB yang mengalami dehisensi luka setelah 2 minggu dan 1 bulan pasca
operasi. Sebaliknya, pada kelompok kontrol ditemukan adanya dehisensi derajat 4 pada 1
bulan pasca operasi (Gambar 2).
Gambar 1. Perubahan Kadar Interleukin-6 Sebelum dan Sesudah Tindakan pada Kelompok TOHB dan Kontrol
Gambar 2. Penyembuhan Luka pada dua dan empat minggu setelah operasi
DISKUSI
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa penanganan luka pada pasien fraktur shaft tibia yang menjalani operasi dengan terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat mencegah terjadinya dehisensi luka, yang berhubungan dengan penurunan kadar IL-6 serum. Penurunan kadar IL-6 serum yang bermakna dibandingkan kontrol dilaporkan pada kelompok perlakukan yang diukur setelah TOHB sesi pertama. Hasil ini sesuai dengan penilaian selanjutnya yang menunjukkan terjadi dehisensi pada pasien dalam kontrol. Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan sintesis fibroblast dan deposit kolagen, memacu makrofag, mengurangi edema pada jaringan yang rusak, dan memicu peralihan ke fase resolusi dari proses penyembuhan luka melalui penurunan IL-6,
dimana hasil ini sesuai dengan laporan pada penelitian lain.11
Pemasangan plate pada tibia sering menimbulkan komplikasi karena kurangnya jaringan yang menutupi tibia. Komplikasi yang sering terjadi pada jaringan lunak sekitar luka antara lain infeksi, dehisensi luka, dan iritasi. Komplikasi ini menyebabkan waktu tinggal di rumah sakit dan biaya meningkat yang apabila tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan masalah yang serius.12,13
Dasar penggunaan TOHB sebagai metode penanganan luka adalah karena TOHB dapat meningkatkan jumlah oksigen terlarut yang dibawa oleh darah sehingga menyebabkan peningkatan jumlah oksigen dalam jaringan tubuh secara signifikan. Terapi oksigen hiperbarik juga dapat meningkatkan kapasitas plasma darah untuk mengangkut oksigen pada kondisi normobarik.11 Efeknya sangat
bergantung pada transpor oksigen. Pemberian beberapa liter oksigen tekanan 101,3 kPa (1 ATA) per menit dengan masker sederhana mampu meningkatkan saturasi oksigen hemoglobin. Peningkatan oksigen terlarut plasma yang cukup untuk mempertahankan kehidupan tanpa membutuhkan adanya hemoglobin dapat dicapai bila oksigen 100% dihirup pada tekanan 303,9 kPa (3 ATA). Sebagian besar terapi TOHB memberikan oksigen dengan tekanan antara 202,6 kPa dan 283,6 kPa (2 dan 2,8 ATA), sehingga tekanan oksigen arteri menjadi 133,3 kPa (1000 mmHg) yang juga memberikan konsekuensi fisiologis dan farmakologis yang luas.14
Kadar oksigen yang tinggi pada luka yang hipoksik sangat dibutuhkan oleh sel-sel yang terlibat dalam proses penyembuhan luka (neutrofil, fibroblas, makrofag) agar dapat melakukan proses perbaikan jaringan. Kadar oksigen yang meningkat selama TOHB menjadi faktor perantara yang penting dalam proses deposisi kolagen pada luka, tautan silang, dan neovaskularisasi. Meskipun tidak dapat meningkatkan jumlah oksigen yang terikat pada hemoglobin, TOHB dapat meningkatkan jumlah oksigen yang terlarut dalam plasma.15 Pemberian satu sesi TOHB mampu memberikan perubahan pada fibroblast, leukosit, dan fungsi-fungsi angiogenik yang dapat bertahan selama berjam-jam setelah tekanan oksigen kembali ke keadaan sebelum perawatan.16
Konsentrasi oksigen yang tinggi dapat meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS); namun disisi lain TOHB menginduksi lingkungan antioksidan dalam plasma dengan meningkatkan aktivitas katalase plasma. Peningkatan kadar ROS dapat memediasi ekspresi dari molekul-molekul kunci pada inflamasi, resolusi dan perbaikan luka. Peningkatan ini dianggap sebagai mekanisme utama TOHB dalam penyembuhan luka.15
Peningkatan produksi ROS yang diamati pada pasien TOHB memberikan efek protektif dan adaptatif untuk membantu sel dan jaringan dalam mengatasi berbagai stresor endogen dan lingkungan secara lebih efisien. Produksi ROS juga dapat bertindak sebagai sinyal yang memediasi respon fisiologis dalam mitokondria, menjaga integritas mitokondria dengan cara mempertahankan membran potensial dan menurunkan jalur apoptosis pada mitokondria. Sesi berulang TOHB dapat menginduksi adaptasi pada mesin oksidatif neutrofil untuk mengurangi respon terhadap stimulus dan inflamasi serta meningkatkan proses pemulihan jaringan yang rusak. Respon anti-inflamasi ini menyerupai resolusi respon inflamasi oleh mediator lipid termasuk resolvins dan beberapa sitokin. Resolvins memberikan efek anti-inflamasi yang kuat dengan menghambat infiltrasi neutrofil yang berlebihan ke dalam jaringan dan mengurangi produksi mediator proinflamasi.15
Interleukin (IL)-6 adalah sitokin proinflamasi utama yang diproduksi dalam berbagai jaringan. Sel-sel yang diketahui mengekspresikan IL-6 termasuk sel T CD8 +, sinoviosit, adiposit, osteoblas, sel endotel, neutrofil, monosit, eosinofil, dan sel beta pankreas. Produksi IL-6 umumnya berkorelasi dengan aktivasi sel dan normalnya dikontrol oleh glukokortikoid, katekolamin, dan steroid seks sekunder.17 Hahm, dkk18 melaporkan interleukin 6, interleukin 8, dan makrofag meningkat secara signifikan dalam serum pasien yang mengalami dehisensi luka.
Proses penyembuhan luka pada sampel pasca operasi dalam penelitian ini menggunakan sistem grading dan evaluasi luka menurut World Union of Wound Healing Societies (WUWHS). Faktor-faktor yang dievaluasi dalam penilaian luka antara lain jaringan, infeksi, eksudat, dan tepi luka. Derajat dehisensi luka terdiri dari empat derajat.18 Penelitian ini menemukan
penurunan IL-6 yang bermakna pada
kelompok TOHB disertai dengan tidak ditemukannya pasien yang mengalami dehisensi luka setelah 2 minggu dan 1 bulan pasca operasi. Sebaliknya, pada kelompok kontrol ditemukan adanya dehisensi derajat 4 pada 1 bulan pasca operasi.
SIMPULAN
Manajemen perawatan luka dengan TOHB dapat mencegah terjadinya dehisensi luka dengan mengurangi edema yang ditandai dengan penurunan kadar IL-6 sebagai faktor pro inflamasi pada pasien pasca operasi fraktur shaft tibia. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak dan waktu pengamatan yang lebih panjang baik terhadap IL-6 maupun kemajuan penyembuhan luka dengan intervensi TOHB. Penggunaan biomarker yang berbeda untuk meningkatkan pemahaman mengenai biomolekular dan efek menguntungkan dari TOHB untuk mencegah terjadinya dehisensi pada luka pasca operasi fraktur shaft tibia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga dan para pembimbing penelitian.
PERNYATAAN
Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Gulabi D, Bekler HI, Saglam F, dkk.
Surgical treatment of distal tibia fractures: Open versus MIPO. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2016;22:52-7.
-
2. Ahmed M, Jindal S, Bansal V, dkk. Evaluation of Outcome of Management of Distal Tibia Fractures using Distal Tibia Locking Plate. The Journal of Foot and Ankle Surgery. 2017;1:5-9.
-
3. Madadi F, Eajazi A, Madadi F, dkk. Adult tibial shaft fractures - different patterns, various treatments and complications. Med Sci Monit. 2011;17:CR640-5.
-
4. Henkelmann R, Frosch K-H, Glaab R, dkk. Infection following fractures of the proximal tibia - a systematic review of incidence and outcome. BMC Musculoskelet Disord. 2017;18:481.
-
5. Koval KJ, Zuckerman JD. Tibia and Fibula Shaft. Dalam: Koval KJ,
Zuckerman JD, editor. Handbook of Fracture, 3rd ed. New York: McGraw Hill; 2006. p.389-7.
-
6. Neumann MV, Strohm PC, Reising K, dkk. Complications after surgical management of distal lower leg fractures. Scand J Trauma, Resusc Emerg Med. 2016;24:146.
-
7. Bhutani S, Vishwanath G. Hyperbaric oxygen and wound healing. Indian J Plast Surg. 2012;45:316-24.
-
8. Sahni T, Hukku S, Jain MK, dkk. Recent Advances in Hyperbaric Oxygen Therapy. Medicine Update. 2004;14:632-9.
-
9. Tulong M, Hatibie M, Oley MC. Pola penggunaan terapi hiperbarik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode tahun 2013- 2016. Jurnal e-Clinic (eCl). 2016;4:5.
-
10. Folkman J, Brem H. Angiogenesis and inflammation. Dalam: Gallin J, Goldstein I, Snyderman R, editor. Inflammation: basic principles and clinical correlates, 2nd ed. New York: Raven Press; 1992. p.821-39.
-
11. Janis JE, Kwon RK, Lalonde DH. A practical guide to wound healing. Plast Reconstr Surg. 2010;125:230e-44e.
-
12. Phisitkul P, Mckinley TO, Nepola JN, dkk. Complications of Locking Plate Fixation in Complex Proximal Tibia
Injuries. J Orthop Trauma. 2007;21:83-91.
-
13. Rudge W, Newman K, Trompeter A. Fractures of the tibial shaft in adults. Orthopaed Trauma. 2014; 28:243-55.
-
14. Alberti L, Bachelot T, Duc A, dkk. A Spliced isoform of Interleukin-6 mRNA produced by Renal Cell Carcinoma Encodes for Interleukin-6 Inhibitor. Cancer Res. 2005; 65:2-5.
-
15. Sallam AAW, El-Sharawy AMH. Role of Interleukin-6 (IL-6) and Indicators of Inflammation in the Pathogenesis of Diabetic Foot Ulcers. Aust J Basic & Appl Sci. 2012; 6:430-5.
-
16. Bennett MH, Mitchell SJ. Hyperbaric and Diving Medicine. Dalam: Jameson JL,
Fauci AS, Kasper DL, dkk, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 20th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018.
-
17. Liuzzi JP, Lichten LA, Rivera S, dkk. Interleukin-6 regulates the zinc transporter Zip14 in liver and contributesto the hypozincemia of the acute-phase response. Proc Natl Acad Sci USA. 2005;102:6843-8.
-
18. Hahm G, Glaser JJ, Elster EA. Biomarkers to Predict Wound Healing: The Future of Complex War Wound Management. Plast Reconstr Surg.
2011;127 Suppl1:21S-6S.
49
Discussion and feedback