Pengembangan Koperasi Subak: Kasus Subak Guama di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata
ISSN: 2685-3809
Vol. 9, No. 3, Desember 2020
Pengembangan Koperasi Subak:
Kasus Subak Guama di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali
GEDE SEDANA
Fakultas Pertanian, Universitas Dwijendra Jalan Kamboja 17, Denpasar, 80233 Email: [email protected]
Abstract
Subak Cooperative Development:
The case of Subak Guama in Tabanan Regency, Bali Province
To achieve food security and food self-sufficiency, it can be carried out by subaks who apply the principles of agribusiness, through subak cooperatives, such as the KUAT Cooperative of Subak Guama. The purpose of this study was to describe the management of the cooperative agribusiness activities and to find out the benefits felt by farmers from the management of the KUAT Cooperative of Subak Guama. The location of this research was in Subak Guama, Tabanan Regency. The sample selected by simple random sampling was 80 farmers. Key respondents were also taken. Data were collected by using techniques survey, observation and documentation. Data were analyzed using descriptive methods. The benefits felt by farmers were measured by the Likert scale technique.The results showed that the KUAT Cooperative of Subak Guama carried out agribusiness management in the form of providing inputs and agricultural equipment and machinery; agricultural culture; agricultural product processing; marketing of agricultural products; and joint agribusiness support activities The benefits felt by farmers from economic activities at the KUAT Cooperative of Subak Guama are in the high category. It is recommended that intensive participatory empowerment be carried out at the subak and cooperative levels in order to increase the capacity of the farmers and subak administrators as well as the KUAT Guama cooperative.
Keywords: cooperative, subak, agribusiness, empowerment
-
1. Pendahuluan
-
1.1. Latar Belakang
-
Di Indonesia, sektor pertanian masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan mengingat kekayaan sumber daya alam yang tersedia (lahan dan air), selain banyak tenaga kerja yang berada pada usia produktif. Produk-produk pertanian dalam arti luas, seperti tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri dan juga untuk perdagangan internasional. Tujuan pembangunan pertanian hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para petani dan keluarganya selain mendukung perekonomian secara nasional.
Pengembangan usahatani padi sebagai salah satu komoditas tanaman pangan telah secara intensif dilaksanakan oleh pemerintah dan para petani untuk memenuhi konsumsi dalam negeri
baik untuk kebutuhan sehari-hari mas yarakat maupun industri. Intensifikasi pertanian dalam bentuk intensifikasi khusus, intensifikasi umum, dan program panca usahatani serta dengan sapta usahatani juga telah dilakukan oleh pemerintah bersama-sama para petani melalui kelompok-kelompok petani dan didukung oleh berbagai stakeholder lainnya. Pendekatan produksi yang pada awalnya dikembangkan oleh pemerintah selanjutnya bergeser ke paradigma komersial dan agribisnis. Salah satu pertimbangannya adalah peningkatan produktivitas dan produksi tanaman, khususnya pangan harus disertai oleh berbagai dimensi dan diintegrasikan dengan subsistem lainnya untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan petani. Oleh karena itu pendekatan integrasi dari hulu sampai ke hilir menjadi fokus pemerintah di dalam membangun pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan dan swasembada pangan.
Di Provinsi Bali, pengelolaan usahatani tanaman pangan di lahan sawah sepenuhnya dilakukan melalui sistem subak. Pada Peraturan Daerah No. 9 tahun 2012 tentang Subak, disebutkan bahwa subak merupakan masyarakat hukum adat yang bersifat sosio-agraris religius yang secara historis telah berdiri sejak dulu dan berkembang sebagai organisasi penguasa tanah yang berkenaan dengan bidang pengaturan air dan persawahan dari suatu sumber di dalam suatu daerah. Subak memiliki filosofi yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan bertani dan mengelola irigasi yang dikenal dengan sebutan tri hita karana, yaitu tiga penyebab kebahagiaan (Sedana et al, 2014; Roth and Sedana, 2015). Sifat kultural yang terdapat di dalamnya menjadikan subak sebagai salah satu warisan budaya dunia (world cultural heritage) oleh UNESCO (salah satu badan dunia PBB) sejak tahun 2012. Pengakuan sebagai warisan budaya dunia ini mendorong agar sistem budaya subak sebagai local wisdom perlu dipertahankan dan semakin dikembangkan oleh pemerintah dan stakeholder serta subak-subak.
Hingga saat ini, subak-subak masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan untuk di masa mendatang terutama yang berkenaan dengan ketersediaan air irigasi, kompetisi air yang dengan pihak non-pertanian, serangan hama dan penyakit, fluktuasi harga produk, alih fungsi lahan sawah dan generasi muda yang secara pelahan mulai meninggalkan sektor pertanian. Selain itu, adanya tekanan dari faktor luar (eksternal) memberikan kontribusi terhadap semakin terdesaknya keberadaan subak dan dapat mengancam aktivitas para petani anggotanya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengganggu terwujudnya tujuan pembangunan pertanian seperti ketahanan pangan dan sawasembada pangan termasuk kelestarian subak. Oleh karena itu, diperlukan adanya langkah antisipasi, seperti pemerintah agar semakin mendorong dan memperkuat implementasi prinsip agribisnis pada pengelolaan usahatani melalui sistem subak.
Pengembangan agribisnis yang dilakukan dalam organisasi lokal yang bersifat tradisional ternyata dapat memberikan keberhasilan yang signifikan untuk membantu peningkatan pendapatan para petani anggotanya. Salah satu organisasi lokal tersebut adalah subak yang memiliki modal sosial dan berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan agribisnis. Modal sosial dalam subak (saling percaya, norma sosial dan jaringan sosial) memberikan kontribusi yang terhadap partisipasi anggotanya untuk berperan bersama-sama dalam mengembangan agribisnis, yaitu melalui koperasi yang dibentuknya. Subak Guama yang berlokasi di Kabupaten Tabanan telah membentuk koperasi yaitu KUAT (Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu) Subak Guama dan melakukan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan agribisnis. Keberadaan koperasi subak sangat ditentukan oleh pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pengurus, manajemen dan petani anggotanya dan juga pengawasan dari subak.
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat dirumuskan masalahnya yaitu bagaimanakan pengelolaan kegiatan agribisnis Koperasi KUAT Subak Guama, dan bagaimanakah tingkat manfaat yang dirasakan petani dari pengelolaan Koperasi KUAT Subak Guama?.
Berdasarkan kondisi yang digambarkan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengelolaan kegiatan agribisnis Koperasi KUAT Subak Guama, dan mengetahui manfaat yang dirasakan petani dari pengelolaan Koperasi KUAT Subak Guama.
-
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Subak Guama, Kabupaten Tabanan yang dipilih secara purposive sampling dengan pertimbangan yaitu: (i) Subak Guama telah membentuk koperasi subak; dan (ii) Subak Guama memiliki potensi yang tinggi di dalam pengembangan kegiatan agribisnis melalui koperasi subak. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petani anggota subak yang jumlahnya sebanyak 544 petani. Memperhatikan keterbatasan waktu, tenaga dan dana, diambil sampel sebanyak 80 petani yang dipilih secara simple random sampling. Selain sampel, pada penelitian ini juga dipilih responden kunci (key informant) untuk memperoleh informasi yang mendalam terkait dengan aktivitas koperasi subak. Responden kunci ini adalah pengurus koperasi subak, pengurus subak dan penyuluh pertanian lapangan.
Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer (karakteristik petani sampel, manfaat yang dirasakan dari koperasi subak), dan data sekunder (jumlah petani, luas areal subak, kegiatan koperasi, informasi kinerja koperasi). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah survai (wawancara), observasi dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.
Pengukuran terhadap manfaat yang dirasakan petani dari koperasi subak dilakukan dengan menggunakan teknik skala Likert, yaitu memberikan skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Skor tertinggi (5) diberikan pada jawaban yang sangat diharapkan, dan sebaliknya skor terendah (1) diberikan pada jawaban yang sangat tidak diharapkan. Selanjutnya total skor yang diperoleh dicari nilai prosentasenya dari skor maksimal. Berdasarkan nilai pencapaian skor tersebut dan kategori skornya, manfaat yang dirasakan petani dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu dari manfaat yang sangat tinggi sampai dengan manfaat yang sangat rendah. Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
1. Sangat tinggi, prosentase pencapaian skornya > 84% sampai dengan 100%
-
2. Tinggi, prosentase pencapaian skornya > 68% sampai dengan 84%
-
3. Sedang, prosentase pencapaian skornya > 52% sampai dengan 68%
-
4. Rendah, prosentase pencapaian skornya > 36% sampai dengan 52%
-
5. Sangat rendah, prosentase pencapaian skornya ≥ 20% sampai dengan 36%.
Pada penelitian ini, karakteristik petani yang diukur adalah umur, lama pendidikan formal, luas penguasaan lahan sawah, besarnya anggota keluarga, status petani, dan lamanya bekerja di lahan sawah. Berdasarkan pada hasil survai terhadap 80 petani sampel diperoleh informasi bahwa rata-rata umur petani sampel adalah 49,40 tahun dengan kisaran antara 32 tahun
sampai dengan 62 tahun. Secara lebih rinci, karakteristik petani sampel Subak Guama dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Karakteristik petani sampel
No |
Karakteristik |
Rata-rata |
Kisaran |
1 |
Umur (th) |
49,40 |
32 – 62 |
2 |
Lama pendidikan formal (th) |
12,20 |
6 – 16 |
3 |
Luas lahan sawah (are) |
36,80 |
28 – 60 |
4 |
Besarnya keluarga (orang) |
4,36 |
3 – 7 |
5 |
Status petani (%) a. Pemilik penggarap |
61,25 | |
b. Penyakap |
38,75 | ||
6 |
Lamanya bekerja (th) |
16,50 |
5 – 33 |
Sumber: Olahan data primer, 2020
Keterangan: Status petani dihitung persentasenya, tidak rata-ratanya
Memperhatikan data yang disajikan pada Tabel 1, umur petani sampel pada Subak Guama tergolong usia produktif. Lama pendidikan formal petani adalah setara dengan tamat Sekolah Menengah Umum (SMU). Kondisi ini memberikan indikasi bahwa petani di Subak Guama memiliki potensi yang baik di dalam adopsi inovasi yang diberikan oleh pemerintah dan juga pihak swasta, seperti teknologi budidaya pertanian dan juga kegiatan agribisnis di tingkat subak melalui koperasi subak.
Rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai oleh petani di Subak Guama relatif sempit, yaitu 36,80 are. Luas lahan tersebut dikelola oleh sebagian besar petani pemilik penggarap, yaitu sebesar 61,25 %. Ini berarti bahwa pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani menjadi lebih cepat dibandingkan dengan petani penyakap. Wawancara yang dilakukan dengan responden kunci, dapat diinformasikan bahwa secara umum para petani di Subak Guama memiliki respon yang positif dan cepat terhadap inovasi pertanian dan pasar produk pertanian.
Secara umum, agribisnis dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan bisnis pada sektor pertanian dalam arti luas, yaitu peratanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan. Sistem agribisnis mencakup beberapa subsistem yang saling terintegrasi dan bersinergi dari sub-sistem hulu (pra-produksi), on farm (sub-sistem usahatani/budidaya) sampai ke sub-sistem hilir yang berkenaan aktivitas pasca panen (Nurunisa dan Baga, 2012). Atau dengan kata lain, agribisnis terdiri dari lima sub-sistem yaitu subsistem penyediaan sarana produksi, budidaya, pengolahan, pemasaran dan penunjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subak pada dasarnya telah melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi embrio koperasi dan berorientasi agribisnis. Di Subak Guama, beberapa kegitan yang memiliki potensi untuk pengembangan agribisnis di antaranya adalah: (i) pengaturan pola tanam dan jadwal tanam; (ii) penerapan teknologi budidaya tanaman padi dan palawija; (iii) penyediaan sarana produksi, seperti benih, pupuk dan pestisida melalui koperasi unit desa yang ada di wilayah persubakan; (iv) pungutan iuran setelah panen padi untuk pemupukan modal atau kas subak; (v) kegiatan simpan pinjam di antara para anggota subak; dan
-
(vi) pemasaran hasil pertanian. Namun, kegiatan-kegiatan ekonomis yang dilakukan di dalam subak belum terorganisir secara baik dan masih bersifat parsial. Oleh karena itu, potensi kegiatan ekonomis di tingkat subak perlu difasilitasi dan didorong untuk dikembangkan menjadi pengelolaan usahatani berorientasi agribisnis, yaitu melalui koperasi subak.
Pada Subak Guama, pengembangan agibisnis diselenggarakan melalui pembentukan koperasi yang dinamakan Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama. Koperasi ini telah memiliki status badan hukum yaitu Nomor 22/BH/Diskop/VIII/2003 tertanggal 14 Agustus 2003. Awal pembentukan koperasi ini adalah bagian dari program pemerintah melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali yang mengembangkan agribisnis berbasis subak, dimana Subak Guama menjadi pilot proyeknya. Berdasarkan pada hasil studi lapangan dan wawancara dengan responden kunci, kegiatan agribisnis yang diselenggarakan pada sistem subak memiliki tujuan untuk mendorong dan mendukung peningkatan intensitas pengelolaan usahatani di lahan sawah secara terintegrasi dengan ternak, dan meningkatkan pendapatan petani anggota dari lahan sawahnya.
Selain itu, pembentukan Koperasi KUAT Subak Guama diarahkan untuk menciptakan dan menjalankan fungsi pengelolaan unit usaha ekonomis di subak. Pengelolaan unit ekonomis melalui Koperasi KUAT diharapkan memberikan manfaat bagi para anggota Subak Guama yang juga sebagai anggota koperasi berkenaan dengan pengelolaan usahatani dan peningkatan produktivitas dan diversifikasi usahatani untuk mewujudkan peningkatan pendapatan petani. Koperasi KUAT yang telah terbentuk merupakan suatu unit lembaga yang berada dibawah pengelolaan sistem subak.
Modal awal Koperasi KUAT Subak Guama adalah bersumber dari anggaran pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) melalui BPTP Bali. Hasil penelitian ditemukan bahwa pengelolaan modal usaha tersebut digunakan untuk beberapa kegiatan bisnis oleh subak melalui Koperasi KUAT. Beberapa kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: (i) pengelolaan padi terpadu (Integrated Crops Management); (ii) integrasi padi-ternak (Crops-Livestock System); dan (iii) penguatan modal usaha rumah tangga yaitu Kredit Usaha Mandiri (KUM), yang ditujukan untuk wanita tani. Selain itu, kegiatan agribisnis Koperasi KUAT Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1
Kegiatan Agribisnis di Subak
Kelima prinsip subsistem agribisnis telah dapat dilakukan secara bersama-sama di tingkat subak, yaitu melalui Koperasi KUAT Subak Guama. Pada sub sistem penyediaan sarana produksi, koperasi telah memberikan layanan penyediaan sarana produksi pertanian, seperti pupuk (organik dan non-organik), pestisida dan obat pembasmi hama lainnya, berbagai zat pengatur tumbuh serta sarana produksi lainnya. Berdasarkan pada hasil penelitian, layanan penyediaan sarana produksi ini tidak semata-mata ditujukan kepada anggota koperasi atau anggota Subak Guama, tetapi juga kepada para petani lainnya yang bukan menjadi anggota Subak Guama. Khusus pada sarana produksi benih, koperasi subak telah memberikan layanan penyediaan benih bersertifikat, dimana aktivitas ini tercakup dalam subsistem penyediaan sarana produksi dan juga subsistem pengolahan. Selain sarana produksi, koperasi subak juga memberikan layanan penyediaan alat-alat pertanian dan mesin pertanian, seperti cangkul, sprayer, dan penyewaan traktor kepada para petani. Ketersediaan sarana produksi dan alat serta mesin pertanian di tingkat subak, telah memberikan manfaat bagi para anggota subak di dalam aksesnya dan juga dalam aspek pengelolaan yang tepat waktu. Ini berarti bahwa pada saat para petani membutuhkan sarana produksi, misalnya pupuk, koperasi langsung dapat menyediakannya sesuai dengan kebutuhan para anggotannya. Ketersediaan pupuk dan sarana produksi lainnya secara baik diakibatkan karena adanya kerjasama atau kemitraan bisnis dengan pengusaha pupuk, seperti PT. Pupuk Kaltim, PT Setiatani, PT Syngeta, BASF dan Bayer.
Pada subsistem budidaya pertanian (on-farm), kegiatan yang paling menonjol adalah dalam pengelolaan usahatani di lahan sawahnya. Implementasi teknologi budidaya tanaman padi dan palawija serta tanaman lain dilakukan oleh para petani anggota Subak Guama. Transfer teknologi pertanian dilakukan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian pada tingkat provinsi dan juga Kabupaten Tabanan termasuk dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Penyuluhan yang dilakukan berkenaan Good Agricultural Practices (GAP) dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman padi dan juga ternak sapi yang dipelihara oleh petani. GAP yang diaplikasikan mencakup pilihan benih padi dan palawija yang setiap musim tanam berbeda-beda, penggunaan pupuk yang berimbang termasuk pupuk organik, pengendalian hama terpadu seperti melalui sekolah lapang. Selain itu, berbagai teknologi pertanian juga direkomendasikan oleh PPL yang dilakukan secara langsung di lahan sawah petani. Penyuluhan dan pelatihan secara intensif dilakukan oleh PPL yang melibatkan petani secara langsung melalui demontrasi plot selain sekolah lapang.
Pihak BPSB juga mengadakan pengawasan secara rutin terhadap pengelolaan usahatani tanaman padi yang dilakukan di kawasan Subak Guama. Tujuan pengawasan ini adalah memberikan pengetahuan mengenai produksi benih padi yang baik dan bersertifikat. Hal ini sangat perlu dilakukan karena Subak Guama melalui Koperasi KUAT Guama melakukan usaha bisnis pemasaran benih padi bersertifikat yang diproduksi secara mandiri.
Pada subsistem pengolahan, Koperasi KUAT Subak Guama melakukan pengolahan terhadap produk padi yang dihasilkan untuk dijadikan benih padi yang bersertifikat. Pengolahannya didasarkan pada Standard Operational Procedures (SOP) yang telah ditetapkan oleh BPSB. Pada proses pengolahan benih bersertifkat, Koperasi KUAT Subak Guama telah membangun dan memiliki prasaran a dan sarana pengolahan, termasuk gudang penyimpanan padi dan benih, peralatan dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Pengolahan bahan-bahan lokal dari limbah pertanian juga dimanfaatkan untuk pupuk organik. Dalam upaya untuk memperoleh nilai tambah produk, Koperasi KUAT Guama juga membuat kemasan kantong-kantong plastik untuk benih padi bersertifikat dengan label yang awalnya telah dikonsultasikan dengan Dinas
Pertanian dna juga PT Pertani. Sedangkan untuk pupuk organik, kemasan hanya dilakukan dengan menggunakan kantong-kantong plastik dan goni. Pengolahan lain yang dilakukan adalah pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa, dimana para ibu-ibu diberikan kredit mikro oleh Koperasi KUAT Subak Guama untuk proses pengolahannya.
Pemasaran menjadi salah satu subsistem yang penting dalam sistem agribisnis, dimana subsistem ini berada di hilir. Bisnis subak melalui Koperasi KUAT Subak Guama menunjukkan adanya integrasi antara hulu dengan hilir. Kebutuhan terhadap benih padi yang bersertifikat jumlahnya yang relatif tinggi dapat direspon secara positif melalui penyediaannya yang dilakukan dengan mempersiapkan tanaman padi untuk dijadikan benih-benih bersertifikat. Pemasaran pupuk organik juga menjadi salah satu bisnis yang dikelola oleh koperasi karena program pemerintah yang mendorong penggunaan pupuk organik.
Berdasarkan pada hasil penelitian, rata-rata pencapaian skor manfaat yang dirasakan petani dari kegiatan Koperasi KUAT Subak Guama adalah 82,40 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 66,20 % sampai dengan 92,40%. Ini berarti bahwa manfaat yang dirasakan petani berada pada kategori tinggi. Manfaat yang dirasakan petani ini diukur dengan beberapa indicator, yaitu: (i) manfaat ekonomis; (ii) manfaat berproduksi; (iii) manfaat pengolahan; (iv) manfaat pemasaran; dan (v) manfaat sosial. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani sampel terhadap manfaat yang dirasakan petani dari kegiatan ekonomis koperasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Distribusi frekuensi petani berdasarkan manfaat yang dirasakan
No |
Kisaran |
Frekuensi (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Sangat tinggi |
14 |
17,50 |
2 |
Tinggi |
58 |
72,50 |
3 |
Sedang |
8 |
10,00 |
4 |
Rendah |
0 |
0,00 |
5 |
Sangat rendah |
0 |
0,00 |
Total |
80 |
100,00 |
Sumber: Olahan data primer, 2020
Memperhatikan Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani (72,50 %) memiliki manfaat yang tinggi dari kegiatan ekonomis Koperasi KUAT Subak Guama. Tidak ditemukan adanya petani yang menyatakan memiliki manfaat yang rendah dan bahkan sangat rendah. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa koperasi subak yang dibentuk telah memberikan manfaat bagi para petani anggota subak.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa para petani anggota subak memiliki pendapat dan mengakui bahwa dengan adanya kegiatan agribisnis subak melalui koperasi mereka dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan dari usahatani di lahan sawahnya. Selain itu, mereka juga mendapatkan manfaat dari koperasi dalam bentuk share profit yang dibagikan setiap tahun melalui Rapat Anggota Tahunan Koperasi. Manfaat lain yang diperoleh anggota subak dan koperasi adalah menurunnya beban pengeluaran secara individu untuk kegiatan operasi dna pemeliharaan jaringan irigasi dan kegiatan ritual keagamaan di tingkat subak karena koperasi telag mengalokasikan keuntungannya untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Keberhasilan pengelolaan agribisnis di tingkat subak melalui koperasi KUAT Subak Guama tidak terlepas dari
harmonisasi hubungan antara subak, koperasi, pemerintah dan perusahan-perusahan pertanian yang bermitra dengan subak. Peran pemerintah dalam memberikan edukasi kepada pengurus dan anggota koperasi menjadi hal yang penting untuk meningkatkan persepsi mereka dan meningkatkan partisipasinya dalam membangun koperasi seperti yang juga dialami di Nigeria (Agbo, 2009).
Selain itu, pengalaman koperasi pertanian di Nigeria dan Iran yang dibentuk oleh petani juga mempunyai fungsi yang signifikan dalam mendorong aktivitas para anggotanya secara kolektif dalam pengelolaan sumber daya yang dsimilikinya. Partisipasi anggota koperasi juga dipengaruhi adanya kebutuhan pertaniannya yang terpenuhi secara efektif dan efisien melalui kegiatan-kegiatan bisnis di koperasi (Adeyemo, 2004; Aref, 2011). Oleh karena itu, sikap dan pengetahuan petani anggota anggota koperasi agar semakin ditingkatkan berkenaan dengan pengelolaan kegiatan agribisnis serta memberikan layanan yang memuaskan mereka sehingga keberlanjutan kegiatan-kegiatan koperasi dapat dijamin (Espallardo, et al., 2012).
Hasil wawancara dengan responden kunci menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani di lahan sawah yang dilakukan petani di Subak Guama telah menerapkan prinsip kelestarian, yaitu menjaga keberlangsungan fungsi lahan dan air serta biota lainnya di lingkungan subak. Dari aspek ekonomis, pengelolaan usahatani di Subak Guama juga berorientasi agribisnis melaljui Koperasi KUAT untuk dapat memberikan manfaat bagi para anggota, khususnya peningkatan pendapatan dari lahan usahataninya.
Memperhatikan kegiatan agribisnis di tingkat subak yang dilakukan melalui koperasi petani, maka pemerintah perlu secara berkesinambungan melakukan upaya pembinaan dan penguatan subak dan koperasi KUAT Subak Guama, dari aspek organisasi, manajemen, administrasi dan teknis pertanian dan irigasi. Pengembangan agribisnis yang berkelanjutan pada sistem subak ini didasarkan pada eksistensi kelembagaan lokal yang berbasis pada sistem nilai dan budaya lokal yang telah ada sejak dahulu. Hasil studi menunjukkan bahwa Subak Guama memiliki beberapa kekuatan yang berkenaan dengan modal sosialnya di dalam melaksanakan agribisnis. Pada aspek modal sosial, Zao dan Li (2007) menegaskan bahwa saling percaya antara petani dengan pengurus koperasi pertanian mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan koperasi pertanian di Cina dalam kegiatan-kegiatan ekonomisnya.
Subak Guama telah membentuk Koperasi Kuat Subak Guama untuk melakukan kegiatan agribisnis, yaitu mencakup kegiatan: (i) penyediaan sarana produksi dan alat dan mesin pertanian; (ii) budaya pertanian; (iii) pengolahan produk pertanian; (iv) pemasaran produk pertanian; dan (v) kegiatan penunjang agribisnis bersama-sama dengan pihak luar seperti pemerintah dan non-pemerintah. Manfaat yang dirasakan petani dari kegiatan ekonomis pada Koperasi KUAT Subak Guama berada pada kategori tinggi dengan rata-rata pencapaian skornya mencapai 82,40 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 66,20 % sampai dengan 92,40%. Koperasi subak yang dibentuk telah mampu memberikan manfaat ekonomis dan non-ekonomis bagi anggotanya.
-
4.2. Saran
Dalam upaya untuk keberlanjutan pengembangan agribisnis di tingkat subak, diperlukan adanya pemberdayaan dan pendampingan yang intensif di tingkat subak dan koperasi. Penguatan subak perlu dilakukan melalui pemberdayaan dengan pendekatan partisipatif baik secara
individual maupun kelompok guna lebih memahami berbagai dinamika dan masalah serta kebutuhan yang dihadapi subak sebagai akibat perubahan-perubahan di internal dan eksternal subak. Secara individu, diperlukan adanya pemberdayaan guna meningkatkan kapasitas para petani dan pengurus subak serta koperasi KUAT Guama, seperti aspek kognitif, afektif, dan keterampilan mefreka berkenaan dengan pengembangan agribisnis berkelanjutan.
Sedangkan secara kelompok, pemberdayaan di subak diarahkan untuk semakin menguatnya intensitas dan kualitas interaksi sosial baik antar petani, antara petani dengan pengurus termasuk termasuk dengan pihak luar, seperti penyuluh pertanian lapangan, petugas pemerintah lainnya dan swasta. Pemberdayaan dan pendampingan pada subak yang dilakukan oleh pemerintah selain diarahkan untuk meningkatkan kemapuan dan kapasitas pengurus subak dan koperasi dalam mengelola adiministrasi, keuangan, organisasi yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis, juga menjamin organisasi subak dan koperasi semakin tangguh, professional dan mandiri.
Daftar Pustaka
Adeyemo R. 2004. Self-Help Farmer Cooperatives’ Management of Natural Resources for Sustainable Development. in Southwest Nigeria. Journal of Rural Cooperation, 32(1) 2004:3-18
Agbo, F.U. 2009. Farmers’ Perception of Cooperative Societies in Enugu State, Nigeria. AgroScience Journal of Tropical Agriculture, Food, Environment and Extension, Volume 8 Number 3 September 2009 pp. 169- 174
Aref, F. 2011. Agricultural Cooperatives for Agricultural Development in Iran. Life Science Journal, Volume 8, Issue 1.
Bian, Y. 2012. Social Capital of the Firm and its Impact on Performance: A Social Network Analysis, In A. S. Tsui and C. Lau, eds. The Management of Enterprises in the People's Republic of China, Boston : Kluwer Academic Publishers, 2002, pp. 275-297.
Espallardo, M.H., Narciso A.L., and Gustavo M.M. 2012. Farmers’ satisfaction and intention to continue membership in agricultural marketing co-operatives: neoclassical versus transaction cost considerations. European Review of Agricultural Economics. pp. 1–22
Nurunisa, V.T., dan L.M. Baga. 2012. Analisis Daya Saing Dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia. Forum Agribisnis, Vol.2, No.1: 33-52.
Putnam, R.D. 1992. The Prosperous Community: Social Capital and Public Life .American Prospect, 13, Spring, 35- 42. In Elinor O. and T.K. Ahn. editors. Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited.
Roth, D. and Sedana, G. 2015. Reframing Tri Hita Karana: From ‘Balinese Culture’ to Politics.
The Asia Pacific Journal of Anthropology Vol.16, Issue 2: 157-175.
Sedana, G. I G.A.A.Ambarawati, and W. Windia. 2014. Strengthening Social Capital for Agricultural Development: Lessons from Guama, Bali, Indonesia. Asian Journal of Agriculture and Development. Vol.11 No.2:39-50
Zhao, Q., and Li, Y. 2007. Guanxi networks and cooperative economy in Chinese Rural Society. Agricultural Econmics Issues (8), 40-46.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
403
Discussion and feedback