Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p17

Vol. 12, No. 1, Juli 2023

Sistem Distribusi Air di Subak Batan Badung, Daerah Irigasi Taman Ayun, KecamatanMengwi, Badung

I WAYAN ADJOES BASKARA PUTRA, I WAYAN SRI ASTITI*,

I KETUT SUAMBA

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jalan PBSudirman Denpasar 80232, Bali

Email: adjoesbaskara98@gmail.com *sri_astiti@unud.ac.id

Abstract

Water Distribution System In Subak Badung, Irrigation Area Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Badung

In the Subak Batan Badung area, there is a social conflict between subak members and the community around the subak area. To avoid conflicts over water use, it is necessary to take into account the water needs of each area in the irrigation area. The purpose of the study was to determine the distribution system of the Taman Ayun irrigation area and to avoid social conflicts. This study uses seven informants,and data collection by deepening, observation, and documentation. The data analysis used is descriptive qualitative analysis. The distribution system of Subak Batan Badung has a tertiary irrigation canal that draws water from the Taman Ayun Dam. A careful tertiary channel flows through the Batan Badung subak which consists of three munduks, namely Batan Badung munduk, Batu Tegeh munduk and Batu Lumbung Munduk. Irrigation water from the Taman Ayun weir flows througha tertiary channel and then flows into Tembuku Gede where the flow from Tembuku Gede enters the worm channel which has been arranged by Pekaseh then the clian munduk divides the water for krama subak, every 10 lands get 10 cm of pressure. Boobs are the four-finger count of a farmer's hand in a wormhole. The remaining airwill be channeled to Subak Bringkit, if Subak Bringkit needs air. Preventing conflictis carried out, among others, through efforts to make peace in the community, develop peace in a peaceful manner, consider potential conflicts, and build an early warning system. Handling ofconflict when a conflict occurs is carried out through cessation of physical efforts, determination of the status of the state of conflict, emergency action and protection of victims. and/or the deployment and use of the force of the apparatus that uses.

Keywords: water distribution, batan badung, irrigation area taman ayun, kecamatan mengwi

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Irigasi adalah sejumlah air yang pada umumnya diambil dari sungai atau bendung yang dialirkan melalui system jaringan irigasi untuk menjaga keseimbangan

jumlah air didalam tanah. Membasahi tanah dengan menggunakan air irigasi bertujuan memenuhi kekurangan air didaerah pertanian pada saat air hujan kurang atau tidakada. Hal ini penting sekali karena kekuranggan air yang di perlukan untuk tumbuh dapat mempengaruhi hasil panen tanaman tersebut.

Pembangunan pertanian penting dalam memaksimalkan pemanfaatangeografi dan kekayaan alam Indonesia, memadukannya dengan teknologi agar mampu memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Sektor pertanian berperan penting dalam menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk maupun menyediakan bahan baku bagi industri, dan untuk perdagangan ekspor (Suparta, 2010). Hal ini diawali dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang Perubahan pola pikir masyarakat tersebut menyebabkan permintaanakan pangan organik meningkat. Hal ini dapat menjadi peluang bagi petani memenuhi permintaan tersebut dengan berusaha tani secara organik, khususnya padi (Sari, 2015). Faktor yang berasal dari luar diri petani disebut juga faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan atau dorongan dari penyuluh. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri petani, seperti tingkat pendidikan dan pengalaman (Syah’ban, 2014). Hal ini sesuai dengan visi pembangunanpertanian yaitu terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan (Rahmad, 2013).

Irigasi adalah sejumlah air yang pada umumnya diambil dari sungai atau bendung yang dialirkan melalui system jaringan irigasi untuk menjaga keseimbangan jumlah air didalam tanah. Membasahi tanah dengan menggunakan air irigasi bertujuan memenuhi kekurangan air didaerah pertanian pada saat air hujan kurang atau tidakada. Hal ini penting sekali karena kekuranggan air yang di perlukan untuk tumbuh dapat mempengaruhi hasil panen tanaman tersebut (Suhardjono, 1994). Irigasi permukaan atau Surface Irrigation System merupakan model irigasi pertama yang pernah digunakan dan dianggap sebagai metode paling kuno dalam pertanian Indonesia. Model irigasi kuno ini terbilang paling mudah untuk diaplikasikan karena air untuk irigasinya bisa diambil dari sumberair terdekat, seperti sungai atau bahkan waduk (bendungan).

Petani Subak Batan mengharapkan pemerintah memberikan keuntungan kepada penduduk, khususnya petani subak yang menetapkan sebagai warisan budaya. Petani tidak terlalu hirau dengan usaha pemerintah dalam penetapan subak sebagai warisan budaya selama ini. Selama gelar tersebut dapat memberikontribusi dan tidak memberi beban baru dalam kehidupan mereka. Teknologi budidaya dalam bertanam padi masih rendah. Hal ini dicirikan oleh masih menggunakan padi varietas lokal, tidak mengolah lahan (TOT), penggunaan pupuk rendah, bahkan banyak yang tidak menggunakan pupuk, baik organik maupun non-organik.

Sumberdaya air termasuk barang publik, barang publik merupakan barang yang memberikan manfaat secara kolektif bagi anggota-anggota masyarakat, dalam pengertian dikonsumsi secara kolektif. Pada umumnya seorang konsumen tidak dapat

dikeluarkan dari proses konsumsi barang publik. Dalam komersialisasi sumberdaya air dapat dipandang sebagai bentuk-bentuk pengelolaan barang publik, konsumen tidak dapat dikeluarkan dari proses konsumsi menikmati manfaat.

Fenomena yang terjadi banyak kasus konflik perebutan air di Indonesia tercatat hingga 2018 ada 26 kasus yang melibatkan 186.631 orang, konflik tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan frekuensi yang berbeda-beda tiap provinsinya. Beberapa provinsi tidak terekam karena keterbatasan data, konflik yang didokumentasikan Huma (perkumpulan untukpembaharuan hukum berbasis masyarakat dan ekologis) hanyalah potret dipermukaan saja.

Tujuan utama irigasi adalah mewujudkan manfaat air yang menyeluruh, terpadu, dan belandaskan lingkungan, serta meningkatkan penghasilan masyarakat, khususnya rayat golongan kecil (Ardi, 2013). Dalam kebutuhan air irigasi harus menerapkan tata cara yang didukung oleh sarana dan prasarana yang baik. Pemanfaatan sumber daya air diatur sebaik mungkin dengan menyesuaikan dengan kebutuhan lahan.

Konflik sosial yang terjadi di Subak Batan Badung yaitu konflik yang terjadidi dalam kehidupan sosial masyarakat. Karena jika dibiarkan pemakaian airirigasi akan terganggu. Konflik menuntut adanya perubahan dan pengembangan, dengan arti kata lain perubahan dan pengembangan tidak dapat dilepaskan dari timbulnya aneka macam konflik. Namun belum ada pengembangan karena pendanaan yang belum terorganisir.

Penyelesaian konflik yang lambat akan menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat terutama dalam hal bercocok tanam dan berdampak terhadap kehidupan ekonomi masyarakat petani yang ada di kecamatan mengwi serta dapat mengakibatkan retaknya kesatuan dalam kelompok, hancurnya harta benda bahkan menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu sangat relevan untuk melakukan penelitian tentang sistem pendistribusian air irigasi di Subak Batan Badung dan unpaya yang dilakukan untuk menghindari konflik sosial.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yangdapat dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana sistem distribusi air di Subak Batan Badung daerah irigasi Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Badung?

  • 2.    Bagaimana upaya menghindari konflik antara anggota subak dengan masyarakat peternak ikan di Subak Batan Badung daerah irigasi Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Badung?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1.    Untuk mengetahui sistem distribusi air di Subak Batan Badung daerah irigasi

Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Badung.

  • 2.    Untuk mendiskripsikan upaya menghindari konflik antara anggota subak dengan masyarakat peternak ikan di Subak Batan Badung daerah irigasi Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Badung.

  • 2.     Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Subak Batan yang terletak di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive dengan pertimbangan. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pembagian air daerah irigasi Taman Ayun yang menerapkan sistem irigasi permukaan. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan November sampai dengan Januari 2021, terhitung mulai dari mengumpulkan data di lapangan sampai dengan analisis data

  • 2.2    Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitif dan kualitatif (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian data kualitatif menjelaskan mengenai keadaan subak, motivasi, penerapan sistem irigasi permukaan, datapenanganan konflik. Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data luasarea subak, dan jumlah anggota Subak Batan Badung yang memepengaruhi air dariirigasi Taman Ayun.

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, pengamatan langsung atau observasi, dan metode dokumentasi pada penelitian ini digunakan peneliti untuk mendokumentasikan sistem pembagian air irgasi dari waduk sampai ke pembagian tiap-tiap subak.

  • 2.4    Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini Kelian Gede (Pekaseh) sebagai informan kunci menginformasikan informan selanjutnya yaitu tokoh masyarakat ataupun petani yang dapat memberikan informasi lebih lengkap. Begitu seterusnya hingga peneliti memperoleh data yang dianggap cukup dan mendapatkan jumlah informan sebanyak sembilan orang.

  • 2.5    Variabel Penelitian dan Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjabarkan data agar memperoleh gambaran kompleks dengan mencermati tanggapan informan (Moleong, 2010). Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan memakai model analisis Miles dan

Hubberman. Tahap-tahapan analisis ini meliputi: 1) Reduksi Data Reduksi; 2) Penyajian Data; 3) Kesimpulan Data.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Sistem distribusi air di daerah irigasi Taman Ayun pada Subak Batan

      Badung, Kecamatan Mengwi, Badung

Pendistribusian air irigasi di Munduk Batan Badung dialirkan ke kedua munduk, dilakukan dengan membuka pintu air setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan kebutuhan air di setiap area irigasi. Cara pembukaan pintu air di hulu saluran yang tidak terkontrol akan mengurangi debit air pada hilir saluran (DitjenPSP, 2016). Dalam managemen distribusi air pemenuhan air di saluran tersier harus disesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing area sawah. Berdasarkan pengamatan pengaliran air di saluran tersier tidak sesuai dengan kebutuhan air dipetaknya, namun pemakaian air merata disetiap petak sawah yang ada. Berikut data pembagian masing-masing subak di wilayah irigasi Pura Taman Ayun.

Tabel 1.

Luas Wilayah Munduk dan Krama Subak Batan Badung

No.

Nama

Luas (ha)

Jumlah (orang)

Subak Batan Badung (S1)

26,64

144

1

Munduk Batu Lumbung

8,88

53

2

Munduk Batu Tegeh

6,47

42

3

Munduk Batu Badung

11,29

49

Sumber : Dinas PUPR Kabupaten Badung

Berdasarkan penelitian Tabel 5.6, menunjukan saluran yang mempunyai area irigasi seluas 26,64 ha dan panjang saluran 600 m dengan debit aktual 12,7 ltr/s mempunyai efisiensi pengairan sebesar 70%. Pada saluran nilai efisiensidiatas 80% maka saluran tersebut bisa dikatakan sudah efisien, namun di Subak Batan Badung belum efisien karena penggunaan air masih dibawah 80% debit andalan. Debit andalan adalah minimum sungai dengan kemungkinan debit terpenuhi dalam prosentase tertentu, misalnya 90, 80 atau nilai prosentase lainnya, sehingga dapat dipakai untuk berbagai kebutuhan.

Dalam pemberian air untuk irigasi, perlu adanya efisiensi pemberin air. Usaha yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi irigasi sebagai berikut:

  • 1.    Meningkatkan mutu managemen distribusi air di semua saluran tersier diTaman Ayun.

  • 2.    Berdasarkan data debit air di saluran tersier tidak bisa memenuhi kebutuhanair di petak sawah. Dalam hal ini bisa diambil langkah tentang pembagian pola tanam.

  • 3.    Guna mengurangi adanya masalah kerusakan pada saluran air irigasi perlu dilakukan adanya pemeliharaan oleh subak setempat baik secara rutin ataupun berkala pada setiap saluran.

  • 4.    Perlunya sosialisasi tentang pendistribusian air oleh Dinas PUPR kepada petani dengan harapan para petani dapat lebih disiplin dalam melaksanakan jadwal pengambilan air irigasi.

Dari segi peraturan/awig-awig, penerapkan sanksi bagi pelanggar penggunaan air irigasi di Subak Batan Badung dapat berjalan dengan baik dengan memberikan sanksi berupa pembayaran denda pada setiap rapat anggota atau sangkep, bahkan jika sudah dilakukan kesalahan yang sama oleh anggota subak yaitu pelanggaran penggunaan air irigasi maka petani tersebut bisa dikeluarkan dari anggota subak. Mencegah pencemaran air irigasi di Subak dapat dilakukan dengan memberlakukan pembatasan penggunaan bahan kimia dalam perawatan tanaman dan mengajak semua anggota subak untuk bergotong royong membersihkan saluranirigasi dari sampah atau limbah rumah tangga yang dapat mencemari air di persawahan Subak Batan Badung. Krama Subak Batan Badung sudah melakukan pengontrolan air kesemua bangunan bagi yang dikoordinir oleh pekaseh, dilakukan sesuai jadwal yang dibuat oleh pekaseh dan mendapat persetujuan dari seluruh krama subak. Pada Subak Batan Badung sistem nyilih yeh masih tetap dilakukan oleh krama subak. Kekurangan air irigasi biasa terjadi pada saat olah tanah. Kekurangan air tersebut diatasi dengan kegiatan nyilih yeh antar tempek di Subak Batan Badung. Kegiatan Nyilih yeh biasa dilaksanakan olehtempekyang berada pada hilir subak ke pada tempek yang berada di hulu subak. Matelik adalah kegiatan mengontrol jaringan irigasi, biasanya matelik pada Subak Batan Badung dilakukan 2 kali dalam sebulan. Musim penghujan dengan resiko kerusakan bangunan irigasi tinggi maka periode pematauan dilakukan satu minggu sekali, jikaada kerusakan bangunan irigasi dapat segera teratasi. Subak Batan Badung juga melaksanakan kegiatan nabdab yeh yaitu mengontrol pembagian air ke setiap tempek dan anggota subak. Nabdab yeh bertujuan agar setiap tempek mendapat air irigasi secara adil dan merata. Krama Subak Batan Badung melaksanakan kegiatan pengontrolan sesuai waktu yang telah disepakati oleh krama subak dengan pekaseh. Fasilitas yang utama dari irigasi subak (palemahan) untuk setiap petani anggota subak adalah berupa pengalapan (bendungan air), jelinjing(parit), dan sebuah cakangan (satu tempat/alat untuk memasukkan air ke bidang sawah garapan) (Fatiharifah, 2017). Jika di suatu lokasi bidang sawah terdapat dua atau lebih cakangan yang saling berdekatan maka ketinggian cakangan-cakangan tersebut adalah sama (kemudahan dan kelancaran air mengalir masuk ke sawah masing-masing petani sama), tetapi perbedaan lebar lubang cakangan masih dapat ditoleransi yang disesuaikan dengan perbedaan luas bidang sawah garapan petani. Pembuatan, pemeliharaan, serta pengelolaan dari penggunaan fasilitas irigasi subak dilakukan bersama oleh anggota (krama) subak. Untuk pembagian air masing-masing sawah, dengan luas pembagian 10 are melalui 10 cm tektek.

  • 3.2    Upaya Menghindari Konflik yang Dilakukan Antara Anggota Subak Batan Badung dengan Masyarakat

Dalam penyelesaian konflik tersebut, pemerintah daerah di sini khususnya di Desa Mengwi harus dapat dipertegas menjalankan perannya sebagai pihak yang bertugas sebagaimana mestinya. Dengan adanya Otonomi Daerah, urusan pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu urusan kepemerintahan yang didesentralisasikan. Model Resolusi Konflik Sumber Daya Air di Desa Mengwi. Menurut Johan Galtung, resolusi konflik di bagi pada tiga tahapan yaitu peacemaking, peacekeeping, dan peace building, Galtung mendeskripsikan peacemaking sebagai proses yang tujuannya mempertemukan atau merekonsiliasi sikap politik dan stategi dari pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi,arbitrasi terutama pada level elit atau pimpinan. Peacekeeping adalah proses menghentikan atau mengurangi aksi kekerasan melalui intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga perdamaian yang netral. Sedangkan peace building merupakan proses implementasi perubahan atau rekonstruksi sosial, politik, dan ekonomi demi terciptanya perdamaian yang berkesinambungan. Salah satu upaya penanganan konflik dalam upaya membangun perdamaian di Desa Mengwi yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melalui pembentukan instrumen hukum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Pencegahan Konflik dilakukan antara lain melalui upaya memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi Konflik, dan membangun sistem peringatan dini. Penanganan Konflik pada saat terjadi Konflik dilakukan melalui upaya penghentian kekerasan fisik, penetapan Status Keadaan Konflik tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban. dan/atau pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. Kemudian yang kedua adalah Penerapan Manajemen Kolaborasi Pola koordinasi ini harus dimulai antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten. Pola Koordinasi diantara dua instansi ini harus dapat berjalan dengan baik. Terlebih lagi dengan adanya pemberian ijin dari Pemerintah Provinsi kepadapihak Pengusaha pada tahun 2011 silam dan kemudian Pemerintah Kabupaten mengkritisi pemberian ijin ini. Harusnya dulu ada koordinasi yang baik diantara keduanya, sehingga tidak ada perdebatan terkait pemberian ijin tersebut. Untuk penyelesaian konflik tersebut, pemerintah daerah di sini khususnya Pemerintah Kabupaten harus dapat tegas menjalankan perannya sebagai pihak yang bertugas sebagaimana mestinya.

Seperti yang disampaikan oleh I Wayan Putra Suaja, selaku pelaksana Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Badung:

“Pengawasan menjadi hal yang krusial dalam penyelenggaraan pengelolaan Irigasi. menjaga ketersediaan air untuk irigasi. Pengelolaan irigasi yang memakan biaya sangat besar, sehingga pengawasan dengan menjaga ketersediaan air untuk irigasi, menetapkan lahan pertanian abadi, membentuk jaringan ekonomi pertanian di sektor hulu sampai hilir,dan menjadi penengah jika terjadi konflik” (wawancara pada tanggal 26 Januari2022).

Pengelolaan irigasi tidak mungkin memakan biaya sangat besar dan harapan masyarakat atas berfungsinya irigasi dengan baik akan terus dikorbankan. Sehingga diperlukan para pengawas irigasi yang berintegritas dan memiliki kompetensi yang handal. Untuk mendukung terciptanya pengawas irigasi yang handal, tata cara pengawasan pelaksanaan pekerjaan proyek irigasi. Ada beberapa cara untuk menjaga kelesatarian subak diantaranya adalah sebagai berikut :

  • 1.    Pertama, menjaga ketersediaan air untuk irigasi. Perbaikan saluran irigasi untuk mencegah kehilangan air. Karena seringkali saluran irigasi yang rusakmengurangi debit air yang mengalir ke sawah. Di samping itu membangun bendung penangkap air baru, seperti waduk untuk menambah ketersediaan air irigasi.

  • 2.    Kedua, menetapkan lahan pertanian abadi. Dengan adanya lahan pertanian abadi, pemerintah wajib untuk membebaskan pajak lahan basah pertanian. Sehingga petani tidak terbebankan oleh pajak yang besarnya didasarkan oleh nilai jual objek pajak (NJOP).

  • 3.    Ketiga, membentuk jaringan ekonomi pertanian di sektor hulu sampaihilir.Untuk menjaga ketersediaan sarana produksi pertanian yang terjangkau bagi petnai. Sekaligus menjamin hasil produksi pertanian terjual dengan layak.

  • 4.    Keempat, menjadi penengah jika terjadi konflik. Dalam masalah air irigasi, saat ini petani anggota subak mengalami banyak persaingan, khususnya persaingan dengan kebutuhan air bersih untuk keluarga, dengan pihak industri termasuk sektor pariwisata. Banyak sumber air yang dahulu diperuntukkan untuk kepentingan pertanian, kemudian dialihkan untuk kepentingan PDAM, atau untuk kepentingan sektor pariwisata.

Dalam hal konteks konflik pengelolaan SDA, konflik yang sering terjadi adalah (1) Tumpang-tindih kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam. (2) Kegagalan pengaturan tata-ruang untuk memberikan ruang kelola yang adil. (3) Ekspansi penguasaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan tanaman industri kehutanan dan perkebunan. (4) Tidak efektifnya program pembangunan ekonomi berbasis masyarakat.

Tumpang-tindih kebijakan pemerintah sangat terasa pada pengelolaan penggunaan air. Penggunaan air dikawasan desa adat (hak ulayat) yang dikuasai masyarakat secara turun-temurun dan sudah memiliki bukti-bukti kegiatan budidaya harus beralih menjadi areal HPH/HTI secara cepat di bawah kuasa pemerintah. Situasi ini melahirkan konflik berkepanjangan antara petani dengan pengusaha. Berhadapan dengan lembaga hak atas air yang dikenal dengan sebutan hak ulayat ini bagi banyak pihak bagaikan makan buah simalakama. Jika disimpulkan, hak ulayat yang dihadapi itu dianggap sudah tidak ada lagi apalagi dengan dalih terselubung adanya kepentingan lain yang lebih besar dan mendesak, maka tindakan itu jelas bertentangan dengan prinsip pengakuan terhadap hakulayat oleh UUPA( Undang-Undang Pokok Agraria).

Kegagalan pengaturan tata-ruang secara adil disertai kuatnya ekspansi penguasaan lahan demi pengembangan pertanian mengakselerasi kerusakan sumberdaya alam dan penyingkiran masyarakat secara fisik beserta hak-haknya. Lahan-lahan yang dikelola masyarakat dengan basis hak pengelolaan sebagai transmigran secara sepihak ditumpang-tindihkan menjadi areal HTI dan perkebunan. Situasi ini selain melahirkan konflik langsung antara masyarakat tranmigran dengan pengusaha, juga memancing lahirnya konflik horizontal karena masyarakat transmigran berusaha mengokupasi lahan-lahan masyarakat setempat untuk bisa bertahan hidup. Berdasarkan apa yang terjadi di wawancara dengan pekaseh bahwa konflik ini sering terjadi, karena banyak yang membuat pemeliharaan ikan dijalur irigasi untuk perlombaan mancing.

Konflik SDA yang terjadi antara petani dengan pengusaha terjadi sekitar tahun 2019. Dikarenakan petani semakin sulit mendapatkan air untuk irigasi sawahnya. konflik berkembang secara signifikan setelah adanya berbagai faktor dan kejadian yang mendorong terjadinya peningkatan intensitas konflik. Intensitas konflik mulai terjadi pada tahun 2021 hingga sekarang. Dalam hal ini menjadi penting untuk dilihat lebih detail tentang berbagai faktor dan kejadian yang memberikan kontribusi meningkatnya konflik tersebut. Sejak memperoleh ijin pengusahaan pada tahun 2021 para pengusaha belum melakukan aktivitas yang menjadi faktor pendorong terjadinya konflik oleh karena itu sepanjang tahun tersebut relatif tidak ada hal-hal yang meresahkan dilapangan.

Penulis dapat menganalisis penyebab kegiatan eksploitasi air di Desa Desa Mengwi masih terjadi hingga saat ini. Yang pertama adalah Kurangnya Sumber Daya Air. Air merupakan sumber utama untuk mengairi sawah. Air merupakan salah satu aspek penting dalam dunia pertanian mengingat posisinya sebagai salah satu kebutuhan penting bagi tanaman terutama tanaman pada lahan basah. Kebutuhan air pertanian banyak dipenuhi melalui irigasi. Sistem irigasi yang ada di Indonesia bersumber dari adanya aliran sungai maupun sumber-sumber mata air. Keresahan masyarakat ini disebabkan karena masyarakat Desa Mengwi menggantungkan hidup dari bertani. Misalnya ada petani yang menanam ubi, namun karena irigasi tidak tersedia, maka hasilnya tidak baik. Bahkan bisa dikatakan pengusaha ini tersebut mematikan petani dan tanpa sepengetahuan pihak desa. Selain itu masyarakat resah karena air sering keruh, jika terus dibiarkan seakan-akan pemerintah menutup mata. Dan selama ini pemerintahterkesan lambat dalam menangani kasus ini. Untuk itu para petani mengharapkan eksploitasi air segera dihentikan.

Resolusi Konflik Sumber daya Air yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

  • 1.    Pertama, pembentukan forum aspirasi. Forum aspirasi ini digerakkan oleh Kepala Desa. Kepala Desa bersama para petani membuat forum aspirasi bersama Dinas terkait, kemudian yang kedua adalah Penindakan Terhadap pihak pengadaan lomba pacing. Berdasarkan keterangan di lapangan, mediator konflik

ini ada dari Kepala Desa, mengagenda utama yaitu mencari solusi dari adanya permasalahan eksploitasi air dan mencapai kesepakatan bersama antar pihak yang berkonflik.

  • 2.    Kedua, penyelesaian konflik. Dalam kaitannya dengan konflik SDA di DesaKajar sudah dilakukan upaya penyelesaian konflik termasuk melalui proses arbitrase. Pihak ketiga dalam kasus ini yang telah diupayakan adalah dari beberapa Dinas PUPR. Dari dinas tersebut beberapa kali telah melakukan pemeriksaan di lapangan. Dan telah melaksanakan audiensi dengan Kepala Desa Mengwi berharap untuk adanya penyelesaian dan penghentian kegiatan eksploitasi air tersebut.

  • 4    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku petani terhadap distribusi air di Subak Batan Badung, daerah irigasi Taman Ayun yaitu sistem distribusi Subak Batan Badung mempunyai saluran irigasi tersier yang mengambil air dari Bendungan Taman Ayun. Saluran tersier yang di teliti mengaliri subak Batan badung yang terdiri dari tiga munduk yaitu munduk Batan badung, munduk Batu Tegeh dan Munduk Batu Lumbung. Air Irigasi dari bendung Taman Ayun mengalir melalui saluran tersier lalu mengalir ke Tembuku Gede yang dimana aliran dari Tembuku Gede memasuki saluran cacing yang sudah di atur oleh pekaseh lalu klian munduk membagi airtersebut untuk krama subak, setiap lahan 10are mendapatkan 10cm tetekan. Tetek adalah hitungan empat jari tangan petani dalam membentuk saluran cacing. Sisa air akan di alirkan ke Subak Bringkit, apabila Subak Bringkit membutuhkan air. Pencegahan Konflik dilakukan antara lain melalui upaya memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi Konflik, dan membangun sistem peringatan dini. Penanganan Konflik pada saat terjadi Konflik dilakukan melalui upaya penghentian kekerasan fisik, penetapan Status Keadaan Konflik tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban. dan/atau pengerahan dan penggunaan kekuatan Aparat yang berwenang.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan yang telah dijabarkan, makasaran yang dapat diberikan adalah berdasarkan data debit air di saluran tersier tidak bisa memenuhi kebutuhanair di petak sawah. Dalam hal ini bisa diambil langkah tentang pembagian pola tanam. Guna mengurangi adanya masalah kerusakan pada saluran air irigasi perlu dilakukan adanya pemeliharaan oleh subak setempat baik secara rutin ataupun berkala pada setiap saluran. Perlunya sosialisasi tentang pendistribusian air oleh Dinas PUPR kepada petani dengan harapan para petani dapat lebih disiplin dalam melaksanakan jadwal pengambilan air irigasi. Terkait konflik subak dan pemeliharaan ikan yang mengakibatkan terganggunya saluran irigasi, untuk dapat

mengatasi hal tersebut diperlukan adanya pengawasan intensif. Pihak subak harus lebih berani mengambil tindakan tegas melalui perjanjian, sehingga ada dampak hukum berupa sanksi bagi yang melanggar.

  • 5 .    Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pekaseh Subak Batan Badung yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan data, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis.

Daftar Pustaka

Ardi. 2013. Hasil Besar Dari Irgasi Kecil. Jakarta: Koran Harian Media Indonesia. DitjenPSP. 2016. Rencana Strategis (Review) 2015-2019. Jaksel: Kementrian Pertanian.

Fatiharifah. 2017. 100 Tradisi Unik Di Indonesia. Jakarta: Laksana.

Moleong, L. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahmad, A. 2013. Toleransi Tanaman Jagung (Zea masy. L) Pada Tanah Yang Diberi Sludge PULP dan TSP. Riau: Jurnal Dinamika.

Sari, S. 2015. Ilmu dan Implementasi Kesuburan Tanah. Malang: UMM Press. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suhardjono. 1994. Kebutuhan Air Tanaman. Malang: Institut Teknologi Malang.

Suparta, I. M. 2010. Unsur-Unsur Seni Rupa. Denpasar: Kriya Seni ISIDenpasar.

Syah'ban, H. 2014. otivasi petani dalam budidaya lebah madu di Desa Buana Sakti Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

196