Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2022.v11.i01.p27

Vol. 11, No. 1, Juli 2022

Analisis Usaha Pengolahan Indutri Batu Bata dan Dampaknya terhadap Penyusutan Lahan Sawah di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan

NI KOMANG NITA DEWI, MADE ANTARA*, WIDHIANTINI

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar, 80232 Email: [email protected] *[email protected]

Abstract

Analysis of Brick Processing Business and Its Impact on Rice Lands Conversion in Nyitdah Village, Kediri District, Tabanan Regency

The brick industry includes a production process that converts clay into other products that have more usability. This study aims to identify the brick production process, analyze the income and feasibility of the brick processing business, and the impact of brick processing business on rice land conversion. The research location was determined purposely, namely Nyitdah Village, Kediri District, Tabanan Regency. Most people in the village work in the brick processing business and the business could be considered as a small industry. The 61 samples were determined by using simple random sampling method. The data used in this study are primary and secondary data. The results show that the brick processing business is efficient and modern. Total net income from the brick industry is IDR 9,274,499.00 / month. The brick processing business seems feasible, considering the R / C Ratio > 1 and the BEP is less than the amount of production and the price in Nyitdah Village. However, the business has an impact on rice land conversion due to the construction of brick processing plants in rice cultivated lands. The average rice land conversion that occurs in Nyitdah Village is 0.4 ha / year.

Keywords: processing, brick industry, income, feasibility, depreciation

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Negara indonesia merupakan negara agraris akibat fokus utama mata pencaharian penduduknya masih pada sektor pertanian (Rasem, 2015). Sektor pertanian di indonesia memegang peranan penting untuk perekonomian dan sumber bahan pangan. Sebanyak 82% total jumlah desa di Indonesia masih menggantungkan hidup disektor Pertanian (Sandjojo, 2017). Sekitar 30,5% lapangan pekerjaan yang

memiliki tenaga kerja terbanyak masih pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian menjadi seorang petani di pedesaan (Badan Pusat Statistik, 2018).

Lahan pertanian merupakan sumber pendapatan utama bagi seorang petani. Kondisi menurunnya lahan pertanian, mengakibatkan sempitnya penguasaan lahan pertanian oleh rumah tangga petani di pedesaan. Sehingga langkah yang tepat untuk mengatasinya adalah pengembangan industri kecil atau industri rumah tangga yang ada di pedesaan (Mubyarto, 2001). Bali merupakan daerah pariwisata. Namun tidak semua penduduknya menggantungkan hidupnya di sektor pariwisata. Ada juga sektor pertanian dan juga sektor industri. Industri kecil mencakup semua perusahaan atau usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar atau barang setengah jadi atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Salah satu industri yang dikembangkan di daerah pedesaan ialah pembuatan batu bata yang merupakan salah satu bahan material bangunan.

Lahan persawahan dipedesaan yang semula digunakan untuk bercocok tanam mulai beralih fungsi untuk kegiatan pengolahan industri batu bata karena dianggap lebih menguntungkan dan banyak menyerap tenaga kerja. Lahan sawah yang subur sebagai lahan utama produksi beras semakin berkurang akibat dari adanya konversi lahan. Hal ini diakibatkan adanya pergeseran fungsi lahan tersebut ke fungsi non-pertanian Afrizal dalam Roima, (2013). Hal ini disebabkan oleh, pembangunan sarana dan prasarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya berlangsung cepat, kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agriekosistem dominananya adalah sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga tinggi, dan daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan.

Desa Nyitdah terletak di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Desa Nyitdah dari segi pemerintahan Desa Nyitdah memiliki 8 banjar dinas dan memiliki jarak tempuh kurang lebih 5 km dari kota Tabanan (Westri, 2020). Desa Nyitdah sebagai salah satu desa dengan mayoritas penduduk yang memiliki usaha manufaktur batu bata. Hal tersebut dikarenakan masyarakat bali masih menggunakan batu bata sebagai satah satu bahan bangunan untuk membangun rumah, pura, gerbang, ataupun hotel – hotel yang ada di Bali yang masih menggunakan batu bata sebagai material bangunan dikarenakan batu bata terkesan alami, unik dan otentik. Pada umumnya proses pembuatan batu bata dilakukan dalam empat tahapan yaitu tahap pencampuran bahan baku batu bata, tahap pencatakan batu bata, tahap pengeringan dan tahap pembakaran. Hampir di setiap industri batu bata melakukan keempat tahapan tersebut namun dengan metode yang berbeda baik dari jenis campurannya, cara pelaksanaannya, maupun alat yang digunakan. Tapi pada dasarnya semua proses yang dilakukan pada setiap industri pembuatan batu bata akan selalu berupaya menghasilkan batu bata dengan kualitas yang baik.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah proses pengolahan batu bata di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan?

  • 2.    Berapakah besar pendapatan dan tingkat kelayakan usaha industri batu bata di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan?

  • 3.    Bagaimanakah dampak usaha pengolahan industri batu bata terhadap penyusutan lahan sawah di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

  • 1.    Mengidentifikasi proses pengolahan batu bata di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan

  • 2.    Menganalisis pendapatan dan tingkat kelayakan usaha industri batu bata di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan

  • 3.    Mengidentifikasi dampak usaha pengolahan industri batu bata terhadap penyusutan lahan sawah di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Peneltian

Penelitian ini dilakukan di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan Provinsi Bali yang berlangsung dari Bulan Juli-Agustus 2020.

  • 2.2    Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu gambaran umum Desa Nyitdah seperti letak geografis yang dapat menggambarkan keadaan lokasi penelitian yang diperoleh dari kantor Desa Nyitdah. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan jumlah pengrajin, jumlah penduduk, mata pencaharian pokok penduduk, serta data rekapitulasi kuesioner.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer diperoleh dengan cara memberikan kuesioner dan melakukan wawancara langsung dengan informan atau reponden. Data sekunder diperoleh dari kantor Desa Nyitdah dan kantor BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kelautan).

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain wawancara, kuesioner, dokumentasi dan studi kepustakaan.

  • 2.4    Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan kumpulan individu yang terdiri atas objek atau subjek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi data penelitian ini adalah sebanyak 495 orang pengrajin yang melakukan kegiatan usaha pengolahan batu. Penentuan jumlah sampel menggunakan perhitungan slovin dengan persentase kesalahan sebesar 12% (0,12). Peneliti menggunakan persentase kesalahan tersebut untuk memperkecil jumlah populasi pengrajin dikarenakan adanya keterbatasan dana, waktu, biaya, serta wabah Covid19. Dengan demikian dari persentase kesalahan tersebut diperoleh hasil sebesar 61 sampel.

Penentuan sampel menggunakan Metode Simple Random Sampling dengan cara pengundian secara acak untuk menentukan pengrajin yang akan dijadikan sebagai sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah pengrajin industri batu bata dan bersifat homogen. Artinya setiap pengrajin memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel mewakili populasi pengrajin industri batu bata di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan.

  • 2.5    Variabel Penelitian dan Pengukuran

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi dan memperoleh sebuah kesimpulan. Pada penelitian ini menggunakan tiga variabel penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu, proses pengolahan batu bata, pendapatan dan analisis kelayakan, serta dampak industri batu bata. sedangkan pengukuran merupakan alat ukur yang dijadikan acuan yang digunakan dalam pengukuran untuk menghasilkan data kuantitatif.

  • 2.6    Batasan Operasional

Batasan operasional merupakan suatu batasan pengertian yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan suatu kegiatan maupun pekerjaan agar dapat menjelaskan dan menghindari terjadinya penyimpangan terhadap pokok permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian.

  • 2.7    Metode Analisis Data

    2.7.1    Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif ini menjawab permasalahan tujuan pertama yaitu mengidentifikasi proses pengolahan batu bata di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan dengan mengumpulkan informasi mengenai proses penyediaan bahan baku, proses pengolahan tanah, proses pencetakan, proses pencetakan, proses penjemuran dan proses pembakaran batu bata agar dapat mendeskripsikan proses pengolahan industri batu bata yang ada di Desa Nyitdah.

  • 2.7.2    Metode Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha

Metode analisis pendapatan dan kelayakan usaha menjawab permasalahan tujuan kedua yaitu menganalisis Bersih pendapatan dan kelayakan usaha industri batu bata di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan dengan menggunakan analisis pendapatan, R/C ratio dan BEP (Break Event Point). Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut Soekartawi dalam (Asnidar et.al, 2017).

Pendapatan (Pd = TR – TC).…………………………….....(1)

Keterangan.

Pd = Pendapatan (Rp/bulan)

TR = Total Penerimaan (Rp/bulan)

TC = Total Biaya ( Rp/bulan)

R/C Ratio =  ………………………………………………...(2)

Keterangan.

TR = Total Penerimaan (Rp/bulan)

TC= Total Biaya (Rp/bulan)

Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama

dengan total cost. Dihitung menggunakan rumus berikut.

BEP Produksi ( Perbulan) =

Total Biaya (Rp/Bulan) Harga Jual (Rp/Buah)

(3)


(4)


Total Biaya (Rp/Bulan)

BEP Harga (Rp/Bulan) = Total Produksi(buah∕Bulan)

  • 2.7.3    Metode Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif menjawab permasalahan tujuan ke ketiga yaitu mengidentifikasi dampak usaha pengolahan batu bata terhadap penyusutan lahan sawah di Desa Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Dengan mengumpulkan informasi dan data tentang luas lahan sawah agar dapat mendeskripsikan dampak industri batu bata yang terjadi di Desa Nyitdah.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Proses Pengolahan Industri Batu Bata di Desa Nyitdah

Desa Nyitdah merupakan salah satu desa pengrajin yang lebih dikenal dengan produksi batu batanya. Proses pengolahan batu bata di desa ini sudah modern, karena sudah menggunakan mesin giling pada proses pengolahan tanah dan menggunakan mesin press pada pencetakan batu bata. Berikut tahapan-tahapan dalam pembuatan batu bata yaitu penyediaan bahan baku batu bata, pengolahan bahan baku batu bata, pencetakan bahan baku batu bata, penjemuran batu bata dan pembakaran batu bata.

  • 3.2    Pendapatan dan Kelayakan Usaha Industri Batu Bata

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya produksi yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha. Untuk memperoleh pendapatan harus diketahui terlebih dahulu jumlah penerimaan yang diperoleh pada usaha tersebut, adapun jumlah penerimaannya adalah sebagai berikut.

  • 3.2.1    Penerimaan

Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku dipasar. Rata-rata penerimaan perbulan yang diterima oleh pengrajin batu bata dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1.

Rata- Rata Jumlah Penerimaan Industri Batu Bata di Desa Nyitdah Tahun 2020

No.

Keterangan

Rata-Rata Penerimaan

Perbulan

Range

1

Produksi (buah/bulan)

20.866

18.000,00-30.000,00

2

Harga Jual (Rp/buah)

1.940,00

1.800,00-2.100,00

3

Penerimaan (Rp/bulan)

40.434.754,00

32.400.000,00-60.000.000,00

Pada Tabel 1 diatas diketahui bahwa rata-rata jumlah produksi batu bata perbulan sebanyak 20.866 buah/bulan. Dalam sebulan usaha indutri batu bata di nyitdah rata-rata melakukan 3 kali proses pembakaran.

Harga jual batu bata adalah Rp.1.940,00/buah, harga ini belum termasuk ongkos antar ke rumah konsumen. Dengan demikian rata-rata penerimaan yang diperolehpara pelaku usaha industri batu bata selama sebulan adalah sebesar Rp.40.434.754,00/bulan.

  • 3.2.2    Biaya produksi

Biaya produksi adalah akumulasi biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi kerajinan batu batu bata. Biaya-biaya yang diakumulasikan adalah biaya variabel yaitu biaya bahan baku, biaya bahan penunjang dan biaya tenaga kerja serta biaya tetap yaitu biaya penyusutan alat dan biaya overhead (Bakkar, 2017).

Akumulasi dari biaya variabel dan biaya tetap yang menghasilkan total biaya produksi pada pengolahan industri kerajinan batu bata dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2.

Rata- Rata Total Biaya Produksi Batu Bata Perbulan di Desa Nyitdah Tahun 2020

NTn

Rata-Rata Biaya Produksi

No.     Keterangan

Perbulan

Range

1     Biaya Variabel

30.146.600,00

21.417.000,00- 47.041.200,00

2    Biaya Tetap

1.013.656,00

591.159,00 - 2.121.292,00

Total Biaya

31.160.256,00

22.268.397,00– 48.272.471,00

Pada Tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata total produksi yang dikeluarkan paling banyak yaitu pada biaya variabel yaitu sebesar Rp. 30.146.600,00/bulan, biaya variabel ini dapat berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi yang dihasilkan oleh pengrajin batu bata yang ada di Desa Nyitdah. Selanjutnya pada biaya tetap dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 1.013.656,00/bulan, biaya tetap ini adalah biaya yang dikeluarkan cenderung tetap dalam proses produksi. Dengan demikian total biaya produksi yang dikeluarkan saat melakukan proses produksi batu bata yaitu sebesar Rp.31.160.256,00/bulan. Total biaya ini diperoleh dari hasil penjumlahan biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan dalam proses produksi batu bata.

  • 3.2.3    Pendapatan bersih industri batu bata

Pendapatan merupakan penerimaan yang dikurangi total biaya produksi. Penerimaan diperoleh dari jumlah produksi batu bata yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual batu bata sedangkan total biaya diperoleh dari akumulasi biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan dalam proses produksi batu bata. Pendapatan industri batu bata dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3.

Rata-Rata Pendapatan Industri Bersih Industri Batu Bata dalam Satu Bulan di Desa Nyitdah Tahun 2020

No.

Keterangan

Rata-Rata Pendapatan Bersih

Perbulan

Range

1.

Produksi (buah/bulan)

20.866,00

18.000,00 – 30.000,00

2.

Harga Jual (Rp/buah)

1.940,00

1800,00 - 2100,00

3.

Penerimaan (Rp/bulan)

40.434.754,00

32.400.000,00 – 60.000.000,00

4

Total Biaya Produksi (Rp/bulan)

31.160.256,00

22.268.397,00 – 48.272.471,00

5

Pendapatan Bersih (Rp/bulan)

9.274.499,00

3.110.705,00 – 23.041.141,00

Pada Tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa pendapatan bersih industri batu bata ini yaitu sebesar Rp.9.274.499,00 /bulan. Hal tersebut membuat usaha pengolahan industri batu bata ini merupakan usaha yang cukup menjanjikan untuk

dijadikan sebagai mata pencaharian pokok penduduk yang ada di Desa Nyitdah. Tidak heran jika banyak petani yang tergiur mengalih fungsikan lahan persawahannya sebagai tempat untuk pengolahan kerajinan batu bata.

  • 3.2.3    Analisis Kelayakan Usaha

    a.    Analisis R/C Ratio

Analisis R/C Ratio yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan biaya total produksi. Rata-rata R/C Ratio Industri Batu Bata yang diperoleh usaha industri batu bata di Desa Nyitdah dalam satu bulan dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4.

Rata- Rata R/C Ratio Industri Batu Bata Perbulan di Desa Nyitdah Tahun 2020

No.

Keterangan

Rata-Rata R/C Ratio

Perbulan

Range

1

Total Penerimaan

40.434.754,00

32.400.000,00 - 60.000.000,00

2

Total Biaya Produksi

31.160.256,00

22.268.397,00 – 48.272.471,00

3

R/C Ratio

1,31

1,08 – 1,74

Pada Tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa total penerimaan sebesar Rp. 40.434.754,00/bulan dan total biaya produksi sebesar Rp.31.160.256,00/bulan. Hasil perbandingan total penerimaan dan biaya total produksi diatas memperoleh hasil R/C ratio sebesar (1,31) (R/C Ratio > 1). Artinya setiap pengeluaran biaya Rp. 1,00 pada usaha kerajinan batu bata, pengrajin mendapat penerimaan sebesar Rp.1,31 (Nasution, 2015). Artinya pengrajin batu bata akan memperoleh keuntungan sebesar Rp.0,31 perbulannya. Maka dapat dikatakan bahwa usaha kerajinan batu bata ini layak untuk diusahakan dan dapat dijadikan usaha yang berkelanjutan untuk kedepannya.

  • b.    Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) adalah titik pulang pokok yang merupakan analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul untuk memperoleh keuntungan (Maruta, 2018). Ada dua pendekatan dalam menentukan penetapan BEP yaitu BEP Produksi dan BEP Harga. BEP Produksi adalah jumlah produksi minimal yang harus diperoduksi oleh produsen, sedangkan BEP Harga adalah besarnya harga minimal perbuah barang yang ditetapkan oleh produsen.

Dengan demikian dari dua pendekatan ini pengrajin batu bata dapat mengetahui dengan pasti jumlah produksi dan harga jual batu bata perbuah yang membuat usaha pengolahan industri batu bata ini pada titik impas yaitu posisi tidak untung dan tidak rugi. Rata-rata BEP Produksi dan BEP Harga yang harus di peroleh dalam satu bulan oleh usaha industri batu bata ini dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5.

Rata- Rata BEP Produksi dan BEP Harga Perbulan Pada Usaha Industri Batu Bata di Desa Nyitdah Tahun 2020

No.

Keterangan

Rata- Rata

Range

1.

Total Biaya Produksi (Rp/bulan)

31.160.256,00

22.268.397,00-48.272.471,00

2.

Harga Jual (Rp/buah)

1.940,00

1.800,00-2.100,00

3.

Jumlah Produksi (buah/bulan)

20.866

18.000-30.000

4.

BEP Produksi (buah/bulan)

16.099

11.134 – 26.818

5.

BEP Harga (Rp/buah)

1.494,00

1.147,00 - 1.825,00

Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata BEP produksi pada usaha industri batu bata diperoleh dari hasil total biaya produksi yang dibagi dengan harga jual batu bata perbuah yaitu sebanyak 16.099 buah/bulan. Artinya pada titik ini usaha batu bata berada pada posisi titik impas yaitu tidak untung dan tidak rugi. Jadi usaha ini akan mengalami keuntungan jika memperoduksi lebih dari BEP Produksi dan akan mengalami kerugian jika memproduksi kurang dari jumlah BEP Produksi. Rekapitulasi data di lapangan rata-rata produksi usaha industri bata bata perbulan dengan 3 kali produksi yaitu sebanyak 20.866 buah/bulan, ini menandakan bahwa usaha indutri batu bata telah memberikan keuntungan karena jumlah produksi riil berada diatas BEP produksi. Jika melihat tingkat kelayakan usaha ini layak dikembangkan mengingat produksi riil (buah/bulan)>BEP Produksi (buah/bulan). Evaluasi kelayakan usaha berdasarkan beberapa kategori, dikatakan layak jika memenuhi persyaratan antara lain produksi riil (buah/bulan)>BEP Produksi (buah/bulan) Suratiyah dalam Intisari, (2017).

Selanjutnya rata-rata BEP Harga Jual yang diperoleh dari total biaya produksi dibagi jumlah produksi yaitu sebesar Rp.1.494,00/buah. Artinya pada titik ini usaha batu bata beradap pada posisi titik impas yaitu tidak untung dan tidak rugi. Jadi usaha ini akan mengalami keuntungan jika menjual batu bata dengan harga lebih tinggi dari BEP Harga Jual dan akan mengalami kerugian jika menjual batu bata dibawah BEP Harga. Rekapitulasi data dilapangan rata-rata harga jual adalah sebesar Rp.1.940/buah, ini menandakan bahwa usaha industri batu bata memberikan keuntungan dan layak untuk dikembangkan karena harga jual dilapangan lebih tinggi dari BEP Harga Jual. Evaluasi kelayakan usaha berdasarkan beberapa kategori, dikatakan layak jika memenuhi persyaratan antara lain Harga Jual Riil > BEP Harga Jual Suratiyah dalam Intisari, (2017). Dengan demikian untuk hasil perolehan BEP Produksi dan BEP Harga Jual sudah memenuhi syarat dan lebih kecil dari prolehan Jumlah Produksi Riil dan Harga Jual Riil di lapangan. Dapat dikatakan bahwa usaha industri batu bata ini layak untuk diusahakan dan dikembangan untuk kedepannya.

  • 3.3    Dampak Usaha Pengolahan Batu Bata terhadap Penyusutan Lahan Sawah di Desa Nyitdah

Usaha ini memang usaha yang sudah diusahakan sejak lama bahkan dapat dikatakan usaha ini adalah usaha turun temurun. Berbekal ketarangan yang diperoleh diatas penulis mencari data tersebut ke kantor BP3K sesuai arahan dari Bapak kepala Desa Nyitdah. Data luas lahan sawah di Desa Nyitdah yang diperoleh penulis di kantor BP3K yaitu data luas lahan sawah 5 tahun terakhir. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 6.

Penyusutan Lahan Sawah 5 Tahun Belakangan di Desa Nyitdah Tahun 2020

No.

Tahun

Lahan Sawah (Ha)

Penyusutan (Ha/tahun)

1

2020

249

0

2

2019

249

2

3

2018

251

0

4

2017

251

0

5

2016

251

0

Rata-Rata Penyusutan /tahun

0,4 Ha/ tahun

Pada Tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa adanya penyusutan lahan sawah sebesar 2 hektar. Lahan persawahan di desa nyitdah pada tahun 2016 masih memiliki luas lahan sebesar 251 ha. Penurunan lahan ini terjadi di tahun 2019 yaitu turun 2 ha, dengan rata-rata penyusutan lahan yang terjadi pertahunnya adalah sebesar 0,4 Ha. Penyusutan tersebut disebabkan oleh pembangunan tempat produksi atau pengolahan batu bata yang menggunakan lahan persawahan sebagai tempat usaha.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah pengolahan batu bata di daerah penelitian sudah sangat efisien dan juga modern. Karena pengolahan tanah sudah menggunakan mesin giling dan untuk mencetak sudah menggunakan mesin press. Pendapatan bersih yang diterima pengrajin batu bata di Desa Nyitdah yaitu sebesar Rp.9.274.499,00/bulan, R/C Ratio sebesar (1,31) (R/C Ratio>1), BEP memperoleh hasil yaitu BEP Produksi sebesar 16.099 buah/bulan<Jumlah Produksi sebesar 20.866 buah/bulan sedangkan BEP Harga sebesar Rp.1.494,00/Buah<Harga Jual Rill sebesar Rp.1940,00/Buah. Industri batu bata di Desa Nyitdah berdampak terhadap penyusutan lahan sawah. Penyusutan seluas 0,4 Ha/tahun terjadi dalam 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2016 sampai 2020.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dihasilkan, penulis memberikan saran untuk proses produksi batu bata pada tahap pengeringan disarankan menggunakan oven

dan media sosial dalam proses pemasaran serta menggunakan bahan baku yang bagus untuk mempertahan kualitas agar tidak mengecewakan konsumen. Pemerintah disarankan mendirikan bumdes untuk mengelola potensi usaha industri batu bata di Desa Nyitdah guna memenuhi kebutuhan desa dan pengrajin batu bata sehingga dapat saling menguntungkan. Memperketat alih fungsi lahan sesuai dengan perda nomber 6 tahun 2014 tentang kawasan jalur hijau (DPRD Tabanan, 2015). Guna mencegah alih fungsi lahan hijau dari kegiatan pertanian ke non pertanian dan akan dikenakan sanksi bagi yang berani melanggar. Peneliti yang akan meneliti mengenai kerajinan batu bata dapat menjadikan skripsi ini sebagai salah satu referensi dan dapat meneliti mengenai sistem pemasaran batu bata.

Daftar Pustaka

Artaman, Dewa Made Aris. 2015. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang di Pasar Seni Sukawati Di Kabupaten Gianyar.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana., Vol.4 No.2. Hal 87-105.

Apriyanti, R dan Mutia, T. 2018. Dampak Industri Bata Merah Terhadap Kondisi Lahan di Desa Kesik Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Geodika, Vol.2 No.2. Hal 37-45.

Asnidar dan asrida. 2017. Analisis Kelayakan Usaha Home Industri Kerupuk Opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh Utara. Jurnal S. Pertanian, Vol.1 No.1. Hal.39-47.

Bakkar, A. 2017. Analisis Pendapatan Usaha Kerajinan Tempurung Kelapa di Desa Bakka–Bakka Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal agrovital, Vol.2 No.2. Hal. 30-34.

DPRD Tabanan. 2015. Perda No.6 Tahun 2014 tentang kawasan jalur hijau. https://dprd-tabanankab.go.id/perda-nomor-6-tahun-2014-tentang-kawasan-jalur-hijau/ diakses pada tanggal 3 januari 2021.

Hendra, Antara M dan Lamusa, A. 2014. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Kursi Rotan pada UKM Meubel Sumber Rotan Tohiti di Kota Palu. Jurnal Agrotekbis, Vol.2 No.3. Hal. 277-281.

Maruta, Heru. 2018. Analisis Break Even Point (BEP) sebagai Dasar Perencanaan Laba Bagi Manajemen. Jurnal Akuntansi Syariah, Vol. 2, No. 1, Hal. 9-28.

Intisari. 2017. Analisis Break Event Point Usaha Tani Terung di Desa Tulungsari Kecamatan Sukamaji Kabupaten Luwu Utara. Jurnal Tabaro, Vo. 1 No.1. Hal.59 -66.

Lontaan D, Adolfina dan Dotulong, L. O. 2019. Analisis Perbandingan Loyalitas dan Produktivitas Pekerja Upah Harian Dan Upah Borongan (Studi Pada Pekerja Usaha Meubel Di Desa Leilem). Jurnal EMBA, Vol.7 No.4. Hal. 5623-5632.

Nasution F. A, Fauzia L dan Hutajulu, A. T. 2015. Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Batu Bata Dengan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bakar di Desa Jentera Stabat Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Journal On Social Economic Of Agriculture And Agribusiness, Vol.4 No.9. Hal.1-10.

Normansyah D, Rochaeni, S dan Humaerah, A. D. 2014. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Kelompok Tani Jaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Journal Agribusiness, Vol.8, No.1. Hal. 2943.

Rasem. 2015. Kehidupan Sosial Budaya Pembuat Gula Merah di Desa Sekarmayang Kecamatan Patimuan Kabupaten Cilacap. Skripsi. Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan. Universitas Muhamadiyah Purwokerto.

Sianturi, R. N. S. 2013. Analisis Usaha Pengolahan Batu Bata di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Desa Tanjung Mulia, Kecamatan Pagar Merbau). Journal of Agriculture and Agribusiness Socioeconomics, Vol. 2 No. 7. Hal.1-9.

Sandjojo, Eko Putro. 2017. Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting: Jakarta Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan transmigrasi.

Westri, I Nyoman. 2020. Buku Merah Putih (Profil Desa). Desa Nyitdah: Kantor Desa.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

303