IMPLEMENTASI KEBIJAKAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI RSU BHAKTI RAHAYU DENPASAR
on
Arc. Com. Health • agustus 2022
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Vol. 9 No. 2: 174 - 190
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI RSU BHAKTI RAHAYU DENPASAR
Ni Made Rahayu Pradnyasari1, Dinar Saurmauli Lubis1*, Ni Komang Ekawati1, Komang Ayu Kartika Sari1 , Desak Putu Yuli Kurniati1
1Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Jalan P.B. Sudirman Denpasar, Bali, 80234
ABSTRAK
IMD adalah meletakkan bayi diatas dada atau perut ibu dan membiarkan bayi mencari puting susu ibu pada satu jam pertama kelahiran. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan implementasi kebijakan IMD di RSU Bhakti Rahayu. Desain penelitian adalah deskriptif kualitatif. Informan utama penelitian yaitu bidan pelaksana dan perawat Unit Bedah Sentral. Informan pendukung yaitu ibu hamil dan ibu bersalin. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi. Strategi keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Terdapat SOP sebagai petunjuk kerja unit pelaksana, monitoring dilakukan setiap persalinan dan pembagian tugas dilakukan secara situasional. Jumlah, kompetensi dan pelatihan Sumber Daya Manusia sudah terpenuhi, ketersediaan fasilitas sudah baik. SOP disampaikan saat pelatihan dan KIE mengenai IMD diberikan saat ANC. Bidan sudah memiliki sikap mendukung tetapi ditemukan kesalahpahaman tatalaksana IMD. Hambatan pelaksanaan IMD adalah tidak ada ruang observasi khusus persalinan SC, kondisi ibu dan bayi dengan tindak lanjut medis dan kurangnya dukungan suami mendampingi saat bersalin. Kesimpulannya adalah implementasi kebijakan IMD sudah berjalan sesuai SOP walaupun terdapat kesalahpahaman tatalaksana IMD dan hambatan pada pelaksanaannya. Peran rumah sakit dapat dimaksimalkan untuk mendukung implementasi IMD sesuai SOP yang berlaku, bagi peneliti selanjutnya agar memilih topik serupa terkait implementasi IMD di fasilitas kesehatan dengan metode yang berbeda.
Kata kunci: Implementasi, IMD dan rumah sakit
ABSTRACT
EIB is placing the baby on the mother's chest or stomach and letting the baby look for the mother's nipple in the first hour of birth. The purpose of this study is to describe the implementation of the EIB policy at Bhakti Rahayu General Hospital. The research design is descriptive qualitative. The main informants of the study were midwives and nurses of the Central Surgical Unit. Supporting informants are pregnant women and mothers giving birth. Data collection by in-depth interviews and observations. The data validity strategy uses source triangulation. There are SOPs as work instructions for the implementing unit, monitoring is carried out every delivery and the division of tasks is carried out situationally. The number, competence and training of Human Resources have been met, the availability of facilities is good. The SOP was delivered during the training and information about EIB was given during the ANC. Midwives already have a supportive attitude but there are misunderstandings about the management of EIB. Barriers to the implementation of IMD are that there is no special observation room for cesarean delivery, the condition of the mother and baby with medical follow-up and the lack of husband support during delivery. The conclusion is that the implementation of the EIB policy has been running according to the SOP, although there are misunderstandings in the management of EIB and obstacles to its implementation. The role of the hospital can be maximized to support the implementation of EIB according to the applicable SOP, for further researchers to choose a similar topic related to the implementation of EIB in health facilities with different methods.
Keywords : Implementation, Early Initiation of Breastfeeding (EIB), hospital
PENDAHULUAN
Upaya dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) adalah memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua
usia. Adapun targetnya adalah pada tahun 2030 dapat mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi baru lahir dan balita. Target dari setiap negara untuk mengurangi kematian neonatal
*) e-mail korespondensi : [email protected]
menjadi kurang dari 12 per 1000 kelahiran dan kematian balita menjadi serendah-rendahnya 25 per 1000 kelahiran. Di Indonesia sendiri target penurunan angka kematian neonatal pada tahun 2024 diharapkan mencapai 10 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2019). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sangat berperan dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya pada tujuan ketiga yaitu kesehatan dan kesejahteraan yang baik dengan target menurunkan angka kematian neonatus sebesar 12 per 1000 kelahiran hidup.
WHO dan UNICEF juga
merekomendasikan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai upaya tindakan penyelamatan kehidupan
dikarenakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat menyelamatkan 22% nyawa bayi sebelum usia 28 hari (Raharjo, 2014). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dilakukan dengan cara meletakkan bayi baru lahir secara tengkurap di dada atau perut sang ibu sehingga kulit bayi bersentuhan pada kulit ibu yang dilakukan sekurang-kurangnya satu jam segera setelah lahir (Kemenkes RI, 2019).
Inisiasi Menyusu Dini adalah satu dari sepuluh langkah yang dicanangkan oleh WHO untuk keberhasilan menyusui. Satu dari sepuluh langkah tersebut ada di langkah empat. Jadi dalam Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui komitmen fasilitas kesehatan dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada ibu dari mulai dalam kandungan hingga melahirkan. Di Indonesia dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
*) e-mail korespondensi : [email protected]
terdapat dalam PP No 33 Tahun 2012 Pasal 9 (ayat 1) “Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD terhadap bayi baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam” (PP No. 33, 2012).
RSU Bhakti Rahayu Denpasar merupakan rumah sakit sayang ibu dan bayi yang sudah melaksanakan asuhan persalinan normal, salah satunya IMD. Berdasarkan data Rekam Medis pada tahun 2019 persentase jenis persalinan SC yang mendapatkan IMD sebesar 73% dan persentase mendapatkan IMD jenis persalinan spontan sebesar 93%. Tahun 2020 persentase jenis persalinan SC yang mendapatkan IMD sebesar 72% dan persentase mendapatkan IMD jenis persalinan spontan adalah 97%. Angka ini menunjukkan bahwa cakupan persalinan SC maupun spontan di RSU Bhakti Rahayu Denpasar sudah melebihi target karena pada tahun 2019, secara nasional persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD sebesar 75,58%. dan telah melampaui target Renstra tahun 2019 sebesar 50,0% (Kemenkes RI, 2019).
Dalam penelitian ini menggunakan model teori yang dikembangkan oleh George C. Edwards III (1980) yang dikutip dari (Subarsono, 2011) menurut pandangan Edwards III implementasi kebijakan dipengaruhi empat variabel yang saling berhubungan antara lain Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi. Meskipun capaian dari pelaksanaan IMD di RSU Bhakti Rahayu terbilang baik dan sudah melampaui target, berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik
untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana implementasi Inisiasi Menyusu Dini di RSU Bhakti Rahayu yang ditinjau dengan Model Teori Edwards III.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Penelitian ini telah dinyatakan lolos kaji etik oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana melalui Ethical Clearance No. 1606/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.
Penelitian dilaksanakan selama delapan bulan, yaitu tahap persiapan pada bulan Januari 2021 sampai dengan tahap pelaporan hasil pada bulan Agustus 2021. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam atau in-depth interview dan observasi.
Pemilihan informan dengan purposive sampling. Kriteria inklusi informan adalah yang mengetahui dan memiliki informasi secara langsung terhadap pelaksanaan IMD di RSU Bhakti Rahayu Denpasar. Analisis data yang digunakan adalah analisis tematik dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Strategi keabsahan data
menggunakan triangulasi sumber, dengan mewawancarai sumber-sumber seperti, kepala ruangan kebidanan dan perinatologi, bidan pelaksana, petugas Unit Bedah Sentral, ibu hamil dan ibu yang pernah bersalin di RSU Bhakti Rahayu. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, sedangkan alat bantu yang digunakan adalah panduan wawancara mendalam, alat perekam suara dan alat tulis. Pedoman wawancara digunakan agar peneliti fokus terhadap hal-hal yang ditanyakan pada saat wawancara dan sesuai dengan tujuan penelitian.
HASIL
Lokasi penelitian yaitu di RSU Bhakti Rahayu Denpasar, rumah sakit sayang ibu dan anak berada di bawah naungan PT. BHAKTI RAHAYU yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto II Nomor 11, Desa Dangin Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara. Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui implementasi Inisiasi Menyusu Dini di RSU Bhakti Rahayu. Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini yaitu:
Tabel 1. Karakteristik Informan Utama
Kode |
Umur |
Pendidikan |
Jabatan |
Masa Kerja |
IU-01 |
41 |
DIII Bidan |
Kepala Ruangan |
18 |
IU-02 |
31 |
DIII Bidan |
Bidan Pelaksana |
13 |
IU-03 |
35 |
DIII Bidan |
Bidan Pelaksana |
13 |
IU-04 |
28 |
SI Perawat |
Perawat Unit Bedah Sentral |
2 |
IU-05 |
28 |
SI Perawat |
Perawat Unit Bedah Sentral |
2 |
*) e-mail korespondensi : [email protected]
Hasil Tabel 1 dapat dilihat bahwa karakteristik dari informan utama antara 28-42 tahun, jadi infprman masih berada pada usia produktif. Informan utama
memiliki pendidikan minimal DIII Kebidanan. dengan masa kerja berkisar antara 2-18 tahun.
Tabel 2. Karakteristik Informan Pendukung
Kode |
Umur |
Pendidikan |
Pekerjaan |
IP-Ibu hamil 01 |
41 |
SMU |
Pedagang |
IP-Ibu hamil 02 |
33 |
DIII |
Pegawai Swasta |
IP-Ibu bersalin 01 |
28 |
DIII |
Pegawai Swasta |
IP-Ibu bersalin 01 |
36 |
DIII |
Pegawai Swasta |
Informan pendukung dipilih secara accidental. Dari Tabel 2 informan pendukung berumur 28-41 tahun, pendidikan SMU dan D3 dengan pekerjaan sebagai pedagang dan pegawai swasta.
Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa di ruang pemulihan terdiri dari 3 sekat yang mana satu sekat digunakan untuk dua pasien pasca operasi. Tiap sekat ditutupi dengan gorden berwarna coklat. Saat peneliti melakukan observasi sekat-sekat dari gorden tersebut gorden tersebut dibuka untuk bisa menambahkan tempat tidur pasien diantara sekat satu dengan lainnya.
Struktur Birokrasi terhadap Implementasi Kebijakan Inisiasi Menyusu Dini
Kebijakan tertulis pelaksanaan IMD dimuat dalam SK Dikrektur No 284/RSBR.DPS.SK/VI/2015 tentang Pemberlakuan Panduan Inisiasi Menyusu dan ASI Eksklusif sesuai dengan pernyataan:
“…Kebijakan itu berdasarkan SK Direktur No 284/RSBR.DPS.SK/VI/2015 tentang Pemberlakuan Panduan Inisiasi Menyusu Dini
*) e-mail korespondensi : [email protected]
dan Asi Ekslusif” (IU-01)
SPO memuat tentang definisi IMD, tujuan dilakukannya IMD, prosedur pelaksanaan baik itu pada persalinan normal atau persalinan SC, melakukan rawat gabung untuk menempatkan ibu dan bayi dalam ruangan yang sama serta unit terkait yang terlibat dalam pelaksanaan IMD sesuai dengan pernyataan:
“…Berisi pengertian IMD, tujuannya, kebijakan, prosedur pelaksanaannya dan unit terkait yang bertangung jawab itu adalah ruang bersalin dan perinatologi untuk SPO juga terdapat prosedur rawat gabung
bayi, dalam satu kamar nanti bayi
akan dalam jangkauan ibu selama 24 jam” (IU-01)
“Ada SPO persalinan normal dan SC disana diatur waktu pelaksanaan, waktu pelaksanaan IMDnya kapan, kesiapa, tempatnya trus sarana prasarananya, petugasnya itu sih” (IU-03)
Pelaksanaan IMD terdapat dalam indikator mutu rumah sakit dan pelaporannya dilakukan setiap bulan selanjutnya kepala ruangan kebidanan sebagai monitor yang memonitoring setiap kali ada persalinan sesuai dengan pernyataan:
“…Ada di indikator mutu rumah sakit itu, IMD
Arc. Com. Health • agustus 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 karena masuk di indikator mutu rumah sakit IMDnya itu tiap bulan untuk pelaporannya untuk monitoringnya setiap hari setiap kali ada persalinan iya, saya memonitoring kegiatan IMD ya sama petugas yang khusus mengurus pelaporan disini” (IU-01)
“…Ada alur pelaporannya ada setiap bulan terus kalau monitoringnya biasanya kalau ada pasien bersalin kita lakukan monitoring” (IU-02)
Terdapat struktur organisasi dalam pelaksanaan IMD di RSU Bhakti Rahayu struktur organisasi yang terbentuk didalamnya terdiri dari ada dokter anak, bidan, pelaksana UBS sama dokter obgyn sesuai dengan pernyataan:
“Ada strukturnya, ada dokter anak, bidan, pelaksana UBS sama dokter obgyn” (IU-02) (IU-03)
Tidak ada pembagian tugas khusus dalam pelaksanaan IMD di RSU Bhakti Rahayu, semua dilaksanakan secara situasional seperti pernyataan IU-02: “…Tidak ada petugas khusus cuman khusus pelaporan ada, cuma untuk yang melakukan tindakan semua bidan yang ada disini yang melakukan kegiatan persalinan, semuanya bahkan dokter pun yang melakukan tindakan persalinan melakukan IMD sama seperti yang saya bilang tadi keadaannya gitu” (IU-02)
Sumber Daya terhadap Inisiasi Menyusu Dini
Ketersediaan jumlah bidan pelaksana IMD sudah cukup, menurut IU-01 terdapat delapan bidan pelaksana di ruang bersalin dan dua perawat pelaksana di ruang Unit Bedah Sentral sesuai dengan pernyataan: “…Kita kalau diruang bersalin itu kan ada delapan orang itu pelaksananya kalau diruang operasi juga sama seperti itu kalau diruang operasi mungkin dibantu dengan petugas ruang operasinya sih ruang pemulihannya dua orang dia disana gitu itu sih untuk ininya untuk
*) e-mail korespondensi : [email protected]
tenaga” (IU-01)
IU-02 dan IU-03 menjelaskan bahwa terdapat empat bidan pelaksana yang bertugas saat proses persalinan, masing masing bidan bertanggung jawab di ruang ponek dan ruang nifas sedangkan dua bidan bertanggung jawab di ruang bersalin, sesuai dengan pernyataan: “…Semuanya bidan berempat megang masing-masing diruang persalinan dua di ponek satu di ruang bayi satu sama diruang nifas satu yang memberikan IMD kita fleksibel sih saling bantu jadi yang bidan di ponek tu bantu ke ruang bersalin kemudian kalau enggak bisa memang berdua kadang bisa tapi memang kalau stabil banget semua kondisi bayi sebenernya kerjain sendiri aja bisa cuman kan tu dah kalau ada masalah ya manggil temennya” (IU-02) (IU-03)
Bidan pelaksana di RSU Bhakti Rahayu berpendidikan D3 Kebidanan dan telah rutin mengikuti pelatihan setiap enam bulan sekali sesuai dengan pernyataan: “…Itu untuk pendidikan rata-rata D3 Kebidanan” (IU-01), (IU-02), (IU-03) “…Ada RS yang nyediain, kira-kira 6 bulan sekali ya waktu itu kita melakukan pelatihan dari RS” (IU-02) (IU-03)
“…Ada dari SDM RS yang nyediain, seingat saya dilakuinnya setahun dua kali (IU-04) “…Disini pernah dilakukan baik itu juga pojok laktasi itu jadi satu paket dulu kita kaya refreshing materi untuk pegawai setiap setahun dua kali mungkin nantik pasti ada pembaruan materi dari SDM” (IU-05)
Namun sejak pandemi Covid-19 pelatihan digantikan dengan mengikuti webinar-webinar yang dilaksanakan secara virtual, sebagaimana pernyataan informan berikut ini:
“…kalau untuk sekarang ini ya lewat webinar webinar sih kita mengikuti untuk IMD” (IU-01) (IU-03) (IU-04)
Fasilitas yang sudah yaitu ruang bayi, topi dan selimut bayi dan pojok laktasi,
tetapi saat pelaksanaan IMD lebih sering pasien membawa sendiri sebagaimana pernyataan:
“…Kita tetap menyediakan cuma disini kita biasanya minta dengan dari keluarga. Penghangat bayi, kamben trus untuk topi yang gitu aja sih, kita minta dari pasiennya” (IU-02) (IU-03)
Pada persalinan SC petugas bedah sentral memfasilitasi ruangan yang menyesuaikan suhu bayi, selimut dan tempat tidur pasien untuk pelaksanaan IMD yang bertempat diruang observasi atau ruang pemulihan. Adapun sarana penunjang lainnya terdapat boneka dan brosur yang digunakan saat pemeriksaan kehamilan.
Alokasi dana khusus IMD untuk pelayanan Asuhan Persalinan Normal tidak ada, berikut pernyataan informan: “…Belum ada, untuk pengalokasian dana untuk pelayanan persalinan IMD belum untuk topi dan selimut yang menjadi kebutuhan tempat bed itu juga semua kondisinya sudah cukup baik” (IU-01) (IU-02)
Komunikasi terhadap Implementasi Inisiasi Menyusu Dini
Komunikasi adalah menyebarluaskan atau menyampaikan informasi baik dari pemegang kebijakan ke bawah ataupun sebaliknya. SPO IMD belum disampaikan secara khusus kepada seluruh bidan pelaksana namun tatalaksana mengenai IMD disampaikan pada saat pelatihan.
Petugas pelaksana sudah
menyampaikan informasi mengenai IMD saat pemeriksaan ANC, kelas ibu hamil, saat pasien inpartu sampai pasien bersalin. Adapun yang disampaikan adalah manfaat, tujuan, bagaimana keadaan bayi saat
*) e-mail korespondensi : [email protected]
bersalin yang selanjutnya bisa dilakukan IMD, lama waktu pelaksanaan IMD, apa yang dicari oleh bayi pada saat melakukan IMD.
Disposisi terhadap Inisiasi Menyusu Dini
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh para implementor untuk melaksanakan
kebijakan, seperti pemahaman dan komitmen.
Dari hasil wawancara berikut tatalaksana IMD pada persalinan normal: “…Akan dilakukan IMD dalam kondisi bayi lahirnya sehat dan ibuknya tidak dalam kesakitan pasca melahirkan jadi dia bisa fokus ke bayinya, setelah bayinya lahir kita keringkan dulu badan bayinya kalau untuk tangan sedikit aja masih ada sisa sisa air ketuban trus kita taruh bayinya diatas perut ibunya dengan posisi tengkurap jadi kita taruh di atas dada ibuknya dengan posisi mungkin miring ke kanan atau ke kiri untuk posisi wajah bayinya nantik kita tutup ya bayinya dengan selimut dan gunakan topi biar lebih hangat” (IU-01)
“…Yang pasti keadaan ibu saat selesai persalinan kompos mentis ya, keadaan ibu sehat terus ibu mau untuk dilakukan IMD, ibu bisa kita ajak kerjasama untuk IMD kalau keadaan bayi yang pasti bayi dalam keadaan baik, bayi tidak hipotermi, tidak asfiksia kalau ada tindak lanjut medis kepada ibu dan bayi kita tidak melakukan IMD, kita lakukan penilaian apgar skor bayi, trus keadaan bayi ada kelainan enggak sama kondisi ibu kalau perdarahan kita juga engga berani kan melakukan tindakan” (IU-02)
“Lihat kondisi ibuknya bagus stabil bayinya stabil kita bisa lakukan IMD kalau yang sudah stabil keduanya begitu bayi lahir dibersihkan semua badan yang penting dia bersih hangat kering,
Arc. Com. Health • agustus 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 pemotongan tali pusat langsung kita bungkus taruh di perut ibu dalam
keadaan sudah terbungkus dengan
selimut atau handuk dan topi itu untuk yang keadaannya stabil kalau enggak ya engga dilakukan IMD langsung kita lakukan tindakan untuk perawatan bayinya” (IU-03)
Berdasarkan pernyataan diatas pemahaman tatalaksana IMD adalah bidan pertama dan kedua akan melihat kondisi ibu dan bayi, mengeringkan badan bayi kecuali tangan lalu segera meletakkan bayi diatas dada atau perut ibu, memposisikan bayi miring kanan atau kiri serta menyelimuti dan menggunakan topi bayi. Jika terdapat tindak lanjut medis bidan pelaksana tidak melakukan IMD. Sementara itu bidan ketiga menyebutkan membersihkan semua badan bayi hingga kering, petugas melakukan pemotongan tali pusat, petugas petugas meletakkan bayi di perut ibu dengan keadaan terbungkus selimut dan menggunakan topi
Sementara itu IU-01, IU-02 dan IU-03 menjelaskan petugas akan membantu mendekatkan bayi jika bayi belum menunjukkan tanda-tanda akan merangkak menuju puting susu ibu, apabila sudah satu jam bayi belum berhasil mencapai puting susu ibu, petugas akan melakukan perawatan kepada bayi.
IMD pada persalinan SC dilakukan di ruang observasi atau ruang pemulihan, tidak langsung sesaat setelah melahirkan di ruang operasi karena suhu ruangan dingin sesuai dengan pernyataan:
“…Kalau di UBS itu karena kesulitan diruang OK harusnya langsung jadi triknya agar bisa *) e-mail korespondensi : [email protected]
melakukan IMD kita melakukannya diruang pemulihan, bayinya dibawa ke VK dulu habis itu kan kurang dari satu jam ibuknya udah keluar, baru kita lakukan IMD trus diruang pemulihan ada pendampingan soalnya diruang OK ada AC biar enggak bayinya kedinginan lihat kondisi di ruang OKnya juga” (IU-01)
“…Di ruang operasi kita agak sulit jadi kita melakukan IMD setelah pasien di ruang observasi tidak segera langsung setelah bayi lahir” (IU-02) (IU-03)
Jika memungkinkan dilakukan IMD, petugas di ruang UBS akan mengatur bed yang ada diruang pemulihan dan menyiapkan fasilitas berupa selimut dan menutup sekat ruangan menggunakan gorden
Terkait dengan komitmen melaksanakan IMD ditemukan sikap positif atau mendukung dari pihak pelaksana dukungan diberikan dengan turut mendampingi ibu selama proses IMD dan alasan alasan mendukung pelaksanaan IMD karena merupakan kebijakan dari RS dan adanya manfaat yang diberikan. berikut pernyataan wawancara:
“Sangat mendukung ya, bidan disini juga turut mendampingi memberi dukungan pada ibu untuk IMDnya” (IU-01)
“…Sebagai bidan pelaksana sangat mendukung adanya IMD ini, selain udah karena ada kebijakannya IMD juga banyak manfaatnya, kita mendukung” (IU-02) (IU-03)
Hambatan dalam Implementasi Inisiasi Menyusu Dini
Hambatan yang dialami dalam pelaksanaan IMD adalah, sesuai dengan pernyataan:
“Kondisi ibuknya masih kesakitan jadi dia belum mau menerima gitu jadi masih
mikirin dirinya sendiri, masih belum fokus ke bayinya kadang awalnya dia menolak karena kesakitan” (IU-01)
“…Ibuk tidak kooperatif karena ibuknya kesakitan ibuknya malah engga mau untuk melakukan IMD gitu, itu juga kendala jadi agak susah untuk memaksa dia nanti malah diabaikan bayinya sama dia gitu dan juga saat bayi engga bagus, keadaan bayi engga bagus jadi tidak bisa dilakukan IMD” (IU-02) “…Enggak ada didampingi keluarga juga kan jadi hambatan karena kita sambil bekerja kita juga mengawasi proses itu gitu” (IU-01)
Sedangkan hambatan pada persalinan suhu ruangan operasi yang dingin, kondisi ruang observasi yang krodit dan sempit karena belum tersedia ruang observasi khusus persalinan SC.
DISKUSI
Tersedianya Standard Operating Procedure (SOP) sebagai pedoman Implementasi
Adanya kebijakan tertulis yang dimiliki oleh pihak internal RS sebagai pedoman agar pelaksanaan IMD berjalan sesuai aturan. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan Surat Keputusan (SK) merupakan penggerak dalam pelaksanaan SOP, keduanya harus saling mendukung antar satu dengan lainnya dan pembuatan kebijakan tertulis seperti SOP sangat penting dalam setiap kegiatan di lapangan agar pelaksanaannya lebih terarah dan terkontrol sesuai standar yang ada (Rusdianah dan Widiarini, 2019). Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Edward dalam Winarno (2014) dengan SPO para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan dalam organisasi *) e-mail korespondensi : [email protected]
sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan (Winarno, 2014).
Dalam SPO terdapat pelaksanaan IMD pada persalinan normal dan persalinan SC yang berisikan tentang pengertian, tujuan, SK Direktur, pedoman proses pelaksanaan beserta unit terkait, SPO tersebut dijadikan pedoman pelaksanaan teknis bagi bidan dalam melaksanakan IMD.
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan (Jairani et al., 2018) menyebutkan dalam suatu dokumen procedural hendaknya berisikan pedoman pelaksanaan teknis yang bertujuan untuk memberikan konsep yang jelas sehingga mudah dipahami oleh pelaksana kegiatan. Lebih lanjut adanya kebijakan tertulis yang dimiliki oleh pihak internal RS sebagai pedoman agar pelaksanaan IMD berjalan sesuai aturan, hasil tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa adanya kebijakan tertulis dalam setiap kegiatan sangat diperlukan sebagai penguat kebijakan dan memiliki peran mengikat bagi yang melaksanakan (Rusdianah dan Widiarini, 2019).
Monitoring Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
Pelaporan bulanan merupakan bagian dari kegiatan monitoring dan kegiatan monitoring juga dilakukan setiap kali ada persalinan. Hal itu sejalan dengan hasil penelitian di suatu RS di Kota Semarang didapatkan hasil bahwa dalam rangka pengendalian mutu agar tetap memenuhi standar akreditasi dilakukan program penjagaan mutu pelayanan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi (Sukma,
Sudiro dan Fatmasari, 2017).
Kepala ruangan sebagai monitor yang memonitoring setiap kali ada persalinan Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan jika keberhasilan suatu program sangat
dipengaruhi oleh monitoring yang
dilakukan oleh pimpinan (Nugraheni dan Hartono, 2018). Hasil penelitian serupa menyatakan bahwa keberhasilan
pelaksanaan program sangat dipengaruhi oleh adanya monitoring, karena dari monitoring dapat diketahui kendala dalam pelaksanaan program dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut (Primiyani et al, 2019).
Struktur Organisasi sebagai Tata Kendali Pelaksanaan IMD
Terdapat struktur organisasi
pelaksana IMD di RSU Bhakti Rahayu yang didalamnya terdiri dari dokter anak, bidan, pelaksana UBS dan dokter obgyn hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa struktur organisasi yang baik didalamnya terdapat bagian khusus yang mengurusi suatu program yang bertugas memantau dan mengawasi berjalannya program (Juwitaningrum & Hariani, 2018).
Hasil penelitian serupa juga menyakan ketika suatu kebijakan ditetapkan maka perlu adanya suatu organisasi pelaksana dengan demikian terdapat struktur dan kewenangan yang jelas serta sumber daya yang mendukung tercapainya tujuan kebijakan (Jairani et al., 2018).
Adanya hasil bahwa tidak adanya pembagian tugas khusus dalam *) e-mail korespondensi : [email protected]
pelaksanaan IMD di RSU Bhakti Rahayu, semua dilaksanakan secara situasional yang tersebut serupa dengan hasil penelitian (Faisal et al, 2020) yang menyatakan pada pelaksanaan IMD di fasilitas kesehatan untuk pembagian tugas tidak dijelaskan dan bersifat situasional.
Koordinasi yang rutin antar implementer kebijakan terdapat dalam kegiatan pelaporan bulanan yang mana petugas khusus mencatat laporan pelaksanaan IMD dan hasilnya dikoordinasikan dengan kepala ruangan dan monitoring dilakukan setiap ada persalinan. Menurut (Arsita & Duadji, 2019) koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik.
Sumber Daya Pelaksanaan Implementasi Inisiasi Menyusu Dini
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah sumber daya manusia khususnya bidan pelaksana di RSU Bhakti Rahayu pada pelaksanaan IMD sudah terpenuhi begitu juga dengan kompetensi dan pelatihan, bidan pelaksana dengan pendidikan rata-rata D3 kebidanan dan sudah mendapatkan pelatihan mengenai IMD.
Penelitian (Malingkas et al, 2018) yang menguji pengaruh kualitas tenaga medis terhadap pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa kualitas tenaga medis memiliki pengaruh signifikan terhadap pelayanan kesehatan. Dalam (Faisal et al, 2020) menyatakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan hendaknya menyusun rencana dalam meningkatkan kompetensi,
pengetahuan dan pengalaman staf melalui pendidikan dan pelatihan, karena pendidikan dirancang untuk meningkatkan bidan dalam kemampuan keahlian, pengetahuan, pengalaman maupun perubahan sikap perilaku yang berkaitan dengan perkerjaan. Hal itu tentu dapat menjadi gambaran bahwa adanya pendidikan dan pelatihan berdasarkan kompetensi dan profesi akan menghasilkan tenaga kesehatan yang memiliki kinerja sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan.
Fasilitas sarana dan prasarana merupakan kebutuhan vital dalam implementasi IMD. Untuk fasilitas seperti topi bayi, selimut bayi sudah tersedia di RSU Bhakti Rahayu, tetapi dalam pelaksanaannya lebih sering pasien membawa sendiri hal tersebut serupa dengan penelitian (Lestari, 2019) yang menyatakan untuk melaksanakan IMD, cukup dengan menggunakan selimut yang pasien bawa untuk menghangatkan bayi. Bentuk fasilitas penunjang IMD lainnya terdiri dari boneka dan brosur yang digunakan saat pemeriksaan kehamilan. hasil penelitian serupa menyataka bahwa penyebaran informasi atau pemberian edukasi melalui media cetak seperti brosur atau leaflet (Munaiseche et al, 2021).
Pendanaan terkhusus pelayanan IMD belum ada karena fasilitas yang dibutuhkan terutama topi dan selimut bayi serta tempat tidur pasien sudah tersedia. Hasil penelitian tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan (Harmana, 2016) dalam (Faisal et al, 2020) yang menjelaskan bahwa tidak ada dana tersendiri untuk jasa pelayanan persalinan terkhusus IMD.
*) e-mail korespondensi : [email protected]
Komunikasi Organisasi dalam Implementasi IMD
SPO IMD belum disampaikan secara khusus seluruh bidan pelaksana padahal Kebijakan tertulis seperti SPO hendaknya disampaikan secara khusus oleh para pelaksana hal tersebut penting dilakukan karena dalam Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) menyatakan bahwa RS yang memiliki kebijakan tertulis secara rutin dikomunikasikan ke pada petugas pelaksana. Menurut penelitian penerapan kebijakan juga perlu dikomunikasikan secara rutin oleh manajemen RS kepada pegawainya sehingga kebijakan yang telah dibuat dapat dilaksanakan secara konsisten (Novianti dan Anissa Rizkianti, 2016).
Petugas pelaksana di RSU Bhakti Rahayu sudah memberikan KIE mengenai IMD Dalam KIE disampaikan manfaat IMD dan manajemen menyusui, persetujuan dan peran keluarga dalam pelaksanaan IMD. Hasil penelitian (Luba, 2019) menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD tentunya membutuhkan kerjasama antara petugas kesehatan yang menolong persalinan dengan ibu dan keluarganya jadi setiap tindakan medis yang akan dilakukan tetap membutuhkan persetujuan dari keluarga.
Disposisi (Pemahaman Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini)
Prosedur yang dijelaskan oleh bidan pertama hampir sama dengan pernyataan IU-02, yang memastikan kondisi ibu pasca melahirkan dalam keadaan kompos mentis, bayi tidak dalam indikasi medis dengan menghitung skor APGAR setelah itu dilakukan IMD.
Penjelasan bidan pertama dan kedua diatas sudah sesuai dengan prosedur IMD pada SPO yang ditetapkan oleh RS. Namun berbeda dengan pernyataan IU-03 yang menjelaskan setelah bayi lahir dibersihkan semua badan sehingga bersih, hangat dan kering lalu pemotongan tali pusat kemudian bayi dibungkus dengan selimut dan dipakaikan topi baru kemudian ditaruh di perut bayi.
Adanya kesalahpahaman oleh IU-03 terhadap prosedur IMD yaitu prosedur terkait mengeringkan bayi setelah lahir yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan dalam SPO. Dalam prosedur pelaksanaan dalam SPO Langkah ke 3 disebutkan: seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan. Begitu juga dengan prosedur Asuhan Persalinan Normal (APN). Pada langkah ke 26 dan 32 dijelaskan dalam mengeringkan tubuh bayi mulai dari kepala sampai kaki kecuali tangan tanpa menghilangkan verniks. (Kemenkes, 2015a) dalam (Zulala, 2018))
Menurut (JNPK-KR, 2007) dalam mengeringkan tubuh bayi dijelaskan bahwa hindari mengeringkan tangan bayi karena bau cairan amniom pada tangan bayi akan membantu mencari puting susu ibunya yang berbau sama.
Mengacu mengenai pemahaman bidan pelaksana IMD, temuan hasil
penelitian menunjukkan sikap kurang
berkomitmen dalam implementasi IMD yaitu masih terdapat penyimpangan dalam prosedur pelaksanaan. Hasil penelitian (Kartikasari dan Dewanto, 2014) dalam (Faisal et al, 2020) menunjukkan bahwa *) e-mail korespondensi : [email protected]
pemahaman informan terhadap tujuan dan pentingnya prosedur tetap penting bagi peningkatan kualitas pelayanan dan dalam meningkatkan efektifitas suatu sistem pelayanan. Kecenderungan ini tentunya berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan.
Menurut IU-02 IMD tidak dapat dilakukan jika ada tindak lanjut medis pada ibu maupun bayi, tindak lanjut medis yang dimaksud adalah bayi hipotermi, bayi asfiksia sedangkan pada ibu adalah perdarahan. Pemahaman bidan tersebut sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa IMD tidak dapat dilaksanakan jika terdapat indikasi medis tertentu yang diputuskan oleh tim dokter pada saat persalinan berlangsung. Kondisi medis yang dimaksud antara lain bayi hipotermia kebiruan karena pengaruh suhu dingin, bayi keracunan meconium, bayi asfiksia, ibu perdarahan hebat serta bayi prematur dengan berat kurang dari 2500 gram (Novianti dan Mujiati, 2016).
Pada persalinan SC diketahui bahwa pelaksanaan IMD tidak segera dilakukan setelah bayi lahir karena kesulitan diruang operasi sehingga IMD diusahakan sebelum satu jam dilakukan di ruang observasi dengan suhu ruangan yang menyesuaikan dengan bayi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang juga menyatakan bahwa untuk IMD pada persalinan SC dilakukan di ruang recovery dan masih dalam satu jam pertama kelahiran bayi (Syukur & Purwanti, 2020). Selain itu hasil penelitian (Sarinah & Fanny, 2013) juga menyatakan jika IMD belum dilakukan diruang operasi, maka dapat dilakukan di kamar pemulihan yang bertujuan agar menyusu selanjutnya bisa
dilakukan di kamar pemulihan. Pada persalinan SC diketahui bahwa pelaksanaan IMD tidak segera dilakukan setelah bayi lahir karena kesulitan diruang operasi sehingga IMD diusahakan sebelum satu jam dilakukan di ruang observasi atau ruang pemulihan dengan suhu ruangan yang menyesuaikan dengan bayi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang juga menyatakan bahwa untuk IMD pada persalinan SC dilakukan di ruang recovery dan masih dalam satu jam pertama kelahiran bayi (Syukur & Purwanti, 2020). Selain itu hasil penelitian (Sarinah & Fanny, 2013) juga menyatakan jika IMD belum dilakukan diruang operasi, maka dapat dilakukan di kamar pemulihan yang bertujuan agar menyusu selanjutnya bisa dilakukan di kamar pemulihan.
Disposisi (Komitmen Organisasi dan Bidan Pelaksana terhadap Pelaksanaan IMD)
Ketidaksesuaian proses tatalaksana IMD dengan kebijakan menunjukkan sikap kurang komitmennya bidan pelaksana. Menurut Kementerian Kesehatan RI dalam tahapan tatalaksana IMD disebutkan setelah proses kelahiran, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa
menghilangkan vernix (kulit putih) dibagian tangan bayi (Departemen Kesehatan RI, 2009). Hal serupa juga sesuai dengan hasil penelitian (Novianti & Mujiati, 2019) yang menyebutkan penundaan mencuci tangan bayi juga diperlukan agar tidak menghilangkan rasa dan bau cairan ketuban ibu.
Bidan sebagai petugas pelaksana mempunyai sikap positif atau mendukung *) e-mail korespondensi : [email protected]
terhadap Inisiasi Menyusu Dini. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Syukaisih et al, 2020) berdasarkan uji chi square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap dan peran bidan dalam pelaksaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Wilayah Puskesmas Kecamatan Mandah. Hasil penelitian serupa juga dilakukan oleh (Handayani, 2020) sikap bidan terhadap pelaksanaan IMD dinilai melalui pendapat atau pandangan bidan terhadap pernyataan terkait pelaksanaan IMD dan manfaatnya dan dari hasil uji chi square yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap bidan dengan pelaksanaan IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Landasan Ulin.
Hasil wawancara dengan Ibu Bersalin menyatakan bidan turut mendampingi ibu selama proses persalinan dan memberi edukasi pelaksanaan IMD, hal tersebut menunjukkan sebagai bidan pelaksana sudah memberikan sikap positif atau mendukung IMD. Berdasarkan hasil penelitian (Sarinah dan Fanny, 2013) menyebutkan bidan pemberi perawatan adalah sumber dukungan informasi yang penting karena ibu seringkali membutuhkan bantuan untuk mencari sumber dan informasi tentang pencarian dukungan yang tepat, dukungan informasi mencakup memberi nasihat, petunjuk, saran, atau umpan balik. Hasil penelitian yang dilakukan (Adam, Alim & Sari, 2016) juga menyatakan petugas penolong persalinan menjadi salah satu kunci utama keberhasilan IMD karena pada saat setelah melahirkan peran dan dukungan penolong persalinan masih sangat dominan.
Hambatan dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
Hambatan keberhasilan pelaksanaan IMD di RSU Bhakti Rahayu, diantaranya adalah suhu ruang operasi yang dingin mengakibatkan sulitnya melakukan IMD pada persalinan SC, hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian (Sukarti et al, 2020) bahwa salah satu hambatan keberhasilan pelaksanaan IMD di RS adalah kondisi ruangan yang cukup dingin dan hal itu menjadi alasan utama bidan pelaksana tidak dapat melakukan IMD di ruang operasi dan pada hasil penelitian (Lestari, 2019) kendala dilakukannya IMD pada ibu persalinan SC adalah kondisi yang tidak memungkinkan karena sebagian besar merupakan kasus persalinan dengan kegawatdaruratan.
Tetapi kondisi ruang operasi dingin dapat diatasi dengan menaikkan suhu pendingin ruangan, memakaikan selimut pada bayi setelah kontak kulit dengan ibu serta kepala bayi ditutupi dengan topi untuk menjaga kehangatan ibu dan bayi, lebih lanjut dijelaskan adanya rasa khawatir mengakibatkan IMD tidak terlaksana secara optimal (Indra dan Ruswanti, 2017).
Pernyataan kondisi ibu masih kesakitan pasca melahirkan membuatnya menolak melakukan IMD menjadi salah satu penghambat pelaksanaan IMD. Padahal adanya kejadian ibu menolak untuk IMD sebenarnya bukan suatu hambatan, kemungkinan kurangnya informasi yang diterima oleh ibu dari petugas kesehatan pada saat ANC tentang keuntungan IMD maupun kerugian tidak dilakukannya IMD sehingga ibu bersalin merasa IMD bukanlah hal yang bermanfaat *) e-mail korespondensi : [email protected]
dan penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan oleh peneliti melalui tanya jawab dengan bidan yang menyebutkan adanya ibu yang hanya melahirkan saja di Bhakti Rahayu tetapi ANC dilaksanakan di tempat lain.
Kesakitan yang dialami pasca melahirkan juga dapat dikarenakan pengaruh proses persalinan hal itu sesuai dengan pernyataan (Roesli, 2012) dalam (Novianti dan Mujiati, 2016) bahwa proses persalinan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kondisi ibu dan bayi pasca persalinan. Misalnya pada persalinan normal ibu akan lebih merasa lelah dan cenderung memilih istirahat pasca persalinan karena harus melalui proses kontraksi yang panjang dan melelahkan, Berdasarkan analisis dari hasil penelitian diatas maka kelelahan pada ibu bersalin bukanlah suatu hambatan tetapi situasi normal yang terjadi pasca persalinan.
Hambatan suami atau keluarga tidak turut mendampingi saat proses persalinan. Padahal menurut (Halimah, 2020) dukungan dari suami dapat meningkatkan dorongan dan motivasi untuk melakukan IMD.
Tidak adanya ruangan khusus pelaksanaan IMD pada persalinan SC, untuk saat ini pelaksanaan IMD di RSU Bhakti Rahayu dilakukan di ruang observasi atau pemulihan yang secara tidak langsung bergabung dengan pasien-pasien operasi elektif lainnya dan menurut keterangan petugas UBS ruang pemulihan akan krodit di hari-hari kerja. Hal itu menjadi hambatan dan juga alasan petugas pelaksana tidak melakukan IMD. Kondisi ruang pemulihan yang krodit juga
kemungkinan berkaitan dengan adanya antri dalam melaksanakan persalinan. Hasil penelitian diatas sesuai dengan hasil temuan USAID-KINERJA tahun 2014 kegagalan IMD dari sisi pemberi layanan dalah salah satunya karena fasilitas yang belum memadai (USAID and KINERJA, 2014).
Ruang observasi di RSU Bhakti Rahayu yang sempit, hanya ada tiga sekat dan tiap sekat yang tersedia hanya untuk dua pasien. Hasil penelitian (Faisal et al, 2020) menyebutkan dalam upaya pencapaian tujuan pelaksanaan IMD harus didukung oleh ketersediaan sarana/fasilitas, fasilitas yang lengkap diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Fasilitas kesehatan hendaknya dengan jumlah serta jenis yang memadai dan selalu dalam keadaan siap pakai. KETERBATASAN PENELITIAN
Keterbatasan penelitian ini
diantaranya adanya Informasi yang belum digali oleh peneliti adalah tatalaksana IMD secara terperinci baik pada persalinan normal maupun persalinan SC, lalu sejauh apa komitmen RS terhadap pelaksanaan IMD karena pada penelitian ini hanya melihat dari tersedianya standar prosedur operasional, akan tetapi hal ini dirasa tidak langsung membuat inisasi menyusu dini berjalan dengan baik sehingga perlu digali lagi upaya lainnya untuk mendukung keberhasilan IMD.
Dalam proses wawancara mendalam peneliti mendapatkan informan yang belum terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh peneliti sehingga hasil penelitan ini masih belum luas, sehingga penulis sedikit mempunyai kesulitan dalam *) e-mail korespondensi : [email protected]
menyampaikan maksud dan tujuan dalam penelitian ini. Selain itu kondisi di ruang bersalin yang kurang kondusif sehingga waktu wawancara dengan peneliti terbatas.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa RSU Bhakti Rahayu sudah memiliki Standar Prosedur Operasional sebagai pedoman pelaksanaan IMD. Ketersediaan Sumber Daya sudah cukup dan dalam kondisi yang cukup baik. Sistem komunikasi terkait penyampaian informasi sudah berjalan dengan baik namun perlu ditingkatkan. Disposisi/Sikap Pelaksana dalam Implementasi Kebijakan IMD sudah memiliki sikap positif atau mendukung.
SARAN
Bagi pihak RSU Bhakti Rahayu diperlukan kebijakan terkait monev terhadap implementasi IMD, bagi petugas agar lebih memahami kebijakan tertulis implementasi IMD dan diperlukan pertemuan khusus dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten dalam pelaksanaan IMD. Bagi peneliti selanjutnya agar memilih topik serupa terkait implementasi IMD dengan metode yang berbeda.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dosen penguji, keluarga, sahabat, seluruh informan, Direktur Utama, para staf pelaksana di unit Ruangan Kebidanan dan Perinatologi RSU Bhakti Rahayu Denpasar, serta seluruh
pihak yang telah membantu dan mendukung penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, A., Alim, A. dan Sari, N. P. (2016) “Pemberian Inisiasi Menyusu Dini Pada Bayi Baru Lahir,” Jurnal Kesehatan Manarang, 2(2), hal. 76. doi:
10.33490/jkm.v2i2.19.
Arsita, N. dan Duadji, N. (2019) “Analisis Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu,” Jurnal Birokrasi, kebijakan dan Pelayanan Publik, 1. Tersedia pada:
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/
Departemen Kesehatan RI (2009) Pedoman Pelaksanaan Program Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi. Jakarta: Ditjen Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Tersedia pada:
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/ha ndle/123456789/770.
Faisal, A. D., Serudji, J. dan Ali, H. (2020) “Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah,” Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), hal. 1–9. doi:
10.25077/jka.v8i4.1092.
Halimah, N. S. S. S. (2020) “Gambaran Inisiasi Menyusui Dini Di Rumah Sakit TK.II Pelamonia Makassar,” Indonesian
Academia Health Sciences Journal, I(2), hal. 16–21. Tersedia pada: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/IAHS/article/vi ew/7904.
Handayani, E. (2020) “Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Lama Kerja Bidan Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di
*) e-mail korespondensi : [email protected]
Wilayah Kerja Puskesmas Landasan Ulin, Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), hal. 410–419. doi:
10.33859/dksm.v11i1.626.
Indra, L. dan Ruswanti (2017) “Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD),” JIIKI (Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia), 7(1), hal. 197– 204.
Jairani, E. N. et al. (2018) “Hambatan Birokrasi Dan Manajerial Dalam Implementasi Kebijakan Asi Eksklusif Di Kota Binja,” Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 07(01), hal. 10–17. Tersedia pada:
https://core.ac.uk/download/pdf/2954157 88.pdf.
JNPK-KR (2007) Asuhan Persalinan Normal: Asuhan Esensial Persalinan Buku Acuan. JNPK-KR/POGI.
Juwitaningrum, N. K. & dan Hariani, D. (2018) “Implementasi peraturan daerah
kabupaten semarang nomor 5 tahun 2014 tentang inisiasi menyusui dini dan pemberian air susu ibu eksklusif,” Universitas Diponegoro Jl., 53(9), hal. 1689– 1699. Tersedia pada:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.
Kartikasari, D. dan Dewanto, A. (2014) “Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan dan Kepercayaan di Rumah Sakit Bunda Kandangan Surabaya,” Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM), 12 No 3(10), hal. 250199. Tersedia pada:
https://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/ article/view/689/671.
Kemenkes RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019, Kementrian Kesehatan Repoblik Indonesia.
Lestari, M. (2019) “Faktor Terkait Inisiasi
Menyusu Dini pada Ibu Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon,” Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 3(1), hal. 17–24. doi: 10.22435/jpppk.v3i1.1228.
Luba, S. (2019) “Gambaran Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Makassar Tahun 2019,” Jurnal Farmasi Sandi Karsa, 5 (1)(Vol 5 No 1 (2019): Jurnal Farmasi Sandi Karsa (JFS)), hal. 90–94. Tersedia pada:
https://jurnal.farmasisandikarsa.ac.id/ojs/ index.php/JFS/article/view/48.
Malingkas, V. V. et al (2018) “Pengaruh Kualitas Tenaga Medis terhadap Pelayanan Kesehatan (di Puskesmas Kecamatan Ratahan Kabupaten Minahasa Tenggara),” Jurnal Administrasi Publik, 4(65).
Munaiseche, M. M., Wagey, F. dan Mayulu, N. (2021) “Implementasi Kebijakan
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif di Puskesmas,” Journal of Public Health and Communitu Medicine, 2, hal. 10–14.
Novianti, Mujiati, N. A. (2019) “Analisa Proses Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini ( Studi Kasus Di Rumah Sakit Swasta X Dan Rumah Sakit Pemerintah Y Di Jakarta ),” Jurnal Kesehatan Reproduksi, 9(2), hal. 135– 148. doi: 10.22435/kespro.v9i2.90.135-148.
Novianti dan Anissa Rizkianti (2016) “Dukungan Tenaga Kesehatan Terhadap Pelaksanaan IMD: Studi Kasus di RS Swasta X dan RSUD di Jakarta,” Jurnal Kesehatan Reproduksi, 7(2), hal. 95–108.
Tersedia pada:
https://media.neliti.com/media/publicatio ns/108302-ID-dukungan-tenaga-kesehatan-terhadap-pelak.pdf.
Novianti dan Mujiati (2016) “Faktor Pendukung *) e-mail korespondensi : [email protected]
Keberhasilan Praktik Inisiasi Menyusu Dini Di Rs Swasta Dan Rumah Sakit Pemerintah Di Jakarta,” Jurnal Kesehatan Reproduksi, 6(1), hal. 31–44. doi:
10.22435/kespro.v6i1.4756.31-44.
Nugraheni, W. P. dan Hartono, R. K. (2018) “Strategi Penguatan Program Posbindu Penyakit Tidak Menular Di Kota Bogor,” Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(3), hal. 198–206. doi: 10.26553/jikm.v9i3.312.
PP No. 33 (2012) “Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang ASI Eksklusif.”
Primiyani, Y. et al (2019) “Analisis Pelaksanaan Program Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular di Kota Solok,” Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2), hal. 399. doi: 10.25077/jka.v8i2.1018.
Raharjo, B. B. (2014) “Profil Ibu Dan Peran Bidan Dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini Dan Asi Eksklusi,” KESMAS - Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), hal. 53–63. doi:
10.15294/kemas.v10i1.3070.
Roesli, U. (2012) Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda.
Rusdianah, E. dan Widiarini, R. (2019) “Evaluasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK): Studi Kasus di Tingkat Puskesmas,” Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 8(4), hal. 175–183. Tersedia pada:
https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/view/ 50710.
Sarinah dan Fanny, L. (2013) “Determinants of Early Breastfeeding Initiation ( EBI ) Behavior of Pregnant Women ( 7-9
Months ) in Maternity at the Siti Fatimah Mother and Child RSH Makassar,” Media Kesehatan Masyarakat Indonesia (MKMI), (Imd), hal. 95–102. Tersedia pada:
https://www.neliti.com/id/journals/medi a-kesehatan-masyarakat-indonesia-universitas-hasanuddin.
Subarsono (2011) Analisis Kebijakan Publik: Konsep. Teori Dan Aplikasi. Pustaka Pelajar.
Sukarti, N. N., I Gusti Ayu Trisna, W. dan Desak, Y. K. (2020) “Hambatan Keberhasilan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini ( IMD ) pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar,” Jurnal Ilmiah Kebidanan, 8(1), hal. 40–53. Tersedia pada: https://www.ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/JIK/article/vie w/1197.
Sukma, S. N. F., Sudiro dan Fatmasari, E. Y. (2017) “Analisis Perencanaan Quality Assurance Ditinjau dari Aspek Input Pelayanan Keperawatan Rawat Inap
Pasca Akreditasi Paripurna Rs Swasta X Kota Semarang,” Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(4), hal. 127–136.
Tersedia pada:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/j km/article/view/18326.
Syukaisih et al (2020) “Peran Bidan Dalam Praktek Inisiasi Menyusu Dini (Imd) Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Mandah
Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2018,” Kesehatan Masyarakat STIKes Hang Tuah Pekanbaru, XIV(02), hal. 1–11. Tersedia pada: https://www.jurnal.umsb.ac.id/index.php /menarailmu/article/view/2043.
Syukur, N. A. & dan Purwanti, S. (2020) “Penatalaksanaan IMD pada Ibu Postpartum Sectio Caesarea
Mempengaruhi Status Gizi dan Kecepatan Produksi ASI,” Jurnal Bidan Cerdas, 2(2), hal. 112–120. doi:
10.33860/jbc.v2i2.68.
USAID and KINERJA (2014) “Tata kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif.” Tersedia pada:
https://docplayer.info/30894567-Tata-kelola-inisiasi-menyusu-dini-dan-asi-eksklusif.html.
Winarno, B. (2014) Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: Penerbit CAPS.
Zulala, N. N. (2018) “Gambaran Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di Rumah Sakit ’Aisyiyah Muntilan,” Jurnal Kebidanan, 7(2), hal. 111–119.
*) e-mail korespondensi : [email protected]
190
Discussion and feedback