PENGARUH PERBANDINGAN SEMOLINA DAN TEPUNG BERAS MERAH TERHADAP KARAKTERISTIK FETUCINI BASAH
on
Jurnal Itepa, 9 (3) September 2020, 341-349
ISSN : 2527-8010 (Online)
PENGARUH PERBANDINGAN SEMOLINA DAN TEPUNG BERAS MERAH TERHADAP KARAKTERISTIK FETUCINI BASAH
EFFECT OF THE COMPARISON OF SEMOLINA AND BROWN RICE FLOUR ON THE CHARACTERISTICS OF FRESH FETTUCINE
1Ibrahim Kholilullah, 2Putu Timur Ina*, 2Ni Wayan Wisaniyasa 1Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 2Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
ABSTRACT
This study was conducted to determine the effect of the comparison of semolina and brown rice flour on the characteristics of fresh fettucine and to find out the comparison of semolina and brown rice flour to produce fresh fettucine with the best characteristics. The experimental design used in this study was a completely randomized design (CRD) with various types of comparative treatment of semolina and brown rice flour consisting of 6 treatments namely 100% : 0%, 90% : 0%, 80% : 20%, 70% : 30%, 60% : 40%, and 50% : 50%. All treatments were repeated three times so that they were obtained 18 experimental units. The data obtained were analyzed by variance and if the treatment had significant effect then followed by Duncan test. The results showed that the comparison of semolina and brown rice flour had a significant effect on the ash content, total anthocyanin content, antioxidant activity, texture preferences (hedonic test), and color (scoring test). Ratio of 50% semolina and 50% brown rice flour had the best characteristics that were water content of 67.23%, ash content of 0.36%, total anthocyanin content of 1.05 mg/100g, antioxidant activity of 80.08%, purplish brown color and rather liked, rather chewy and ordinary texture, flavor rather liked, taste rather liked, and overall acceptance rather liked.
Keyword : fresh fettucine, semolina, brown rice
PENDAHULUAN
Fetucini basah merupakan makanan yang terbuat dari campuran semolina atau terigu, telur, air, dan garam yang dapat membentuk adonan dan dibentuk seperti mie pipih tanpa proses pengeringan dalam oven. Fetucini kaya akan karbohidrat terutama pati, tinggi protein, dan rendah lemak (Duma dan Rosniati, 2010). Menurut Sunyoto et al. (2016) karakteristik fetucini terbaik dengan perlakuan 20% tepung limbah ubi kayu dan 80% tepung jagung mengandung 9,20% protein, 9,50% kadar air, 3,57% kadar serat, 62,39% pati, 6,84% lemak, 72,80% karbohidrat, dan 1,60% kadar abu.
Wulandari et al. (2019) menunjukkan bahwa fetucini dapat dibuat dengan semolina dan tepung beras hitam dengan perbandingan 50:50 menghasilkan fetucini terbaik dengan karakteristik kadar air sebesar 56,49%, kadar abu sebesar 0,69 %, total antosianin sebesar 2,26 mg/100 g,
kapasitas antioksidan sebesar 23,02 %, berwarna hitam keunguan (kesukaan biasa), tekstur agak kenyal (kesukaan agak suka), dan penerimaan keseluruhan biasa. Berdasarkan kedua penelitian tersebut fetucini dapat dibuat dengan campuran semolina dan tepung dari biji-bijian atau serelia lainnya.
Semolina merupakan tepung yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan fetucini. Karakteristik semolina memiliki warna kuning cerah, berbentuk granula dan memiliki ukuran partikel yang kecil sehingga memudahkan dalam pembentukan adonan yang homogen (Utami, 2017). Spesies gandum durum tergolong dalam hard wheat atau memiliki biji paling keras. Gandum jenis ini tidak cocok jika digunakan sebagai bahan baku roti akan tetapi cocok untuk membuat pasta karena memiliki daya kembang yang rendah dan bertekstur kuat dan kenyal
(Praptana dan Hermanto, 2016). Semolina memiliki kandungan protein tinggi yang berasal dari hasil olahan gandum durum (Triticum durum). Protein gluten yang terkandung dalam semolina menghasilkan produk pasta yang kenyal dan tidak mudah putus. Kelebihan dari semolina tersebut menyebabkan ketergantungan Indonesia untuk mengimpor semolina seiring meningkatnya produksi makanan yang menggunakan semolina sebagai bahan baku (Setyowati, 2016).
Beras merah merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal yang melimpah dan termasuk kategori gluten free (Mayasti et al., 2018). Keunggulan beras merah dibandingkan dengan beras putih adalah mengandung banyak senyawa fenolik. Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder tanaman serta komponen penting dalam kualitas sensoris dan nutrisi buah, sayuran, dan tanaman lainnya (Azis et al., 2015). Salah satu jenis senyawa fenolik yang memiliki fungsi sebagai antioksidan adalah senyawa flavonoid. Penelitian Maharni (2015) membuktikan bahwa aktivitas antioksidan pada beras merah lebih tinggi dibandingkan dengan beras putih yaitu nilai IC50 sebesar 338 ppm pada beras merah dan 1288 pada beras putih. Warna merah pada beras merah berasal dari pigmen antosianin. Tingginya kandungan antosianin yang dihasilkan oleh aleuron dalam beras merah menjadi penyebab tingginya aktivitas antioksidan pada beras merah.
Tingginya kandungan antosianin beras merah berpotensi dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi fetucini berbahan dasar semolina dan dapat digunakan sebagai pewarna alami. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan suatu penelitian tentang perbandingan semolina dan tepung beras merah fetucini basah, sehingga dihasilkan yang merupakan produk pangan berbahan dasar lokal dengan manfaat yang tinggi serta mengurangi penggunaan tepung dengan kandungan tinggi gluten.
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap sebagai berikut:
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Rekayasa Proses dan
Pengendalian Mutu, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan dari bulan Agustus 2019 sampai Oktober 2019.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan baku, bahan tambahan dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan terdiri dari semolina yang dibeli di UD. Fenny, Denpasar Utara, Bali dan beras merah dari Kabupaten Tabanan. Bahan tambahan terdiri dari air, telur, garam dan minyak diperoleh di Tiara Dewata, Denpasar Barat, Bali. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis terdiri dari aquades, methanol (PA), buffer pH 1, buffer pH 4,5, HCl (PA) dan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari loyang, ayakan tepung 80 mesh, oven, timbangan digital (Shimadzu), pasta maker, waskom, sendok, kompor gas, alat pengukus, desikator, alumunium foil, cawan porselen, destruktor muffle purnance (Daihan), pipet tetes, gela beaker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), spektrofotometer (Thermo Scientific Genesis 10S UV-Vis), kuvet, labu Erlenmeyer (Pyrex), vortex, dan lembar kuisoner untuk uji sensoris. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah yang terdiri dari 6 perlakuan, yaitu: P0 = 100% : 0%, P1 = 90% : 10%, P2 = 80% : 20%, P3 = 70% : 30%, P4 = 60% : 40%, P5 = 50% : 50%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995).
Proses pembuatan tepung beras merah menurut Sarofa et al. (2017) yaitu
beras merah dicuci bersih dari kotoran yang menempel, kemudian ditiriskan, lalu dikering anginkan selama 1 jam dalam suhu ruang, dan digiling dengan penggiling tepung. Tepung beras merah hasil penggilingan diayak dengan ayakan 80 mesh.
Bahan-bahan dan alat yang diperlukan dalam membuat fetucini disiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formula pada Tabel 1. Setelah semua bahan disiapkan, proses pembuatan fetucini basah dapat dilakukan. Langkah-langkah pembuatan fetucini basah
sebagai berikut : Semolina dan tepung beras merah (sesuai perlakuan) dimasukkan ke dalam wadah. Selanjutnya ditambahkan telur, air, garam dan minyak kemudian diaduk hingga merata dan diuleni hingga adonan menjadi kalis. Adonan yang telah kalis dipipihkan dengan pasta maker. Selanjutnya adonan dicetak membentuk mie pipih atau seperti fetucini. Air dipanaskan hingga mendidih dan pasta yang sudah dicetak dimasukkan. Fetucini basah direbus dalam air mendidih selama 5 menit ditandai dengan mengapungnya pasta dipermukaan air. Setelah fetucini basah matang, diangkat dan ditiriskan.
Tabel 1. Formula fetucini basah
No. |
Komposisi |
Perlakuan | |||||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 | ||
1 |
Semolina (%) |
100 |
90 |
80 |
70 |
60 |
50 |
2 |
Tepung beras merah (%) |
0 |
10 |
20 |
30 |
40 |
50 |
3 |
Air (%) |
12 |
12 |
12 |
12 |
12 |
12 |
4 |
Garam (%) |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
5 |
Telur (%) |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
6 |
Minyak (%) |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
Keterangan : Persentase di atas berdasarkan jumlah semolina dan tepung beras merah (100 gram)
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini, diantaranya adalah kadar air dengan metode pengeringan (AOAC, 2006), kadar abu dengan metode pengabuan (AOAC, 2006), aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan IC 50 (Sompong et al., 2011) pada perlakuan terbaik, total antosianin dengan metode pH differensial (Lee, 2005), sifat sensoris diuji dengan uji hedonik (warna, tekstur, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan) dan uji skor (tekstur dan warna) (Soekarto, 1985).
Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis bahan baku (semolina dan tepung beras merah) dapat dilihat pada Tabel 2 dan kadar air, kadar abu, kadar total antosianin, dan aktivitas antioksidan dari fetucini basah dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil analisis bahan baku pada semolina dan tepung beras merah bahwa kadar air dan kadar abu pada tepung beras merah lebih tinggi dari semolina. Antosianin tepung beras merah yaitu 14 mg/100g sedangkan pada semolina tidak mengandung antosianin.
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap kadar air fetucini basah. Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air pada fetucini basah dengan berbagai perlakuan antara
60,83% sampai dengan 67,23%. Kadar air dari semua perlakuan berbeda tidak nyata, kemungkinan disebabkan karena jumlah air yang ditambahkan dan lama perebusan adalah sama.
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar abu fetucini basah. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu pada fetucini basah dengan berbagai jenis perlakuan antara 0,18% sampai dengan 0,36%. Kadar abu
terendah diperoleh pada P0 yaitu 0,18% dan berbeda tidak nyata dengan P1 sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada P5 yaitu 0,36% dan berberda tidak nyata dengan P3 dan P4.
Perlakuan dengan kadar abu tertinggi pada P5 disebabkan karena penambahan tepung beras merah paling banyak dari perlakuan lainnya. Kadar abu pada beras merah lebih tinggi yaitu 0,97% dibandingkan dengan semolina yaitu 0,38% (Tabel 2). Menurut Akhbar (2015) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kadar abu beras merah adalah 1,28%.
Tabel 2. Kadar air, abu, dan antosianin semolina dan tepung berah merah.
Uji |
Semolina |
Tepung beras merah |
Kadar Air (%) |
12,57 |
24,73 |
Kadar Abu (%) |
0,38 |
0,97 |
Antosianin (mg/100g) |
0 |
14 |
Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, total antosianin, dan aktivitas antioksidan fetucini basah.
Perlakuan (S : TBM) |
Kadar Air (%) |
Kadar Abu (%) |
Total Antosianin (mg/100g) |
Aktivitas Antioksidan (%) |
P0 (100:0) |
60,83 ± 2,67a |
0,18 ± 0,06 a |
0 a |
0 a |
P1 (90:10 |
63,67 ± 3,54 a |
0,24 ± 0,04 ab |
0,08 ± 0,06 a |
48,66 ± 3,29 b |
P2 (80:20) |
64,80 ± 5,58 a |
0,26 ± 0,02 bc |
0,24 ± 0,01 ab |
61,21 ± 7,12 c |
P3 (70:30) |
66,38 ± 0,21 a |
0,30 ± 0,05 bcd |
0,33 ± 0,07 b |
70,03 ± 10,33 cd |
P4 (60:40) |
66,53 ± 1,70 a |
0,33 ± 0,02 cd |
0,61 ± 0,09 c |
77,32 ± 6,91 d |
P5 (50:50) |
67,23 ± 0,47 a |
0,36 ± 0,04 d |
1,05 ± 0,30 d |
80,08 ± 6,05 d |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05).
S = Semolina
TB = Tepung beras merah
Total Antosianin
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa fetucini basah dengan perbandingan semolina dan beras merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total antosianin. Berdasarkan Tabel 3 nilai rata-rata total antosianin pada fetucini basah dengan berbagai perlakuan antara 0,08 mg/100g samapi dengan 1,05 mg/100g. Nilai kadar total antosianin terendah pada
perlakuan P0 yaitu 0 mg/100g dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1 dan P2 sedangkan nilai kadar total antosianin tertinggi ada pada perlakuan P5 yaitu sebesar 1,05 mg/100g.
Berdasarkan Tabel 3 perlakuan P0 memiliki kadar total antosianin terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena semolina tidak mengandung antosianin. Semakin banyak
penambahan tepung beras merah maka total antosianin pada fetucini basah semakin bertambah sesuai yang ditunjukkan pada Tabel 3. Beras merah mengandung pigmen antosianin berdasarkan hasil penelitian Abdullah (2017), selain itu berdasarkan hasil analisis bahan baku tepung beras merah mengandung 14 mg/100g antosianin. Berdasarkan hasil penelitian P5 memiliki nilai antosianin tertinggi akan tetapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakunya. Selama pembuatan fetucini basah melewati proses perebusan dengan air dalam suhu 100oC. Hal tersebut mempengaruhi kadar antosianin dikarenakan konsentrasi dan stabilitas antosinain menurun pada semua suhu dan dapat semakin cepat menurun pada suhu yang lebih tinggi (Amperawati et al., 2019). Antosianin juga merupakan senyawa yang bersifat polar, sehingga sangat mudah larut dalam air (Armanzah dan Hendrawati, 2016).
Aktivitas Antioksidan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa fetucini basah dengan perbandingan semolina dan beras merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan. Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata aktivitas antioksidan fetucini basah dengan berbagai perlakuan antara 48,66% sampai dengan 80,08%. Nilai aktivitas antiosidan terendah pada perlakuan P0 yaitu 0% sedangkan aktivitas antioksidan tertinggi pada perlakuan P5 yaitu sebesar 80,08% yang tidak berbeda nyata dengan P4.
Penambahan tepung beras merah disetiap perlakuan mempengaruhi peningkatan aktivitas antioksidan sesuai Tabel 3. Antosianin pada tepung beras merah berperan sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas (Wulandari et al., 2019). Selain itu senyawa lain seperti senyawa golongan flavonoid, asam ferulat, dan tokoferol diketahui merupakan senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dan teridentifikasi terkandung juga di dalam beras merah (Adzkiya, 2011) sehingga aktivitas antioksidan pada beras merah tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan antosianin akan tetapi dapat juga dipengaruhi oleh senyawa lainnya yang memiliki aktivitas antioksidan. Perlakuan terbaik pada fetucini basah (P5)
mendapatkan nilai IC 50 yaitu 99.647,50 mg/mL. Kategori aktivitas antioksidan pada pasta fetucini basah dikategorikan sangat lemah yaitu IC 50>200.
Evaluasi Sensoris
Hasil sidik ragam nilai rata-rata penilaian sifat sensoris fetucini basah dapat dilihat pada Tabel 4 (uji hedonik untuk warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan) dan Tabel 5 (uji skoring untuk warna dan tekstur).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap warna (uji hedonik) fetucini basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap fetucini basah kriteria suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap warna (uji skoring) fetucini basah. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji skoring terhadap warna fetucini basah dengan berbagai perlakuan antara 1,00 (kuning) sampai dengan 4,25 (coklat keunguan). Penerimaan terhadap warna (uji skoring) terendah diperoleh pada P0 (kuning) sedangkan tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (coklat keunguan). Semakin bertambahnya konsentrasi tepung berah merah maka warna fetucini basah semakin berwarna keunguan karena beras merah mengandung pigmen antosianin yang dapat memberikan warna merah pada kondisi asam dan warna keunguan jika pada kondisi basa (Armanzah dan Hendrawati, 2016).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap tekstur (uji hedonik) fetucini basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap tekstur fetucini basah dengan berbagai perlakuan antara 4,15 (biasa) sampai dengan 5,45 (agak suka). Perlakuan dengan nilai hedonik tekstur terendah pada perlakuan P5 dan berbeda tidak nyata dengan P3 dan P4 (biasa)sedangkan nilai uji hedonik tekstur
tertinggi diperoleh P1 dan berbeda tidak nyata dengan P0, P2, dan P3.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh tidak
nyata (P > 0,05) terhadap tekstur (uji skoring) fetucini basah. Tabel 5 menunjukkan penilaian penelis pada uji skoring terhadap tekstur fetucini basah dengan kriteria kenyal.
Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan fetucini basah
Nilai rata-rata Uji Hedonik
Perlakuan (S : TBM) |
Warna |
Tekstur |
Aroma |
Rasa |
Penerimaan Keseluruhan |
P0 (100:0) |
6,00±1,41 a |
5,10±1,62 bc |
5,25±1,45 a |
5,15±1,60 a |
5,35±1,27 a |
P1 (90:10 |
5,50±1,57 a |
5,45±1,10 c |
4,65±1,31 a |
4,75±1,45a |
4,75±1,41 a |
P2 (80:20) |
5,25±1,21 a |
5,10±1,02 bc |
4,85±1,18 a |
4,85±1,27 a |
5,25±0,85 a |
P3 (70:30) |
5,25±1,12 a |
4,80±1,00 abc |
5,00±1,08 a |
4,85±1,18 a |
4,90±0,91 a |
P4 (60:40) |
5,10±1,16 a |
4,35±1,18 ab |
4,90±1,52 a |
5,00±1,26 a |
4,75±1,33 a |
P5 (50:50) |
4,80±1,51 a |
4,15±1,31 a |
5,15±1,42 a |
5,50±1,05 a |
5,35±1,09 a |
Keterangan : Nilai rata–rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Duncan (P<0,05).
S = Semolina
TBM = Tepung beras merah
Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring warna dan tekstur fetucini basah Nilai rata-rata Uji Skoring
Perlakuan (S : TBM) |
Warna |
Tekstur |
P0 (100:0) |
1,00 ± 0,00 a |
3,00 ± 1,30 a |
P1 (90:10) |
2,05 ± 0,22 b |
2,65 ± 0,88 a |
P2 (80:20) |
2,70 ± 0,47 c |
2,90 ± 0,85 a |
P3 (70:30) |
3,40 ± 0,50 d |
2, 75 ± 0,64 a |
P4 (60:40) |
3,90 ± 0,64 e |
2,45 ± 1,28 a |
P5 (50:50) |
4,25 ± 0,72 f |
2,65 ± 1,46 a |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Duncan (P<0,05).
S = Semolina
TBM = Tepung beras merah
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan
tepung beras merah berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap aroma (uji hedonik) fetucini basah. Tabel 4
menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap aroma fetucini basah dengan kriteria agak suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap rasa (uji hedonik) fetucini basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap rasa fetucini basah dengan kriteria agak suka.
-
5. Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap penerimaan (uji hedonik) fetucini basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan fetucini basah dengan kriteria agak suka. Penerimaan keseluruhan fetucini basah dipengaruhi oleh penilaian panelis terhadap sifat sensoris lainnya seperti warna, tekstur, aroma, dan rasa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
-
1. Perbandingan semolina dan tepung beras merah berpengaruh nyata terhadap kadar abu, total antosianin, aktivitas antioksidan, tekstur (uji hedonik), dan warna (uji skoring) fetucini basah.
-
2. Perbandingan 50% semolina dan 50% tepung beras merah menghasilkan fetucini basah dengan karakteristik yaitu kadar air sebesar 67,23%, kadar abu sebesar 0,36%, total antosianin sebesar 1,05 mg/100 g, aktivitas
antioksidan sebesar 80,08%, warna coklat keunguan dan biasa, tekstur agak kenyal dan biasa, aroma agak suka, rasa agak suka, dan penerimaan keseluruhan agak suka.
Saran
Membuat fetucini basah dengan penambahan beras merah sebaiknya menggunakan perbandingan 50% semolina dan 50% tepung beras merah.
DAFTAR PUSTAKA
Akhbar, M. A. 2015. Analisis sifat
fisikokimia dan sifat fungsional
beras (Oryza sativa) varietas beras hitam dan beras merah asal Cianjur, Solok, dan Tangerang. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Amperawati, S., P. Hastuti, Y. Pranoto, dan U. Santoso. 2019. Efektifitas frekuensi ekstraksi serta pengaruh suhu dan cahaya terhadap antosianin dan daya antioksidan ekstrak
kelopak rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. Vol 8 (1): 38 – 45.
Armanzah, R.S. dan T.Y. Hendrawati. 2016. Pengaruh Waktu Maserasi Zat Antosianin Sebagai Pewarna Alami Dari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir). Seminar Nasional Sains da Teknologi. 1 – 10.
Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2006. Official Methods of AOAC International. Revisi ke-2. Vol ke-1. Maryland (US): Association of Official Analytical Chemist.
Azis, A., M. Izzati, dan S. Haryanti. 2015. Aktivitas antioksidan dan nilai gizi dari beberapa jenis beras dan millet sebagai bahan pangan fungsional Indonesia. Jurnal Biologi Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro. Vol. 4 (1) : 45 – 61.
Duma, N., dan Rosniati. 2010. Substitusi tepung terigu dengan tepung maizena pada pembuatan pasta. Dinamika Penelitian BIPA. Vol. 21 (38) : 128 – 135.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press : Jakarta.
Gusdinata, A., Syahrul., dan Dahlia. 2018. Pengaruh formulasi bahan pengikat berbeda terhadap mutu makaroni ikan patin (Pangasius
hypopthalmus). Jurnal Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.
Lee, J. 2005. Determination of total monomeric anthocyanin pigment content of fruit Juice, beverages, natural colorants, and wines by the pH differential method:
Collaboration Study. Journal of
AOAC International. Vol. 88 (5): 1269.
Maharni, M. 2015. Potensi beras putih (Oryza sativa), beras hitam (O. sativa L. indica), dan beras merah (O. nivara) sebagai antioksidan dan inhibitor tironase. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Istitut Pertanian Bogor.
Margo. 2016. Easy and Delecious Pasta Dinner Recipes.
https://joyfulhomemaking.com/2016 /02/easy-and-delicious-pasta-dinner-recipes.html. Diakses tanggal 1 Juli 2019.
Mayasti, N.K.I., M. Ushada, dan M. Ainuri. 2018. Analisa mutu produk spageti berbasis tepung beras, jagung, mocaf, dan kedelai. Jurnal Pangan Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Vol. 27 (2) : 129 – 140.
Muliawanti, N.N., dan A. Puspitorini. 2017. Komposisi tepung komposit (pati ganyong –terigu) dan penambahan puree wortel pada hasil jadi pasta ganyong (Canna edulis kerr) Fusilli. Jurnal Gastronomi
Jurusan PKK FT Universitas Negeri Surabaya. Vol. 1 (1) : 27 – 32.
Oladunmoye, O.O., O. C. Aworh, B. M. Dixion, O. L. Erukanure, dan G. N. Elemo. 2014. Chemical and functional propertis of cassava starch, durum wheat semolina flour, and their blends. Food Science and Nutrition. Vol. 2(2): 132-138
Praptana, R.H., dan Hermanto. 2016. Gandum Peluang Pengembangan di Indonesia. Jakarta : Indonesian
Agency for Agricultural Research and Development (IAARD) Press.
Santika, A., dan Rozakurniati. 2010. Teknik evaluasi mutu beras ketan dan beras merah pada beberapa galur padi gogo. Bulletin Teknik Pertanian. Vol. 15(1): 1-5.
Sarofa, U., Y. Ratna, dan W. R. 2017.Pemanfaatan tepung beras
merah dalam pembuatan roti manis sebagai upaya pengurangan
penggunaan tepung terigu. Jurnal Teknologi Pangan.
Setyowati, O.I. 2016. Pengembangan Makaroni Bebas Gluten Berbahan Dasar Pasta Ubi Jalar Ungu Dengan Citarasa Rempah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Sompong, R., S. Siebenhandl-ehn, G. Linsberger-Martin, dan E.
Berghofer. 2011. Physicochemical and Antioxidative Properties of Red and Black Rice Varieties from Thailand, China and Sri Lank. Elsevier Appl. Schi. Pbl., 124, 132140.
Sunyoto, M., N. Tati, R. R. Kastaman, dan D. Muchtadi. 2016. Pengembangan produk pangan baru ‘pasayu’ bernutrisi, berbasis, kearifan lokal sebagai bahan baku. PANGAN. Vol. 25 (1) : 43 – 50.
Susanti, A., A. Wijanarka, dan A. S. Nareswara. 2018. Penentuan indeks glikemik dan beban glikemik pada cookies tepung beras merah (Oryza nivara) dan biji kecipir
(Psophocarpus tetragonolubus. L). Ilmu Gizi Indonesia. Vol. 2 (2) : 69 – 78.
Utami, P. 2017. Pengaruh Substitusi Tepung Semolina terhadap
Karakteristik Makaroni Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung.
Wulandari, N.K.N., I.G.A. Ekawati, dan I.N.K. Putra. 2019. Pengaruh perbangingan semolina dan tepung beras hitam terhadap karakteristik pasta fettucine basah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Unud. Vol. 8 (1) : 104-110
348
Discussion and feedback