Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809    Vol. 11, No. 2, Desember 2022

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2022.v11.i02.p36

Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Ekowisata Subak Sembung, Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Provinsi Bali

TIO TAPIANTA TOGATOROP, PUTU UDAYANI WIJAYANTI*,

I. G. A. A. LIES ANGGREINI

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB Sudirman, Denpasar, 80232, Bali

Email: [email protected] *[email protected]

Abstract

Social, Economic, and Environmental Aspects in Subak Sembung as Ecotourism, Peguyangan Village, North Denpasar District, Bali

Bali is part of the Indonesian territory that relies on the agricultural sector to meet the needs of the community as well as to support its tourism activities. Subak Sembung has been conserved and inaugurated as an ecotourism site in 2014 by the Denpasar City Government. Currently, Subak Sembung has 103 hectares of land and it has the largest green land in the city center, then known as the lungs of Denpasar City. This research is conducted with the aim of analyzing the social, economic, and environmental aspects in Subak Sembung as ecotourism in Peguyangan Village, North Denpasar District, Bali. The sample size is 35 people and generated by using simple random sampling. The data analysis method used is the descriptive qualitative analysis. The results shows that Subak Sembung as ecotourism in terms of social aspects measured from three indicators, namely the high level of knowledge of farmers about ecotourism, positive responses of farmers to ecotourism, and high skills of farmers in farming. The economic aspect measured in terms of economic benefits is relatively high, and the environmental aspect can be said to be good in terms of natural resource conservation is fairly high and facilities in the form of counseling and coaching are carried out quite often.

Keywords: social aspects, economic aspects, environtmental aspects, ecotourism, Subak Sembung

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Bali termasuk bagian wilayah Indonesia yang mengandalkan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sekaligus pendukung kegiatan pariwisatanya. Sistem pertanian yang diterapkan di Bali adalah sistem subak yang merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Subak adalah suatu perkumpulan petani

yang mengelola air irigasi di lahan sawah yang merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religious serta memiliki kawasan sawah, sumber air, pura subak, dan mandiri (Windia dan Wiguna, dalam Suryada 2019). Subak merupakan sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem irigasi sawah secara tradisional dan merupakan manifestasi dari filosofi Tri Hita Karana (Anonimous, 2018). Pendapat lain mengatakan bahwa pengertian subak bukan saja mengenai system tata kelola irigasi tradisional, tetapi meliputi sesuatu yang lebih luas seperti sistem organisasi, manusianya, serta wilayah dan fitur yang terdapat didalamnya (Suryada dan Paramadhyaksa, 2017). Selain itu, subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang sebagai lembaga tradisional wadah berkumpul dan berinteraksi sosialnya para petani. Subak sebagai lembaga tradisional tidak dapat memisahkan diri dari interaksinya dengan dunia luar baik dengan sesama subak, pemerintah, lembaga sosial lainnya, atau terhadap perkembangan zaman khususnya perkembangan pariwisata (Windia, dalam Tri Permata 2018).

Subak yang berada di daerah perkotaan, tentu memiliki tantangan besar terutama dalam mempertahankan lahannya dari alih fungsi lahan, tak terkecuali bagi subak-subak yang ada di Kota Denpasar. Maraknya pembangunan kota, membuat lahan pertanian di Kota Denpasar semakin berkurang. Jika lahan semakin habis, maka lama-kelamaan subak pun akan hilang. Maka dari itu, pembangunan pertanian memiliki peran penting sebagai upaya untuk mempertahankan lahan subak, khususnya di Kota Denpasar.

Subak Sembung adalah salah satu subak yang berada di pusat Kota Denpasar. Subak Sembung terletak di Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara, Bali. Posisi Subak Sembung yang berada di perkotaan, menjadikannya rentan terhadap alih fungsi lahan. Namun, pada kenyataannya Subak Sembung mampu bertahan dan menjadi satu-satunya subak yang memiliki lahan sawah terluas yaitu 103 Ha di Kota Denpasar. Keberadaan Subak Sembung tersebut perlu dijaga dan dilestarikan. Pengembangan pariwisata Bali dengan basis pariwisata budayanya, keberadaan Subak Sembung telah menjadi salah satu alternatif untuk menjadi objek wisata yaitu dalam bentuk ekowisata sebagai tujuan wisata baru atau objek sebagai produk dan layanan bagi para wisatawan di Kota Denpasar (Sedana, 2018).

Oleh karena itu, Pemerintah Kota Denpasar membuat kebijakan yang mendukung pembangunan pertanian yaitu kebijakan dalam hal peningkatan jasa pertanian dengan menetapkan Subak Sembung sebagai kawasan ekowisata pada tahun 2014. Adapun pengertian ekowisata adalah suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan yang konservatif, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat (Dirjen Pariwisata, dalam Riadi 2019). Sebuah ekowisata memiliki prinsip dan manfaat dalam konservasi alam, pemberdayaan masyarakat lokal, serta edukasi lingkungan (Riadi, 2019). Menurut Susialawati (2008), jika

pendekatan ekowisata diterapkan dengan baik maka industri pariwisata berpotensi untuk memberikan dampak positif yang menguntungkan bagi lingkungan melalui upaya-upaya perlindungan dan konservasi lingkungan dimana pariwisata dapat sebagai sumber untuk membiayai upaya perlindungan sumberdaya lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya/lingkungan, sekaligus pemberdayaannya dalam bidang sosial dan budaya masyarakat yang ada disekitarnya.

Subak Sembung sebagai kawasan ekowisata membuat adanya aktivitas-aktivitas/kegiatan-kegiatan pertanian yang beragam dan berlangsung di kawasan subak. Kegiatan pertanian tersebut antara lain meliputi : edukasi lingkungan terhadap para petani maupun wisatawan, terjadinya transaksi jual-beli produk hasil pertanian secara langsung di lahan subak, pemasaran produk pertanian semakin mudah, dan terlibatnya petani dalam petani dalam program ekowisata secara langsung maupun tidak langsung. Ditetapkannya Subak Sembung sebagai ekowisata, tentu menjadikan adanya tuntutan-tuntutan pariwisata yang sebaiknya bisa terpenuhi. Apabila kebutuhan pariwisata sudah dapat terpenuhi, maka akan sebanding lurus dengan kesejahteraan petani. Namun, dilihat dari kondisi existing pertanian di Ekowisata Subak Sembung, di mana petani belum optimal dalam memenuhi kebutuhan pariwisata. Sehingga, berdasarkan uraian tersebut dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan di Subak Sembung sebagai ekowisata.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana aspek sosial pada Ekowisata Subak Sembung?

  • 2.    Bagaimana aspek ekonomi pada Ekowisata Subak Sembung?

  • 3.    Bagaimana aspek lingkungan pada Ekowisata Subak Sembung?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk :

  • 1.    Mengetahui aspek sosial pada Ekowisata Subak Sembung.

  • 2.    Mengetahui aspek ekonomi pada Ekowisata Subak Sembung.

  • 3.    Mengetahui aspek lingkungan pada Ekowisata Subak Sembung.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Subak Sembung, Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara, Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2020. Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa Subak Sembung merupakan satu-satunya subak dengan lahan sawah terluas di Kota Denpasar yaitu 103 Ha yang mampu bertahan di tengah maraknya alih fungsi lahan. Selain itu, Subak Sembung telah dikonservasi menjadi sebuah kawasan ekowisata yang memanfaatkan lahan subak sebagai tempat wisata dan tetap menjaga kelestarian subak tersebut.

  • 2.2    Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu berupa gambaran umum mengenai lokasi penelitian dan data hasil wawancara dengan responden. Data kuantitatif yaitu berupa jumlah petani serta jawaban dari setiap pertanyaan kuisioner yang telah dikuantitatifkan. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari pengurus subak serta melalui internet seperti skripsi, jurnal, dan artikel terkait dengan penelitian ini.

  • 2.3    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini ada sebanyak 241 petani anggota Subak Sembung. Untuk pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik simple random sampling dengan menggunakan rumus slovin. Simple random sampling merupakan teknik pengambilan sampel sample dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2001). Adapun sampel dalam penelitian ini sebanyak 35 orang petani anggota Subak Sembung.

  • 2.4    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain wawancara, observasi, dan dokumentasi.

  • 2.5    Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif. Menurut Moleong (dalam Eni, 2020), analisis data deskriptif kualitatif yaitu suatu metode analisis yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan adalah pengolahan data kualitatif dengan menjelaskan tentang sebuah permasalahan dan menggambarkan secara sistematis data-data yang berkaitan dengan permasalahannya. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-data dan pembelajaran melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dan menggambarkannya secara sistematis.

Data dalam penelitian ini diolah dan ditabulasikan ke dalam bentuk tabel atau diagram dan dihitung frekuensinya untuk mengetahui apakah tingkat perolehan nilai (skor) variabel penelitian masuk dalam kategori sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah. Penilaian dalam setiap parameter berdasarkan pada skala Likert yaitu dengan skor 1, 2, 3, 4, 5. Skor satu menunjukkan nilai dari jawaban yang paling tidak diharapkan, skor dua emnunjukkan nilai dari jawaban kurang diharapkan, skor tiga menunjukkan nilai dari jawaban netral, skor empat menunjukkan nilai dari jawaban diharapkan, dan skor lima menunjukkan nilai dari jawaban yang sangat diharapkan.

Tabel 1.

Pemberian Bobot Nilai Untuk Variabel Penelitian

No

Jawaban

Skor penilaian

1

Sangat tinggi

5

2

Tinggi

4

3

Cukup

3

4

Rendah

2

5

Sangat rendah

1

Sumber :

Sugiyono (2014)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Aspek Sosial

Aspek sosial diukur berdasarkan keadaan sosial petani yang terlibat dakam keberlangsungan Subak Sembung sebagai ekowisata, yang meliputi tiga unsur yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan lingkungan.

  • 3.1.1    Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan petani diukur berdasarkan frekuensi pilihan jawaban yang dipilih oleh responden mengenai sejauh mana pengetahuan ataupun pemahaman petani tentang hal-hal yang berkaitan dengan ekowisata. Tingkat pengetahuan petani di daerah penelitian di dapat dari hasil kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan dan diisi oleh 35 responden. Berikut merupakan hasil dari lampiran kuesioner yang diisi oleh petani sampel, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan pada Aspek Sosial

No

Bentuk Pengetahuan

1

2

3

4

5

Jumlah Skor

Ket

1.

Pengetahuan tentang

F    -

-

17

12

6

129

T

ekowisata

%

49

34

17

2.

Pengetahuan keinginan

F    -

-

5

21

9

144

T

pasar

%

14

60

9

3.

Pengetahuan kebutuhan

F    -

-

-

10

25

165

ST

pariwisata

%

29

71

4.

Komoditi yang paling

F    -

1

10

22

2

130

T

diminati

%

3

29

63

6

5.

Pengetahuan tentang

F    -

-

11

17

7

136

T

program ekowisata

%

31

49

20

Total

704

T

di Subak Sembung sebagai Ekowisata

Sumber : Data diolah, 2021

Keterangan : T (Tinggi), ST (Sangat Tinggi)

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa pengetahuan petani tentang manfaat ekowisata, program ekowisata, penggunaan pestisida yang tidak diinginkan pasar, kebutuhan pariwisata, serta bunga yang paling diminati pelanggan mencapai skor total 704. Disimpulkan bahwa pengetahuan petani angota Subak Sembung mengenai ekowisata berada pada kategori tinggi.

  • 3.1.2    Sikap

Sikap petani diukur berdasarkan perubahan yang terjadi pada petani anggota Subak Sembung dalam upaya menyesuaikan diri terhadap adanya ekowisata. Sikap petani didapat dari hasil kuesioner yang disebar kepada 35 responden dengan memberikan beberapa pertanyaan. Dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Sikap Pada Aspek Sosial di Subak Sembung sebagai Ekowisata

No

Bentuk Sikap

1

2

3

4

5

Jumlah Skor

Ket

1.

Perubahan dalam

F    -

8

24

2

1

101

N

bercocok tanam

%

22

69

6

3

2.

Peningkatan motivasi

F    -

-

24

9

2

116

N

%

69

25

6

3.

Adopsi

F    -

9

23

3

-

99

N

inovasi/teknologi pertanian

%

25

66

9

4.

Reaksi petani terhadap

F    -

-

4

28

3

139

S

adanya ekowisata

%

11

80

9

5.

Interaksi antar petani

F    -

8

27

-

-

97

N

anggota Subak

%

22

78

Sembung meningkat

Total                        552       N

Sumber : Data diolah, 2021

Keterangan : N (Netral), S (Setuju)

Berdasarkan tabel 3, kuesioner sikap memperoleh skor 552, yang berarti berada pada kategori netral. Hal ini menunjukkan bahwa ditetapkannya Subak Sembung sebagai ekowisata tidak menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap sikap petani. Adapun sikap yang cenderung paling dimiliki oleh petani yaitu berupa reaksi petani yang menyatakan setuju terhadap Subak Sembung yang dijadikan sebagai ekowisata dan mencapai skor 139.

  • 3.1.3    Keterampilan

Keterampilan petani digunakan untuk melihat sejauh mana petani telah dapat menyesuaikan diri terhadap adanya ekowisata melalui keterampilan yang dimiliki oleh petani dalam berusahatani. Keterampilan petani didapat dari hasil kuesioner yang disebar kepada 35 responden dan berisi beberapa pertanyaan. Dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.

Distribusi Frekuensi Keterampilan Pada Aspek Sosial di Subak Sembung sebagai Ekowisata

No

Bentuk Keterampilan

1

2

3

4

5

Jumlah Skor

Ket

1.

Pengaplikasian pupuk

F   -

-

2

23

10

148

ST

%

6

63

31

2.

Penggunaan traktor

F     -

7

10

12

6

122

T

%

20

29

34

17

3.

Penggunaan

F     -

-

4

24

7

143

T

pestisida/insektisida

%

11

69

20

4.

Penanganan hama dan

F     -

-

9

20

6

137

T

penyakit tanaman

%

26

57

17

5.

Pemeliharaan tanaman

F     -

-

2

22

11

149

ST

%

6

65

29

Total                           699      T

Sumber : Data diolah, 2021

Keterangan : T (Terampil), ST (Sangat Terampil)

Berdasarkan tabel 4, kuesioner keterampilan memperoleh skor total 699, yang berarti keterampilan petani anggota Subak Sembung berada pada kategori terampil. Hal ini menunjukkan bahwa ditetapkannya Subak Sembung sebagai ekowisata didukung dengan kererampilan yang dimiliki petani dalam berusahatani. Adapun keterampilan paling tinggi yang dimiliki petani yaitu keterampilan dalam hal pemeliharaan tanaman yang mencapai skor 149. Aktivitas pemeliharaan tanaman yang dilakukan petani antara lain : pembersihan gulma, pemupukan sesuai dosis anjuran dari Dinas Pertanian, serta penyulaman pada tanaman yang mati.

  • 3.2    Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi diukur berdasarkan pergerakan ataupun perkembangan dari segi manfaat ekonomi yang sudah terjadi maupun yang ingin dicapai dan dirasakan oleh petani angggota subak dengan posisi Subak Sembung sebagai ekowisata. Manfaat ekonomi didapat dari hasil kuesioner yang disebar kepada 35 responden dengan memberikan beberapa pertanyaan.

Berdasarkan data hasil penelitian, kuesioner manfaat ekonomi memperoleh skor total 664, yang berarti berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

ditetapkannya Subak Sembung sebagai ekowisata memberikan manfaat ekonomi yang tinggi kepada petani. Adapun manfaat ekonomi yang paling tinggi dirasakan oleh petani yaitu keuntungan dari adanya pasar dadakan di kawasan ekowisata memberikan keuntungan bagi petani berupa kesempatan dan kemudahan dalam menjual produk-produknya di kawasan ekowisata, bukan hanya produk pertanian namun juga produk lain seperti makanan dan minuman. Dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.

Kategori Manfaat Ekonomi pada Aspek Ekonomi di Subak Sembung sebagai Ekowisata

No

Bentuk Pembangunan Ekonomi

1

2

3

4

5

Jumlah Skor

Ket

1.

Peningkatan

F     -

-

22

13

-

118

T

pendapatan

%

63

37

2.

Peningkatan lapangan

F     -

-

26

8

1

115

CT

pekerjaan

%

74

23

3

3.

Perubahan jenis

F     -

-

17

15

3

126

T

pekerjaan

%

48

43

9

4.

Keuntungan pasar

F     -

-

-

19

16

156

ST

%

54

46

5.

Kemudahan distribusi

F     -

-

2

22

11

149

ST

%

6

63

31

Total                        664      T

Sumber : Data diolah, 2021

Keterangan : CT (Cukup Tinggi), T (Tinggi), ST (Sangat Tinggi)

  • 3.3    Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan dilihat dari pergerakan ataupun respon yang diberikan atau yang ingin dicapai oleh petani maupun subak terhadap lingkungan Subak Subak sebagai kawasan ekowisata, yang diukur dari segi pelestarian sumber daya alam dan fasilitas.

  • 3.3.1    Pelestarian sumber daya alam

Subak Sembung memiliki kelebihan tersendiri karena merupakan satu-satunya subak dengan lahan terluas di pusat Kota Denpasar. Hal tersebut membuat Subak Sembung mendapat penghargaan juara satu pada lomba subak tingkat Provinsi Bali dan ditetapkan sebagai ekowisata. Pelestarian sumber daya alam didapat dari hasil kuesioner yang disebar kepada 35 responden dengan memberikan beberapa pertanyaan. Dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.

Distribusi Frekuensi Pelestarian Sumber Daya Alam Pada Aspek Lingkungan di

Subak Sembung sebagai Ekowisata

No

Bentuk Kegiatan          1    2     3     4    5    Jumlah   Ket

Skor

1.

Penggunaan pupuk organik

F %

-    18

51

17      -      -

49

87

R

2.

Pengolahan tanah

F

-       -

6    25    4

138

T

%

17    71    12

3.

Pergiliran tanaman

F

-       -

14    16    5

131

T

secara rutin

%

40    46   14

4.

Penggunaan teknologi

F

-       1

29     3    2

111

CT

ramah lingkungan

%

3

82     9    6

Total                            467      CT

Sumber : Data diolah, 2021

Keterangan : CT (Cukup Tinggi), T (Tinggi)

Berdasarkan tabel 6, kuesioner pelestarian sumber daya alam memperoleh skor 467, yang berarti berada pada kategori cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ditetapkannya Subak Sembung sebagai ekowisata didukung dengan pelestarian sumber daya alamnya. Dalam hal pelestarian sumber daya alam, petani Subak Sembung melakukan beberapa upaya, yaitu yang paling tinggi dengan skor 138 berupa pengolahan tanah. Petani Subak Sembung melakukan pengolahan tanah secara terus-menerus. Pengolahan tanah dilakukan setiap akan mulai menanam bibit tanaman yang sama maupun jenis varietas tanaman yang baru dengan teknik land clearing.

  • 3.3.2    Fasilitas

Keberlangsungan Subak Sembung sebagai kawasan ekowisata memerlukan fasilitas yang mendukung. Dalam penelitian ini, fasilitas yang dimaksudkan yaitu berupa pembinaan petani yang diberikan oleh pihak ekowisata kepada para petani anggota Subak Sembung terkait program-program ekowisata ataupun hal lainnya yang berkaitan demi kelangsungan ekowisata Subak Sembung, serta penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh dari Dinas Pertanian.

Fasilitas didapat dari hasil kuesioner yang disebar kepada 35 responden. Dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7.

Distribusi Frekuensi Fasilitas Pada Aspek Lingkungan di Subak Sembung sebagai Ekowisata

No

Bentuk Kegiatan

1    2

3

4

5

Jumlah Skor

Ket

1.

Pembinaan

F   -   14

21

-

-

91

CS

petani

%    40

60

2.

Penyuluhan

F   -   13

20

1

1

95

CS

pertanian

%     37

57

3

3

Total

186

S

Sumber : Data diolah, 2021 Keterangan : S (Sering)

CS (Cukup Sering)

Berdasarkan tabel di atas, kuesioner fasilitas memperoleh skor 186, yang berarti berada pada kategori sering. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan pertanian di Subak Sembung berjalan dengan baik, yang dimana PPL datang ke subak setiap hari untuk mengontrol keadaan serta membantu petani menangani masalah pertanian yang dihadapi. Pembinaan terhadap petani pun diberikan oleh pihak ekowisata setiap kali ada program baru yang akan dilaksanakan oleh pihak ekowisata tersebut yang melibatkan petani secara langsung agar dapat bekerjasama dengan baik demi keberlangsungan Subak Sembung sebagai ekowisata.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1    Kesimpulan

Aspek sosial meliputi tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dinilai baik dan memberikan dampak positif yang mendukung serta dapat menyesuaikan terhadap keberadaan Subak Sembung sebagai ekowisata. Aspek ekonomi yang diukur berdasarkan manfaat yang dirasakan oleh petani secara ekonomi, dimana Subak Sembung sebagai ekowisata terbukti memberikan keuntungan berupa peluang pasar serta kemudahan dalam proses distribusi produk pertaniannya. Aspek lingkungan dinilai baik yaitu segi pelestarian sumber daya alam di ekowisata Subak Sembung tergolong tinggi, serta fasilitas non fisik berupa pembinaan petani dan penyuluhan pertanian yang dilakukan cukup sering sehingga mendukung keberlangsungan Subak Sembung sebagai kawasan ekowisata

  • 4.2    SaranSubak Sembung sebagai ekowisata ditinjau dari aspek sosial secara umum perlu ditingkatkan. Terutama pada indikator sikap. Perlu adanya wadah interaksi bagi para petani, misalnya dengan mengadakan gathering khusus petani dan mengajak petani untuk terlibat lebih banyak dalam program ekowisata sehingga diharapkan dapat menumbuhkan rasa solidaritas dan rasa ownership pada petani. Subak Sembung sebagai ekowisata ditinjau dari aspek ekonomi masih perlu ditingkatkan lagi. Bisa dilakukan dengan cara memperbanyak program ekowisata yang

membutuhkanketerlibatan petani, seperti menyediakan hidangan konsumsi khas Subak Sembung dan proses pengerjaannya dijadikan sebagai atraksi yang bisa disaksikan oleh pengunjung. Subak Sembung sebagai ekowisata ditinjau dari aspek lingkungan perlu ditingkatkan. Terutama dalam parameter penggunaan pupuk pada indikator pelestarian sumber daya alam yang tergolong rendah. Maka, diharapkan petani dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia demi menjaga lahan pertanian dari polusi tanah. Selain itu, diharapkan pula kepada pengelola ekowisata maupun penyuluh pertanian agar memberikan pembinaan serta penyuluhan secara fun, sehingga diharapkan bisa mendongkrak semangat dan motivasi petani sebagai bagian dari ekowisata Subak Sembung.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Ucapan terimakasih penulis dedikasikan kepada pengurus subak, pengelola ekowisata, serta seluruh responden penelitian yang telah bekerja sama dengan baik dalam pengumpulan data sehingga penelitian ini bisa diselesaikan dengan baik.

Daftar Pustaka

Anonimous, 2018. Subak : Sistem Pengairan Sawah (Irigasi) Tradisional Bali. https://distan.bulelengkab.go.id. Diakses 31 Oktober 2020

Dewi, Tri Permata, K. 2018. Permasalahan Subak di Daerah Pariwisata di Subak Teges, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. ojs.unud.ac.id. Diakses 31 Oktober 2020

Permatasari, Eni. 2020. Pertisipasi Masyarakat Dalam Program Urban Farming Gang Hijau di RW03 Kelurahan Cempaka Putih, Jakarta. Skripsi Jurusan Agribisnis Universitas Udayana.

Riadi, Muchlisin. 2019. Ekowisata (Pengertian, Prinsip, Karakteristik dan Jenis). Kajianpustaka.com. Diakses 30 November 2020

Sedana, G., Arjana, B.M., dan Sudiarta, I.N. 2018. Potensi Subak Dalam Pengembangan Ekowisata : Kasus Subak Sembung di  Kelurahan

Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar. Ejournal.undwi.ac.id. Diakses 30 November 2020

Suryada, I. G. A. B. 2019. Cultural Lanscape Subak di Perkotaan dan Potensinya Dalam Pencegahan Banjir. SAMARTA Bali. Diakses 16 November 2020

Suryada, I. G. A. B & Paramadhyaksa, I.N. 2017. Ekowisata pada Cultural Landscape Subak sebagai Identitas Kota Denpasar. SAMARTA Bali. Diakses 16 November 2020

Sugiyono. 2001. Simpel Random Sampling (Sampel Acak Sederhana). himasta.unimus.ac.id. Diakses 20 September 2020

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jurnal Al-Hikmah. stit-alhikmahwk.ac.id. Diakses 20 September 2020

Susilawati. 2008. Pengembangan Ekowisata Sebagai Salah Satu Upaya Pemberdayaan Sosial, Budaya, dan Ekonomi di Masyarakat. Ejournal.upi.edu. Diakses 12 November 2020

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

874