Jurnal Agribisnis dan Agrowisata       ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2022.v11.i01.p02

Vol. 11, No. 1, Juli 2022

Sistem Tataniaga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit (Studi Kasus di Desa Tegar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau)

ANDIKA, I GUSTI AGUNG AYU AMBARAWATI*, I GEDE BAGUS DERA SETIAWAN

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar, 80232 Email: [email protected] *[email protected]

Abstract

Fresh Oil Palm Bunches Trading System (Case Study of Tegar Village, Mandau District, Bengkalis Regency, Riau Province)

Oil palm is one of the leading commodities in Mandau District with a total production of 812,927.8 tons. Unfortunately, this large production has not been facilitated by an efficient trading system, especially when viewed from the benefits received by farmers in Tegar Village. This study aims to analyze the trading system, trading channels and trading costs, as well as the share margin received by each of the trading channels of fresh oil palm bunches in Tegar Village, Mandau District, Bengkalis Regency. 30 farmer respondents were selected using purposive sampling technique. Using qualitative and quantitative analysis, this study shows that the trading system of fresh oil palm bunches in Tegar Village is a one channel trading pattern, in which farmers sell to intermediary traders, who then transport the fresh oil palm bunches to palm oil processing factories. The trading system analysis result shows that the margin value in this channel is 14.23%, with farmer's share of 85.77%, and a profit ratio of 43.60%. Operationally this channel is an efficient channel.

Keywords: Tegar Village, oil palm, profit margin, farmer's share

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang tersebar luas di seluruh kawasan negeri. Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan sebutan negara agraris yang artinya sebagian besar masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian masih menjadi salah satu dari tiga sektor utama penggerak ekonomi nasional setelah industri dan perdagangan. Sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan masih menjadi pendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III/2019 dengan kontribusi pada pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar 13,02% (BPS, 2019). Saat ini komoditas pertanian yang banyak memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan pendapatan negara adalah kelapa sawit.

Provinsi yang menjadi produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia adalah Provinsi Riau sebesar 19,50%, Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 15,74%, Provinsi Sumatera Utara sebesar 14,88%, dan Provinsi Kalimantan Barat sebesar 8,40%. Pada tahun 2018 luas areal perkebunan kelapa sawit yang berada di Provinsi Riau seluas 2,32 juta hektar. Produksi perkebunan kelapa sawit Provinsi Riau juga memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi kelapa sawit di Indonesia sebanyak 7.14 juta ton (BPS, 2018).

Kecamatan Mandau yang terletak di Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu daerah yang menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas unggulan daerah dan menempati posisi pertama dalam produksi tanaman perkebunan menurut kecamatan di Kabupaten Bengkalis dengan total produksi 812.927,8 ton. Kecamatan Mandau memiliki luas panen tanaman kedua terbesar dengan luas areal panen yang ditanami kelapa sawit tahun 2015 seluas 51.682 ha dan menempati posisi pertama dalam hasil olahan tanaman menurut kecamatan di Kabupaten Bengkalis dengan total produksi perkebunan sebesar 146.327 ton (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bengkalis, 2015).

Perubahan dalam dunia usaha yang semakin cepat mengharuskan perkebunan kelapa sawit untuk merespon perubahan yang terjadi. Problem sentral yang dihadapi perkebunan kelapa sawit saat ini adalah bagaimana perkebunan tersebut menarik masyarakat dan mempertahankannya agar perkebunan kelapa sawit tersebut dapat bertahan dan berkembang. Tujuan tersebut akan tercapai jika perkebunan kelapa sawit melakukan proses pemasaran melalui salurna-saluran pemasaran. Saluran pemasaran merupakan seperangkat lembaga yang mengatur semua kegiatan yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produksi ke konsumsi. (Kotler, 2016).

Dalam memasarkan hasil perkebunannya, perbedaan pemilihan saluran pemasaran menghasilkan perbedaan harga yang diterima oleh petani. Hal ini disebabkan setiap saluran pemasaran melibatkan jumlah lembaga pemasaran yang berbeda pula. Panjangnya saluran pemasaran berpengaruh terhadap penambahan biaya yang muncul dari setiap lembaga pemasaran tersebut. Sebaliknya, semakin pendek saluran tataniaga, maka biaya dan margin tataniaga semakin rendah, harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah, harga yang diterima produsen semakin tinggi (Daniel, 2015).

Kondisi infrastruktur di desa-desa yang berada di wilayah Kecamatan Mandau sangat berpengaruh bagi petani dalam memasarkan hasil perkebunannya. Sebagian kecil desa-desa di wilayah Kecamatan Mandau yang memiliki akses jalan kurang baik. Kondisi ini menjadikan para petani kelapa sawit di wilayah tersebut

lebih memilih menggunakan motor untuk mengangkut hasil panennya dibanding menggunakan alat transportasi roda empat.

Jumlah pabrik pengolahan yang dekat dengan Desa Tegar hanya berjumlah satu buah, para petani dan pelaku tataniaga mengalami kerugian yang disebabkan oleh jumlah antrian kendaraan dan volume kendaraan yang besar ketika menuju pabrik pengolahan menyebabkan kualitas tandan buah segar (TBS) kurang baik. Petani juga mempunyai keterbatasan di dalam sarana transportasi berupa kendaraan (pick up) maupun truk untuk mengangkut hasil panen. Pengangkutan TBS dari kebun petani ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit dilakukan oleh pedagang pedagang perantara. Pengolahan hasil panen dilakukan di pabrik kelapa sawit milik perkebunan besar negara dan swasta. Petani perkebunan rakyat tidak turut serta dalam menentukan tingkat harga. Informasi harga diperoleh para petani melalui melalui pedagang perantara. Para petani dalam memasarkan TBS berada pada posisi tawar yang rendah.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana sistem tataniaga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tegar Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis?

  • 2.    Saluran tataniaga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang mana paling efisien di Desa Tegar Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis?

  • 3.    Bagaimana biaya tataniaga dan share margin yang diterima oleh masing-masing saluran tataniaga tandan buah segar (TBS) di Desa Tegar Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

  • 1.    Menganalisis sistem tataniaga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tegar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis

  • 2.    Menganalisis saluran tataniaga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang paling efisien di Desa Tegar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis

  • 3.    Menganalisis biaya tataniaga dan share margin yang diterima oleh masing-masing saluran tataniaga tandan buah segar (TBS) di Desa Tegar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tegar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Waktu penelitian ini dilakukan pada Maret sampai Mei tahun 2020 bertepatan dengan waktu panen raya. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan beberapa pertimbangan.

  • 2.2   Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung (observasi) dan wawancara. Data sekunder didapatkan dari studi literatur, dan publikasi penelitian terdahulu. Selain itu, data yang menunjang komoditi kelapa sawit diperoleh dari Badan Pusat Statistika, Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen Pertanian RI, dan Dinas Perkebunan Provinsi Riau.

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan panduan kuesioner kepada pelaku tataniaga kelapa sawit baik itu petani maupun pedagang. Pengamatan secara langsung juga dilakukan terhadap kegiatan tataniaga kelapa sawit untuk mengetahui saluran tataniaga dan lembaga tataniaga yang terlibat pada alur tataniaga kelapa sawit serta biaya yang dikeluarkan dan marjin yang diterima masing-masing saluran tataniaga. Dalam penelitian ini akan dilakukan pencarian informasi terkait dengan data kuantitatif seperti biaya yang dikeluarkan oleh para lembaga -lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa sawit serta penetapan harga di masing -masing lembaga.

  • 2.4    Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Desa Tegar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Pada penelitian ini semua yang tercakup dalam populasi, yaitu Desa Tegar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

  • 2.5    Variabel Penelitian dan Pengukuran

Variabel dalam penelitian ini adalah saluran tataniaga dan lembaga tataniaga yang terlibat pada alur tataniaga kelapa sawit serta biaya yang dikeluarkan dan share margin yang diterima masing-masing saluran tataniaga. Selain itu, data kuantitatif seperti biaya yang dikeluarkan oleh para lembaga - lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa sawit serta penetapan harga di masing-masing lembaga.

  • 2.6    Metode Analisis Data

    • 2.6.1    Analisis kualitatif

      • 2.6.1.1    Sistem tataniaga

Sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tegar dari kebun petani hingga ke pabrik pengolahan melibatkan lembaga tataniaga. Sistem tataniaga adalah aktivitas bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirkan produk pertanian dari petani produsen sampai konsumen akhir. Tataniaga adalah proses yang mengakibatkan aliran produk melalui suatu sistem dari produsen ke konsumen (Downey and Erickson 1992). Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk dari

produsen sampai ke pabrik pengolahan. Analisis fungsi tataniaga dapat dilihat dari fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik yang terdiri dari fungsi pengangkutan, dan pengolahan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari standarisasi, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Data yang diperoleh tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi data sederhana. Sistem tataniaga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tegar melibatkan petani kelapa sawit sebagai produsen, pedagang perantara di Desa Tegar sebagai lembaga tataniaga, dan pabrik kelapa sawit SIPP sebagai konsumen akhir.

  • 2.6.1.2    Saluran tataniaga

Saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu sehingga berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Analisis saluran tataniaga menggambarkan rantai distribusi yang terjadi antara titik produksi hingga titik konsumsi dan fungsi - fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait dalam saluran tataniaga tersebut. Alur tataniaga tersebut dijadikan dasar dalam menggambar pola saluran tataniaga. Para petani yang berada di lokasi penelitian melakukan pengelolaan kegiatan usaha kelapa sawit yang berjalan sebagaimana aturan yang berlaku. Pada analisis ini juga akan dilihat perbandingan tingkat efisiensi antara petani yang melakukan penjualan kepada pedagang perantara.

  • 2.6.2    Analisis kuantitatif

    2.6.2.1    Analisis marjin tataniaga

Menurut Sudiyono (2002) marjin tataniaga ini terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga dan keuntungan lembaga-lembaga tataniaga. Marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga kelapa sawit. Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh dari lembaga tataniaga. Analisis marjin tataniaga dapat dipakai untuk melihat keragaan pasar yang terjadi. Total margin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen (Pf) dengan harga ditingkat konsumen akhir (Pr) dengan demikian marjin tataniaga adalah:

M = Pr-

Pf………………………………..……………(1) Keterangan:

M    : Marjin tataniaga (Rp/Kg)

Pr     : Harga di tingkat lembaga tataniaga(Rp/Kg)

Pf     : Harga di tingkat petani(Rp/Kg)

  • 2.6.1.2    Analisis farmer’s share

Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share dapat digunakan dalam menganalisis efisiensi saluran tataniaga dengan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan konsumen akhir. Farmer’s share akan menunjukkan apakah tataniaga memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga (Herawati dan Rifin, 2012). Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan dengan:


Fsi =

……..……………………………(2) Keterangan:

Fsi : Persentase yang diterima petani

Pf     : Harga di tingkat petani sawit (Rp/Kg)

Pr    : Harga di tingkat konsumen akhir (PKS) (Rp/Kg)

  • 2.6.1.3    Analisis rasio keuntungan dan biaya

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan aktivitas tataniaga (Purwono, 2014). Penyebaran marjin tataniaga dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masingmasing lembaga tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

keuntungan ke — i

Rasio keuntungan dan biaya = —-------------x 100%

………

(3)

Keterangan:

Keuntungan ke-i     : Keuntungan lembaga tataniaga (Rp/Kg)

Biaya ke-i           : Biaya lembaga tataniaga (Rp/Kg)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Karakteristik Responden

      3.1.1    Karakteristik petani responden

Karakteristik petani responden dalam penelitian ini meliputi usia, tingkat pendidikan, status usaha dan pengalaman bertani. Petani kelapa sawit yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Pedagang perantara kelapa sawit yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 2 orang.

  • 3.1.2    Karakteristik lembaga tataniaga

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan, terdapat dua orang pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tataniaga kelapa sawit. Kedua orang pedangang perantara (supplier) ini telah lama menjadi mitra tetap pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Tegar. Kedua pedagang perantara merupakan warga asli yang menetap di Desa Tegar, Kecamatan Mandau.

  • 3.1.3    Karakteristik pabrik pengolah kelapa sawit di wilayah kecamatan mandau

Pabrik merupakan lembaga tataniaga akhir dalam penelitian ini. Pabrik yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan pabrik yang berada di wilayah Kecamatan Mandau yaitu PKS Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP), yang jaraknya dari desa Tegar Kecamatan Mandau sekitar 15 km. Pihak pabrik melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

  • 3.2    Sistem Tataniaga TBS Kelapa Sawit di Desa Tegar

Sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tegar dari kebun petani hingga ke pabrik pengolahan melibatkan lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat adalah pedagang perantara. Pada waktu panen raya seperti pada saat penelitian bulan maret sampai mei 2020 produk TBS melimpah, antrian truk pengangkut terjadi sedemikian rupa, proses dari kebun petani sampai diterima dipabrik bisa memakan waktu 1-2 hari. Oleh karenanya menurut pedagang perantara pada saat itu mereka memasarkan TBS Kelapa Sawit mengalami kerugian karena berat tonase TBS kelapa sawit mengalami kesusutan timbangan yang disebabkan antrian panjang di satu Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Hasil penelitian terhadap 30 orang petani responden, dapat diketahui bahwa sistem tataniaga TBS melalui satu saluran tataniaga, yaitu saluran tataniaga Petani menjual TBS kepada pedagang perantara, kemudian diangkut ke PKS. Skema sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tegar secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1: 30 Orang (100%), Volume 311,7 ton (100 %)

Petani


Pedagang Perantara


Pabrik Pengolah


Gambar 1.

Skema Sistem Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tegar, Kecamatan Pematang Pudu, Provinsi Riau

  • 3.2.1    Fungsi tataniaga di tingkat petani

Pada penelitian ini, penjualan kelapa sawit yang dilakukan oleh petani adalah penjualan TBS kelapa sawit milik petani yang dijual ke pedagang perantara dengan tujuan akhir adalah pabrik pengolahan kelapa sawit. pada saluran ini petani sudah

memperoleh uang hasil panen yang didapatkan dari pedagang perantara.

Kualitas dari kelapa sawit yang dijual telah memenuhi standar kualitas yang ditetapkan, yaitu diantaranya kadar air dan kebersihan dari tandan buah segar, tingkat kematangan TBS dalam keadaan pas, tidak terlalu matang dan dalam keadaan masih segar. Penjualan TBS kelapa sawit di desa Tegar Kecamatan Mandau dijalankan oleh petani dengan satu tujuan lembaga tataniaga, pedagang perantara. Total penjualan dari petani kelapa sawit tersebut mencapai angka 311,7 Ton TBS dari 30 petani.

  • 3.2.2    Fungsi tataniaga di tingkat pedagang perantara

Pedagang perantara melakukan fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Pada fungsi pertukaran, pedagang perantara melakukan pembelian kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) siap olah dari petani yang berada di wilayah Desa Tegar, Kecamatan Mandau. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pihak pedagang perantara adalah mengangkut hasil panen kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) siap olah dari kebun petani ke pihak pabrik yang berada diwilayah Desa Tegar Kecamatan Mandau yaitu Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP).

  • 3.2.3    Fungsi tataniaga di tingkat pabrik pengolah kelapa sawit di wilayah Kecamatan mandau

Pada fungsi pertukaran, pihak pabrik melakukan pembelian melalui pedagang perantara yang berada di wilayah desa Tegar kecamatan Mandau kabupaten Bengkalis. Pada pelaksanaan fungsi fisik, pihak pabrik hanya melakukan fungsi pengolahanya itu perubahan hasil kelapa sawit berupa TBS menjadi CPO. Pihak pabrik juga melakukan fungsi fasilitas yaitu fungsi sortasi, di lokasi SIPP ada laboratorium khusus untuk memeriksa kadar air, kadar minyak (rendemen) buah sawit, secara berkala.

  • 3.3    Saluran tataniaga tbs kelapa sawit di desa tegar

Saluran tataniaga atau dikenal juga sebagai saluran pemasaran adalah sekelompok individu ataupun lembaga yang memiliki hubungan satu sama lain dalam penyaluran produk dari produsen ke tangan konsumen. Saluran tataniaga juga menggambarkan keterkaitan antar pelaku tataniaga kelapa sawit di Desa Tegar Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan pelaksanaan fungsi–fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga sebagai upaya peningkatan nilai tambah dari kelapa sawit yang dipasarkan. Penelusuran saluran tataniaga kelapa sawit dimulai dari pihak petani sebagai produsen primer hingga pihak pedagang perantara dan pihak pabrik pengolahan baik pabrik milik pemerintah maupun pabrik milik perusahaan swasta.. Lembaga tataniaga yang dijadikan konsumen akhir dalam penelitian ini adalah Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP).

  • 3.4    Analisis Biaya Tataniaga TBS Kelapa Sawit di Desa Tegar

    3.4.1    Informasi pasar kelapa sawit di desa tegar kecamatan mandau

Informasi dari salah satu pedagang perantara pada saat penelitian, di wilayah desa Desa Tegar Kecamatan Mandau terdapat empat pedagang perantara. Responden pedagang perantara tersebut hanya menjual kepada satu pihak mitra penjualan yaitu pabrik pengolahan yang sudah menjadi pembeli langganan untuk setiap periode penjualan. Pedagang perantara memperoleh pasokan TBS kelapa sawit dari responden petani. Penentuan harga dilakukan oleh pedagang perantara berdasarkan informasi dari pihak pabrik pengolahan. Sementara itu, pihak pedagang perantara sebagai mitra dari pihak pabrik memiliki kekuatan untuk bersedia membayar sesuai harga pabrik, setelah dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan Berdasarkan fakta yang terlihat dilapangan, terdapat perbedaan penetapan harga jual di masing–masing pedagang perantara.

  • 3.4.2    Analisis marjin tataniaga

Dalam penelitian ini, marjin tataniaga dapat dilihat di masing-masing lembaga tataniaga maupun secara keseluruhan di setiap saluran tataniaga.

Tabel 1.

Marjin Tataniaga

Saluran Tataniaga pedagang

Perantara

Harga Beli (Rp/kg) tingkat petani oleh                     1.368

pedagang perantara

Harga Jual (Rp/kg) tingkat pedagang ke                  1.595

pabrik

Marjin (%)                                        14.23%

  • 3.4.3    Analisis farmer’s share

Pada penelitian ini, lembaga yang dijadikan sebagai konsumen akhir dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit adalah pihak pabrik pengolahan menggunakan tingkat harga jual tandan buah segar saat dijual di pabrik. Nilai farmer’s share memiliki hubungan yang negatif dengan nilai marjin pemasaran yang terbentuk dalam suatu saluran tataniaga. Semakin tinggi farmer’s share yang diperoleh petani pada suatu saluran tataniaga maka saluran tersebut dinilai efisien. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa farmer’s share yang tinggi tidak selalu mencerminkan bahwa aktivitas tataniaga tersebut berjalan efisien. Hal ini tergantung dari upaya yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam memberikan value added pada produk sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen. Nilai farmer’s share yang diterima oleh petani dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit di desa Tegar dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel ini, bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran:

Tabel 2.

Farmer’s Share Berdasarkan Pola Saluran Tataniaga

Saluran

Tataniaga

Harga di Tingkat Petani (Rp/kg)

Harga di pedagang Perantara (Rp/kg)

Farmer’s Share (%)

Pedagang Perantara

1.368

1.595

85.77%

  • 3.4.4    Analisis rasio keuntungan dan biaya

Pada saluran tataniaga penelitian ini total biaya yang dikeluarkan adalah Rp.158.05, per kilogram TBS yang terdiri dari biaya berikut:

Tabel 3.

Biaya Tataniaga TBS Kelapa Sawit

Biaya

Harga

Biaya Pengangkutan

40

Biaya Tenaga Kerja

22.5

Biaya Penyimpanan

0

Biaya Penyusutan

95.55

Biaya Bongkar Muat

0

Biaya Sortir

0

Total Biaya

158.05

Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa terjadi penambahan biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam menjalankan tataniaga kelapa sawit pada saluran tersebut. Namun, hal ini dinilai efisien karena penambahan biaya yang dilakukan bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada tandan buah segar yang diperdagangkan melalui adanya peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas ini juga sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan konsumen akhir pada saluran ini yaitu pihak pabrik pengolahan. Petani dan pedagang perantara membersihkan bonggol TBS yang panjang, membersihkan sisa-sisa ampas TBS yang kotor, membuang TBS yang kosong, buah yang busuk dan kurang segar, serta memnuhi syarat rendemen TBS yang ditentukan oleh pabrik pengolahan yaitu sebesar 18-20 persen. Penetapan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 3.4 menunjukkan bahwa nilai rasio pada saluran tataniaga dinilai relatif lebih efisien.

Tabel 4.

Rasio Keuntungan dan Biaya

Lembaga Tataniaga

Saluran Tataniaga

Keuntungan Pedagang Perantara

68.95

Biaya Tataniaga

158.05

Rasio

43.6 %

  • 3.4.5    Efisiensi tataniaga pada saluran tataniaga kelapa sawit di desa tegar kecamatan mandau

Pada penentuan efisiensi tataniaga kelapa sawit di Desa Tegar dilakukan penyetaraan standarisasi kualitas tandan buah segar pada setiap saluran tataniaga untuk membandingkan nilai efisiensi masing–masing saluran. Komponen–komponen yang diperhitungkan dalam menentukan nilai efisiensi tataniaga diperoleh dari hasil perhitungan pada kondisi kualitas TBS kelapa sawit dengan rendemen sebesar 18-20 persen.

Tabel 5.

Nilai Efisiensi Pemasaran pada Saluran Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tegar Kecamatan Mandau

Saluran

Tataniaga

Harga Di Tingkat Petani

Harga Di pedagang Perantara

Margin

Famer’s Share

Rasio Keuntungan dan Biaya

Saluran

Tataniaga pedagang Perantara

1368

1.595

14.23%

85.77%

43.6%

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan yaitu proses tataniaga kelapa sawit di Desa Tegar yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga pabrik pengolahan, melibatkan hanya satu lembaga tataniaga. Seluruh petani responden yang melakukan pemasaran kelapa sawitnya melalui pedagang perantara Petani yang melakukan penjualan kelapa sawit melalui pedagang perantara memperoleh harga jual Rp 1.368,- per kilogram tandan buah segar. Hasil analisis menunjukan nilai marjin pada saluran ini sebesar 14.23 persen, nilai farmer’s share adalah 85.77 persen dan rasio keuntungan dengan nilai 43.6 persen. Secara operasional saluran ini merupakan saluran yang efisien.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dijabarkan, maka dapat disarankan yaitu kerja sama petani dengan lembaga tataniaga terkhususnya pedagang perantara dalam hal pembinaan peningkatan kualitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit agar kualitas buah yang dihasilkan petani sesuai yang diinginkan pabrik kelapa sawit (PKS). Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Perkebunan dan pihak instansi swasta terkait, dapat mebantu menyalurkan hasil panen TBS kelapa Sawit. Sehingga saat panen berlimpah, semua hasil panen kelapa sawit dapat ditampung dan di produksi, hal ini juga dapat mengurangi resiko kerugian bagi para pelaku tataniaga.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis memberikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga e-jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga segala informasi yang tertulis di dalamnya dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2018. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2019. Ekonomi Indonesia Triwulan II 2019 Tumbuh 5,05

Persen.       https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/08/05/1621/ekonomi-

indonesia-triwulan-ii-2019-tumbuh-5-05-persen.html.

Daniel, M. 2015. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Peranan Perkebunan dalam Perekonomian

Nasional. Jakarta: Kementrian Pertanian.

Downey, W dan Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta.

Herawati, Amzul Rifin, dan Netti Tinaprilla. 2012. Kinerja Dan Efisiensi Rantai

Pasok Biji Kakao Di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Limbong W.H, Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universita Muhammadiyah

Malang (UMM Press). Malang.

Purwono, J., Sugyaningsih, S., & Fajriah, N. 2014. Analisis Tataniaga Bunga Krisan di Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Neo-Bis, 8(2), 132-146.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

24