Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p35

Vol. 12, No. 1, Juli 2023

Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Pada Saat Pandemi Covid-19

NI KOMANG SRI SUSILAWATI, I NYOMAN GEDE USTRIYANA*,

I MADE SUDARMA

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232, Bali

Email: komangsrisusilawati99@gmail.com *gede_ustriyana@unud.ac.id

Abstract

Income Level and Household Welfare of Ginger Farmers in Taro Village, Tegallalang District, Gianyar Regency During the Covid-19 Pandemic

Ginger (Zingiber officinale) contains antioxidants that are good for maintaining body resistance during a pandemic. The government's response to reduce the spread of Covid-19 resulted in lowering economic performance. The purpose of the study was to determine the level of income, the level of family welfare of ginger farmers and the constraints on ginger cultivation in Taro Village, Tegallalang District, Gianyar Regency during the Covid-19 pandemic. The analytical method used is quantitative and qualitative with research variables namely farm income, household income (on farm, off farm and non farm), welfare level with indicators according to BPS 2020 and cultivation constraints by direct interviews. The results showed that ginger farming income during the pandemic was Rp. 114,073,361.00 per hectare per growing season. The contribution of ginger farmers' household income from on-farm income is 13.40 percent, off-farm income is 13.23 percent and non-farm income is 73.37 percent. The welfare level of ginger farming families, 82.93 percent is classified as prosperous and 17.07 percent is classified as not prosperous. The cultivation constraints experienced by ginger farmers are 36.59 saying they are experiencing extreme weather changes, 43.90 say there is an attack of bacterial disease and 19.51 say it is difficult in marketing.

Keywords: income level, welfare, ginger, covid-19 pandemic

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Indonesia mengumumkan adanya warga yang terjangkit Covid-19 pada Maret 2020 (Susilo et al., 2020). Pada kemunculan wabah virus Covid-19 di Indonesia yang selanjutnya menyebar di beberapa wilayah Indonesia, berbagai upaya dilakukan demi mencegah penularan, mengingat penyebaran dan penularan virus Covid-19 yang

sangat cepat. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan imunitas dalam tubuh. Untuk meningkatkan sistem imun tubuh dapat dilakukan dengan mengkonsumsi nutrisi yang cukup, istirahat yang teratur, dan mengkonsumsi suplemen yang banyak mengandung vitamin C sebagai sumber antioksidan. Salah satu sumberdaya alam yang memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi dengan harga terjangkau adalah jahe.

Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman rempah berasal dari Asia Selatan yang rimpangnya sering digunakan sebagai rempah-rempah dan bahan baku pengobatan tradisional. Hasil penelitian Kikuzaki et al, 1993. Dalam Saragih et al., 2015 menunjukkan bahwa senyawa aktif non volatil fenol seperti gingerol, shogaol dan zingeron, yang terdapat pada jahe terbukti memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Jahe termasuk dalam tanaman herbal yang memiliki banyak keunggulan dikarenakan selain digunakan sebagai bumbu masakan ternyata jahe juga bermanfaat dalam bidang kesehatan seperti pengobatan dan pencegahan suatu penyakit. Penelitian yang dilakukan Nurlita dan Setyabudi (Nurlila & La Fua, 2020) disebutkan bahwa ekstrak jahe dapat memperbanyak sel pembuluh alami natural killer dan menghancurkan dinding sel virus yang telah menginfeksi inangnya, dalam tubuh manusia.

Jahe juga memiliki keunggulan lain dimana jahe dapat diolah menjadi jamu tradisional, asinan, acar, manisan, selain itu jahe dapat digunakan sebagai pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula serta berbagai minuman seperti bandrek, sekoteng dan sirup dikarenakan jahe memberikan efek menghangatkan tubuh. Salah satu daerah yang membudidayakan jahe di Bali adalah masyarakat di Banjar Tebuana, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Pada umumnya di Desa Taro ini hampir semua masyarakat melakukan pembudidayaan tanaman jahe, baik jenis jahe gajah maupun jahe merah. Jenis jahe gajah merupakan jenis jahe yang akan diteliti karena banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari hari dan masyarakat sekitar banyak membudidayakan jenis jahe ini, sedangkan untuk jahe merah sendiri hanya sebagai komoditi pelengkap.

Respons segera Pemerintah untuk mengurangi penyebaran Covid-19 melalui PSBB tidak dapat dihindari menurunkan kinerja perekonomian. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali menyebutkan, ekonomi Bali dalam tiga bulan pertama (triwulan I) 2020 tumbuh negatif, yakni -1,14 persen, dibandingkan kondisi tahun lalu pada triwulan I-2019. Pertumbuhan minus ini disebabkan oleh merebaknya wabah virus corona yang mempengaruhi pergerakan masyarakat secara individu ataupun secara sosial, ekonomi dan lingkungan (Purwahita, 2021). Pandemi Covid-19 memberikan dampak pada semua sektor terutama pariwisata, sektor pertanian dan sektor lainnya. Menurunnya perekonomian mengakibatkan perubahan pada permintaan dan harga barang dipasaran. Pendapatan petani dapat mengalami perubahan apabila terjadi perubahan pada permintaan dan perubahan harga dipasaran. Dengan melihat hal tersebut maka terdapat perbedaan pada keuntungan yang diterima petani pada saat sebelum pandemi dan saat adanya pandemi.

Harga akan mengalami perubahan tiap tahunnya begitu pula dengan harga jahe. Harga jahe pada saat pandemi mengalami fluktasi dimana pada awal-awal adanya Covid-19 tahun 2020 harga jahe mengalami kenaikan namun seiring perkembangan waktu harga jahe berangsur-angsur turun dikarenakan adanya penurunan pada perekonomian akibat meningkatnya wabah virus corona. Harga jahe dipasaran akan mempengaruhi pendapatan yang diterima petani dimana jika harga jahe dipasaran tinggi maka penerimaan petani akan meningkat sedangkan jika harga jahe rendah maka penerimaan petani juga menjadi lebih rendah. Produksi yang dihasilkan juga akan mengalami perubahan akibat permintaan yang berubah.

Adanya perubahan pada pendapatan yang diterima petani akan terjadi juga perubahan pada tingkat kesejahteraan rumah tangga petani tersebut. Menurut Mosher, 1987 dalam Sari et al., 2014, hal yang paling penting dari kesejahteraan adalah pendapatan, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan. Dalam budidaya jahe terkadang juga mengalami berbagai masalah ataupun kendala yang dapat menyebabkan kegagalan dalam panen dan mempengaruhi hasil produksi sehingga mempengaruhi pendapatan yang diterima petani.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dituliskan perumusan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana tingkat pendapatan petani jahe sebelum dan saat pandemi Covid-19 di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar?

  • 2.    Bagaimana tingkat kesejahteraan keluarga petani jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19?

  • 3.    Apa saja kendala dalam budidaya jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

  • 1.    Tingkat pendapatan petani jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19.

  • 2.    Tingkat kesejahteraan keluarga petani jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19.

  • 3.    Kendala budidaya jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Banjar Tebuana, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Penelitian ini akan dilakukan kurang lebih selama 3

bulan dari bulan Desember 2021 hingga Februari 2022 untuk satu kali musim tanam yaitu menanam tahun 2020 dan panen tahun 2021. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling).

  • 2.2    Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan jenis data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data pendapatan petani jahe dan juga hasil penilaian data kualitatif tentang kesejahteraan keluarga petani yang di scoring sedangkan data kualitatif bersumber dari petani jahe yang menjadi responden. Sumber data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini yaitu data yang dikumpulkan dari petani jahe di Banjar Tebuana, Desa Taro dengan melakukan wawancara langsung dan dipandu menggunakan kuisioner berisikan pertanyaan yang diperlukan dalam mendukung penelitian ini. Dan data sekunder bersumber dari buku-buku, literatur, laporan-laporan, jurnal hasil penelitian berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dan dokumen-dokumen dari instansi-instansi pemerintah terkait.

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi langsung ke tempat penelitian yaitu di Banjar Tebuana, Desa Taro dan melakukan wawancara menggunakan daftar pertanyaan tertulis (kuesioner) dengan petani jahe serta dokumentasi, selain itu juga dengan melakukan studi kepustakaan.

  • 2.4    Penentuan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani jahe yang ada di Banjar Tebuana, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar yaitu sebanyak 70 orang. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang akan diambil datanya sebagai ciri dari suatu populasi (Siregar, 2013). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Simple random sampling yaitu penentuan sampel dengan memberikan kesempatan yang sama pada anggota populasi. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus slovin.

N ∏ — ------O

………………………………………………………..

.(1)

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = tingkat keselahan (persen kelonggaran ketidaktelitian disebabkan oleh kesalahan penentuan sampel)

Populasi penelitian (N) yaitu sebanyak 70 orang dengan tingkat kesalahan (e) sebesar 10% maka jumlah sampel yaitu:

N        70

n =------ =--------— = 41,17 = 41

l+JVe2  1+70(0,1)2

Jadi jumlah sampel (n) dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 orang.

  • 2.5    Metode Analisis Data

    • 2.5.1    Analisis pendapatan petani jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19.

Menurut Yulida (2012) pendapatan petani merupakan ukuran penghasilan yang diterima oleh petani dari usahataninya. Pendapatan usahatani adalah sisa beda dari pada penggunaan nilai penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan (Tjakrawiralaksana 2001. dalam Dwiani, D. et al., 2020) . Analisis pendapatan usahatani jahe yang dilakukan adalah untuk satu kali musim tanam yaitu penanaman tahun 2020 dan pemanenan tahun 2021. Pendapatan dari usahatani jahe dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut.

TR = Y. Py ………………………………………………...….

  • (2)

TC = biaya tunai + biaya tidak tunai ………………………….

  • (3)

π total = TR –TC …………………………….…………….……… (4)

Keterangan:

Y = jumlah produksi (kg)

Py = harga produksi (Rp/kg)

π = keuntungan (pendapatan) (Rp/tahun)

TR= total penerimaan (Rp/tahun)

TC= biaya total (Rp/tahun)

Untuk perhitungan pendapatan rumah tangga petani jahe dapat dirumuskan sebagai berikut:

…………………...

  • (5)

Keterangan:

Prt          = Pendapatan rumah tangga petani jahe.

P on farm    = Pendapatan usahatani jahe.

P off farm    = Pendapatan sektor pertanian di luar usahatani jahe.

P non-farm = Pendapatan di luar sektor pertanian.

  • 2.5.2 Analisis tingkat kesejahteraan keluarga petani jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19 dengan indikator BPS.

Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jahe dapat diukur dengan menggunakan tujuh indikator Badan Pusat Statistik 2020 yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi,

perumahan dan lingkungan, sosial dan lain-lain (BPS, 2020). Pada penelitian ini, klasifikasi kesejahteraan yang digunakan terdiri dari dua klasifikasi yaitu rumah tangga sejahtera dan belum sejahtera. Skor tingkat klasifikasi pada tujuh indikator kesejahteraan petani jahe dihitung dengan pedoman penentuan range score. Rumus penentuan range score yang digunakan yaitu sebagai berikut :

SkT - SkR

……………………………………………………….….

  • (6)

Keterangan:

RS   = Range score

SkT   = Skor tertinggi (7 x 3 = 21)

SkR  = Skor terendah (7 x 1 = 7)

JKl   = Jumlah klasifikasi yang digunakan (2)

Dimana:

  • 1    = Skor terendah dalam indikator BPS (kurang)

  • 2    = Skor sedang dalam indikator BPS (sedang)

  • 3    = Skor tertinggi dalam indikator BPS (baik)

  • 7    = Jumlah indikator kesejahteraan BPS (kependudukan, Kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, pola konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, perumahan dan lingkungan, dan sosial lainnya)

Hasil perhitungan berdasarkan rumus range score yaitu sama dengan tujuh, sehingga dapat dilihat dari interval skor yang akan menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jahe. Hubungan antara interval skor dan tingkat kesejahteraan adalah:

Jika skor antara 7–14 berarti rumah tangga petani belum sejahtera.

Jika skor antara 15–21 berarti rumah tangga petani sejahtera.

  • 2 .5.3 Analisis untuk mengetahui kendala budidaya jahe di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada saat pandemi Covid-19 adalah dengan metode deskriptif kualitatif melalui wawancara langsung.

Untuk mengetahui kendala yang dialami petani dalam budidaya jahe maka dilakukan wawancara secara langsung kepada petani untuk mendapatkan data kualitatif mengenai kendala yang dialami saat berbudidaya jahe.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Pendapatan Usahatani Jahe

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani jahe dan semua biaya produksi usahatani jahe selama proses produksi ataupun biaya yang dibayarkan.

  • 3.1.1    Penerimaan usahatani jahe

Penerimaan usahatani jahe ini merupakan nilai produksi yang diperoleh dari hasil penjualan jahe. Berdasarkan hasil olahan data diperoleh penerimaan usahatani

jahe pada saat pandemi adalah sebesar Rp250.000.000,00 per hektar per musim tanam sedangkan penerimaan usahatani jahe sebelum pandemi sebesar Rp600.000.000,00 per hektar per musim tanam. Harga jual jahe pada saat pandemi adalah sebesar Rp10.000,00 per kg sedangkan harga jual jahe sebelum pandemi yaitu sebesar Rp30.000,00 per kg. Jumlah produksi jahe sendiri pada saat pandemi adalah sebesar 25.000 kg per hektar dan jumlah produksi jahe sebelum pandemi yaitu 20.000 kg per hektar. Dapat dilihat bahwa penerimaan usahatani jahe lebih besar pada saat sebelum pandemi, hal tersebut dikarenan harga jahe pada saat tersebut lebih besar.

  • 3.1.2    Biaya total usahatani jahe

Biaya total usahatani jahe merupakan jumlah keseluruhan biaya yang ditanggung oleh petani dalam produksi jahe tersebut. Biaya total usahatani jahe yang dikeluarkan untuk satu kali musim tanam pada saat pandemi (tabel 1).

Tabel 1.

Biaya Total Usahatani Jahe Per Hektar Pada Saat Pandemi Tahun 2021

No

Jenis

Jumlah (Rp/Ha/MT)

Persentase

1.

Biaya Tetap

4.459.065,55

3,28%

2.

Biaya Variabel

131.467.573,20

96,72%

Biaya Total

135.926.639,00

100%

Sumber: Data Primer, 2022 (data diolah).

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa total biaya produksi jahe pada saat pandemi yaitu sebesar Rp135.926.639,00 per hektar per musim tanam dengan komposisi penggunaan biaya paling banyak pada biaya variabel sebesar Rp131.467.573,20 (96,72%) per hektar per musim tanam dari pada biaya tetap sebesar Rp4.459.065,55 (3,28%) per hektar per musim tanam. Biaya variable dalam usahatani jahe ini terdiri dari biaya bibit, pupuk, dan tenaga kerja sedangkan untuk biaya tetap didalam usahatani ini diperoleh dari biaya penyusutan alat dan pajak.

Untuk biaya total usahatani jahe yang dikeluarkan dalam satu kali musim tanam sebelum pandemi dapat diketahui pada tabel 2.

Tabel 2.

Biaya Total Usahatani Jahe Per Hektar Sebelum Pandemi Tahun 2019

Jumlah

No           Jenis            (Rp/Ha/MT)         Persentase

1.

Biaya Tetap

6.601.991,62

3,90%

2.

Biaya Variabel

162.767.296,00

96,10%

Biaya Total

169.369.287,00

100%

Sumber: Data Primer, 2022 (data diolah).

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah biaya total produksi jahe sebelum pandemi yaitu sebesar Rp169.369.287,00 per hektar per musim tanam dengan penggunaan biaya terbanyak pada biaya variabel sebesar Rp162.767.296,00 (96,10%) per hektar per musim tanam dari pada biaya tetap sebesar Rp6.601.991,62 (3,90%) per hektar per musim tanam.

  • 3.1.3    Pendapatan usahatani jahe saat pandemi dan sebelum pandemi Covid-19.

Besarnya pendapatan yang diterima petani jahe pada saat pandemi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.

Pendapatan Usahatani Jahe Per Hektar Pada Saat Pandemi Tahun 2021

No

Komponen

Pendapatan (Rp/Ha/MT)

1.

Penerimaan Usahatani Jahe

250.000.000,00

2.

Biaya Total Usahatani Jahe

135.926.639,00

Pendapatan Usahatani Jahe

114.073.361,00

Sumber: Data Primer, 2022 (data diolah).

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa pendapatan usahatani jahe pada saat pandemi adalah sebesar Rp114.073.361,00 per hektar per musim tanam yang diperoleh dari selisih total penerimaan dengan total biaya produksi usahatani jahe. Dari data tersebut terlihat bahwa total penerimaan lebih besar dari total biaya produksi yang dikeluarkan, hal ini berarti penerimaan petani dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani jahe.

Untuk pendapatan yang diterima usahatani jahe sebelum pandemi dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4.

Pendapatan Usahatani Jahe Per Hektar Sebelum Pandemi Tahun 2019

No

Komponen

Pendapatan (Rp/Ha/MT)

1.

Penerimaan Usahatani Jahe

600.000.000,00

2.

Biaya Total Usahatani Jahe

169.369.287,00

Pendapatan Usahatani Jahe

430.630.713,00

Sumber: Data Primer, 2022 (data diolah).

Dapat dilihat pada tabel 4 bahwa jumlah pendapatan yang diterima usahatani jahe sebelum pandemi yaitu sebesar Rp430.630.713,00 per hektar per musim tanam. Pendapatan usahatani jahe lebih besar pada sebelum pandemi dari pada saat pandemi hal ini dipengaruhi oleh harga jual jahe dan jumlah produksi yang mempengaruhi penerimaan petani

  • 3.2    Pendapatan Rumah Tangga Petani Jahe

Jenis kegiatan yang menjadi sumber pendapatan bagi rumah tangga petani dibagi menjadi tiga subsektor, yaitu subsektor on farm, off farm, dan non-farm. Subsektor on-farm dan off farm tergolong pendapatan sektor pertanian. Sedangkan non-farm merupakan sumber pendapatan di luar sektor pertanian. Pendapatan rumah tangga merupakan penjumlahan semua pendapatan yang berasal dari usahatani (on farm), non usahatani (off farm), dan dari luar usaha pertanian (non-farm) (Mudatsir, 2021).

Berikut adalah hasil analisis pendapatan rumah tangga petani jahe, disajikan pada tabel 5.

Tabel 5.

Total Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun Petani Jahe di Banjar Tebuana, Desa Taro Pada Saat Pandemi Tahun 2021

Pendapatan Petani Jahe

Pendapatan (Rp/tahun)

Persentase (%)

Pendapatan Usahatani Jahe (on farm)

272.635.333,33

13,40

Pendapatan dari Sektor Pertanian di Luar

269.275.000

13,23

Usahatani Jahe (off farm)

Pendapatan di Luar Sektor Pertanian (non farm)

1.493.400.000

73,37

Jumlah

2.035.310.333,33

100

Sumber: Data Primer, 2022 (data diolah).

Dapat dilihat pada tabel 3 bahwa pendapatan rumah tangga petani jahe dalam satu tahun yaitu sebesar Rp2.035.310.333,33. Pendapatan terbesar didapatkan dari pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian yaitu sebesar Rp1.493.400.000,00 (73,37%) per tahun kemudian pendapatan usahatani jahe sebesar Rp272.635.333,33 (13,40%) per tahun dan pendapatan di sektor pertanian diluar usahatani jahe adalah sebesar Rp269.275.000,00 (13,23%) per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani jahe selain mengandalkan usahataninya juga melakukan pekerjaan sampingan yang dapat menambah pendapatan rumah tangga sehingga tidak hanya mengandalkan hasil tanamnya saja namun juga produktif dalam melakukan pekerjaan lainnya. Petani jahe juga dapat meningkatkan usaha dalam membuat inovasi produk olahan yang dapat dilakukan di antara waktu tanam demi menambah pendapatan di bidang pertanian.

  • 3.3    Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jahe

Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jahe di Banjar Tebuana, Desa Taro dalam penelitian ini ditinjau berdasarkan tujuh indikator Badan Pusat Statistik (2020). Pada penelitian ini, klasifikasi kesejahteraan yang digunakan terdiri dari dua klasifikasi yaitu rumah tangga sejahtera dan belum sejahtera. Dimana jika skor yang diperoleh antara 7–14 berarti rumah tangga petani belum sejahtera. Dan Jika skor antara 15–21 berarti rumah tangga petani sejahtera. Pencapaian skor tingkat

kesejahteraan terhadap petani jahe di Banjar Tebuana, Desa Taro di sajikan pada tabel 6.

Tabel 6.

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jahe Menurut Kreteria Badan Pusat Statistik (2020)

Kategori

Skor

Jumlah Rumah Tangga (orang)

Persentase (%)

Belum Sejahtera

7 - 14

7

17,07

Sejahtera

15 - 21

34

82,93

Jumlah

41

100

Sumber: Data Primer, 2022 (data diolah).

Pada tabel 6 diperoleh data bahwa rumah tangga petani jahe di Banjar Tebuana, Desa Taro Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar sebagian besar memperoleh jumlah skor yang berkisar antara 15-21 dengan persentase sebesar 82,93 persen menunjukkan kategori sejahtera. Hanya sebesar 17,07 persen yang memperoleh jumlah skor berkisaran 7-14 dengan kategori belum sejahtera. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga petani jahe dapat digolongkan sejahtera dikarenakan petani jahe tidak hanya mengandalkan hasil dari usahatani jahe saja namun juga menanam komoditi lain dan juga petani jahe memiliki pekerjaan sampingan yang dapat menambah pendapatan. Petani jahe juga dapat lebih meningkatkan kesejahteraannya dengan melakukan inovasi dalam usaha produk olahan jahe yang nantinya dapat dipasarkan ke sektor pariwisata untuk lebih meningkatkan pendapatan di bidang pertanian terutama pendapatan usahatani jahe itu sendiri.

  • 3.4    Kendala Dalam Budidaya Jahe

Suatu usahatani tidak selalu berjalan dengan baik, ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala yang dihadapi petani dalam budidaya sehingga dapat mempengaruhi hasil produksi, pendapatan dan lainnya. Kendala-kendala yang dirasakan oleh petani dalam budidaya jahe disajikan pada tabel 7.

Tabel 7.

Kendala Budidaya Jahe di Banjar Tebuana, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar

No

Kendala

Jumlah (orang)

Persentase

1.

Perubahan Cuaca

15

36,59%

2.

Penyakit Berupa Bakteri

18

43,90%

3.

Pemasaran

8

19,51%

Total

41

100,00%

Sumber: Data Primer, 2022 (data diolah).

Dapat diihat pada tabel 5 bahwa sebesar 36,59 persen petani jahe responden mengatakan mengalami kendala dalam budidaya jahe berupa adanya perubahan cuaca ekstrim yang sulit untuk diprediksi, sehingga dapat menyebabkan produksi jahe tidak akan maksimal. Perubahan cuaca yang ekstrim juga dapat mengakibatkan jahe yang dihasilkan mutunya menjadi kurang bagus sehingga sulit bersaing dengan standar yang ada di pasaran. Paling banyak yaitu sebesar 43,90 persen petani jahe responden mengatakan adanya kendala serangan penyakit berupa bakteri pada tanaman jahe yang ditandai dengan tanaman jahe yang menjadi layu dan umbinya membusuk. Tanaman jahe yang layu dapat menyebabkan gagal panen yang merugikan petani. Sebanyak 19,51 persen petani jahe responden mengatakan bahwa pada saat pandemi Covid-19 ini kendala yang dialami petani yaitu saat musim panen melimpah susah dalam memasarkan dan menjual hasil taninya. Dalam menjual hasil taninya juga harga yang ditawarkan relatif lebih murah sehingga pendapatan yang diperoleh akan lebih berkurang dan akan mempengaruhi dalam produksi selanjutnya.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu pendapatan usahatani jahe pada saat pandemi adalah sebesar Rp114.073.361,00 per hektar per musim tanam lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pendapatan yang diterima usahatani jahe sebelum pandemi yaitu sebesar Rp430.630.713,00 per hektar per musim tanam. Kontribusi pendapatan keluarga petani jahe per tahun pada saat pandemi diperoleh dari pendapatan usahatani jahe (on farm) sebesar 13,40 persen, pendapatan di sektor pertanian diluar usahatani jahe (off farm) sebesar 13,23 persen dan pendapatan di luar sektor pertanian (non farm) sebesar 73,37 persen. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jahe yang diteliti menurut Badan Pusat Statistik 2020 yaitu sebesar 82,93 persen rumah tangga petani jahe masih tergolong kedalam rumah tangga sejahtera dan hanya sebesar 17,07 persen saja rumah tangga yang tergolong kedalam rumah tangga belum sejahtera. Kendala-kendala yang dirasakan oleh petani dalam budidaya jahe yaitu sebesar 36,59 persen petani jahe responden mengatakan mengalami kendala berupa adanya perubahan cuaca ekstrim yang sulit untuk diprediksi. Paling banyak yaitu sebesar 43,90 persen mengatakan adanya kendala serangan penyakit berupa bakteri yang menyebabkan tanaman jahe menjadi layu dan dapat mengakibatkan gagal panen yang merugikan petani. Sebanyak 19,51 persen mengatakan bahwa pada saat pandemi Covid-19 ini kendala yang dialami petani yaitu susah dalam memasarkan hasil taninya serta harga yang ditawarkan relatif lebih murah sehingga pendapatan yang diperoleh akan lebih berkurang dan akan mempengaruhi dalam produksi selanjutnya.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan dari penelitian ini, maka dapat disarankan yaitu petani jahe di Banjar Tebuna, Desa Taro agar lebih proaktif dalam

meningkatkan produksi dengan lebih baik dalam pengolahan lahan dan pemeliharaan tanaman jahe agar meminimalisir terjadinya serangan penyakit berupa bakteri. Petani jahe juga dapat lebih berinovasi dalam meningkatkan usaha pengolahan hasil tani dengan memproduksi olahan yang bervariatif dari jahe itu sendiri sehingga selain menjual hasil taninya ke pasar dan swalayan petani juga dapat menjual produk olahan jahe ke sektor pariwisata serta dengan pemasaran modern mengunakan teknologi internet diharapkan mampu meningkatkan penjualan hasil tani pada saat pandemi Covid-19 ini. Perlu adanya peran pihak pemerintahan dalam hal pemberdayaan petani jahe seperti dalam meningkatkan kemampuan petani pada pascapanen dan pengolahan serta perlu adanya penyediaan fasilitas berupa sarana pengembangan agribisnis lain yang diperlukan seperti peningkatan akses terhadap pasar, suatu inovasi yang dapat membantu penyerapan hasil produksi sehingga harga di tingkat petani menjadi stabil, permodalan serta pengembangan kerjasama kemitraan dengan usaha lain. Dimana dengan tersedianya hal tersebut diharapkan para petani mendapatkan kepastian pemasaran hasil dengan harga yang menguntungkan pada saat pandemi Covid-19 ini sehinga ada peningkatan kesejahteraan.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terlaksana dan dapat dipublikasikan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Daftar Pustaka

BPS. 2020. Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2020. Katalog, 4102004.64, 37– 39.

Dwiani, D., Artini, N. W. P., & Suardi, I. D. P. O. 2020. Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Salak pada Kelompok Tani Dukuh Lestari di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata E-ISSN, 2685, 3809.

Mudatsir, R. 2021. Analisis Pendapatan Rumah Tangga dan Tingkat Kesejahteraan Petani Kelapa Sawit di Kabupaten Mamuju Tengah. Journal TABARO, 5(1), 508–516.

Nurlila, R. U., & La Fua, J. 2020. Jahe Peningkat Sistem Imun Tubuh di Era Pandemi Covid- 19 di Kelurahan Kadia Kota Kendari. Jurnal Mandala Pengabdian Masyarakat, 1(2), 54–61. https://doi.org/10.35311/jmpm.v1i2.12

Purwahita, A. A. . R. M. 2021. Dampak Covid-19 terhadap Pariwisata Bali Ditinjau dari Sektor Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan (Suatu Tinjauan Pustaka). Jurnal Kajian Dan Terapan Pariwisata,     1(2),    68–80.

https://doi.org/10.53356/diparojs.v1i2.29

Saragih, J., Assa, J., & Langi, T. 2015. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) Menghambat Oksidasi Minyak Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). 3(11), 51–62.

Sari, D. K., Haryono, D., & Rosanti, N. 2014. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 2(1), 64–70.

Siregar, S. (2013). Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan Aplkasi SPSS Versi 17. Bumi Aksara.

Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Herikurniawan, H., Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Chen, L. K., Widhani, A., Wijaya, E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa, F., Jasirwan, C. O. M., & Yunihastuti, E. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415

Yulida, R. 2012. Kontribusi Usahatani Lahan Pekarangan terhadap Ekonomi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Kerinci Kabupaten Pelalawan. Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE), 3(2), 135–154.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

390