Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809    Vol. 12, No. 2, Desember 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i02.p15

Analisis Risiko Rantai Pasok Tempe pada Pabrik Tahu dan Tempe Masmo Denpasar Bali

YOPY YOLA ARDYNA BR SIREGAR, I GUSTI AGUNG AYU AMBARAWATI*, I GUSTI AYU AGUNG LIES ANGGRENI

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232, Bali

Email: yopy.siregar15@gmail.com *annie_ambarawati@unud.ac.id

Abstract

Supply Chain Risk Analysis of Tempeh at Pabrik Tahu dan Tempe Masmo Denpasar Bali

This study aims to identify product flow, financial flow and information flow, analyze the risks that occur and formulate risk mitigation to minimize the risks that occur in the tempe supply chain at Pabrik Tahu dan Tempe Masmo. Identification of flows in the supply chain is carried out by interviewing and observing as well as risk analysis using Supply Chain Operation Reference (SCOR) model mapping. The identified risks are then analyzed using the Failure Mode Effect Analysis (FMEA) to calculate the Risk Priority Number (RPN) which will be used for the formulation of risk mitigation. The results showed that there were 18 risk events and 25 risk agents spread on SCOR mapping. The risk agent with the largest RPN value is the wrong fermentation room temperature with a value of 384 and the risk agent with the lowest RPN value is a calculation error when ordering soybeans to suppliers with a value of 1. There are 3 risk priorities given risk mitigation. There are three risk mitigation formulations, namely: (1) monitoring room temperature using a room thermometer, (2) performing regular machine maintenance, conducting specific training for workers and providing reward and punishment, (3) monitoring the quality of soybeans from suppliers.

Keyword: supply chain, risk, risk mitigation, supply chain operation reference, failure mode effect analysis

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Persaingan bisnis pada saat ini sangat kompetitif dan ketat, sehingga perusahaan dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas produk dan merancang strategi untuk dapat bertahan dalam persaingan bisnis. Agroindustri merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian

Indonesia. Salah satu agroindustri yang cukup dikenal dikalangan masyarakat Indonesia adalah industri tempe. Tempe adalah produk pangan hasil fermentasi kacang-kacangan oleh kapang fermentatif dari jenis Rhizopus sp. (Rahayu, 2015). Industri tempe berkembang dengan pesat di Bali termasuk di wilayah Denpasar.

Diperkirakan konsumsi tempe rata-rata per individu di Indonesia sekitar 6,45 kg pertahunnya (BSN: Tempe, 2012). Industri tempe di Bali didominasi oleh industri skala rumah tangga dan sudah mencapai sekitar 210 industri skala rumah tangga produksi tempe, yang setiap harinya menggunakan kedelai sebagai bahan baku tempe (Kentak, 2017). Salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri tempe adalah Pabrik Tahu dan Tempe Masmo yang beralamat di Jln. Tangkuban Perahu, Br. Tegal Buah No.148, Padang Sambian Klod, Kecamatan Denpasar Barat.

Ada berbagai risiko yang dihadapi oleh Pabrik Tahu dan Tempe Masmo. Risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2021) adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Risiko muncul karena adanya ketidakpastian. Munculnya risiko-risiko pada rantai pasok tempe akan memberikan pengaruh negatif pada pabrik sehingga diperlukan penanganan risiko untuk meminimalisir risiko yang ada. Penanganan risiko dapat dilakukan dengan manajemen risiko. Manajemen risiko terdiri dari identifikasi risiko, evaluasi risiko, dan penanganan risiko. Model identifikasi risiko, evaluasi risiko dapat digunakan sebagai langkah awal dalam menganalisis risiko diantara pelaku rantai pasok (Nasution, 2014).

Penanganan risiko dapat menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) yang mendasari manajemen risiko yang berfokus pada pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko. Metode FMEA adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi, memprioritaskan dan mengeleminasi kemungkinan kegagalan yang potensial terjadi di dalam suatu sistem, desain, dan proses sebelum mencapai pelanggan (Yoliwan, 2011).

Berdasarkan fenomena risiko yang terjadi pada Pabrik Tahu dan Tempe Masmo maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi pada rantai pasok tempe, analisis risiko dengan menggunakan metode FMEA yang diintegrasikan dengan model SCOR (Supply Chain Operation Reference) untuk mengetahui risiko-risiko yang terjadi dalam aktivitas rantai pasok perusahaan, dan merumuskan mitigasi risiko yang sesuai untuk mengelola risiko di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimana aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo?

  • 2.    Apa saja risiko yang dihadapi Pabrik Tahu dan Tempe Masmo dalam aliran rantai pasok tempe?

  • 3.     Bagaimana mitigasi risiko untuk meminimalisir risiko yang terjadi pada rantai

pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut.

  • 1.     Mengidentifikasi aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi pada

rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo.

  • 2.     Menganalisis risiko-risiko yang terjadi dalam aliran rantai pasok tempe di

Pabrik Tahu dan Tempe Masmo.

  • 3.     Merumuskan mitigasi risiko untuk mengurangi potensi timbulnya risiko pada

rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo yang beralamat di Jl. Tangkuban Perahu, Br. Tegal Buah No.148, Padangsambian Klod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yakni pada bulan Januari hingga Maret 2022. Lokasi penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling.

  • 2.2    Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif dan data kuantitatif. Sumber data penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa gambaran umum pabrik, hasil analisis risiko rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo dan data sekunder meliputi dokumen dan laporan pabrik terkait rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo dan studi pustaka yang dapat memberikan informasi pelengkap.

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

  • 2.4   Informan Penelitian

Informan penelitian adalah orang yang mengetahui secara mendalam informasi terkait masalah yang diteliti. Pengambilan informan penelitian dilakukan dengan cara Purposive Sampling pada penelitian ini. Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu (Sugiyono, 2015).

  • 2.5    Variabel Penelitian dan Pengukuran

Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari manajemen aliran rantai pasok, risiko rantai pasok dan mitigasi risiko. Manajemen aliran rantai pasok terdiri dari dua indikator yaitu pelaku dan aktivitas rantai pasok. Risiko rantai pasok terdiri dari lima indikator yaitu plan, source, make, deliver dan return dalam pemetaan aktivitas model SCOR dan empat indikator yaitu severity, occurrance, detection dan perhitungan RPN dalam metode FMEA. Mitigasi risiko terdiri dari dua indikator yaitu pemetaan level risiko FMEA dan mitigasi risiko.

  • 2.6    Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tiga metode yaitu metode analisis deskriptif, model Supply Chain Operation Reference (SCOR) dan metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Metode analisis digunakan untuk mengetahui aliran rantai pasok, risiko rantai pasok dan mitigasi risiko pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Identifikasi Aliran Rantai Pasok Tempe pada Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

Pelaku-pelaku pada aliran rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo terdiri dari pemasok kedelai, pabrik tempe, dan pedagang pengecer. Menurut Guritno dan Harsasi (2014) terdapat tiga macam aliran dalam rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo.

  • 1)    Aliran produk

Aliran produk pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo mengalir dari sisi hulu ke sisi hilir. Aliran produk dimulai dari bahan baku kedelai yang dipasok dari pemasok sebanyak 500 kg dalam satu kali pemesanan. Pabrik Tahu dan Tempe Masmo memproduksi sekitar 300-400 bungkus/produksi. Pabrik menjual tempe dengan 2 ukuran, yakni ukuran sedang (8 cm x 12 cm) dan ukuran besar (10 cm x 14 cm). Kemudian tempe siap olah dijual ke beberapa pedagang pengecer yang berjualan di Pasar Sanglah, Pasar Badung dan Pasar Pidada. Masing-masing pedagang dapat menjual tempe sebanyak 50-60 bungkus setiap harinya.

  • 2)    Aliran Keuangan

Aliran keuangan pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo mengalir dari pedagang pengecer - pabrik tempe – pemasok kedelai. Bentuk aliran keuangan dalam rantai pasok tempe berupa pembayaran atas produk yang dijual kepada mitra. Pedagang pengecer membayar secara langsung produk tempe yang dibeli dari Pabrik Tahu dan Tempe Masmo dengan harga beli untuk tempe ukuran sedang sebesar Rp 1.300 perbungkus dan untuk ukuran besar Rp 2.500 perbungkus. Pabrik Tahu dan Tempe Masmo juga melakukan pembelian bahan baku kedelai dari pemasok dengan harga Rp 11.400/kg.

  • 3)    Aliran Informasi

Aliran informasi yang diberikan pemasok kepada Pabrik Tahu dan Tempe Masmo adalah informasi yang terkait dengan harga, kualitas dan jadwal pengiriman bahan baku kedelai. Sebaliknya, Pabrik Tahu dan Tempe Masmo memberikan informasi mengenai jumlah pesanan kedelai dan sistem pembayaran ke pemasok. Aliran informasi yang terjadi dari Pabrik Tahu dan Tempe Masmo kepada pedagang pengecer meliputi jadwal pengiriman tempe dan harga tempe dan sebaliknya, Pabrik Tahu dan Tempe Masmo mendapatkan informasi dari pedagang pengecer berupa keluhan kualitas tempe atau kemasan tempe yang rusak.

Gambar 1.

Stuktur Aliran Produk, Aliran Keuangan, dan Aliran Informasi Rantai Pasok Tempe pada Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

Keterangan:

: Aliran produk tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

  • <      > : Aliran keuangan tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

: Aliran informasi tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

  • 3.2    Analisis Risiko Rantai Pasok Tempe

    3.2.1    Pemetaan aktivitas rantai pasok

Pemetaan aktivitas rantai pasok merupakan tahap pertama yang harus dilakukan. Pemetaan aktivitas dilakukan dengan menggunakan model SCOR (yang didasarkan pada teori milik Pujawan (2017). Pemetaan aktivitas dilakukan model SCOR terbagi atas lima kerangka aktivitas manajemen yaitu aktivitas plan, source, make, deliver, dan return. Berdasarkan hasil analisis penelitian, pemetaan aktivitas disajikan pada Tabel 1.

  • 3.2.2    Identifikasi kejadian risiko (risk event) dan penyebab risiko (risk agent)

Kejadian risiko (risk event) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang menciptakan potensi terjadinya kerugian atau menghasilkan hasil yang buruk. Penyebab risiko (risk agent) merupakan hal-hal yang menjadi penyebab kejadian risiko pada aktivitas rantai pasok. Kejadian risiko diberi kode (E) dan penyebab risiko diberi kode (A) pada Tabel 2, ini dilakukan untuk memudahkan proses penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 18 kejadian risiko dan 25 penyebab risiko pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo. Hasil identifikasi kejadian risiko dan penyebab risiko disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1.

Pemetaan Aktivitas Rantai Pasok Tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

SCOR

Aktivitas

Detail Aktivitas

Plan

Perencanaan dan perhitungan baku

Perencanaan produksi

bahan a. Perhitungan orderan bahan baku b. Pengecekan stok bahan baku c. Perencanaan order bahan baku ke pemasok

  • d. Penentuan pemasok

  • a.    Perencanaan jumlah produksi

  • b.    Perencanaan jadwal produksi

Source

Penerimaan bahan baku

Penyimpanan bahan baku

  • a.    Pemesanan bahan baku

  • b.    Pengecekkan kualitas bahan baku

  • c.    Pembayaran orderan bahan baku Pengaturan penataan tumpukan bahan baku kedelai

Make

Produksi tempe

Pengemasan tempe

Penyimpanan tempe

  • a.    Penjadwalan proses produksi

  • b.    Mempersiapkan mesin penunjang produksi

  • c.    Proses produksi tempe Pengemasan produk

  • a.    Penyusunan tata letak tempe

  • b.    Penyesuaian suhu ruang penyimpanan

Deliver

Pengiriman

  • a.    Pemilihan transportasi

  • b.    Pengiriman produk ke pedagang pengecer

Return

Pengembalian    produk

pedagang pengecer

dari  a. Pengembalian produk yang rusak

b. Penerimaan produk yang rusak c. Evaluasi produksi selanjutnya

Tabel 2.

Tabel Kejadian Risiko (Risk Event) dan Penyebab Risiko (Risk Agent) di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

SCOR

Aktivitas

Kode

Kejadian Risiko (Risk Event)

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Plan

Perhitungan dan perencanaan persediaan bahan baku

E1

Kesalahan pencatatan   stok

kedelai      yang

masih tersisa

A1

Pekerja kurang teliti melakukan perhitungan      stok

kedelai yang tersisa

Perencanaan produksi

E2

E3

Perubahan perencanaan jadwal produksi Jumlah perencanaan produksi berubah

A2

A3

A4

Adanya   perubahan

jadwal      pesanan

mendadak Terjadinya  fluktuasi

harga kedelai

Adanya   perubahan

jumlah pesanan tempe dari        pedagang

pengecer

Source

Penerimaan

E4

Kualitas    bahan

A5

Kualitas kedelai yang

SCOR

Aktivitas

Kode

Kejadian Risiko (Risk Event)

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

bahan baku

E5

E6

baku tidak sesuai permintaan pabrik

Terlalu    banyak

pembelian    stok

kedelai

Keterlambatan pengiriman kedelai        dari

pemasok

A6

A7

A8

A9

diterima pemasok dari luar negeri kurang baik

Proses       packing

kedelai yang kurang baik dari pemasok menyebabkan kerusakan

Kesalahan perhitungan pada saat pemesanan kedelai ke pemasok

Terjadi      masalah

internal         pada

pemasok

Alat transportasi yang digunakan   mogok

atau rusak

Penyimpanan bahan baku

E7

Kedelai mengalami pembusukan selama penyimpanan

A10

Kondisi gudang penyimpanan kedelai yang terlalu lembab

Make

Proses produksi tempe

E8

E9

E10

E11

Masih    terdapat

kulit   ari   pada

kedelai

Mesin   produksi

rusak tiba-tiba

Tingkat kematangan kedelai yang tidak sesuai

Fermentasi  yang

kurang berhasil

A11

A12

A13

A14

A15

A16

Alat  mesin  kupas

kulit kurang tajam Pekerja kurang teliti melakukan pengawasan    pada

kedelai yang sudah dikupas Kurangnya pemeliharaan/ perawatan mesin-mesin produksi Kesalahan    pekerja

dalam      lamanya

perebusan

Suhu          ruang

fermentasi      yang

kurang tepat

Kesalahan    pekerja

dalam menakar ragi

Pengemasan tempe

E12

E13

Adanya kebocoran pada plastik kemasan

Kesalahan dalam pencetakan label

A17

A18

A19

Panas yang berlebihan dari alat sealer plastik

Pekerja kurang terampil dalam melakukan proses sealing

Kurangnya koordinasi

SCOR

Aktivitas

Kode

Kejadian Risiko (Risk Event)

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Deliver

Penyimpanan tempe

Pengiriman

E14

E15

Kemasan produk rusak      selama

penyimpanan Keterlambatan

A20

A21

antara pekerja dengan pihak cetak label Fasilitas penyimpanan kurang memadai

Terjadi kemacetan di

Return

tempe

Pengembalian

E16

E17

pengiriman tempe

Terjadi kerusakan pada      tempe

selama     proses

pengiriman

Kualitas    tempe

A22

A23

A24

jalan yang dilalui

Alat transportasi yang digunakan rusak atau mogok

Pekerja kurang hati-hati dalam pengangkutan dan penempatan produk

Kesalahan pada

produk     dari

pedagang pengecer

E18

kurang bagus atau cepat busuk

Produk rusak

A25

proses produksi

Kesalahan      pada

proses packing dan

proses pengiriman

  • 3.2.3    Penilaian risiko

Penilaian diberikan pada tingkat keparahan (serevity), tingkat probabilitas kejadian (occurrence) dan tingkat kemampuan deteksi (detection). Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala parameter teori Haggar (2005). Penilaian dilakukan oleh tenaga kerja yang bekerja di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo sesuai dengan tugas masing-masing. Kemudian diakumulasikan dengan perhitungan Risk Priority Number (RPN) dengan mengkalikan nilai severity (S), occurrence (O), dan detection (D). Nilai RPN menentukan seberapa besar level suatu risiko. Semakin tinggi nilai RPN maka semakin tinggi tingkat keseriusan risiko dan begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai RPN maka semakin rendah tingkat keseriusan risiko.

Berdasarkan hasil perhitungan RPN yang telah dilakukan, risiko yang mendapat nilai tertinggi sebesar 384 adalah kejadian risiko (E11) Fermentasi yang kurang berhasil dengan penyebab risiko (A15) Suhu ruang fermentasi yang kurang tepat dan risiko dengan nilai terendah sebesar 1 adalah kejadian risiko (E5) Terlalu banyak pembelian stok kedelai dengan penyebab risiko (A7) Kesalahan perhitungan pada saat pemesanan kedelai ke pemasok (Tabel 3).

Tabel 3.

Hasil Penilaian RPN Rantai Pasok Tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

Kode

Kejadian Risiko (Risk Event)

S

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

O

D

RPN

E1

Kesalahan pencatatan stok kedelai yang masih tersisa

1

A1

Pekerja kurang teliti melakukan perhitungan stok kedelai yang tersisa

3

1

3

E2

Perubahan perencanaan jadwal produksi

2

A2

Adanya perubahan jadwal pesanan mendadak

7

7

98

E3

Jumlah perencanaan produksi berubah

2

A3

A4

Terjadinya fluktuasi harga kedelai

Adanya perubahan jumlah pesanan tempe dari pedagang pengecer

9

10

6

3

108

60

E4

Kualitas bahan baku tidak sesuai permintaan pabrik

7

A5

A6

Kualitas kedelai yang diterima pemasok dari luar negeri kurang baik Proses packing kedelai yang kurang baik dari pemasok  menyebabkan

kerusakan

5

1

8

2

280

14

E5

Terlalu banyak pembelian stok kedelai

1

A7

Kesalahan perhitungan pada saat pemesanan kedelai ke pemasok

1

1

1

E6

Keterlambatan pengiriman   kedelai

dari pemasok

2

A8

A9

Terjadi masalah internal pada pemasok

Alat transportasi yang digunakan mogok atau rusak

1

1

8

8

16

16

E7

Kedelai mengalami pembusukan selama penyimpanan

5

A10

Kondisi gudang penyimpanan kedelai yang terlalu lembab

1

1

5

E8

Masih terdapat kulit ari pada kedelai

6

A11

A12

Alat mesin kupas kulit kurang tajam

Pekerja kurang teliti melakukan pengawasan pada kedelai yang sudah dikupas

2

2

5

3

60

36

E9

Mesin produksi rusak tiba-tiba

7

A13

Kurangnya

pemeliharaan/perawatan mesin-mesin produksi

1

1

7

E10

Tingkat kematangan kedelai yang tidak sesuai

4

A14

Kesalahan pekerja dalam lamanya perebusan

1

1

4

E11

Fermentasi     yang

kurang berhasil

8

A15

A16

Suhu ruang fermentasi yang kurang tepat Kesalahan pekerja dalam menakar ragi

8

7

6

6

384

336

E12

Adanya   kebocoran

pada plastik kemasan

2

A17

A18

Panas yang berlebihan dari alat sealer plastik Pekerja kurang terampil

4

7

4

4

32

56

Kode

Kejadian Risiko (Risk Event)

S

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

O

D

RPN

dalam melakukan proses sealing

E13

Kesalahan    dalam

pencetakan label

2

A19

Kurangnya koordinasi antara pekerja dengan pihak cetak label

2

4

16

E14

Kemasan produk rusak selama penyimpanan

2

A20

Fasilitas   penyimpanan

kurang memadai

1

1

2

E15

Keterlambatan pengiriman tempe

2

A21

A22

Terjadi kemacetan di jalan yang dilalui

Alat transportasi yang digunakan rusak atau mogok

5

6

6

7

60

84

E16

Terjadi kerusakan pada tempe selama proses pengiriman

4

A23

Pekerja kurang hati-hati dalam penganguktan dan penempatan produk

6

8

192

E17

Kualitas tempe kurang bagus atau cepat busuk

6

A24

Kesalahan pada proses produksi

1

7

56

E18

Produk rusak

6

A25

Kesalahan pada proses packing dan proses pengiriman

1

2

12

  • 3.3    Perumusan Mitigasi Risiko

    • 3.3.1    Pemetaan level risiko

Pemetaan level risiko dilakukan dengan tujuan untuk menentukan prioritas penyebab risiko yang perlu diberikan perumusan mitigasi risiko. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan peta level risiko FMEA. Yang mana level risiko akan ditentukan oleh nilai severity dan nilai RPN dari penyebab risiko. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam pemetaan level risiko adalah melakukan perangkingan nilai RPN dari nilai tertinggi hingga nilai terendah. Hasil perankingan nilai RPN terdapat pada Tabel 4.

Langkah selanjutnya yaitu menentukan level risiko dengan menggunakan peta level risiko FMEA (Haggar, 2005). Hasil pemetaan level risiko yang menunjukkan posisi penyebab risiko di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo terdapat pada Gambar 1. Angka-angka yang terdapat pada gambar merupakan kode dari penyebab risiko.

Berdasarkan hasil pemetaan level risiko, diketahui terdapat 22 penyebab risiko pada area berwarna hijau yang merupakan area BA (Broadly Acceptable) adalah risiko yang dapat diterima dan hanya memerlukan kontrol dengan sistem yang sudah ada, dan 3 penyebab risiko pada area berwarna kuning yang merupakan area ALARP (As Low As is Reasonably Practicable) yang merupakan risiko yang memerlukan tindakan penanganan atau pengendalian risiko yang harus segera ditetapkan. Risiko yang memerlukan perumusan mitigasi risiko adalah risiko yang

berada pada kategori ALARP. Risiko ini yang kemudian menjadi prioritas dalam perumusan mitigasi risiko rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

Tabel 4.

Hasil Perangkingan RPN pada Risk Agent

No

(Ai)

Penyebab Risiko (Risk Agent)

RPN

1

A15

Suhu ruang fermentasi yang kurang tepat

384

2

A16

Kesalahan pekerja dalam menakar ragi

336

3

A5

Kualitas kedelai yang diterima pemasok dari luar negeri kurang baik

280

4

A23

Pekerja kurang hati-hati dalam melakukan pengangkutan dan penempatan produk

192

5

A3

Terjadinya fluktuasi harga kedelai

108

6

A2

Adanya perubahan jadwal pesanan mandadak

98

7

A22

Alat transportasi yang digunakan rusak atau mogok tiba-tiba

84

8

A4

Adanya perubahan jumlah pesanan tempe dari pedagang pengecer

60

9

A11

Alat mesin kupas kulit kurang tajam

60

10

A21

Terjadi kemacetan dijalan yang dilalui

60

11

A18

Pekerja kurang terampil dalam melakukan proses sealing

56

12

A24

Kesalahan pada proses produksi

56

13

A12

Pekerja kurang teliti melakukan pengawasan pada kedelai yang sudah dikaupas

36

14

A17

Panas yang berlebihan dari alat sealer plastik

32

15

A8

Terjadi masalah internal pada pemasok

16

16

A9

Alat transportasiyang digunakan mogok atau rusak

16

17

A19

Kurangnya koordinasi antara pekerja dengan pihak cetak label

16

18

A6

Prose packing kedelai yang kurang baik dari pemasok menyebabkan kerusakan

14

19

A25

Kesalahan pada proses packing dan proses pengiriman

12

20

A13

Kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin-mesin produksi

7

21

A10

Kondisi gudang penyimpanan kedelai yang terlalu lembab

5

22

A14

Kesalahan pekerja dalam lamanya perebusan

4

23

A1

Pekerja kurang teliti melakukan perhitungan stok kedelai yang tersisa

3

24

A20

Fasilitas penyimpanan kurang memadai

2

25

A7

Kesalahan perhitungan pada saat pemesanan kedelai ke

1

pemasok

Gambar 1.

Peta Level Risiko FMEA Tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

  • 3.3.2    Perumusan mitigasi risiko

Dalam perumusan mitigasi risiko rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo, risiko yang perlu ditangani adalah risiko yang berada pada kategori ALARP. Perumusan aksi mitigasi dilakukan berdasarkan tingkat kesulitan pada masing-masing mitigasi risiko. Mitigasi risiko yang dirumuskan pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo ditunjukkan oleh Tabel 5.

Tabel 5.

Rumusan Mitigasi Risiko Rantai Pasok Tempe pada Pabrik Tahu dan Tempe Masmo

(Ai)

Penyebab Risiko                    Mitigasi Risiko

A15

Suhu ruang fermentasian yang Memonitoring suhu ruang dengan kurang tepat                     menggunakan   alat   termometer

ruangan

A16

Kesalahan pekerja dalam menakar Melakukan perawatan mesin secara ragi                               berkala, melakukan pelatihan spesifik

tenaga kerja, dan memberikan bonus dan hukuman.

A5

Kualitas kedelai yang diterima Pengawasan terhadap mutu kedelai pemasok dari luar negeri kurang dari pemasok.

baik

Berdasarkan Tabel 5, ada tiga mitigasi risiko yang dirumuskan untuk risiko rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo. Keseluruhan mitigasi dijelaskan sebagai berikut.

  • 1.     Suhu ruang fermentasi yang kurang tepat adalah penyebab risiko dengan nilai

RPN tertinggi. Untuk mengatasi penyebab risiko ini, dirumuskan aksi mitigasi risiko yaitu dengan melakukan monitoring suhu ruang dengan

menggunakan alat termometer ruangan. dengan adanya sistem monitoring suhu ruang pada proses fermentasi akan membantu optimasi fermentasian tempe industri rumah tangga.

  • 2.     Kesalahan pekerja dalam menakar ragi disebabkan oleh dua hal yaitu adanya

kesalahan alat penimbang dan kesalahan dari pekerja. Kerusakan yang terjadi pada alat penimbang dapat diminimalisir dengan adanya perawatan alat penunjang dan dengan memberikan pelatihan kepada tenaga kerja secara spesifik berguna untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja.

  • 3.     Kedelai yang diterima pemasok dari luar negeri kurang baik diberikan

mitigasi yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap mutu kedelai yang datang dari pemasok. Tindakan dilakukan untuk menjaga kualitas bahan baku kedelai dan kontinuitas produksi tempe sehingga dapat terhindar dari risiko yang menimbulkan kerugian.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan pelaku dalam aliran rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo yaitu (1) pemasok kedelai, (2) pabrik tempe, dan (3) pedagang pengecer. Mekanisme aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo sudah berjalan dengan sesuai. Terdapat 18 kejadian risiko dan 25 penyebab risiko di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo yang tersebar pada pemetaan aktivitas model SCOR. Risiko dengan nilai RPN tertinggi sebesar 384 masuk kedalam kategori ALARP (kategori risiko yang memerlukan tindakan penanganan) dan risiko dengan nilai RPN terendah sebesar 1 masuk kedalam kategori BA (kategori yang dapat diterima dan hanya memerlukan kontrol yang sudah ada). Terdapat tiga mitigasi risiko yang dirumuskan dalam penelitian ini untuk meminimalisir risiko pada rantai pasok tempe di Pabrik Tahu dan Tempe Masmo yaitu: (1) memonitoring suhu ruang dengan menggunakan alat termometer ruangan, (2) melakukan perawatan mesin secara berkala, melakukan pelatihan spesifik tenaga kerja dan memberikan bonus dan hukuman, (3) pengawasan terhadap mutu kedelai dari pemasok.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah Pabrik Tahu dan Tempe Masmo sebaiknya menjaga koordinasi dan kerjasama dengan pemasok kedelai dan pedagang-pedagang pengecer yang mitra dalam aliran rantai pasok tempe sehingga proses produksi dan distribusi tempe bisa lancar sampai ke konsumen. Mitigasi risiko yang disarankan dalam penelitian diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Pabrik Tahu dan Tempe Masmo agar risiko yang terjadi tidak muncul secara terus menerus. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan kajian risiko rantai pasok secara menyeluruh mulai dari pemasok hingga pengecer

atau konsumen akhir, karena penelitian ini yang dikaji hanya risiko rantai pasok dari sisi internal perusahaan saja.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada seluruh pihak yang telah mendukung penuh terlaksananya penelitian ini yaitu kepada keluarga, instansi terkait, serta teman-teman. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang.

Daftar Pustaka

Ambara, K. Y. Ustriyana, I N. G. dan Rantau, I K. 2017. Profil Usaha Industri Kecil Tahu dan Tempe “Makmur Jaya” di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, Vol. 6 (2): 259-269.

Guritno, Adi Djoko, Harsasi. 2014. Manajemen Rantai Pasokan. In: Pengantar Manajemen Rantai Pasok (SCM). Universitas Terbuka, Jakarta.

Haggar, B. 2005. Risk Management Application in Quality. Paper presenterd at ASQ Food, Drug, and Cosmetic Division Midwest Conference. Washington: MedQ System.

KBBI. 2021. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online/Daring (Dalam Jaringan), https://kbbi.web.id/risiko

Nasional, P. B. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Nasution, S., Arkeman, Y., Soewardi, K., Djatna, T., 2014. Identifikasi dan Evaluasi Risiko Menggunakan Fuzzy FMEA pada Rantai Pasok Agroindustri Udang. Jurnal Riset Industri, Vol 8 (2): 135-136.

Pujawan, I. N., dan Erawati, M. 2017. Supply Chain Management. Yogyakarta: ANDI.

Rahayu, W. P. 2015. Tinjauan Ilmiah Proses Pengolahan Tempe Kedelai Edisi 1.

Palembang: Perhimpunan Ahli Teknologi Indonesia (PATPI).

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yoliwan, J. Ekarilsoni, dan Y. Daryanto. 2011. Analisis Kegagalan Operasi di Warehouse PT. VA dengan Failure Mode and Effect Analysis. Teknik dan Manajemen Industri. Seminar Nasional. Universitas Atmajaya Yogyakarta.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

845