Negosiasi Pertanian dan Pariwisata Serta Pendapatan Petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809 Vol. 10, No. 2, Desember 2021
Negosiasi Pertanian dan Pariwisata Serta Pendapatan Petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace
ANAK AGUNG ISTRI MAS SURYA LAKSMI, I GDE PITANA*, I KETUT SUAMBA
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jalan PB Sudirman Denpasar 80232, Bali
Email: amiegek@gmail.com
Abstract
Negotiation of Agriculture and Tourism and Farmers’ Income in Ceking Terrace Tourist Attraction
Ceking Terrace Tourist Attraction is one of the tourist attractions that has natural beauty with Terraces as the main attraction, located in Kedisan Village, Tegallalang District, Gianyar Regency, Bali. The tourist attraction is managed by Tegallalang Pakraman Village. This study aims to analyze the negotiation process between the management of Ceking Terrace Tourist Attraction (BPOWC) and farmers in utilizing Ceking Terrace Tourist Attraction as a sustainable tourist attraction and to analyze farmers' income. The result suggests that the negotiation has not been well resolved. Farmers demanded a negotiation at the end of the land lease contract to get 50% of the tourism revenue, however the management would not comply with the request of the farmers. The farmers’ overall household income from on farm is only 5.51%, whereas from non-farm (non-agriculture) is 94.49%. The biggest non-farm income comes from tourism retribution per year of 86.81%. This shows that all respondents have an additional source of income from tourism retribution that can be used as a support to fulfill their daily needs and farmers depend on tourism activities. It is recommended that farmers further develop the agricultural sector such as making agricultural innovations and products. The management should consider to increase ticket prices and to make pre-wedding photo packages for tourists. The management should also consider to add the farmers group into their organization structure in order to keep all the outgoing and ingoing cost transparency and to minimize conflict.
Keywords: negotiation, income, ceking terrace tourist attraction
Provinsi Bali merupakan sektor pariwisata yang prospektif, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menjadi penyumbang wisman terbesar dengan 36,19 persen dan menjadi salah satu daerah yang memiliki kunjungan wisatawan tertinggi di Indonesia (Bani, 2019). Provinsi Bali masih memiliki banyak
potensi wisata yang masih bisa dimaksimalkan dan dikembangkan, salah satu unsur pariwisata yang dapat dimaksimalkan adalah dari sektor pertanian yang bisa dikembangkan menjadi pertanian berbasis masyarakat yang akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan memberikan dampak ekonomi yang positif.
Peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa dari wisatawan akan menyebabkan meningkatnya harga secara beruntun “inflasi” dimana pendapatan masyarakat lokal meningkat namun tidak sebanding dengan peningkatan harga-harga akan menyebabkan daya beli masyarakat lokal menjadi rendah (Utama dan Rai, 2011). Dampak negatif dari pariwisata dalam bidang infrastruktur adalah pembangunan villa di kawasan Jatiluwih yang berdekatan dengan Pura Luhur Petali dimana menurut Urmila (2013) kebijakan pemerintah lebih berpihak pada kaum kapitalis (investor). Permasalahan ini dilatarbelakangi oleh ketidakadilan dan menyebabkan tidak seimbangnya pembagian hasil pemanfaatan pertanian untuk kepentingan pariwisata yang akan berpotensi mengakibatkan konflik di masyarakat.
Konflik bisa diselesaikan dengan bernegosiasi antara dua orang atau lebih yang berada diposisi yang sesuai dengan kepentingan masing-masing. Negosiasi diperlukan dalam kehidupan manusia karena sifatnya yang begitu erat dengan filosofis kehidupan manusia dimana setiap manusia memiliki sifat dasar untuk mempertahankan kepentingan, di satu sisi manusia lain juga memiliki kepentingan yang akan dipertahankan, sehingga, terjadilah benturan kepentingan (Sudiarto, 2013). Daya Tarik Wisata Ceking Terrace merupakan salah satu daya tarik yang memiliki keindahan alam berupa terasering sebagai daya tarik utama, berada di wilayah Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali. Walaupun terletak di Desa Kedisan, daya tarik wisata ini dikelola oleh Desa Pakraman Tegallalang, Kecamatan Tegallalang (Yulianie, 2015)
Meskipun ada banyak dampak positif dari segi ekonomi, terungkap juga terjadinya konflik antara petani dengan pengelola daya tarik wisata Ceking dimana petani memasang seng di lahan yang dijadikan pemandangan agar memperburuk keindahan alam yang dilihat dari Desa Adat Tegallalang, alasan petani memasang seng tersebut karena tidak mendapatkan retribusi dari pihak Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Ceking Terrace, tetapi apabila retribusi tersebut sudah di penuhi maka seng tidak akan dipasang di lahan yang menjadi pemandangan.
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, kiranya menarik untuk dilakukannya sebuah penelitian di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace untuk mengetahui proses negosiasi antar pihak Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Ceking Terrace dengan petani dan mengetahui pendapatan petani Ceking baik yang berasal dari pertanian, non pertanian dan retribusi dari pihak Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Ceking Terrace.
Tujuan penellitian ini adalah sebagai berikut :
-
1. Untuk mengetahui proses negosiasi antara pihak badan pengelola Daya Tarik
Wisata Ceking (BPOWC) dengan petani dalam upaya memanfaatkan Daya Tarik Wisata Ceking Terrace sebagai daya tarik yang berkelanjutan.
-
2. Untuk mengetahui pendapatan petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace baik yang berasal dari pertanian, non pertanian dan pariwisata.
Lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau dipilih secara sengaja dan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan April 2020 bertempat di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari hasil wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Penelitian ini juga menggunakan data kuantitatif yang merupakan data berbentuk angka dan dapat dihitung (Sugiyono, 2012). Data kuantitatif penelitian ini yaitu data mengenai pendapatan petaini di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace.
Metode pengumpulan data dalam peneltitian ini dilakukan dengan menggunakan survey lapangan, wawancara mendalan, memberikan kuesioner dan dokumentasi.
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode sensus (sampling jenuh) yaitu semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2012), oleh karena itu dalam metode sensus ini maka semua petani dari subak dukuh yang berjumlah tujuh orang tersebut dijadikan sampel. Selain sampel, penelitian ini juga menggunakan informan kunci yaitu sekretaris badan pengelola, bendahara pengelola, penanggung jawab dan Bendesa Adat.
Pada penelitian ini, negosiasi dengan indikator kebutuhan pertanian terhadap pariwisata dan kebutuhan pariwisata terhadap pertanian dilakukan secara kualitatif, Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik analisis Miles dan Huberman. Miles dan Huberman, (1984) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Sedangkan pendapatan petani dihitung dengan indikator pendapatan dari sumber on farm, non farm, pendapatan dari pariwisata dan dibantu dengan alat analisis yaitu Microsoft Excel 2013.
Negosiasi yang tidak didukung oleh komunikasi yang baik akan mengakibatkan kegagalan dalam bernegosiasi seperti halnya negosiasi antara petani dengan badan pengelola daya tarik wisata Ceking yang cenderung berselisih. Dari pihak petani maupun pihak pengelola menginginkan kerjasama yang baik, namun kerap terjadi perselisihan dan kesalah pahaman antara kedua belah pihak yang mengakibatkan negosiasi tidak berjalan lancar sehingga permasalahan yang terjadi terus berlanjut sampai sekarang. Negosiasi dilakukan setiap 3 tahun setelah masa kontrak selesai. Badan pengelola mengontrak dan bekerja sama dengan petani untuk menyewa lahannya untuk digunakan sebagai daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung. Setelah 3 tahun dan kontrak selesai maka di lakukan negosiasi antara pihak pengelola dengan petani. Dalam negosiasi ini petani membahas kenaikan retribusi dan kontrak penyewaan lahan, apakah akan dilanjutkan atau tidak.
Konflik yang dihadapi oleh badan pengelola adalah pungutan liar (donasi) yang dilakukan oleh petani kepada wisatawan. Pungutan liar atau donasi ini diperoleh dari wisatawan secara rela paksa. Rela paksa diartikan karena petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace tidak menetapkan tarif yang pasti, melainkan dengan sistem donasi tetapi wisatawan mau tidak mau harus memberikan petani donasi berapa saja asalkan tetap memberikan donasi kepada petani. Akibatnya wisatawan merasa tidak nyaman dengan tindakan yang dilakukan oleh petani. Sampai saat ini konflik tersebut belum terselesaikan, karena petani menginginkan penambahan biaya retribusi untuk memperbaiki lahan sawah yang telah rusak dikarenakan terinjak oleh wisatawan saat melintasi trekking. Petani menginginkan keadilan yaitu membagi hasil pariwisata sebanyak 50% dari retribusi karena petani baru mendapatkan rata-rata 8.5% dari retribusi tersebut. Walaupun pendapatan petani dari retribusi tinggi ternyata pendapatan tersebut masih dinilai rendah dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung setiap bulannya. Pihak pengelola tidak bisa menyanggupi permintaan petani dan pihak petani tidak bisa mengkomunikasikan pendapatnya dengan baik yang akhirnya membuat proses negosiasi belum mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.
Sebagai solusi, badan pengelola merencanakan pembuatan jembatan dimana pembuatan jembatan ini dilakukan agar wisatawan tidak melintas di trekking yang dapat merusak lahan petani dan petani tidak bisa mengambil donasi kepada wisatawan yang melintasi trekking. Sedangkan dalam penataan bangunan restaurant dan artshop yang dibangun di badan jalan secepatnya akan di gusur karena bangunan-bangunan tersebut tidak memiliki izin. Apabila bangunan-bangunan itu terus menerus dibiarkan maka akan memperburuk kualitas daerah wisata di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace.
Tujuan utama bernegosiasi yaitu penyelesaian konflik. Dari sebuah proses negosiasi, proses yang diharapkan dalam penyelesaian masalah tersebut adalah sebuah perdamaian. Menurut Jackman A (2005) faktor yang akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan dalam proses negosiasi yaitu strategi atau rencana negosiasi yang jelas dan sikap saling terbuka. Tetapi dalam bernegosiasi petani tidak memiliki strategi yang jelas dan badan pengelola tidak memiliki sikap saling terbuka terhadap petani yang mengakibatkan negosiasi tidak berhasil. Negosiasi antara badan pengelola dengan petani berakhir dengan negosiasi tertunda dengan berdamai negatif.
Menurut penelitian Setiaji dkk (2018) Pendapatan merupakan suatu hasil yang di dapatkan oleh seseorang setelah melakukan pekerjaan dimana pendapatan ini nantinya digunakan untuk mencukupi suatu kebutuhan ataupun mengkonsumsi suatu barang dan jasa. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang datang dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong, 1993).
Selain melakukan kegiatan usahatani komoditas pertanian (on-farm) petani biasa melakukan kegiatan di luar usahatani yaitu dari non farm dan pariwisata yang dimana pendapatan tersebut bisa menjadi pendapatan tambahan bagi keluarga petani.
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi seluruh responden rata-rata Rp. 1.187.743 per tahun dan dari usaha perkebunan sebesar selama setahun rata-rata Rp. 1.358.929 sedangkan usaha peternakan rata-rata sebesar Rp. 771.429.
Table 1. Pendapatan On Farm
Responden |
Usahatani padi |
Usaha Perkebunan |
Usaha peternakan |
Jumlah |
Responden 1 |
1.346.000 |
1.862.500 |
0 |
3.208.500 |
Responden 2 |
394.200 |
0 |
3.000.000 |
3.394.200 |
Responden 3 |
1.272.000 |
0 |
0 |
1.272.000 |
Responden 4 |
1.506.000 |
3.525.000 |
2.400.000 |
7.431.000 |
Responden 5 |
1.472.000 |
1.825.000 |
0 |
3.297.000 |
Responden 6 |
1.472.000 |
2.300.000 |
0 |
3.772.000 |
Responden 7 |
852.000 |
0 |
0 |
852.000 |
Rata-rata |
1.187.743 |
1.358.929 |
771.429 |
3.318.100 |
Sumber : Data Primer (Diolah), 2020
Tidak semua responden memiliki usaha peternakan hanya responden 2 dan responden 4 yang mememiliki usaha peternakan babi. Pendapatan on farm pada tabel 1 menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi, perkebunan dan peternakan rata-rata Rp. 3.318.100 per tahun per keluarga.
Sumber pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari sektor pertanian tetapi petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace juga memenuhi kebutuhan hidupnya dari luar sektor pertanian (non farm), seperti usaha berdagang (wirausaha). dengan pendapatan terbesar dimiliki oleh responden 1 dan responden 4 dengan pendapatan selama setahun sebesar Rp. 6.000.000.
Pendapatan dari non pariwisata yaitu berwirausaha dengan rata-rata selama setahun sebesar Rp. 2.057.143. Sedangkan dari pariwisata yaitu retribusi pariwisata dengan rata-rata 52.285.714 serta rata-rata pendapatan dari karyawan swasta yaitu 2.571.429. Total rata-rata pendapatan non farm adalah Rp. 56.914.286 per tahun per keluarga.
Tabel 2.
Pendapatan Non Farm
Responden |
Non Pariwisata |
Pariwisata |
Jumlah | |
Wirausaha |
Retribusi Pariwisata |
Karyawan Swasta | ||
Responden 1 |
6.000.000 |
54.000.000 |
0 |
60.000.000 |
Responden 2 |
0 |
48.000.000 |
0 |
48.000.000 |
Responden 3 |
2.400.000 |
48.000.000 |
0 |
50.400.000 |
Responden 4 |
6.000.000 |
54.000.000 |
0 |
60.000.000 |
Responden 5 |
0 |
54.000.000 |
0 |
54.000.000 |
Responden 6 |
0 |
54.000.000 |
0 |
54.000.000 |
Responden 7 |
0 |
54.000.000 |
18.000.000 |
72.000.000 |
Rata-rata |
2.057.143 |
52.285.714 |
2.571.429 |
56.914.286 |
Sumber: Data Primer (Diolah), 2020
Pendapatan dari pariwisata yaitu ada retribusi pariwisata dan menjadi karyawan dari salah satu restaurant di Ceking. Pendapatan terbesar dari non farm yaitu responden 7 dengan pendapatan selama setahun berjumlah Rp. 72.000.000 karena memiliki pekerjaan tetap di restaurant yang berada di Ceking yaitu istri dari responden 7 dengan penghasilan pertahun sebesar Rp. 18.000.000. Pada pendapatan retribusi pariwisata semua responden memperoleh retribusi sama yaitu masing-masing sebesar Rp. 4.500.000 per bulan kecuali responden 2 dan responden 3 yang mendapatkan retribusi sebesar Rp. 4.000.000 per bulan dikarenakan lahan yang terlalu kebelakang.
Pada tabel 3 terlihat bahwa total pendapatan rata-rata rumah tangga petani merupakan keseluruhan dari pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarganya. Pada penelitian ini pendapatan total rumah tangga per tahunnya rata-rata sebesar Rp 60.232.387 yang berasal hanya dari 2 sumber yaitu dari on farm dan non farm (di luar sektor pertanian).
Pendapatan keseluruhan rumah tangga petani dari on farm hanya 5,51% dari total yang dimana usahatani padi memiliki persentase 1,97%, usahatani perkebunan memiliki persentase 2,26% dan usahatani peternakan memiliki persentase sebesar 1,28%. Rata-rata pendapatan petani di sektor on farm rendah dikarenakan petani hanya fokus dalam menyewakan lahannya sedangkan dari non farm (luar pertanian) sebesar 94,49% yang didapatkan dari retribusi sebesar 86,81%, berwirausaha sebesar 3,42% dan menjadi karyawan salah satu dari restaurant di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace sebesar 4,27%. Hal ini menandakan bahwa pendapatan petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace di sektor non farm (luar pertanian) jauh lebih tinggi dari pada pendapatan di sektor on farm.
Tabel 3.
Total pendapatan keluarga petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace
No Sumber |
Pendapatan |
Persentase (%) |
Pendapatan |
Rata-rata | |
1. On farm | ||
Usahatani padi |
1.187.743 |
1,97 |
Usahatani perkebunan |
1.358.929 |
2,26 |
Usahatani peternakan |
771.429 |
1,28 |
2. Non farm | ||
Retribusi pariwisata |
52.285.714 |
86,81 |
Wirausaha |
2.057.143 |
3,42 |
Karyawan swasta |
2.571.429 |
4,27 |
Jumlah |
60.232.387 |
100,0 |
Sumber: Data Primer (Diolah), 2020
Petani di Ceking sangat terbantu dengan adanya kegiatan wisata di Desa Tegallalang. Dengan dilihat dari tabel 3, pendapatan petani dari retribusi pariwisata sebesar 86,81% berarti petani di Ceking hidup bergantung dengan menyewakan lahannya dan menerima retribusi pariwisata yang diterima setiap bulan.
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan, simpulan yang dapat diambil terkait dengan negosiasi dan pendapatan bahwa negosiasi kesepakatan antara petani dan badan pengelola yang sama-sama menguntungkan, yaitu petani mendapatkan retribusi dari pemanfaatan lahan dan badan pengelola mendapatkan keuntungan dari wisatawan yang berkunjung. Petani merasa tidak cukup dengan retribusi yang diberikan sehingga petani ingin mendapatkan 50% dari retribusi. Walaupun pendapatan petani dari retribusi tinggi ternyata pendapatan tersebut masih dinilai rendah dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung setiap bulannya. Saat ini badan pengelola berencana mengambil tindakan untuk mengurus masalah bangunan yang ada di badan jalan, agar wisatawan bisa menikmati keindahan alam di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace. Pendapatan rumah tangga petani dari on farm hanya
5,51% dari total, sedangkan di sektor Non farm (luar pertanian) sebesar 94,49%. Hal ini menandakan bahwa sektor pariwisata di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace menjadi tulang punggung ekonomi petani Ceking. Total pendapatan keseluruhan petani responden bersumber dari pembagian retribusi pariwisata per tahun sebesar 86,81%. Pendapatan retribusi ini merupakan pendapatan terbesar di sektor non farm.
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran yaitu bagi petani sebaiknya mengkomunikasikan tujuan permintaan 50% dari retribusi dengan baik dan petani lebih mengembangkan sektor pertanian seperti membuat suatu inovasi pertanian dan produk pertanian yang bisa menambah pendapatan petani di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace. Petani disarankan melakukan mediasi dengan badan pengelola agar konflik bisa menemukan win-win solution. Bagi badan penglola diharapkan untuk mempertimbangkan kenaikan harga tiket di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace yang nantinya akan berguna dalam penambahan biaya-biaya untuk fasilitas di ceking. Disarankan badan pengelola untuk memasukan petani ke dalam bagian struktur organisasi BPOWC agar badan pengelola transparansi terhadap biaya yang dikeluarkan di Daya Tarik Wisata Ceking Terrace. Disarankan juga bagi pihak badan pengelola Daya Tarik Wisata Ceking untuk mempertimbangkan kerjasama antar desa sesuai dalam UU No. 6 Tahun 2014. Adanya kerja sama antar dua desa di Daya Tarik Wisata Ceking akan mencegah konflik terulang kembali dengan cara Desa Tegallalang dengan Desa Kedisan untuk menjalin kerjasama yang lebih permanen. Bagi pemerintah diharapkan untuk membantu proses negosiasi dalam menangani konflik yang terjadi antara badan pengelola dan petani. Diharapkan juga untuk membuat peraturan tertulis sehingga membantu badan pengelola menindak tegas para pemilik bangunan yang menghalangi Daya Tarik Wisata Ceking Terrace. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih mengkaji dari segi pengembangan produk pertanian yang dapat berintegrasi dengan pariwisata sehingga berpotensial memberikan kontribusi positif, baik bagi petani maupun masyarakat desa tegallalang untuk mewujudkan Daya Tarik yang berkelanjutan.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Penulis ucapkan terimakasih atas seluruh pihak yang telah memberikan masukkan, kritik, dan dukungan sehungga e-jurnal ini dapat penulis selesaikan sebaik-baiknya. Penulis berharap jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Daftar Pustaka
Bani. 2019. Hingga Mei 2019, Wisman ke Kepri Tertinggi Setelah Bali.
https://sumatra.bisnis.com/read/20190705/534/1120558/hingga-mei-2019-wisman-ke-kepri-tertinggi-setelah-bali. 05 Juli 2019. 17.31.
Jackman A. 2005. How To Negotiate. Jakarta. Erlangga.
Milles, M.B. and Huberman, M.A. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication.
Setiaji dan Khoirudin. 2018. Analisis Determinan Pendapatan Usaha Industri Mikro Kecil Tahu Di Trunan, Tidar Selatan, Magelang Selatan Kota Magelang. Jurnal. Dinamika Ekonomi Pembangunan. Vol.1 No. 3
Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1993. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudiarto. 2013. Negosiasi, Mediasi, Arbitrase Penyelesaian Sengketa Alternatif di Indonesia. Pustaka Reka Cipta. Bandung.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Urmila, H. 2013. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Local Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali. Jurnal. Ilmiah Sosial Dan Humaniorah. Vol. 3 No. 2
Utama, I. dan Rai, G. B. 2011. Dimensi Ekonomi Pariwisata: Kajian Terhadap Dampak Ekonomi Dan Refleksi Dampak Pariwisata Terhadap Pembangunan Ekonomi Provinsi Bali. Jurnal. Ekonomi Universitas Udayana.
Yulianie, F. 2015. Partisipasi Dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata “Rice Terrace” Ceking, Gianyar, Bali. Jurnal. Master Pariwisata (JUMPA).
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
413
Discussion and feedback