Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Jeruk Siam dan Jeruk Kintamani Di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809
DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p34
Vol. 12, No. 1, Juli 2023
Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Jeruk Siam dan Jeruk Kintamani Di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
MAULIKA NURUL ANNISA SETIAWAN, I MADE SUDARMA*, AAA WULANDIRA SAWITRI DJELANTIK
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232 Bali Email: maulikasetiawan@gmail.com *imadesudarma@unud.ac.id
Abstract
Feasibility Analysis of Siam Oranges and Kintamani Oranges Farming in Manikliyu Village, Kintamani District, Bangli Regency
Orange plants are one of the plants that are widely cultivated by farmers in Kintamani District. This study aims to compare the income between Siamese orange and Kintamani orange farming using investment feasibility criteria. The data used in the form of quantitative data. The data obtained from from direct interviews with the number of respondents 20 farmers. This research was conducted using quantitative descriptive analysis method. The results of the analysis show that Siamese orange farming is more profitable than Kitamani oranges based on the investment criteria, with a B-C ratio of Siamese oranges of 1.63, kintamani oranges by 1.26. NPV of Siamese oranges Rp2,908,740,114.75; kintamani oranges Rp.1,243,369,105,82 and the IRR of Siamese oranges is 19.97%; kintamani oranges 15.75%. Payback Period Siamese oranges for 7 years 6 months; kintamani oranges at 8 years and 1 month with the economic age of 10 years. The results of the sensitivity analysis showed that Siamese orange farming and Kintamani orange farming were not sensitive to changes in costs up 5%, 10% and income decreased by 10%. However, from the results of this study, it is recommended that farmers continue farming Siamese oranges rather than kintamani oranges because it provides higher income.
Keywords: siam oranges, kintamani oranges, feasibility criteria, sensitivity analysis
Pembangunan pertanian berarti pembangunan yang dimaksudkan khusus untuk mengembangkan dan meningkatkan bidang pertanian. Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas yang sebagian besar masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Pembangunan pertanian dilakukan dengan meningkatkan hasil produksi dan diikuti dengan peningkatan pendapatan petani. Sebagai negara agraris, sektor pertanian merupakan tonggak utama dalam pembangunan nasional.
Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor yaitu subsektor pangan, hortikultura perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan serta jasa pertanian. Subsektor hortikultura yang meliputi tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan merupakan salah satu komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Salah satu komoditas hortikultura buah-buahan adalah komoditas jeruk. Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak digemari masyarakat. Jeruk dibutuhkan oleh hampir semua orang karena kaya akan vitamin C dan zat-zat lainnya yang penting untuk kesehatan manusia. Buah jeruk juga buah yang dapat tersedia sepanjang tahun karena penanaman jeruk tidak mengenal musim berbuah yang khusus.
Jeruk siam/keprok adalah salah satu jenis jeruk yang banyak disusahakan di Indonesia yang menduduki urutan keempat sebagai salah satu komoditi penghasil terbesar dengan kontribusi produksi sebesar 1.785.256 ton atau sekitar 9,01 persen terhadap produksi buah nasional (Ditjen Holtikultura, 2015). Jeruk siam ini paling banyak dikembangkan karena perawatannya relatif mudah, hasilnya banyak dan laku dijual dipasaran sebagai buah segar.
Buah jeruk siam/keprok tercatat sebagai komoditas unggulan di Bali. Buah jeruk siam/keprok tercatat sebagai komoditas unggulan di Bali. Pada tahun 2017 Kabupaten Bangli tercatat menjadi penghasil buah jeruk siam/keprok terbanyak dengan Kecamatan Kintamani sebagai sentranya. Kabupaten Bangli merupakan salah satu daerah pengembangan tanaman jeruk siam potensial di Bali (BPS Bali, 2018) karena keadaan lingkungan (tanah, iklim, ketinggian tempat, suhu) sangat cocok untuk ditanamani jeruk siam (Dinas Pertanian Provinsi Bali, 2013). Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli merupakan salah satu daerah penghasil jeruk siam (Citerus nobilis). Hampir seluruh luas wilayah merupakan lahan perkebunan jeruk, sebesar 521,50 ha dari total luas daerah 605,579 ha (Profil Desa Manikliyu, 2021). Jeruk siam ini paling banyak dikembangkan karena perawatannya relatif mudah, hasilnya banyak dan laku dijual dipasaran sebagai buah segar. Jenis jeruk yang ditanami beragam, mulai sekitar tahun 2000 jeruk siam mulai dibudidayakan di Desa Manikliyu. Sebelumnya, para petani membudidayakan jenis jeruk slayer atau kintamani, atau valencia. Budidaya jeruk siam secara serius mulai dikembangkan sejak tahun 2010. Adanya peralihan jenis jeruk ini menjadi alasan untuk meneliti analisis kelayakan usahatani jeruk siam menggantikan jeruk kintamani di Desa Manikliyu.
Bagaimanakah kelayakan usahatani jeruk siam dibandingkan dengan jeruk kintamani di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ditinjau dari aspek finansial?
Untuk mengetahui kelayakan finansial atas investasi usahatani jeruk siam
dibandingkan dengan jeruk kintamani di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa: penilaian kelayakan jeruk siam sebagai varietas yang baru dikembangkan dalam usahatani jeruk di Desa Manikliyu dari segi finansial, menambah wawasan peneliti, memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah, dan sebagai informasi dan pedoman bagi pihak-pihak lain.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Agustus 2021.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden. Sumber data dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui hasil wawancara dengan pihak responden dan informan. Data sekunder dalam penelitian ini diapat dari jurnal terdahulu dan website mengenai profil Desa Maniliyu.
Jumlah populasi dalam pelitian ini adalah seluruh pelaku usahatani jeruk siam dan pernah berusahatani jeruk kintamani di Desa Manikliyu yang berjumlah 20 petani. Menurut Arikunto (1998), apabila penelitian memiiliki populasi penelitian berjumlah kurang dari 100 maka sampel yang diambil adalah semuanya, namun apabila populasi penelitian berjumlah lebih dari 100 maka sampel dapat diambil antara 10-15% dari populasi. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti menetapkan bahwa sampel akan dimabil secara penuh (sensus) sesuai jumlah populasi yaitu sebanyak 20 orang petani.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam kegiatan ini yaitu
-
1. Kuisioner, yaitu pengumpulan data dengan cara peneliti memberikan daftar pertanyaan atau pernyataan yang tertulis untuk dijawab oleh responden (Sugiono, 2014). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pembagian kuesioner secara langsung.
-
2. Wawancara, yaitu teknik yang digunakan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terstruktur untuk dijadikan pedoman yang disusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan data yang dicari.
-
3. Dokumentasi. Menurut Hamidi (2004), Metode dokumentasi adalah informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari perorangan. Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan gambar oleh peneliti untuk memperkuat hasil penelitian.
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun variable yang diteliti dalam penelitian ini adalah kelayakan finansial dengan menghitung NPV, Net B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR), dan Analisis sensitivitas dengan menghitung cost (biaya), benefit (penerimaan) dan tingkat suku bunga dalam usahatani jeruk. Penentuan variable-variabel ini membantu memperjelas pengukuran objek yang akan diteliti.
Pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara dan kuesioner dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan tentang karakteristik responden dan variabel penelitian. Dari hasil wawancara kuisioner dianalisis benefit dan cost dari masing-masing usahatani yang kemudian dicari selisihnya.
Selisih dari benefit dan cost yang didapatkan dilakukan analisis kelayakan menggunakan kriteria investasi:
NPV adalah selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan. Jadi perhitungan NPV mengandalkan pada teknik arus kas yang didiskontokan. NPV mencerminkan besarnya tingkat pengembalian dari usulan usaha atau proyek, oleh karena itu usulan proyek yang layak diterima haruslah memiliki nilai NPV > 0, jika tidak maka proyek itu akan mengalami kerugian. NPV dihitung menggunakan rumus:
"f^ = ∑!=∙S....................................(1)
v1~t)
Keterangan :
Bt = benefit pada tahun ke-t (Rp)
Ct = cost pada tahun ke-t (Rp)
n = umur ekonomis usaha (tahun)
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi
Kritera pengambilan keputusan:
-
a. NPV > 0, usaha layak diteruskan kegiatannya
-
b. NPV < 0, usaha tidak layak diteruskan kegiatannya
-
c. NPV = 0, usaha mengalami BEP, yakni manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya produksi.
Net B/C merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang positif dengan net benefit yang negatif. Dalam analisis ini, yang diutamakan adalah besarnya manfaat yang didapat. Apabila nilai Net B/C Ratio lebih besar dari 1, maka usahatani atau budidaya jeruk siam lebih menguntungkan dibandingkan jeruk kintamani atau jeruk siam layak untuk dikembangkan. Sebaliknya. Apabila nilai Net B/C Ratio lebih kecil dari 1, maka usaha tersebut
tidak layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Rumus perhitungannya adalah:
NetB
C
y n ^t-£t ∑t=1(1 + i)t y n ct-fit L t=1(1+i)t
………………………….….. (2)
Keterangan :
Net B/C = Rasio benefit cost
Bt = benefit/penerimaan kotor pada tahun ke-t
Ct = cost/biaya kotor pada tahun ke-t
-
n = umur ekonomis
i = tingkat suku bunga yang berlaku
-
t = 0 sampai n tahun
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan net benefit/cost ratio, yaitu:
-
a. Net B/C Ratio > 1, maka usahatani jeruk siam layak dikembangkan
-
b. Net B/C Ratio < 1, maka usahatani jeruk siam tidak dapat dilakuka
-
c. Net B/C Ratio = 1, maka usahatani jeruk siam impas antara biaya dan manfaat sehingga terserah kepada pengambil keputusan untuk dilaksanakan atau tidak
IRR merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. IRR dapat menggambarkan besarnya suku bunga tingkat pengembalian atas modal yang diinvestasikan. Suatu proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju pengembaliannya (rate of return) lebih besar dari pada laju pengembalian apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana dan lain-lain). Untuk menghitung menggunakan rumus:
IRR = i1 + (———) (i2-i1)(3)
1 KNPV1-NPV2J k 2 1' v 7
Dimana:
NPV1 = Jumlah nilai NPV yang bertanda positif.
NPV2 = Jumlah nilai NPV yang betanda negatif.
-
i1 = Tingkat bunga pada NPV yang bertanda positif.
-
i2 = Tingkat bunga pada NPV yang bertanda negatif.
Payback period merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui jangka waktu (periode) pengembalian investasi yang telah dikeluarkan. Alat analisis ini dapat dihitung melalui arus kas bersih (proceed) yang diperoleh
setiap tahun. Semakin pendek jangka waktu kembalinya suatu investasi, semakin baik suatu investasi. Dalam metode ini nilai waktu uang tidak dimasukkan dalam perhitungan. Payback period dapat dirumuskan sebagai berikut:
PP= Ko/Ab x1 tahun ………………………… (4)
Keterangan:
PP = tahun pengembalian investasi
Ko = investasi awal
Ab = besarnya aliran kas masuk
Apabila nilai payback period lebih kecil daripada umur ekonomis usahatani, maka usahatani tersebut layak diusahakan dan dikembangkan. Sebaliknya, apabila umur ekonomis usahatani lebih kecil dari nilai payback period maka proyek tersebut tidak layak untuk diusahakan.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mencari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat untuk jeruk siam yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi atau maksimum nilai NPV sama dengan nol, nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C ratio sama dengan 1 (cateris paribus) (Gittinger, 1986). Setelah melakukan analisis sensitivitas dapat diketahui seberapa jauh dampak perubahan terhadap suatu siklus produksi yang dilakukan, sekaligus untuk mengetahui pada tingkat mana proyek masih layak untuk dilaksanakan.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen perubahan pada biaya, harga jual dan produksi dapat mengakibatkan perubahan pada kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Apabila perubahan tingkat produksi, biaya produksi, dan harga produk merubah nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PP sampai kriteria tidak layak dalam analisis finansial, maka usahatani jeruk siam peka terhadap kondisi perubahan tersebut. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan pada keadaan:
-
a. Selisih biaya mengalami kenaikan sebesar 10%
-
b. Selisih pendapatan megalami penuruna sebesar 10%, dan
-
c. Tingkat suku bunga 15%
Karakteristik petani responden terdiri dari usia petani, pengalaman budidaya petani, lama pendidikan formal yang ditempuh oleh petani, jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki petani, luas lahan yang digarap oleh para petani responden.
Tabel 1.
Karakteristik Responden
Uraian Karakteristik Petani |
Nilai Karakteristik |
Rata-rata |
Usia petani (tahun) |
44 – 64 |
54,15 |
Pengalaman budidaya |
12 – 32 |
18,6 |
Lama pendidikan formal (tahun) |
6 – 15 |
10,35 |
Jumlah tanggungan keluarga (orang) |
4 – 6 |
5,1 |
Luas lahan garapan (ha) |
0,5 – 0,6 |
0,53 |
Sumber: Data Primer diolah (2021)
Tabel 1 Menunjukkan rata-rata usia petani masih tergolong dalam usia produktif dan mampu berproduksi secara maksimal yang sesuai dengan Undang-undang tenaga kerja No. 13 Tahun 2003, yang menyebutkan usia produktif adalah usia antara 15 - 64 tahun. Rata-rata lama pengalaman petani dalam berusahatani adalah 18,6 tahun. Jenjang pendidikan minimum yang harus ditempuh masyarakat adala wajib belajar dua belas tahun, sedangkan rata-rata lama pendidikan formal yang didapatkan sebesar 10,35 yang artinya pendidikan petani responden lebih rendah dan petani responden dinilai kurang mampu menerima inovasi baru. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani responden adalah 5 orang apabila petani menambah anggota keluarganya maka beban hidup yang ditannggung semakin besar. Luas lahan garapan petani responden tergolong dalam luas garapan sedaang menurut Hernato (1996) karena rata-rata luasgarapan sebesar 0,53 ha.
Biaya usahatani jeruk siam maupun jeruk kintamani terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang-barang atau jasa yang dibutuhkan untuk memulai usahatanai dalam rangka investasi, meliputi biaya sewa lahan selamat sepuluh tahun, biaya pembelian bibit, biaya pengadaan peralatan, biaya pembelian pupuk dasar hingga biaya tenaga kerja persiapan.
Sedangkan biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan karena proses produksi berlangsung dan secara rutin dikelirakan, seperti biaya pemupukan, biaya obat-obatan, dan biaya tenaga kerja untuk perawatan usahatani dan tenaga kerja untuk proses panen.
Tabel 2 menunjukkan rata-rata biaya usahatani jeruk siam dan jeruk kintamani selama 10 tahun per hektar. Biaya tahun ke-0 terdiri dari biaya persiapan meliputi biaya sewa lahan selama 10 tahun, biaya pembelian bibit, dan biaya pembelian pompa dan peralatan. Pada tahun pertama hingga tahun kelima usahatani jeruk siam maupun jeruk kintamani belum menghasilkan. Tahun pertama hingga tahun keempat usahatani jeruk siam meliputi biaya pembelian pupuk, organik dan unorganik, biaya pembelian obat dan pestisida dan biaya tenaga kerja perawatan. Pada tahun keenam hingga tahun kesepuluh, terdapat penambahan biaya yaitu biaya tenaga kerja panen.
Dapat dilihat juga pada tabel, biaya yang dikeluarkan setiap tahunnnya bertambah. Hal ini terjadi karena tanaman yang terus tumbuh besar sehingga membutuhkan perawatan yang lebih, sehingga biaya untuk perawatan juga bertambah. Mulai dari biaya pupuk hingga baya tenaga kerja.
Tabel 2. |
Rata-rata Biaya Usahatani Jeruk Siam dan Jeruk Kintamani
Tahun |
Biaya Siam Kintamani |
0 1 2 3 4 |
3.244.655.932,00 3.249.090.566,00 374.066.102,00 410.573.585,00 364.321.695,00 413.188.302,00 379.946.782,00 423.727.623,00 380.856.782,00 419.059.321,00 |
5 6 7 8 9 10 |
385.606.780,00 425.037.972,00 468.933.729,00 533.018.057,00 502.550.868,00 566.516.604,00 526.250.847,00 577.377.736,00 508.950.847,00 574.109.340,00 492.940.847,00 562.141.981,00 |
Total |
Rp7.629.081.211,00 Rp8.153.841.085,00 |
Rata-rata |
Rp693.552.837,00 Rp741.258.280,00 |
Sumber: Data Primer diolah (2021)
-
3.2.2 Benefit
Benefit atau pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi yang digunakan selama proses produksi (biaya pembelian benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja) menurut Soekartawi (2003). Penerimaan adalah hasil perkalian antara hasil produksi yang telah dihasilkan selama proses produksi dengan harga jual produk.
Tabel 3 menunjukkan penerimaan usahatani jeruk siam dan jeruk kintamani di Desa Manikliyu selama 10 tahun per hektar. Dapat dilihat bahwa pada tahun ke-0 hingga tahun ke-5 kedua usahatani belum memberikan hasil karena pada tahun tersebut tanaman jeruk siam dan jeruk kintamani belum berproduksi. Usahatani jeruk siam maupun jeruk kintamani sama-sama baru mulai menghasilkan pada tahun ke 6. Rata-rata penerimaan usahatani jeruk siam sebesar Rp1.929.818.952,00 per tahun dan rata-rata penerimaan usahatani jeruk kintamani sebesar Rp1.623.664.264,00 per tahunnya. Rata-rata produksi usahatani jeruk siam sebanyak 23,85 ton per tahun per hektar dan usahatani jeruk kintamani sebesar 22,02 ton per tahun per hektar.
Produksi usahatani selain bergantung pada hasil tani, juga bergantung pada harga. Harga jeruk siam maupun jeruk kintamani berkisar pada harga Rp7.700,00-Rp8.900,00 per kg. Harga tersebut bergantung pada musim panen jeruk.
Tabel 4 menunjukkan hasil pendapatan usahatani jeruk siam dan jeruk kintamani setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Pendapatan tahun ke-0 hingga tahun ke -5 masih minus karena belum mendapatkan penerimaan. Dapat dilihat perbedaan pendapatan antara kedua usahatan cukup besar setiap
tahunnya. Usahatani jeruk siam memiliki pendapatan tertinggi pada tahun ke-10 atau tahun terakhir, begitupun dengan usahatani jeruk kintamani. namun, setelah itu tanama mulai mati dan tidak dapat menghasilkan lagi. rata-rata pednapatan usahatani jeruk siam pertahunnya sebesar Rp1.235.531.107,00 dan usahatani jeruk kintamani sebesar Rp882.405.984,00. Terdapat perbedaan rata-rata pendapatan sebesar Rp758.852.874,00 pertahunnya.
Tabel 3. Penerimaan Usahatani Jeruk Siam dn Jeruk Kintamani
Tahun |
Biaya | |
Siam |
Kintamani | |
0 |
0 |
0 |
1 |
0 |
0 |
2 |
0 |
0 |
3 |
0 |
0 |
4 |
0 |
0 |
5 |
0 |
0 |
6 |
3.425.539.102,00 |
2.732.906.809,00 |
7 |
3.995.912.572,00 |
3.392.358.491,00 |
8 |
4.581.614.444,00 |
3.651.560.649,00 |
9 |
4.436.959.426,00 |
3.843.032.844,00 |
10 |
4.787.982.931,00 |
4.240.448.113,00 |
Total |
Rp21.228.008.47,50 |
Rp17.860.306.906,00 |
Rata-rata |
Rp1.929.818.952,00 |
Rp1.623.664.264,00 |
Sumber: Data Primer diolah (2021)
Tabel 4
Pendapatan Usahatani Jeruk Siam dan Jeruk Kintamani
Tahun |
Biaya | |
Siam |
Kintamani | |
0 |
-3.244.655.932,00 |
-3.249.090.566,00 |
1 |
-372.406.780,00 |
-410.573.585,00 |
2 |
-374.066.102,00 |
-413.188.302,00 |
3 |
-379.946.782,00 |
-423.727.623,00 |
4 |
-380.856.782,00 |
-419.059.321,00 |
5 |
-385.606.780,00 |
-425.037.972,00 |
6 |
2.956.605.373,00 |
2.199.888.753,00 |
7 |
3.493.361.704,00 |
2.825.841.887,00 |
8 |
4.055.363.597,00 |
3.074.182.913,00 |
9 |
3.928.008.578,00 |
3.268.923.504,00 |
10 |
4.295.042.083,00 |
3.678.306.132,00 |
Total |
Rp13.590.842.179,00 |
Rp9.706.465.821,00 |
Rata-rata |
Rp1.235.531.107,00 |
Rp882.405.984,00 |
Sumber: Data Primer diolah, 2021
Setelah dihitung seluruh biaya dan penerimaan yang didapat, dilakukan analisis kelayakan finansial usahatani jeruk siam dan jeruk kintamani dengan tingkat suku bunga 12% yaitu tingkat suku bunga pinjaman yang dikenakan kepada para petani. Hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dilakukan, kedua usahatani dikatakan layak berdasarkan kriteria kelayakan NPV, Net B/C ratio, payback period, dan IRR. Namun, dapat dilihat usahatani jeruk siam menghasilkan nilai kelayakan yang lebih besar dibandingkan usahatani jeruk kintamani.
Tabel 5. Analisisi Sensitivitas | |
Kriteria kelayakan |
Nilai Kesimpulan Siam Kintamani |
NPV Net B/C Ratio Payback Period IRR |
Rp2.908.740.114,75 Rp1.243.369.105,82 Layak 1,63 1,26 Layak 7 tahun 6 bulan 8 tahun 1 bulan Layak 19,97% 15,75% Layak |
Sumber: Data Primer diolah, 2021
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen perubahan pada biaya, harga jual dan produksi dapat mengakibatkan perubahan pada kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Apabila perubahan tingkat produksi, biaya produksi, dan harga produk merubah nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PP sampai kriteria tidak layak dalam analisis finansial, maka usahatani jeruk siam peka terhadap kondisi perubahan tersebut.
Tabel 6.
Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya 5%
Usahatani |
NPV |
B/C Ratio |
Payback Period |
IRR |
Jeruk Siam |
Rp2.627.422.906,80 |
1,55 |
7 tahun 7 bulan |
19,28% |
Jeruk Kintamani |
Rp948.284.690,23 |
1,19 |
9 tahun 7 bulan |
14,79% |
Sumber: Data Primer diolah, 2021
Tabel 6 menunjukkan analisis sensitivitas usahatani jeruk siam dan jeruk kintamani saat terjadi kenaikan biaya sebesar 5% penerimaan tetap. Kedua usahatani masih masuk dalam kriteria layak dengan perubahan keadaan yang terjadi. Namun, usahatani jeruk siam masih tetap memiliki nilai yang lebih besar. Nilai payback period usahatani sangat mendekati umur ekonomis usahatani yaitu 10 tahun.
Tabel 7.
Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya 10%
Usahatani |
NPV |
B/C Ratio |
Payback Period |
IRR |
Jeruk Siam |
Rp2.346.105.698,85 |
1,46 |
7 tahun 7 bulan |
18,34% |
Jeruk Kintamani |
Rp653.200.274,64 |
1,12 |
9 tahun 7 bulan |
13,87% |
Sumber: Data Primer diolah, 2021
Dalam keadaan terjadi kenaikan biaya usahatani sebesar 10%, kedua usahatani masih tetap layak untuk diusahakan menurut kriteria kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini. Namun, usahatani jeruk siam masih menghasilkan nilai kelayakan yang lebih besar daripada usahatani jeruk kintamani.
Selanjutnya, Tabel 8 menunjukkan hasil analisis kelayakan pada kondisi terjadi penurunan penerimaan sebesar 10% dan biaya tetap. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani jeruk siam maupun usahatani jeruk kintamani tidak peka karena dengan penerimaan yang turun sebesar 10% hasil analisis kelayakan tidak mengubah kriteria menjadi tidak layak. Namun, terdapat perbedaan nilai kelayakan yang cukup besar antara kedua usahatani dengan usahatani jeruk siam lebih menguntungkan menurut kriteria kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 8.
Analisis Sensitivitas Penurunan Turun 10%
Usahatani |
NPV |
B/C Ratio |
Payback Period |
IRR |
Jeruk Siam |
Rp2.061.518.331,27 |
1,45 |
7 tahun 7 bulan |
17,98% |
Jeruk Kintamani |
Rp528.863.364,06 |
1,11 |
8 tahun 5 bulan |
13,69% |
Sumber: Data Primer diolah, 2021
Berdasarkan analisis kelayakan yang telah dilakukan, diperoleh nilai NPV usahatani jeruk siam pada suku bunga 12% sebesar Rp2.908.740.114,75 lebih besar dari usahatani jeruk kintamani sebesar Rp1.243.369.105,82. Net B/C usahatani jeruk siam sebesar 1,63 lebih besar dibandingkan dengan Net B/C usahatani jeruk sebesar 1,26. Nilai IRR usahatani jeruk siam sebesar 19,97% sedangkan IRR usahatani jeruk kintamani sebesar 15,75%. Payback period usahatani jeruk siam selama 7 tahun 6 bulan, sementara payback period usahatani jeruk kintamani selama 8 tahun 1 bulan. Hasil analisis sensitivitas yang telah dilakukan usahatani jeruk siam maupun usahatani jeruk kintamani tidak peka terhadap perubahan, karena analisis kelayakan dengan keadaan biaya naik 5%, 10%, serta penurunan biaya 10% tidak berubah menjadi tidak layak, namun hasil analisis usahatani jeruk siam menghasilkan nilai yang lebih besar diabdingkan dengan usahatani jeruk kintamani. Berdasarkan hasil analisis tersebut, usahatani jeruk siam lebih layak untuk dilanjutkan karena dapat
menghasilkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan usahatani jeruk kintamani.
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah berhubung kedua usahatani saat ini sudah habis umur ekonomisnya, peneliti menyarankan petani jeruk di Desa Manikliyu untuk lebih memilih mengusahakan komoditi jeruk siam dibanding jeruk kintamani karena dapat memberikan hasil pendapatan yang lebih tinggi. Peneliti menyarakan para petani untuk mulai melakukan pencatatan keuangan agar pengeluaran dan pendapatan dapat diketahui secara akurat karena dalam penelitian ini menghadapi kendala mengenai terbatasnya data untuk data pertahunnya.Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai analisis finansial usahatani jeruk siam dibandingkan dengan jeruk kintamani atau jenis jeruk lain di desa atau kabupaten lain untuk mengetahui apakah daerah tersebut memiliki potensi dan prospek yang sama atau mungkin lebih baik dari Desa Manikliyu.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini yaitu kepada para petani di Desa Manikiyu hingga Perbekel Desa Manikliyu serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga penelitian ini bermanfaat sebagaimana mestinya
Daftar Pustaka
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2018. Produksi Jeruk Siam di Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2018. Bali.
Administrator. 2018. Profil Wilayah Desa. Desa Manikliyu. Diakses pada 18
Oktober 2021. https://manikliyu.desa.id/artikel/2018/8/7/profil-wilayah-desa.
Arikunto S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan ke-11.
Jakarta: PT Rineka Cipta. Hlm: 67, 225.
Dinas Pertanian Provinsi Bali. 2013. Data Produksi Jeruk Siam. Dinas Pertanian Provinsi Bali.
Direktorat Jenderal Holtikultura. 2015. Statistik Produksi Holtikultura Tahun 2014. Kementrian Pertanian.
Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UniversitasIndonesia. Jakarta.
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.
Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soekartawi. 2003. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
377
Discussion and feedback